BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL
A. Sejarah Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral Untuk memperbaiki keadaan keuangan sebagai warisan VOC dan pemerintahan Raffles, pemerintah Hindia Belanda memerlukan kehadiran lembaga bank, dan pada tanggal 10 Oktober 1827 berdirilah De Javasche Bank. 28 Konferensi Meja Bundar yang berlangsung di Den Haag, Belanda tahun 1949, boleh dikatakan merupakan tonggak sejarah lahirnya bank sentral di Indonesia. Salah satu keputusan penting Konferensi Meja Bundar adalah menunjuk De Javasche Bank NV sebagai bank sentral. De Javasche Bank adalah bank komersial dan sirkulasi milik pemerintah kolonial Hindia Belanda yang sudah berdiri sejak tahun 1828. Meskipun De Javasche Bank disepakati dan diputuskan bersama oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda sebagai bank sentral akan tetapi pengaruh kepentingan kolonial dalam menentukan kebijakan masih kental. Posisi De Javasche Bank menjadi dilematis karena suatu negara mempunyai bank sentral yang masih berada di bawah pengaruh kepentingan lain. 29 Berdirinya De Javashe Bank telah mengawal sejarah perbankan di Indonesia. Sejak berdirinya, ketentuan-ketentuan yang mengatur bekerjanya De Javasche Bank sering kali mengalami perubahan dan yang terakhir sebelum 28
Ketut Rindjin, Pengantar Perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000, hlm. 29. 29 Didik J.Rachbini, dkk., Op.cit., hlm. 1.
28
Universitas Sumatera Utara
nasionalisasi adalah Wet tot Vaststelling van de Javasche Bankwet, Stb. 1922 No. 180. 30 Nasionalisasi De Javasche Bank direalisasikan direalisasikan melalui Keputusan Pemerintah No. 118 tertanggal 2 Juli 1951. Titik kulminasi proses nasionalisasi De Javasche Bank terjadi tatkala ditunjuk seorang putra bangsa Indonesia menjadi presiden baru bank tersebut, mengakhiri tradisi sebelumnya yan selalu dijabat oleh seorang Belanda. 31 Pada tahun 1953, keluarlah Undang-undang Pokok Bank Indonesia atau Undang-undang No. 11 Tahun 1953 yang dimuat dalam Lembaran Negara No. 40 tahun 1953, dimana isinya antara lain mencabut De Javasche Bank Wet Stb. 1922 No. 180 dan Stb. 1922 No. 181 dan didirikan Bank Indonesia yang merupakan bank sentral sebagai pengganti De Javasche Bank NV sebagai bank nasional kepercayaan negara. 32 Berdasarkan Penetapan Presiden No. 17 Tahun 1965, Bank Indonesia bersama-sama dengan Bank Koperasi Tani dan Nelayan, Bank Negara Indonesia, Bank Umum Negara dan Bank Tabungan Negara dilebur ke dalam bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Urusan Bank Sentral No. KCP.65/UBS/1965, bank tersebut menjalankan usahanya masing-masing dengan nama Bank Negara Indonesia Unit I, Unit II, Unit III, Unit IV, Unit V. Bank Negara Indonesia Unit I berfungsi sebagai sirkulasi, bank sentral, dan bank umum. Dan berdasarkan Undang-Undang No. 13
30
Ketut Rindjin, Op.cit., hal 33. Didik J. Rachbini,dkk., Op.cit., hal. 2. 32 Marhaynis Abdul Hay, Hukum Perbankan di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1977, hlm. 37. 31
Universitas Sumatera Utara
Tahun 1965, bank unit Indonesia Unit I dipisahkan kembali dari bank tunggal dan didirikan sebuah bank sentral di Indonesia dengan nama Bank Indonesia. 33
B. Tujuan dan Fungsi Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral Pada Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, peran dan tugas utama Bank Indonesia difokuskan pada tiga sub sistem perekonomian yang terdiri atas moneter, perbankan, dan pembayaran. Pelaksanaan tiga bidang tugas tersebut akan sangat menentukan keberhasilan Bank Indonesia mencapai tujuan utamanya yaitu mempertahankan dan memelihara stabilitas nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa serta terhadap mata uang negara lain, dan kestabilan nilai rupiah sangat
penting
untuk
mendukung
pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. 34 1. Fungsi Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan moneter a) Lender of Last Resort Peran pokok Bank Indonesia yang tetap dan tidak berubah dari ketentuan Undang-Undang No. 13 Tahun 1968 adalah sebagai pemberi pinjaman dalam keadaan darurat (lender of last resort) kepada bank yang mengalami krisis kesulitan pendanaan jangka pendek. Dalam hal ini, Bank Indonesia hanya membantu dengan kriteria mengalami mismatch yang disebabkan oleh risiko kredit dan risiko pembiayaan
33
Thomas Suyatno, dkk., Kelembagaan Perbankan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991, hlm. 7. 34 Abdul Kadir Muhammad & Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hlm. 38.
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan prinsip syariah, risiko kredit atau risiko pasar. Bank Indonesia memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi beban pemerintah, dalam hal suatu bank mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistematis dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan. 35 Untuk mencegah penyalahgunaan kredit dari Bank Indonesia tersebut maka pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibatasi selama-lamanya 90 (sembilan puluh) hari dan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah itu harus dijamin dengan surat berharga yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan, bila kredit dari Bank Indonesia tersebut tidak dapat dilunasi pada saat jatuh tempo, Bank Indonesia berhak mencairkan agunan yang dikuasainya. 36 Transaparansi Bank Indonesia akan dinilai dari akuntabilitas yang terukur dalam menerapkan formula atau mengkategorikan lembaga keuangan yang patut memperoleh fasilitas pertolongan darurat. Formula seperti itu penting diungkapkan secara terbuka agar publik mempunyai kesempatan menilai kondisi suatu bank sebelum dikategorikan insolvent, bangkrut, mengalami mismatch atau ada indikasi moral hazard dijajaran pengurus atau pemiliknya. Di samping itu juga untuk menepis berkembangnya isu atau desas-desus tidak jelas yang tidak menguntungkan upaya menciptakan sistem perbankan yang sehat, transparan dan kompetitif. Selain itu, juga untuk menagkal penilaian subjektif seperti ketakutan yang tidak proporsional 35 36
Hermansyah, Op.cit., hlm. 47. Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank
Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
hanya atas dasar alih penutupan atau pencabutan izin suatu bank akan membawa risiko sistematik berupa domino effect yang membuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan yang menjadi runtuh. 37 b) Pengendalian Moneter Bank Indonesia dalam hal dalam menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh pemerintah, dimana dalam menetapkannya pemerintah berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Bank Indonesia menetapkan kebijakan moneter dengan prinsip kehatihatian, sistem pembayaran yang cepat dan tepat, serta sistem perbankan dan keuangan yang sehat dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. 38 Dalam hal nilai tukar, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Keputusan Presiden. Fungsi Bank Indonesia dalam hal ini adalah hanya terbatas sekedar memberi usulan kepada pemerintah dan hanya bertugas menjalankan kebijakan nilai tukar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Kewenangan Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan nilai tukar itu antara lain : 39 1) Devaluasi atau revaluasi terhadap mata uang asing dalam sistem nilai tukar tetap (fixed rate) 2) Intervensi pasar dalam sistem nilai tukar mengambang (floating rate)
37
Didik J. Rachbini, dkk., Op. cit., hlm. 173. O. P. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2000, hlm. 23. 39 Malayu S. P. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan Bumi Aksara, Jakarta, 2001, hlm. 34. 38
Universitas Sumatera Utara
3) Penetapan nilai tukar harian serta lebar peta intervensi dalam sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating rate). Bank Indonesia juga berwenang melakukan pengendalian moneter melalui operasi pasar terbuka di pasar uang baik berupa rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, pengaturan kredit atau pembiayaan. 40
2. Fungsi Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran Bank Indonesia memiliki wewenang untuk melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran, mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran melaporkan kegiatannya serta menetapkan penggunaan alat pembayaran. 41 Kewajiban menyampaikan laporan secara berkala dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat memantau penyelenggaraan sistem pembayaran. Sedangkan, penetapan alat pembayaran dimaksudkan agar alat pembayaran yang digunakan dalam masyarakat memenuhi persyaratan keamanan bagi pengguna, termasuk membatasi penggunaan alat pembayaran tertentu dalam rangka prinsip kehatihatian. Tuntutan yang mengemuka di masa depan adalah bagaimana Bank Indonesia mampu melengkapi instrumentasi dan keahliannya agar dapat
40 41
Pasal 10 ayat (1) Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Pasal 15 Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
mengikuti atau menselaraskan kepesatan kemajuan teknologi dan derivat sistem pembayaran yang telah berkembang demikian canggih dan mengglobal. 42 a) Sistem dan Penyelenggaraan kliring Bank Indonesia bertugas dalam hal memperluas, memperlancar serta mengatur lalu lintas pembayaran giral antar bank, yaitu kegiatan bayar-membayar dengan warkat bank yang diperhitungkan atas beban dan untuk kepentingan nasabah bank yang telah ditetapkan. 43 Penyelenggaraan kegiatan kliring antar bank serta penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain yang mendapat persetujuan Bank Indonesia, dan Bank Indonesia akan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia dalam menetapkan mekanisme untuk meminimalkan risiko kegagalan pemenuhan kewajiban bank dalam penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank. 44 b) Mengeluarkan dan Mengedarkan uang Salah satu fungsi bank sentral yang cukup vital adalah kewenangannya dalam menerbitkan uang dari suatu Negara (note issue), dan ini adalah kewenangan yang memonopoli dari bank sentral. 45 Sesuai amanat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengatur peredaran uang rupiah. Bank Indonesia mempunyai hak tunggal
42
Didik J. Rachbini, Op. cit., hlm. 178. Thomas Suyatno, Op. cit., hlm. 72. 44 Penjelasan Pasal 18 Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. 45 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern (Buku Kesatu), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 118. 43
Universitas Sumatera Utara
untuk mengeluarkan uang kertas dan uang logam yang merupakan alat pembayaran yang sah di Indonesia. 46 Kewenangan itu adalah mencabut, menarik serta memusnahkan uang, menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan dan penentuan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah. Sebagai konsekuensi dari ketentuan tersebut, maka Bank Indonesia harus menjamin ketersediaan uang di masyarakat dalam jumlah yang cukup dan dengan kualitas memadai. 47 Uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dibebaskan dari bea materai dan mencabut atau menarik uang rupiah dari peredaran dengan memberikan penggantian yang sama nilainya. Dalam hal ini, Bank Indonesia memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan penukaran uang dalam pecahan yang sama.
3. Fungsi Mengatur dan Mengawasi Bank Bank Indonesia dapat melakukan pengawasan terhadap bank baik dengan cara pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak langsung (off-site supervision). Pengawasan tidak langsung adalah dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis, dan evaluasi laporan bank. Pengawasan dini dilakukan dengan cara sebagai berikut :48 a. Bank Indonesia mewajibkan setiap bank untuk memenuhi beberapa kegiatan yakni kewajiban untuk memberikan dan menyampaikan segala 46
Thomas Suyatno, Op. cit., hlm. 19. Malayu S. P. Hasibuan, Loc. cit. 48 Abdul Kadir Muhammad, Op. cit., hlm. 101. 47
Universitas Sumatera Utara
keterangan dan penjelasan mengenai usahanya dan kewajiban bank untuk menyampaikan laporan keuangan dan laporan lainnya yang berkaitan dengan operasional bank. b. Laporan keterangan dan penjelasan tersebut disampaikan secara tertulis sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Kewajiban penyampaian laporan ini dapat dikenakan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari bank bila mereka mendapat fasilitas tertentu dari bank atau diduga mempunyai peran dalam kegiatan operasional bank. Pengawasan langsung adalah dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan. Pada dasarnya, pemeriksaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilaksanakan secara berkala sekurang-kurangnya satu tahun sekali untuk setiap bank. Di samping itu, pemeriksaan dapat dilakukan setiap waktu jika dipandang perlu, untuk meyakinkan pengawasan hasil tidak langsung dan apabila terdapat indikasi adanya penyimpangan dari praktek perbankan yang sehat. 49
C. Kewenangan Bank Indonesia dalam Perbankan di Indonesia Krisis ekonomi pada 1997 menyebabkan banyak pihak mempertanyakan mengenai sejauh mana Bank Indonesia telah melaksanakan tiga fungsi utamanya secara maksimal. Jawaban atas pertanyaan tersebut berkaitan dengan aspek-aspek
49
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
internal Bank Indonesia yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan ketiga fungsi Bank Indonesia. Aspek-aspek internal tersebut terdiri dari kemampuan Bank Indonesia sebagai lembaga kepekaan Bank Indonesia terhadap permasalahan lingkungan, serta daya antisipatif Bank Indonesia dalam menghadapi situasi yang akan dating dan penelaahan tterhadap aspek-aspek internal ini harus diletakkan pada kedudukan Bank Indonesia yang sesuai dengan Undang-undang No. 13 Tahun 1968 merupakan bagian pemerintah. 50 Keberadaan bank sentral yang independen di Indonesia merupakan prasyarat bagi pengendalian moneter yang efektif dan efisien. Pencantuman status independen dalam Undang-undang No. 3 Tahun 2004 diperlukan untuk memberikan dasar hukum yang kuat, menjamin kepastian hukum dalam konsistensi status kelembagaan Bank Indonesia. Sebagai lembaga independen, Bank Indonesia memiliki otonomi penuh dalam pelaksanaan tugasnya, dan untuk menjamin independen tersebut, kedudukan Bank Indonesia berada di luar pemerintah Republik Indonesia. 51 Sesuai dengan status independen, pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia wajib menolak dan atau mengakibatkan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam rangka pelaksanaan tugasnya. 52
50
Didik J. Rachbini, Op. cit., hlm 113. Malayu S. P. Hasibuan, Op. cit., hlm 31 52 Pasal 9 Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia 51
Universitas Sumatera Utara
1. Kewenangan Bank Indonesia dalam Pengendalian Moneter Implementasi kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan susunan operasional, yaitu uang primer (base money) dan selanjutnya untuk mengamati perkembangan indicator-indikator yang memberikan tekanan pada harga dan nilai tukar rupiah. Perkembangan indikator tersebut dikendalikan melalui piranti moneter tidak langsung, yaitu : a) Menggunakan Operasi Pasar Terbuka Operasi pasar terbuka dilaksanakan untuk mempengaruhi likuiditas rupiah di pasar uang, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku bunga. Operasi pasar terbuka dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu melaui penjualan Sertifikat Bank Indonesia dan intervensi rupiah. 53 Penjualan Sertifikat Bank Indonesia dilakukan melalui lelang sehingga tingkat diskonto yang terjadi benar-benar mencerminkan kondisi likuiditas pasar uang. Sedangkan kegiatan intervensi rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menyesuaikan kondisi pasar uang, baik likuiditas maupun tingkat suku bunga. b) Penentuan Tingkat Diskonto Fasilitas ini disediakan bagi bank-bank dalam rangka memperlancar pengaturan likuiditas sehari-hari, khususnya bank yang menghadapi maturity mismatch antara penanam dan pendanaannya. Fasilitas diskonto dilakukan dengan cara penjualan surat berharga repo atau penjamin suratberharga. Surat berharga
53
Iswardono, Uang dan Bank, BPFE, Yogyakarta, 1991, hlm 125-126.
Universitas Sumatera Utara
yang dewasa ini dapat digunakan adalah Sertifikat Bank Indonesia dan atau Surat Berharga Pasar Uang yang dikeluarkan bank lain. 54 c) Pengaturan Kredit atau Pembiayaan Pengaturan kredit merupakan pengawasan terhadap praktek perkreditan yang dijalankan oleh perbankan dan membatasi pemberian kredit untuk kestabilan dan mencegah terjadinya inflasi. 55 d) Penetapan Cadangan Wajib Minimum bagi Perbankan Kebijakan ini mewajibkan setiap bank mencadangkan sejumlah aktiva lancar yang besarnya dalah persentasi tertentu dari kewajiban segeranya. Saat ini, kebijakan ini tertuang dalam ketentuan Giro Wajib Umum (GWM) sebesar 5 % (lima persen) dari dana pihak ketiga yang diterima baik yang wajib dipelihara dalam rekening bank yang bersangkutan di Bank Indonesia. Apabila Bank Indonesia memandang perlu untuk mengetatkan kebijakan moneter, maka cadangan wajib tersebut dapat ditingkatkan, dan demikian pula sebaliknya. 56 e) Persuasi Moral (Moral Suasion) Kebijakan ini dilakukan oleh Bank Indonesia dengan meminta atau menghimbau bank-bank untuk selalu mempertimbangkan kondisi makro ekonomi maupun kondisi mikro masing-masing bank dalam menyusun rencana ekspansi kredit dan realistis. Kebijakan persuasi moral ini pada dasarnya dimaksudkan untuk mendorong perbankan agar senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian bank
54
Ibid, hlm. 127. Ibid, hlm. 128. 56 Ibid, hlm 129. 55
Universitas Sumatera Utara
dalam memberikan kredit, namun dengan tetap memberikan kebebasan bagi perbankan untuk tumbuh dan berkembang berdasarkan mekanisme pasar. 57 Alur mekanisme transmisi kebijakan moneter berawal dari operasi kebijakan moneter yang diarahkan untuk mempengaruhi suku bunga jangka pendek sebagai target operasional, dimana perubahan suku bunga jangka pendek mempengaruhi berbagai variabel seperti suku bunga jangka panjang, harga aset, variabel ekspektasi, dan nilai tukar.58 Kebijakan pengendalian moneter dimaksudkan untuk memberikan kepercayaan kepada perbankan dan sektor swasta untuk mengatur dirinya sendiri dalam
memaksimalkan
dan
mengefisienkan
sumber-sumber
pendanaan
masyarakat pada sektor-sektor yang memerlukan bantuan kredit perbankan. 59 Demikian pula dalam mengelola cadangan devisa negara yang dikuasainya, Bank Indonesia berwenang menyelenggarakan berbagai jenis transaksi devisa (menjual, membeli, dan/ atau menempatkan devisa, emas, dan surat-surat berharga secara tunai atau berjangka termasuk pemberian pinjaman) serta dapat menerima pinjaman luar negeri. Tiga asas utama yang menjadi pegangan Bank Indonesia dalam mengelola cadangan devisa adalah likuiditas (liquidity), keamanan (security), dan pendapatan yang optimal (profitability). 60
57
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan : Kebijakan Moneter dan Perbankan, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 64. 58 Juli Irmayanto, dkk, Bank dan Lembaga Keuangan, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, 2004, hlm. 38. 59 Bank Indonesia Cabang Banjarmasin, Perlindungan Hukum Nasabah Terhadap Produk Perbankan Dewasa Ini, disampaikan pada Dialog Hukum Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Konferensi Wilayah XI Kalimantan di Banjarmasin. Senat Universitas Lambung Mangkurat. 60 Didik J. Rachbani, dkk., Op. cit., hlm. 177.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mencapai kestabilan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, Bank Indonesia
menyusun rencana devisa dengan memperlancar usaha-usaha
pembangunan ekonomi nasional serta memperhatikan posisi likuiditas dan solvabilitas internasional. Rencana devisa yang disusun digunakan untuk menyusun rencana sistem moneter. 61 Berkaitan
dengan tugas dan wewenang
Bank
Indonesia dalam
pengendalian moneter, maka terdapat kewajiban menyelenggarakan survei, makro maupun mikro secara berkala maupun sewaktu-waktu untuk memperoleh data ataupun informasi ekonomi dan keuangan secara tepat waktu dan akurat. Kegiatan atau survei itu dapat dilakukan Bank Indonesia itu sendiri maupun pihak lain yang ditunjuk dan setiap badan wajib memberikan keterangan atau data yang diperlukan dengan catatan akan dijamin kerahasiaannya, kecuali yang secara tegas dinyatakan lain dalam undang-undang.
2. Kewenangan Bank Indonesia dalam Sistem Pembayaran Sistem pembayaran tidak hanya terbatas pada persoalan-persoalan teknis berkaitan dengan kegiatan kliring antar bank. Tetapi sebenarnya sistem pembayaran setidaknya terdiri dari lima sub sistem yang berada di dalamnya. Sub-sub sistem itu adalah, pertama, instrumen pembayaran yang dapat berupa alat pembayaran tunai maupun elektronik. Kedua, lembaga-lembaga peserta kliring yang terdiri dari bank dan lembaga non bank yang biasa mengeluarkan alat pembayaran yang berlaku dalam sistem pembayaran. Yang
61
O. P. Simorangkir, Op. cit., hlm. 31.
Universitas Sumatera Utara
dimaksud dengan lembaga non bank adalah perusahaan-perusahaan penerbit kartu kredit. Sebagai anggota dan peserta kliring, maka bank dan lembaga keuangan non bank berada dalam pengaturan dan pengawasan Bank Indonesia yang berkaitan dengan upaya menjaga kelancaran sistem pembayaran. Ketiga adalah prosedur pembayaran, dari sisi Bank Indonesia sebagai pengatur sistem pembayaran, prosedur yang dikehendaki adalah yang mampu meminimalkan risiko dan mengupayakan proses pembayaran sesingkat mungkin. Bank Indonesia bertanggung jawab menjaga agar proses perputaran uang dalam sistem pembayaran berjalan dengan cepat, sehingga setiap orang yang membutuhkan uangnya dapat segera menerima uangnya tanpa harus menunggu terlalu lama. Makin cepat uang diterima oleh pihak yang berhak, dengan sendirinya risiko yang harus dihadapi oleh pihak-pihak yang bersangkutan termasuk Bank Indonesia juga makin kecil. 62 Sub sistem keempat dalam sistem pembayaran adalah infrastruktur yang tersedia. Ketersediaan dan kualitas infrastruktur sistem pembayaran sangat ditentukan oleh penguasaan teknologi sistem pembayaran oleh Bank Indonesia maupun lembaga-lembaga peserta kliring. Kelancaran sistem pembayaran juga ditentukan oleh teknologi yang memadai, sangat penting dalam memberikan jaminan kepastian sebagai bentuk perlindungan kepentingan masyarakat luas, sehingga masyarakat selalu merasa aman saat memasukkan dananya ke dalam sistem perbankan. 63
62 63
Didik J. Rachbini, Op. cit., hlm. 149-150. Ibid., hlm. 150.
Universitas Sumatera Utara
Sistem pembayaran merupakan urat nadi sistem perekonomian suatu negara, yang efektivitas pengelolaannya akan menentukan kelancaran roda perekonomian. Sistem pembayaran yang teratur dan terjaga kelancarannya, merupakan kondisi tak terpisahkan dari setiap pelaksanaan kebijakan moneter dan segala upaya mewujudkan sistem perbankan yang sehat berdasar prinsip kehatihatian. 64 Bank Indonesia menangkap setiap masalah sistem pembayaran nasional yang sedang dan akan berkembang, Bank Indonesia selau menyerap dan mempelajari masukan-masukan dan informasi dari seluruh anggota kliring. Selain hubungan-hubungan non formal dengan peserta kliring dalam sistem pembayaran nasional, Bank Indonesia juga aktif melakukan hubungan dengan pihak-pihak luar negeri. Hubungan itu dilakukan melalui forum pertemuan bank-bank sentral negara lain. Melalui forum internasional itu, Bank Indonesia mendapat informasi mengenai perkembangan yang terjadi pada sistem pembayaran di masing-masing negara peserta. Informasi-informasi tersebut dibandingkan dengan kondisi sistem pembayaran nasional dan dipelajari kemungkinan penerapannya. 65 Wewenang Bank Indonesia dalam kelancaran sistem pembayaran adalah : 66 a. Melaksanakan dan memberikan persetujuan dari izin atas penyelenggaraan jasa sistem perbankan. b. Menetapkan penggunaan alat pembayaran.
64
Ibid. Ibid., hlm. 156-157. 66 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 172. 65
Universitas Sumatera Utara
c. Mengatur sistem kliring antar bank, baik dalam mata uang rupiah maupun asing. d. Menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank. e. Menetapkan macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan dan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yanng sah. f. Mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dari peredaran, termasuk memberikan penggantian dengan nilai yang sama.
3. Kewenangan Bank Indonesia dalam Pengawasan Bank a) Kewenangan dalam Menetapkan Regulasi Dalam membina bank, Bank Indonesia memberikan petunjuk-petunjuk secara umum ataupun secara individual dalam menyelenggarakan manajemen yang baik. 67 Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian, yang akan memberikan rambu-rambu bagi penyelenggaraan kegiatan usaha perbankan, yang antara lain memuat : 68 1) perizinan bank; 2) kelembagaan bank, termasuk kepengurusan dan kepemilikan; 3) kegiatan usaha bank pada umumnya; 4) kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah; 5) merger, konsolidasi, dan akuisisi bank; 67 68
O. P. Simorangkir, Op. cit., hlm. 31. Penjelasan Pasal 25 ayat (2) Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank
Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
6) sistem informasi antar bank; 7) tata cara pengawasan bank; 8) sistem pelaporan bank kepada Bank Indonesia; 9) penyehatan perbankan; 10) pencabutan izin usaha, likuidasi, dan pembubaran bentuk hukum bank; 11) lembaga-lembaga pendukung sistem perbankan. Kewenangan Bank Indonesia dalam menetapkan regulasi terhadap bank merupakan wujud pelaksanaan kewenangnan Bank Indonesia untuk dapat melakukan dalam hal mengatur dan pengawasan bank. Hal ini menjadi urgen karena bank sebagai lembaga kepercayaan dalam menghimpun dana masyarakat memiliki karakteristik khusus dibanding jenis usaha lainnya. Dan bank dalam kesatuannya dengan sistem perbankan memiliki peran sentral dan strategis dalam menggeraktumbuhkan perekonomian suatu negara. 69 Tujuan inti dari penetapan regulasi terhadap bank adalah melindungi kepentingan masyarakat penyimpan (deposan dan kreditor) yang mempercayakan dananya pada bank untuk memperoleh pembayaran kembali manfaatnya dari bank sesuai dengan sifat, jenis dan cara pembayaran yang telah dijanjikannya. 70 Sejalan dengan harapan-harapan tersebut, Bank Indonesia sebagai bank sentral yang mempunyai peran pula dalam menentukan dan memberikan arah perkembangan perbankan serta dapat melindungi masyarakat, maka Bank Indonesia mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk membina serta melakukan pengawasan terhadap seluruh kelembagaan dan kegiatan perbankan 69
Pernadi Gandapradja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hlm. 1. 70 Ibid., hlm. 11.
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Adapun pembinaan dan pengawasan tersebut ditempuh melalui upayaupaya tertentu baik yang bersifat preventif dalam bentuk ketentuan-ketentuan, petunjuk, nasehat, bimbingan, dan pengarahan maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan perbaikan. 71 Untuk mengakomodasi perkembangan di sektor perbankan termasuk derasnya pengaruh lingkungan perbankan internasioanal yang banyak dipengaruhi oleh Bank for Internasional Senttlement (BIS), 72 Bank Indonesia dari waktu ke waktu senantiasa melakukan penyesuaian terhadap peraturan agar dapat menerapkan prinsip-prinsip perbankan yang sehat sesuai dengan praktik-praktik internasional yang lazim (internasional best practises). 73 b) Kewenangan dalam Memberikan dan Mencabut Izin atas Kelembagaan dan Kegiatan Usaha Tertentu dari Bank Dalam hal pemberian dan pencabutan izin atas suatu bank, Bank Indonesia berwenang memberikan dan mencabut izin usaha bank, memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, dan memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu. 74
71
Muhammad Djumhana, Op. cit., hlm. 104. Bank for International Senttlement adalah organisasi internasional yang didirikan pada tahun 1930 di Basel, Swiss, bertujuan menjalin hubungan kerja sama antara bank sentral di seluruh dunia dalam mengembangkan aktivitas keuangan pemerintah, melayani transaksi pembayaran, dan bertindak sebagai penjamin IMF yang memberikan pinjaman kepada negara berkembang. 73 Dahlan Siamat, Op. cit., hlm. 193. 74 Pasal 26 Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. 72
Universitas Sumatera Utara
Pengaturan tersebut merupakan strategi pembuka (entry strategy), dalam pengaturan bank guna melakukan seleksi terhadap integritas dari calon pemilik dan pengurus, kecukupan modal guna mendukung perkembangan risiko bank, profesinalisme manajemen untuk mengelola bank secara sehat dan bertanggung jawab, serta feasibilitas dan prospek usaha yang layak, sehingga dapat merealisasikan kontribusi positif bagi sistem perbankan yang sehat. 75 Pengaturan terhadap pemilik merupakan aspek pokok, karena motivasi dan arah perkembangan bank ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham sehingga penilaian terhadap integritas, reputasi, dan komitmen pemegang saham terutama pemegang saham mayoritas atau pemegang saham yang memiliki kontrol suara merupakan syarat yang sangat penting bagi terwujudnya usaha bank yang sehat. Oleh karena itu, aspek pengaturan perizinan ini cukup mencakup syarat perizinan bagi perubahan pemegang saham, terutama pemegang saham yang memegang kontrol terhadap bank, serta perubahan pemegang saham dalam rangka akuisisi, merger, dan konsolidasi. 76 Pada dasarnya pengaturan aspek ini mencakup pemberian arah dan pedoman bagi bank tentang : 77 1) Kegiatan yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh bank. 2) Manajemen bank berdasarkan prinsip-prinsip manajemen yang sehat. 3) Prinsip-prinsip manajemen risiko yang hati-hati dan dapat diandalkan. 4) Kewajiban untuk menyelenggarakan administrasi, dokumentasi dan akuntansi yang lengkap, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, baik untuk 75
Pernadi Gandapradja, Op. cit., hlm 9. Ibid. 77 Ibid., hlm. 10. 76
Universitas Sumatera Utara
kepentingan manajemen bank maupun untuk informasi yang diperlukan untuk pengawasan bank. 5) Penetapan sanksi terhadap penyimpangan dan pelanggaran terhadap ketetapan-ketetapan. 6) Hal-hal lain yang dinilai penting dan mengandung risiko yang dapat merugikan masyarakat dan atau kepentingan sistem perbankan yang sehat. c) Kewenangan dalam Pengawasan Bank Dalam Bank Indonesia terdapat beberapa satuan kerja di bidang pengawasan dan pengaturan bank Unit Kerja Pengaturan dan Pengembangan Perbankan (UPPB). Di unit ini disusun peraturan mengenai permodalan, batas maksimum pemberian kredit (BMPK), rasio kecukupan modal (CAR), nisbah antara pinjaman dan simpanan (LDR) dan sebagainya. Pengawasan itu sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu pengawasan langsung yang ditangani oleh Urusan Pemeriksaan Bank (UPmB), dan pengawasan tidak langsung dilakukan oleh Urusan Pengawasan Bank (UPwB). 78 Bank Indonesia tidak gegabah dalam memberikan bantuan kepada bankbank yang bermasalah. Hanya bank-bank yang dinilai viable saja mendapatkan pertolongan. Bank-bank yang tidak sehat atau rusak, apalagi jika biaya untuk ”memperbaiki” lebih besar ketimbang probabilitas untuk meraih keuntungan, tidak dapat dikategorikan ”patut” ditolong.
78
Didik J. Rachbani, Op. cit., hlm. 125.
Universitas Sumatera Utara
Untuk melihat bahwa bank-bank itu dinyatakan sehat, maka Bank Indonesia menetapkan pengkualifikasian terhadap bank dalam melihat tingkat kesehatan bank. Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas beberapa aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan
melalui
penilaian
kuantitatif
dan
atau
kualitatif
setelah
mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilaian serta pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional. 79 Penilaian tingkat kesehatan bank mencakup penilaian terhadap faktorfaktor CAMEL yang terdiri dari : 80 1)
Permodalan (Capital) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara
lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut : a) kecukupan pemenuhan kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku; b) komposisi permodalan; c) trend ke depan/ proyeksi KPPM; d) aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal bank;
79
Bab I bagian Umum Surat Edaran No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 tentang Sistem Penilaian Kesehatan Bank Umum. 80 Bab II bagian Faktor Penilaian Surat Edaran No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
Universitas Sumatera Utara
e) kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuangan (laba ditahan); f) rencana permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha; g) akses kepada sumber permodalan; dan h) kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank. 2)
Kualitas Aset (Asset Quality) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas aset antara
lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut : a) aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif; b) debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit; c) perkembangan
aktiva
produktif
bermasalah/
non
performing
asset
dibandingkan dengan aktiva produktif; d) tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP); e) kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif; f) sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif; g) dokumentasi aktiva produktif; dan h) kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah. 3)
Managemen (Management) Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut : a) manajemen umum;
Universitas Sumatera Utara
b) penerapan sistem manajemen risiko; dan c) kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya. 4)
Rentabilitas (Earnings) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara
lain dilakukan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut : a) return on asset (ROA); b) return on equity (ROE); c) net interest margin (NIM); d) Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO); e) Perkembangan laba operasional; f) komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan; g) penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya; dan h) prospek laba operasional. 5)
Likuiditas (Liquidity) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain
dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut : a) aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan; b) I-month maturity mismatch ratio; c) Loan to Deposit Ratio (LDR); d) Proyeksi cash flow 3 bulan mendatang; e) ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti;
Universitas Sumatera Utara
f) kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management); g) kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya; dan h) stabilitas dana pihak ketiga (DPK). 6)
Sensitivitas terhadap Risiko Pasar (Sensitivity to Market Risk) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap
risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponenkomponen sebagai berikut: a) modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover flulktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga; b) modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan den gan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan c) kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar. Tahap pertama tingkat kesehatan bank tersebut dilakukan dengan mengkuantifikasi komponen dari masing-masing faktor. Hasil kuantifikasi dari komponen-komponen tersebut dinilai lebih lanjut dengan memperhatikan informasi dan aspek-aspek lain yang secara materil berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan masing-masing faktor. 81 Bank wajib memelihara kesehatan bank tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku dan wajib menyampaikan semua informasi yang dibutuhkan oleh 81
Sadono Sukirno, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 26.
Universitas Sumatera Utara
Bank Indonesia dan wajib pula menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank. 82 Selain menggunakan CAMELS untuk menilai tingkat kesehatan bank, juga ditentukan oleh hal-hal yang dapat menurunkan tingkat kesehatan bank. Predikat tingkat kesehatan bank atau cukup sehat atau kurang sehat, akan diturunkan menjadi tidak sehat apabila terdapat :83 1) perselisihan internal yang diperkirakan akan menimbulkan kesulitan dalam bank yang bersangkutan; 2) campur tangan dari pihak-pihak luar bank dalam kepengurusan (manajemen) bank termasuk di dalamnya kerja sama yang tidak wajar yang mengakibatkan salah satu atau beberapa kantornya berdiri sendiri; 3) ”window dressing” dalam pembukuan dan/ atau laporan bank yang secara materiil dapat berpengaruh terhadap keadaan keuangan bank, sehingga mengakibatkan penilaian yang keliru terhadap bank; 4) praktek ”bank dalam bank” atau melakukan usaha bank diluar pembukuan bank; 5) kesulitan keuangan yang mengakibatkan penghentian sementara atau pengunduran diri dari keikutsertaan dalam kliring; atau 6) praktek perbankan lain yang dapat membahayakan kelangsungan usaha bank dan/ atau menurunkan kesehatan bank.
82 83
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 55. Rachmadi Usman, Op. cit., hlm. 132.
Universitas Sumatera Utara
Apabila menurut penilaian, Bank Indonesia menilai suatu bank mengalami kesulitan dan membahayakan kelangsungan usahanya, maka Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar : 84 1) Pemegang saham menambah modal; 2) Pemegang saham mengganti Dewan Komisaris dan atau Direksi bank; 3) Bank menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya; 4) Bank melakukan merger atau konsolodasi dengan bank lain; 5) Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban; 6) Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain; 7) Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada bank atau pihak lain. Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan. Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. 85 Lembaga ini dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan bank dengan koordinasi dengan Bank Indonesia dan meminta penjelasan dari Bank Indonesia atas keterangan dan data makro yang diperlukan.
84
Kasmir, Op. cit., hlm. 56. Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbanakan di Indonesia, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1995, hlm. 126. 85
Universitas Sumatera Utara