25
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN DAN KEPAILITAN
1.1 Hak Tanggungan 1.1.1 Pengertian Hak Tanggungan Undang-Undang Pokok Agraria menamakan lembaga hak jaminan atas tanah dengan sebutan “Hak Tanggungan” yang kemudian menjadi judul UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah selanjutnya disingkat (UUHT). Menurut Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Pasal 1 butir 1 dinyatakan bahwa; Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut hak tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya. Hak tanggungan merupakan implementasi dari amanat pada Pasal 51 Undang-Undang Pokok Agraria sebagai upaya untuk dapat menampung serta sekaligus mengamankan kegiatan perkreditan dalam upaya memenuhi kebutuhan tersedianya dana untuk menunjang kegiatan pembangunan.18 Sebagai bagian dari hak jaminan, Hak Tanggungan memberikan kedudukan diutamakan kepada
18
Maria. S.W Sumardjono, 1996, Prinsip Dasar dan Beberapa Isu Di Seputar UndangUndang Hak Tanggungan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.67
25
26
kreditor tertentu terhadap kreditor lainnya, Hak Tanggungan mempunyai beberapa ciri-ciri pokok yaitu : a. Memberikan
kedudukan
yang
diutamakan
atau
mendahului
kepada
pemegangnya atau yang dikenal dengan droit de preference. Keistimewaan ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 ayat 1 UUHT. Apabila debitor cedera janji, Kreditor pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual objek yang dijadikan jaminan melalui pelelangan umum menurut peraturan yang berlaku dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, dengan hak mendahului daripada kreditor-kreditor lain yang bukan pemegang hak tanggungan dengan peringkat yang lebih rendah. Hak yang istimewa ini tidak dipunyai oleh kreditor yang bukan pemegang hak tanggungan. b. Selalu mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapapun benda itu berada atau disebut dengan droit de suite. Keistimewaan ini ditegaskan dalam Pasal 7 UUHT. Biarpun objek hak tanggungan sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain, kreditor pemegang hak tanggungan tetap masih berhak untuk menjualnya melalui pelelangan umum jika debitor cedera janji. c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan. d. Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya. Dalam UUHT memberikan kemudahan dan kepastian hukum bagi pihak kreditor dalam pelaksanaan eksekusi.
2.1.2 Asas-asas Hak Tanggungan
27
Di dalam UUHT dikenal beberapa asas hak tanggungan, diantaranya; a. Mempunyai kedudukan yang diutamakan bagi kreditor pemegang hak tanggungan; b. Tidak dapat dibagi-bagi; c. Hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada; d. Dapat dibebankan selain tanah juga berikut benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah tersebut; e. Dapat dibebankan atas benda lain yang berkaitan dengan tanah yang baru akan ada dikemudian hari, dengan syarat diperjanjikan secara tegas; f. Sifat perjanjiannya adalah tambahan accesoir; g. Dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru yang akan ada; h. Dapat menjamin lebih dari satu utang; mengikuti objek dalam tangan siapapun objek itu berada; i. Tidak dapat diletakkan sita oleh pengadilan; j. Hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu; k. Wajib didaftarkan; l. Pelaksanaan eksekusi mudah dan pasti; m. Dapat dibebankan dengan disertai janji-janji tertentu; n. Objek tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki oleh pemegang hak tanggungan bila pemberi hak tanggungan cidera janji.19 2.1.3 Objek dan Subjek Hak Tanggungan
19
Salim HS, op.cit, hlm. 116
28
Pada dasarnya tidak setiap hak atas tanah dapat dijadikan jaminan utang, tetapi hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang b. Termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum karena harus memenuhi syarat publisitas c. Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan karena apabila debitor cedera janji benda yang dijadikan jaminan utang akan dijual dimuka umum d. Memerlukan penunjukan dengan undang-undang. Dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 UUHT telah ditunjuk secara tegas hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang. Ada lima jenis hak atas tanah yang dapat dijaminkan hak tanggungan yaitu : a. Hak milik b.Hak guna usaha c. Hak guna bangunan d.Hak pakai, baik hak milik maupun ha katas Negara e. Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan merupakan hak milik pemegang hak atas yang pembebanannya dengan tegas dan dinyatakan di dalam akta pemberian hak tanah yang bersangkutan. Subjek hukum yang terdapat dalam penjaminan hak tanggungan adalah sebagai berikut; a. Pemberi hak tanggungan
29
Pemberi hak tanggungan dapat perorangan atau badan hukum, yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan. b.Pemegang hak tanggungan Pemegang hak tanggungan terdiri dari perorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang Pemberi hak tanggungan sering disebut dengan istilah debitor, yaitu orang yang meminjam uang di lembaga perbankan, sedangkan penerima hak tanggungan disebut dengan istilah kreditor, yaitu orang atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang.
2.2 Kepailitan 2.2.1 Pengertian Pailit dan Kepailitan Jika ditelusuri, dapat diketahui bahwa hukum tentang kepailitan itu sendiri sudah ada sejak jaman Romawi.20 Secara gramatikal, Kepailitan berasal dari kata pailit yang yang jika ditelusuri pada seluruh ketentuan pengaturan dalam undangundang, tidak ada yang secara khusus membahas tentang definisi pailit. Menurut Black`s Law Dictionary, definisi pailit atau bangkrupt adalah “ The state or condition of person (individual, partnership, corporation, munichipalty) who is unable to pay its debt as they are, or become due”. The term includes person against whom an involuntary petition has benn filed, or who has filed a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt.”21
20
Sunarmi, 2004,Perbandingan Sistem Hukum Kepailitan antara Indonesia dengan Amerika Serikat, Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, Hlm. 10 21 Hendry Campbell Black,1998, Black`s Law Dictionary 6 th edition, St. Paul, Minnesota. Page. 74
30
Definisi
diatas
menunjukkan
bahwa
pailit
dihubungkan
dengan
ketidakmampuan untuk membayar dari seseorang (debitor) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang diajukan secara sukarela maupun atas permintaan pihak ketiga. Charles Himawan dan Mochtar Kusumaatmaja mengatakan bahwa; “A Debtor may be declared bankrupt if he has stopped paying his debts, eventhough he is not insolvent, so long as he owe more than one debt. Summary evidence that the debtor has stopped paying his debts is sufficient for an adjudication of bankruptcy”. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa, walaupun debitor belum pailit, asalkan debitor memiliki lebih dari satu utang, debitor sudah dapat diputus pailit. Menurut Poerwadinata, pailit artinya bangkrut; dan bankrupt artinya menderita kerugian besar hingga jatuh (Perusahaan, toko, dan sebagainya).22 Menurut John M. Echols dan Hassan Shadily, bankrupt artinya bangkrut, pailit dan bankruptcy artinya kebangkrutan, dan menurut Siti Soemarti Hartono pailit adalah berhenti melakukan pembayaran. Dalam Pasal 1 butir 1 UUKPKPU mengatur bahwa: Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor bailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini”. UUKPKPU diperlukan untuk: 1. Menghindarkan pertentangan apabila ada beberapa kreditor pada waktu yang sama meminta pembayaran piutangnya dari debitor; 22
Ramlan Ginting,, 2001,Kewenangan Tunggal Bank Indonesia Dalam Kepailitan Bank, “Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan” Vol. 2 No. 2, hlm. 1
31
2. Untuk menghindari adanya kreditor yang ingin mendapatkan hak istimewa, yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor atau menguasai sendiri secara tanpa memperhatikan lagi kepentingan debitor atau kreditor lainnya; 3. Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh debitor sendiri, misalnya saja debitor berusaha untuk memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa kreditor tertentu, yang merugikan kreditor lainnya, atau debitor melakukan perbuatan curang dengan melarikan atau menghilangkan semua harta kekayaan debitor yang bertujuan melepaskan tanggung jawabnya terhadap para kreditor; 4. Meningkatkan upaya pengembalian kekayaan, semua kekayaan debitor harus ditampung dalam suatu kumpulan dana yang sama disebut harta kepailitan yang disediakan untuk pembayaran tuntutan kreditor. Kepailitan menyediakan suatu forum untuk likuidasi secara kolektif atas aset debitor; 5. Memberikan perlakuan baik yang seimbang dan yang dapat diperkirakan sebelummnya kepada para kreditor, pada dasarnya para kreditor dibayar secara pari passu; mereka menerima suatu pembagian secara pro rata parte dari kumpulan dana tersebut sesuai dengan besarnya tuntutan masing-masing. Prosedur dan peraturan dasar dalam hubungan ini harus dapat memberikan suatu kepastian dan keterbukaan. Kreditor harus mengetahui sebelumnya mengenai kedudukan hukumnya; 6. Memberikan kesempatan yang praktis untuk reorganisasi perusahaan yang kurang baik, tetapi masih potensial bila kepentingan para kreditor dan
32
kebutuhan sosial dilayani dengan lebih baik dengan mempertahankan debitor dalam kegiatan usahannya. Berdasarkan paparan tujuan diatas, dapat disimpulkan bahwa hukum kepailitan diperlukan untuk mewujudkan dan mengejawantahkan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata. Oleh karena itu, untuk mengeksekusi dan membagi harta debitor atas pelunasan untangnya kepada kreditor-kreditor secara adil dan seimbang berdasarkan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata, diperlukan pranata hukum tersendiri, yaitu hukum kepailitan.
2.2.2 Syarat-Syarat Permohonan Pernyataan Pailit Dari ketentuan Pasal 2 ayat 1 UUKPKPU dapat disimpulkan bahwa permohonan pernyataan pailit hanya dapat dilakukan apabila memenuhi syarat syarat sebagai berikut: 1. Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor Pengertian dari syarat ini adalah dengan adanya kepailitan diharapkan pelunasan utang-utang debitor kepada kreditor-kreditor dapat dilakukan secara seimbang dan adil. Setiap kreditor mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pelunasan dari harta kekayaan debitor secara pro rata dan pari passu.23 Secara umum, ada 3(tiga) macam kreditor yang dikenal dalam KUH Perdata yaitu sebagai berikut: a. Kreditor konkuren
23
Jono, 2013, Hukum Kepailitan, PT. Sinar Grafika, Jakarta. hlm 5
33
Kreditor konkuren ini diatur dalam pasal 1132 KUH Perdata. Kreditor konkuren adalah para kreditor dengan hak pari passu dan pro rata, artinya para kreditor secara bersama-sama memperoleh pelunasan (tanpa ada yang didahulukan) yang dihitung berdasarkan pada besarnya piutang masing-masing dibandingkan terhadap piutang mereka secara keseluruhan, terhadap seluruh harta kekayaan debitor tersebut. Dengan demikian, para kreditor konkuren mempunyai kedudukan yang sama atas pelunasan utang dari harta debitor tanpa ada yang didahulukan. b. Kreditor preferen (yang diistimewakan), Kreditor yang oleh undang-undang, semata-mata karena sifat piutangnya, mendapatkan pelunasan terlebih dahulu. Kreditor preferen merupakan kreditor yang mempunyai hak istimewa, yaitu suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.24 c. Kreditor separatis Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan inrem, yang dalam KUH Perdata disebut dengan nama gadai dan hipotek.25 2. Debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang kepada kreditor Menurut ketentuan dari Pasal 1 butir 6 UUKPKPU utang adalah kewajiban yang dinyatakan, atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan 24 25
Ibid Ibid. hlm. 7
34
yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor. Dari definisi utang yang diberikan oleh UUKPKPU, jelaslah bahwa definisi utang harus ditafsirkan secara luas, tidak hanya meliputi utang yang timbul dari perjanjian utang-piutang atau perjanjian pinjam-meminjam, tetapi juga utang yang timbul karena undang-undang atau perjanjian yang dapat dinilai dengan sejumlah uang.26 3. Utang yang tidak dibayar itu telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Syarat bahwa utang harus telah jatuh waktu dan dapat ditagih menunjukkan bahwa kreditor sudah mempunyai hak untuk menuntut debitor untuk memenuhi prestasinya. Syarat ini menunjukkan bahwa utang harus lahir dari perikatan sempurna(adanya schuld dan haftung).27 Dengan demikian, jelas bahwa utang yang lahir dari perikatan alamiah (adanya schuld tanpa haftung) tidak dapat dimajukan untuk permohonan pernyataan pailit.
2.2.3 Pihak yang Dapat Mengajukan dan Dimohonkan Pailit Sesuai dengan Ketentuan Pasal 2 UUKPKPU, pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit adalah a. Debitor Sendiri
26 27
Ibid. hlm. 11 Ibid.
35
Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat 1 UUKPKPU, Undang-Undang memungkinkan seorang debitor untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit atas dirinya sendiri. b. Seorang kreditor atau lebih Sesuai dengan penjelasan Pasal 2 ayat 1 UUKPKPU, kreditor yang dapat mengajukan permohonan pailit terhadap debitornya adalah kreditor konkuren, kreditor preferen, ataupun kreditor separatis. c.
Kejaksaan Menurut ketentuan Pasal 2 ayat 2 UUKPKPU, permohonan pailit terhadap
debitor juga dapat diajukan oleh kejaksaan demi kepentingan umum. Pengertian kepentingan umum itu sendiri adalah kepentingan Bangsa dan Negara dan/atau kepentingan masyarakat luas. d. Bank Indonesia Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat 3 UUKPKPU, permohonan pailit terhadap bank hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia berdasarkan penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan. e.
Badan Pengawas Pasar Modal atau Bapepam Menurut ketentuan Pasal 2 ayat 4 UUKPKPU, permohonan pernyataan
pailit terhadap perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, hanya dapat diajukan oleh Bapepam. f.
Menteri Keuangan Menurut ketentuan Pasal 2 ayat 5 UUKPKPU, permohonan pernyataan
pailit terhadap perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau
36
BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan, dengan maksud untuk membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap usaha-usaha tersebut. Selain pihak yang dapat mengajukan pailit, terdapat juga beberapa pihak yang dapat dimohonkan pailit. Pihak yang dapat dinyatakan pailit adalah a. Orang Perorangan Baik laki-laki maupun perempuan, yang telah menikah maupun belum menikah. Jika permohonan pernyataan pailit tersebut diajukan oleh debitor perorangan yang telah menikah, maka permohonan tersebut hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau istrinya, kecuali antara suami-istri tersebut tidak ada pencampuran harta. b. Perserikatan-perserikatan dan perkumpulan-perkumpulan tidak berbadan hukum lainnya Permohonan pernyataan pailit terhadap suatu “firma” harus memuat nama dan tempat kediaman masing-masing persero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang firma. c. Persero-perseroan, perkumpulan-perkumpulan, koperasi maupun yayasan yang berbadan hukum Dalam hal ini berlakulah ketentuan mengenai kewenangan masing-masing badan hukum sebagaimana diatur dalam anggaran dasarnya. d. Harta peninggalan.28
28
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op.cit. hlm 16
37
2.2.4 Akibat Kepailitan terhadap Perikatan-Perikatan yang Telah Dibuat oleh Debitor dengan Pihak Ketiga Sebelum Pernyataan Pailit Diucapkan Kepailitan mengakibatkan debitor yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga kehilangan segala “hak perdata” untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah dimasukkan ke dalam harta pailit. Pembekuan hak perdata ini diberlakukan oleh Pasal 22 UUKPKPU terhitung sejak saat keputusan pernyataan pailit diucapkan, sehingga mengakibatkan perikatan-perikatan yang sedang berlangsung, dimana terdapat satu atau lebih kewajiban yang belum dilaksanakan oleh debitor pailit, sedangkan putusan pernyataan pailit telah diucapkan, maka demi hukum perikatan tersebut menjadi batal, kecuali jika menurut pertimbangan kurator masih dapat dipernuhi dari harta pailit. Dan para kreditor tersebut secara bersama-sama menjadi kreditor konkuren atas harta pailit. Setiap dan seluruh perikatan antara debitor yang dinyatakan pailit dengan pihak ketiga yang dilakukan sesudah pernyataan pailit, tidak akan dan tidak dapat dibayar dari harta pailit, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta kekayaan itu. Oleh karena itu gugatan-gugatan yang diajukan dengan tujuan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit, selama dalam kepailitan, yang secara langsung diajukan kepada debitor pailit, hanya dapat diajukan dalam bentuk laporan untuk pencocokan. Untuk dapat membatalkan suatu perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh debitor pailit dengan pihak ketiga sebelum pernyataan pailit diucapkan, yang merugikan harta pailit, UUKPKPU mensyaratkan bahwa pembatalan terhadap
38
perbuatan hukum tersebut hanya dimungkinkan jika dapat dibuktikan pada saat perbuatan hukum yang merugikan tersebut dilakukan debitor dan pihak dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor, kecuali perbuatan tersebut adalah suatu perbuatan hukum yang wajib dilakukan berdasarkan perjanjian dan/atau undang-undang. Ini berarti bahwa hanya perbuatan hukum yang tidak wajib dilakukan yang dapat dibatalkan. Selanjutnya untuk menciptakan kepastian hukum bagi pihakpihak yang berkepentingan tidak hanya kreditor, melainkan juga pihak penerima kebendaan yang diberikan oleh debitor, Pasal 42 UUKPKPU menyatakan bahwa: Apabila perbuatan hukum yang merugikan kreditor dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sedangkan perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan oleh debitor, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat 2. Dari pernyataan pasal tersebut jelas terdapat jangka waktu yang dapat mengakibatkan gugurnya suatu perikatan dikarenakan debitor dan pihak ketiga wajib mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor. Ketentuan tersebut sangat berarti dalam melindungi kepentingan kreditor secara keseluruhan, dan terutama untuk menghindari akal-akalan debitor nakal dengan pihak-pihak tertentu yang bertujuan untuk merugikan kepentingan kreditor.