BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Standar Prosedur Operasional (SPO)
2.1.1 Pengertian Standar Prosedur Operasional (SPO) Setiap
perusahaan
bagaimanapun
bentuk
dan
apapun
jenisnya,
membutuhkan sebuah panduan untuk menjalankan tugas dan fungsi setiap elemen atau unit perusahaan. Standar Prosedur Operasional (SPO) adalah sistem yang disusun untuk memudahkan, merapihkan dan menertibkan pekerjaan. Sistem ini berisi urutan proses melakukan pekerjaan dari awal sampai akhir. Sailendra, (2015:11) menyatakan “Standard Operating Procedure (SOP) merupakan panduan yang digunakan untuk memastikan kegiatan operasional organisasi atau perusahaan berjalan dengan lancar”. Menurut Hartatik (2014:35) Standard Operating Procedure (SOP) adalah satu set instruksi tertulis yang digunakan untuk kegiatan rutin atau aktivitas yang berulang kali dilakukan oleh sebuah organisasi. Sedangkan Budihardjo (2014:7) menyatakan :“Standard Operating Procedure (SOP) adalah suatu perangkat lunak pengatur, yang mengatur tahapan suatu proses kerja atau prosedur kerja tertentu.” 2.1.2
Jenis-Jenis Standar Prosedur Operasional (SPO) Menurut Sailendra (2015:38) ada dua jenis SPO sebagaimana disebutkan
dalam sebuah modul yang disusun oleh Organisasi dan Tata Laksana berjudul Pedoman Penyusunan Standar Prosedur Operasional di Lingkungan Kementerian Agama. Jenis yang pertama adalah SPO teknis dan yang kedua adalah SPO administratif. SPO teknis adalah standar prosedur yang sangat rinci dan bersifat 10 Universitas Sumatera Utara
teknis. Disebut sebagai SPO yang sangat rinci dikarenakan setiap prosedur diuraikan dengan sangat teliti sehingga tidak ada kemungkinan variasi lain. Pada umumnya, SPO teknis dicirikan dengan pelaksana prosedur (aktor) bersifat tunggal, yaitu satu orang atau satu kesatuan tim kerja. Selain itu, juga berisi mengenai cara melakukan pekerjaan atau langkah rinci pelaksanaan pekerjaan. SPO ini biasanya diterapkan dalam penyelenggaraan kegiatan administrasi, antara lain pada bidang pemeliharaan sarana dan prasarana, keuangan (auditing), kearsipan, korespondensi, dokumentasi, pelayanan kepada masyarakat, dan kepegawaian. Jenis yang kedua adalah SPO administratif yang merupakan standar prosedur yang disusun untuk jenis pekerjaan yang bersifat administratif. Yakni, pekerjaan yang dilaksanakan oleh lebih dari satu orang atau pekerjaan yang melibatkan banyak orang dan bukan merupakan satu kesatuan yang tunggal (tim, panitia). SPO ini dapat diterapkan pada pekerjaan yang menyangkut urusan kesekretariatan (administrative) pada unit-unit pendukung (supporting units) dan urusan teknis (substantif) pada unit-unit teknis (operating units). Adapun ciri-ciri dari SPO administratif yaitu : 1. Pelaksana prosedur (aktor) berjumlah banyak (lebih dari satu orang) dan bukan merupakan satu kesatuan yang tunggal. 2. Berisi tahapan pelaksanaan pekerjaan atau langkah-langkah pelaksanaan pekerjaan yang bersifat makro ataupun mikro yang tidak menggambarkan cara melakukan pekerjaan. 3. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, jenis SPO administratif melingkupi pekerjaan yang bersifat makro dan mikro. SPO administratif makro 11 Universitas Sumatera Utara
menggambarkan pelaksanaan pekerjaan yang bersifat makro. Pelaksanaan tersebut melingkupi beberapa pekerjaan yang bersifat mikro dan berisi langkah-langkah yang lebih rinci. Sementara itu SPO administratif yang bersifat mikro merupakan bagian dari SPO administratif makro yang membentuk satu kesinambungan aktivitas. Pada makalah yang berjudul Kebijakan Standar Prosedur Operasional (SPO) Administrasi Pemerintahan yang disusun oleh Kementrian PAN DAN RB tahun 2013 menyebutkan ada beberapa macam jenis SPO. Berikut uraiannya : 1. Berdasarkan Sifat Kegiatan a. Standar Prosedur Operasional (SPO) Teknis. SPO rinci yang menggambarkan kegiatan yang dilakukan oleh satu pelaksana atau satu peran. SPO ini juga menggambarkan bagaimana cara melakukan pekerjaan. Contoh : 1) SPO Pengoperasian Komputer 2) SPO Pengujian Sampel di Laboratorium 3) SPO Pengagendaan Surat 4) SPO Pemberian Disposisi b. Standar Prosedur Operasional (SPO) Administratif SPO umum yang menggambarkan langkah-langkah yang dilakukan oleh lebih dari satu pelaksana. SPO bisa bersifat makro atau mikro, dan tidak menggambarkan cara melakukan pekerjaan. Contoh :
12 Universitas Sumatera Utara
1) SPO Pemeliharaan Komputer Kantor 2) SPO Pelayanan Pengujian Sampel di Laboratorium 3) SPO Penanganan Surat Masuk 4) SPO Penyelenggaraan Bimbingan Teknis 5) Menurut Cakupan dan Besaran Kegiatan c. Standar Prosedur Operasional (SPO) Makro Integrasi dari beberapa SPO (mikro) yang membentuk serangkaian kegiatan. SPO makro tidak menggambarkan kegiatan yang riil dilakukan oleh pelaksananya. d. Standar Prosedur Operasional (SPO) Mikro SPO yang gambaran kegiatannya merupakan bagian dari kegiatan yang lebih besar (makro). SPO mikro dapat dikatakan sebagai subanak SPO. 2. Menurut Cakupan dan Kelengkapan Kegiatan a. Standar Prosedur Operasional (SPO) Final Merupakan SPO yang berdasarkan cakupan kegiatannya telah menghasilkan produk utama yang paling akhir atau final. Sudut pandang yang digunakan dalam SPO ini adalah produk unit kerja. b. Standar Prosedur Operasional (SPO) Parsial SPO yang berdasarkan cakupan kegiatannya belum menghasilkan produk utama yang paling akhir atau final. Kegiatan yang dibuatkan SPO masih
memiliki
rangkaian
kegiatan
yang
mencerminkan produk utama akhir.
13 Universitas Sumatera Utara
3. Menurut Cakupan dan Jenis Kegiatan a. Standar Prosedur Operasional (SPO) Generik Merupakan SPO yang berdasarkan sifat dan muatan kegiatannya memiliki kesamaan langkah, oleh karenanya SPO ini bisa diadopsi di unit kerja lain. b. Standar Standar Prosedur Operasional (SPO) Spesifik SPO yang berdasarkan sifat dan muatan kegiatannya memiliki kekhususan langkah. Kekhususan tersebut menyebabkan SPO ini tidak dapat diterapkan di tempat lain. 2.1.3 Tujuan dan Manfaat Standar Prosedur Operasional (SPO) Pada dasarnya, tujuan utama dari penyusunan SPO adalah untuk mempermudah setiap proses kerja dan meminimalisir adanya kesalahan di dalam proses pengerjaannya. SPO dibuat untuk menjadikan setiap pekerjaan bisa bekerja dengan efektif dan efisien. Sedangkan manfaatnya SPO bisa mempengaruhi bertahan atau tidaknya sebuah perusahaan. Menurut Sailendra (2015:170), berikut tujuan dan manfaat adanya SPO bagi perusahaan. Tujuan : a. Menjaga konsistensi kerja setiap petugas, pegawai, tim dan semua unit kerja. b. Memperjelas alur tugas, wewenang serta tanggung jawab setiap unit kerja. c. Memudahkan proses pemberian tugas serta tanggung jawab kepada pegawai yang menjalankannya. d. Memudahkan proses pengontrolan setiap proses kerja. 14 Universitas Sumatera Utara
e. Memudahkan proses pemahaman staf secara sistematis dan general. f. Memudahkan dan mengetahui terjadinya kegagalan, ketidakefisiensian proses kerja, serta kemungkinan-kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kewenangan pegawai. g. Menghindari kesalahan-kesalahan proses kerja. h. Menghindari kesalahan, keraguan, duplikasi dan inefisiensi. i. Melindungi organisasi atau unit kerja dari berbagai bentuk kesalahan administrasi. j. Memberikan keterangan tentang dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam suatu proses kerja, dan k. Menghemat waktu dalam program training, karena Standar Prosedur Operasional (SPO) tersusun secara sistematis. Manfaat : a. Menjaga konsistensi dalam menjalankan suatu prosedur kerja. b. Menjadi salah satu alat training dan juga alat ukur kinerja karyawan. c. Mengetahui peran dan posisi masing-masing di internal perusahaan. d. Meminimalisir kesalahan dalam melakukan pekerjaan. e. Sarana mengendalikan dan mengantisipasi apabila terdapat suatu perubahan sistem. f. Membantu dalam melakukan evaluasi terhadap setiap proses operasional perusahaan. g. Memberikan efisiensi waktu, karena semua proses kerja sudah terstruktur dalam sebuah dokumen tertulis. h. Sarana untuk mengomunikasikan pelaksanaan suatu pekerjaan. 15 Universitas Sumatera Utara
i. Sebagai suatu acuan dalam melakukan penilaian terhadap proses layanan. j. Memudahkan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sebagai konsumen dilihat dari sisi kesederhanaan pelayanan. k. Pegawai menjadi lebih mandiri dan tidak tergantung pada intervensi manajemen. l. Mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan pegawai dalam melaksanakan tugas. m. Menjadi alat komunikasi antara pelaksana dan pengawas dan menjadikan pekerjaan diselesaikan secara konsisten n. Para karyawan akan lebih percaya diri dalam bekerja dan tahu apa yang harus dikerjakan. o. Karyawan akan memberikan pelayanan dengan sungguh-sungguh, terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku. p. Dapat digunakan sebagai daftar yang digunakan secara berkala oleh pengawas ketika diadakan audit. q. Mengurangi beban kerja dan dapat meningkatkan comparability, credibility dan defensibility. Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan SPO dalam setiap unit kerja di perusahaan memiliki peran strategis yang sangat unggul. Ini karena akan menyebabkan peningkatan efisiensi pada setiap proses kerja dalam setiap unit kerja perusahaan.
16 Universitas Sumatera Utara
2.1.4
Tahap-Tahap Penyusunan Standar Prosedur Operasional (SPO) . Menurut Sailendra (2015:49) sebelum menyusun SPO ada beberapa hal
yang perlu diketahui, termasuk prinsip-prinsip dalam penyusunan SPO itu sendiri. Adapun prinsip-prinsip itu antara lain : a. Ditulis dengan jelas, sederhana, sistematis dan tidak berbelit-belit sehingga mudah dimengerti dan diterapkan. b. Mendorong pelaksanaan rangkaian aktivitas untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. c. Disesuaikan dengan kebijakan perusahaan, standar yang menjadiacuan perusahaan, dan peraturan perundangan yang berlaku. d. Dievaluasi secara periodik dan disesuaikan dengan kondisi terkini atau kebutuhan organisasi, dan perkembangan kebijakan yang berlaku. e. Memberikan kejelasan kapan dan siapa yang harus melaksanakan kegiatan, berapa waktu yang dibutuhkan, dan sampai di mana tanggung jawab masing-masing pegawai. f. Dapat menggambarkan alur kegiatan yang mudah ditelusuri jika terjadi hambatan, dan g. Dikomunikasikan secara sistematis kepada semua unit kerja. SPO bukan hanya menjadi pedoman prosedur kerja rutin yang harus dilaksanakan, tetapi berfungsi juga untuk mengevaluasi pekerjaan yang telah ditentukan, apakah pekerjaan tersebut telah dikerjakan dengan baik atau tidak, kendala apa yang dihadapi, mengapa kendala tersebut terjadi, sehingga kita dapat mengambil keputusan yang tepat melalui SPO. Oleh karena itu, proses penyusunannya pun tak bisa sembarangan. 17 Universitas Sumatera Utara
Menurut Sailendra (2015:57-58) dalam buku Pedoman Pembuatan Standard Operating Procedures (SOPs), dijelaskan beberapa tahapan teknis penyusunan SPO. Berikut uraiannya : 1) Tahap Persiapan Tahap persiapan dilakukan untuk memahami kebutuhan penyusunan atau pengembangan Standar Prosedur Operasional (SPO), serta menyusun alternatif tindakan yang harus dilakukan oleh unit kerja. Adapun langkahlangkah yang perlu dilakukan dalam tahap ini adalah : a. Mengetahui kebutuhan, b. Mengevaluasi dan menilai kebutuhan c. Menetapkan kebutuhan, dan d. Menetapkan alternatif tindakan Hasil yang didapatkan dari tahapan ini adalah keputusan mengenai alternatif tindakan yang akan dilakukan. 2) Tahap Pembentukan Organisasi Tim Tujuan dilakukannya tahapan ini adalah untuk menetapkan orang atau tim dari unit kerja yang bertanggung jawab untuk melaksanakan alternatif tindakan yang telah dibuat dalam tahap persiapan. Hasil yang didapatkan dari tahap ini adalah terbentuknya pedoman pembagain tugas dan kontrol pekerjaan. Adapun yang harus dialakukan dalam tahapan ini adalah : a. Menetapkan orang atau tim yang bertugas sebagai penanggung jawab pelaksana. Orang-orang ini bisa diambil dari unit kerja. b. Menyusun pembagian tugas pelaksanaan.
18 Universitas Sumatera Utara
c. Menetapkan orang yang diberi tanggung jawab atas pelaksanaan secara garis besar. d. Menetapkan mekanisme kontrol pekerjaan, dan e. Membuat pedoman pembagian pekerjaan dan kontrol pekerjaan. 3) Tahap Perencanaan Tahapan ini bertujuan menyusun serta menetapkan strategi, metodologi, rencana dan program kerja yang akan digunakan oleh tim pelaksana penyusunan. Produk dari tahap ini adalah pedoman perencanaan dan program kerja rinci. Langkah-langkah yang bisa dilakukan yaitu : a. Menyusun strategi dan metodologi kerja. b. Menyusun perencanaan kerja c. Menyusun program-program kerja rinci. d. Menyusun pedoman perencanaan dan program kerja rinci. 4) Tahap Penyusunan Inilah tahap inti dari penyusunan SPO. Pada tahap ini akan dilakukan penyusunan SPO sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Adapun produk dari tahapan ini adalah draf pedoman SPO. Adapun beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam tahapan ini adalah : a. Mengumpulkan informasi terkait dengan metode pendekatan pengumpulan yaitu dengan metode pendekatan sistem atau risiko kegiatan. b. Mengumpulkan
informasi
pelengkap,
yaitu
alur
otorisasi,
kebijakan, pihak yang terlibat, formulir, kaitan dengan prosedur lain, dan kode prosedur. 19 Universitas Sumatera Utara
c. Menetapkan metode dan teknik penulisan SPO yang dipilih. d. Melaksanakan penulisan SPO. e. Membuat draf pedoman SPO. Mengingat begitu pentingnya SPO dalam keberlangsungan perusahaan, maka pembuatan SPO pun tak bisa dilakukan dengan asal (sesukanya). Di Indonesia, ada landasan yang digunakan dalam penyusunan SPO yakni : 1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063). 2. Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 152, tambahan Lembaran Negara nomor 5071). 3. Permen PAN Nomor : PER/21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan. 2.1.5
Hambatan dalam Penyusunan Standar Prosedur Operasional (SPO) Dalam suatu perusahaan atau organisasi apa pun, hampir pasti akan selalu
timbul hambatan-hambatan atau friksi dalam pengaplikasian suatu perangkat lunak pengatur, termasuk juga upaya-upaya pengaplikasian SPO. Sebagai landasan dalam penyusunan SPO, beberapa hambatan yang dimaksud perlu dikenal oleh siapa pun yang ingin menyusun dokumen SPO yang akan dipergunakan di dalam jajaran perusahaan atau organisasinya. Langkah mengenal hambatan-hambatan ini penting dan sangat direkomendasikan agar sejauh mungkin dapat disiapkan antisipasinya. Menurut Budihardjo (2014:11-12) ada tiga hambatan dalam penyusunan SPO yakni : 20 Universitas Sumatera Utara
1. Hambatan Individu Hambatan Individu atau perseorangan, merupakan hambatan yang paling dominan. Beberapa alasan yang muncul, salah satunya adalah tingkat pendidikan yang kurang memadai menyebabkan seseorang kurang
memiliki
kemampuan
ataupun
kompetensi
dalam
mengaplikasikan SPO. Dalam beberapa kasus ada juga yang dengan mengaplikasikan SPO justru merasa terganggu kepentingan pribadinya. 2. Hambatan Organisasi Hambatan organisasi timbul karena struktur organisasi yang terlalu kompleks. Dengan begitu, upaya sinkronisasi antara SPO yang berlaku pada unit kerja yang satu dan unit kerja yang lain seringkali terjadi friksi kepentingan antar unit kerja. Tentunya friksi atau bahkan konflik ini memakan waktu yang tidak sedikit. Belum lagi upaya sinkronisasi antara unit kerja dalam satu departemen dan unit kerja lintas departemen. Namun bagaimanapun, hambatan sekecil apa pun tetap perlu diperhitungkan dalam penyusunan SPO. 3. Hambatan Manajerial Hambatan manajerial disebabkan oleh adanya perbedaan pandangan dari beberapa anggota manajemen dalam penyusunan serta penerapan SPO dalam unit kerja dari masing-masing departemen. Perusahaan atau organisasi kecil, umumnya tidak mengalami hambatan manajerial yang terlalu signifikan. Sebaliknya, organisasi besar tentu memiliki peluang hambatan yang lebih besar.
21 Universitas Sumatera Utara
2.2
Disiplin
2.2.1 Pengertian Disiplin Kerja Disiplin merupakan keadaan yang menyebabkan atau memberikan dorongan kepada karyawan untuk berbuat dan melakukan segala kegiatan sesuai dengan norma-norma atau aturan-aturan yang telah ditetapkan. Menurut Siagian (2004:305), disiplin merupakan tindakan manajemen untuk mendorong para anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan tersebut. Dengan perkataan lain, pendisiplinan karyawan adalah suatu bentuk pelatihan yang yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan para karyawan yang lain serta meningkatkan prestasi kerjanya. Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorangmentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku (Rivai, 2009: 444). Disiplin karyawan memerlukan alat komunikasi, terutama pada peringatan yang bersifat spesifik terhadap karyawan yang tidak mau berubah sifat dan perilakunya. Penegakkan disiplin karyawan biasanya dilakukan oleh penyelia. Sedangkan kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. 2.2.2
Tujuan Disiplin Kerja Menurut Sastrohadiwiryo (2002:292), secara umum dapat disebutkan
bahwa tujuan utama pembinaan disiplin kerja adalah demi kelangsungan 22 Universitas Sumatera Utara
perusahaan sesuai dengan motif perusahaan. Secara khusus tujuan pembinaan disiplin kerja para tenaga kerja, antara lain : 1. Agar para tenaga kerja menepati segala peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan perusahaan yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen. 2. Dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu memberikan pelayanan yang maksimum kepada pihak tertentu yang berkepentingan dengan perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya. 3. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang dan jasa perusahaan dengan sebaik-baiknya. 4. Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku pada perusahaan. 5. Tenaga kerja mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi sesuai harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 2.2.3 Bentuk-bentuk Disiplin Kerja Terdapat empat perspektif daftar yang menyangkut disipilin kerja, yaitu : 1. Disiplin retributif (retributive discipline), yaitu berusaha menghukum orang yang berbuat salah. 2. Disiplin korektif (corrective discipline), yaitu berusaha membantu karyawan mengoreksi perilakunya yang tidak tepat. 3. Perspektif hak-hak individu (individual rights perspective), yaitu berusaha melindungi hak-hak dasar individu selama tindakan-tindakan displiner. 23 Universitas Sumatera Utara
4. Perspektif utilitarian (utilitarian perspective), yaitu berfokus kepada penggunaaan disiplin hanya pada saat konsekuensi-konsekuensi tindakan disiplin melebihi dampak dampak negatifnya (Rivai, 2009: 444). 2.2.4
Dimensi Disiplin Kerja Menurut (Rivai, 2009: 445) ada 3 (tiga) dimensi kedisiplinan, antara lain
adalah : 1. Sikap Sikap yang harus ditunjukkan dalam mentaati disiplin kerja adalah ketepatan waktu. Tepat diartikan bahwa tidak ada selisih sedikitpun, tidak kurang dan tidak lebih, persis. Sedangkan waktu adalah serangkaian kejadian yang telah lewat, sekarang dan yang akan datang. Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ketepatan waktu adalah hal keadaan tepat, tidak ada selisih sedikitpun bila waktu yang ditentukan tiba. 2. Norma Dalam mentaati norma yang diberlakukan perusahaan, salah satu yang harus dilakukan adalah kesetiaan pada peraturan dan dan tata tertib yang ada. Peraturan maupun tata tertib yang tertulis dan tidak tertulis dibuat agar tujuan suatu organisasi dapat dicapai dengan baik. Untuk itu dibutuhkan sikap setia dari pegawai terhadap komitmen yang telah ditetapkan tersebut. Kesetiaan disini berarti sikap taat dan patuh dalam mengenakan seragam atau dalam melaksanakan komitmen yang telah disetujui bersama dan terhadap peraturan dan tata tertib yang telah ditetapkan.
24 Universitas Sumatera Utara
3. Tanggung jawab Tanggung jawab dalam perusahaan yang harus dilakukan oleh karyawan mencakup mempergunakan dan memelihara peralatan kantor. Peralatan adalah salah satu penunjang kegiatan, agar kegiatan tersebut berjalan dengan lancar. Dengan penggunaan dan pemeliharaan peralatan yang sebaik-baiknya dapat mengurangi resiko akan kerusakan perlatan yang lebih berat. Merawat dan memelihara merupakan salah satu wujud tanggung jawab dari karyawan. 2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Peraturan itu sangat diperlukan untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi karyawan, dalam menciptakan tata tertib yang baik diperusahaan. Karena dengan tata tertib semangat karyawan meningkat, moral kerja, efisiensi dan efektivitas kerja karyawan akan meningkat juga. Hal ini akan mendukung tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Perusahaan sulit mencapai tujuannya, jika karyawan tidak mematuhi peraturan-peraturan yang ada. Kedisiplinan suatu perusahaan dikatakan baik, jika karyawan mentaati peraturan-peraturan yang ada. Hukuman juga diperlukan dalam meningkatkan kedisiplinan, karena hukuman ini adalah untuk mendidik para karyawan, supaya berprilaku mentaati semua peraturan perusahaan. Pemberian hukuman harus adil dan tegas terhadap semua karyawan dan peraturan tanpa dibarengi dengan pemberian hukuman yang tegas bagi pelanggarnya bukan menjadi alat pendidik bagi karyawan. Untuk mengetahui lebih jelas tentang disiplin kerja, lebih lanjut menurut Sutrisno (2011:89-92), perlu dipahami faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan pada suatu perusahaan, adalah : 25 Universitas Sumatera Utara
1. Besar kecilnya pemberian kompensasi. Besar kecilnya kompensasi dapat memengaruhi tegaknya disiplin. Para karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku bila ia merasa mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah dikontribusikan bagi perusahaan. Bila ia menerima kompensasi yang memadai, mereka akan dapat bekerja tenang dengan tekun, serta selalu berusaha bekerja dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, bila ia merasa kompensasi yang diterimanya jauh dari memadai, maka ia akan berpikir mendua, dan berusaha untuk mencari tambahan penghasilan lain di luar, sehingga menyebabkan ia sering mangkir, sering minta izin keluar. Pemberian kompensasi yang memadai belum tentu pula menjamin tegaknya disiplin. Karena pemberian kompensasi hanyalah merupakan salah satu cara meredam kegelisahan para karyawan, disamping banyak lagi hal-hal yang di luar kompensasi yang harus mendukung tegaknya disiplin kerja dalam perusahaan. Realitanya dalam praktik lapangan, memang dengan pemberian kompensasi yang mencukupi, sedikit banyak akan membantu karyawan untuk bekerja tenang, karena dengan menerima kompensasi yang wajar kebutuhan primer mereka akan dapat terpenuhi. 2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan. Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan perusahaan, semua karyawan akan selalu memerhatikan bagaimana pimpinan dapat menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana ia dapat mengendalikan dirinya dari ucapan, perbuatan dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang sudah ditetapkan. 26 Universitas Sumatera Utara
Peranan keteladanan pimpinan sangat berpengaruh besar dalam perusahaan, bahkan sangat dominan dibandingkan dengan semua faktor yang mempengaruhi disiplin dalam perusahaan, karena pimpinan dalam suatu perusahaan masih menjadi panutan para karyawan. Para bawahan akan selalu meniru yang dilihatnya setiap hari. Oleh sebab itu bila seorang pemimpin menginginkan tegaknya disiplin dalam perusahaan, maka ia harus lebih dulu mempraktikkan, supaya dapat diikuti dengan baik oleh para karyawan lainnya. 3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan. Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam perusahaan, bila tidak ada aturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama. Disiplin tidak mungkin ditegakkan bila peraturan yang dibuat hanya berdasarkan instruksi lisan yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi. Para karyawan akan mau melakukan disiplin bila ada aturan yang jelas dan diinformasikan kepada mereka. Bila aturan disiplin hanya menurut selera pimpinan saja, atau berlaku untuk orang tertentu saja, jangan diharap bahwa para karyawan akan mematuhi peraturan tersebut. Oleh sebab itu, disiplin akan dapat di tegakkan dalam suatu perusahaan, jika ada aturan tertulis yang telah disepakati bersama. Dengan demikian, para karyawan akan mendapat suatu kepastian bahwa siapa saja dan perlu dikenakan sanksi atau tanpa pandang bulu. 4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan. Bila ada seorang karyawan yang melangagr disiplin, maka perlu ada keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuatnya. Dengan adanya tindakan terhadap pelanggar disiplin, sesuai dengan sanksi yang ada maka semua karyawan akan merasa terlindungi 27 Universitas Sumatera Utara
dan dalam hatinya berjanji tidak akan berbuat hal yang serupa. Dalam situasi demikian, maka semua karyawan akan benar-benar terhindar dari sikap sembrono, asal jadi seenaknya sendiri dalam perusahaan. Sebaliknya, bila pimpinan tidak berani mengambil tindakan, walaupun sudah terang-terangan karyawan tersebut melanggar disiplin, tetapi tidak ditegur/dihukum, maka akan berpengaruh kepada suasana kerja dalam perusahaan. Para karyawan akan berkata : “ Untuk apa disiplin, sedangkan orang yang melanggar disiplin saja tidak pernah dikenakan sanksi.” 5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan. Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan, yang akan mengarahkan para karyawan agar dapat mealaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Namun sudah menjadi tabiat manusia pula bahwa mereka selalu ingin bebas, tanpa terikat atau diikat oleh peraturan apa pun juga. Dengan adanya pengawasan seperti demikian, maka sedikit banyak para karyawan akan terbiasa melaksanakan disiplin kerja. Mungkin untuk sebagian karyawan yang sudah menyadari arti sisiplin, pengawasan seperti ini tidak perlu, tetapi bagi karyawan lainnya, tegaknya disiplin masih perlu agak dipaksakan, agar mereka tidak berbuat semaunya dalam perusahaan. Orang yang paling tepat melaksanakan pengawasan terhadap disiplin tentulah atasan langsung para karyawan yang bersangkutan. Hal ini disebabkan para atasan langsung itulah yang paling tahu dan paling dekat dengan para karyawan yang ada dibawahnya. Pengawasan yang dilaksanakan atasan langsung ini sering disebut WASKAT. Pada tingkat mana pun ia berada, maka seseorang 28 Universitas Sumatera Utara
pemimpin bertanggung jawab melaksanakan pengawasan melekat ini, sehingga tugas-tugas yang dibebankan kepada bawahan tidak menyimpang dari apa yang telah ditetapkan. 6. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan. Karyawan adalah manusia yang mempunyai perbedaan karakter antara yang satu dengan yang lain. Seorang karyawan tidaknya puas dengan penerimaan kompensasi yang tinggi, pekerjaan yang menantang, tetapi juga mereka masih membutuhkan perhatian yang besar dari pimpinan sendiri. Keluhan dan kesulitan mereka ingin didengar, dan dicarikan jalan keluarnya dan sebagainya. Pimpinan yang berhasil memberi perhatian yang besar kepada para karyawan akan dapat menciptakan disiplin kerja yang baik. Karena ia bukan hanya dekat dalam arti jarak fisik, tetapi juga mempunyai jarak dekat dalam artian jarak batin. Pimpinan demikian akan selalu dihormati dan dihargai oleh para karyawan sehingga akan berpengaruh besar kepada prestasi, semangat kerja dan moral kerja karyawan. 7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin. Kebiasaan-kebiasaan positif itu antara lain : a. Saling menghormati, bila ketemu di lingkungan pekerjaan. b. Melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga para karyawan akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut. c. Sering mengikutsertakan karyawan dalam pertemuan-pertemuan, apalagi pertemuan yang berkaitan dengan nasib dan pekerjaan mereka.
29 Universitas Sumatera Utara
d. Memberitahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan sekerja, dengan menginformasikan kemana dan untuk urusan apa, walaupun kepada bawahan sekalipun. Dengan kepemimpinan yang baik, seorang pemimpin dapat berbuat banyak untuk menciptakan iklim kerja yang memungkinkan penegakkan disiplin sebagai proses yang wajar, karena para karyawan akan menerima serta mematuhi peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan sebagai pelindung bagi keberhasilan pekerjaan dan kesejahteraan pribadi mereka. 2.3
Kinerja Karyawan
2.3.1
Pengertian Kinerja Kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance
(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Prestasi kerja pada umumnya dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman, dan kesungguhan kerja dari tenaga kerja yang bersangkutan. Kinerja pada dasarnya adalah aktivitas yang dilakukan atau tidak dilakukam karyawan. Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan konstribusi kepada perusahaan. Perbaikan kinerja baik individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi (Mathis, 2002:78). Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut (Wibowo, 2007:2). Menurut Amstrong dan Baron dalam Wibowo (2007:2), kinerja meurpakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis
organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan
konstribusi ekonomi.
30 Universitas Sumatera Utara
Kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun di dalam organisasi. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi dan kepentingan. Bagaimana organisasi menghargai dan memperlakukan sumber daya manusianya akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam menjalankan kinerja. Evaluasi kinerja juga dilakukan terhadap hasil kerja individu dalam organisasi. Keberhasilan kinerja individu sangat berpengaruh terhadap hasil kerja organisasi (Wibowo, 2007:5). Mangkunegara (2006:9) menyatakan bahwa kinerja adalah prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Tingkat keberhasilan suatu kinerja meliputi kuantitas kejra, ketepatan waktu dalam meneyelesaikan pekerjaan, kualitas kerja yang baik, pemanfaatan waktu yang baik, serta tingkat kesalahan dalam bekerja. Menurut Moeheriono (2009:60), kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis, suatu organisasi. Kinerja dapat diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok karyawan telah mempunyai kriteria atau standar keberhasilan tolak ukur yang ditetapkan organisasi. 2.3.2
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Para pemimpin organisasi menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu
karyawan dengan karyawan lainnya yang berada dalam pengawasannya. Secara garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu dan situasi kerja. Ada tiga perangkat variabel yang mempengaruhi kinerja atau prestasi kerja seseorang, yaitu : 31 Universitas Sumatera Utara
1. Variabel individual, terdiri dari : a. Kemampuan dan keterampilan Kondisi mental dan fisik seseorang dalam menjalankan suatu aktivitas atau pekerjaan. b. Latar belakang Kondisi dimasa lalu yang mempengaruhi karakteristik dan sikap mental seseorang, biasanya dipengaruhi oleh faktor keturunan serta pengalaman dimasa lalu. c. Demografis Kondisi kependudukan yang berlaku pada individu atau karyawan, dimana lingkungan sekitarnya akan membentuk pola tingkah laku individu tersebut berdasarkan adat atau norma sosial yang berlaku. 2. Variabel organisasional, terdiri dari : a.
Sumber daya Sekumpulan potensi atau kemampuan organisasi yang dapat diukur dan dinilai, seperti sumber daya alam, sumber daya manusia.
b.
Kepemimpinan Suatu seni koordinasi yang dilakukan oleh pimpinan dalam memotivasi pihak lain untuk meraih tujuan yang diinginkan oleh organisasi.
32 Universitas Sumatera Utara
c.
Imbalan Balas jasa yang diteirma oleh karyawan atau usaha yang telah dilakukan di dalam proses aktivitas organisasi dalam jangka waktu tertentu secara intrinsik maupun ekstrensik.
d.
Struktur Hubungan wewenang dan tanggung jawab antar individu di dalam organisasi, dengan karakteristik tertentu dan kebutuhan organisasi.
e.
Desain pekerjaan Job description yang diberikan kepada karyawan, apakah karyawan dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan job description.
3. Variabel psikologis, terdiri dari : a. Persepsi Suatu proses kognitif yang digunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya. b. Sikap Kesiapsiagaan mental yang dipelajari dan diorganisir melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain. c. Kepribadian Pola perilaku dan proses mental yang unik, mencirikan seseorang.
33 Universitas Sumatera Utara
d. Belajar Proses yang dijalani seseorang dari tahap tidak tahu menjadi tahu dan memahami akan sesuatu terutama yang berhubungan dengan organisasi dan pekerjaan. 2.3.3
Dimensi Kinerja Ukuran secara kualitatif dan kuantitatif yang menunjukkan tingkatan
pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan adalah merupakan dimensi dari suatu kinerja. Dimensi kinerja haruslah merupakan sesuatu yang dapat dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat bahwa kinerja setiap hari dalam perusahaan dan perorangan terus mengalami peningkatan sesuai dengan rencana yang telah di tetapkan. Menurut Mathis (2002:78), kinerja karyawan mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi konstribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk : a. Kuantitas kerja, merupakan volume kerja yang dihasilkan di atas kondisi normal. b. Kualitas kerja, merupakan keterampilan, ketelitian, dan keterkaitan hasil dengan mengabaikan volume pekerjaan. c. Pemanfaatan waktu, merupakan penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan kebijakkan perusahaan. d. Kerjasama, merupakan kemampuan menangani hubungan dalam pekerjaan. 2.3.4
Penilaian Kinerja Menurut Moeheriono (2009:106), ada empat aspek penilaian kinerja, yaitu : 34 Universitas Sumatera Utara
1. Hasil kerja, yaitu keberhasilan karyawan dalam pelaksanaan kerja (output) biasanya terukur, seberapa besar yang telah dihasilkan, berapa jumlahnya dan berapa besar kenaikannya, misalkan omset pemasaran, jumlah keuntungan dan total perputaran asset, dan lain-lain 2. Perilaku, yaitu aspek tindak tanduk karyawan dalam melaksanakan pekerjaan, pelayanan, kesopanan, sikap, dan perilakunya, baik terhadap sesama karyawan maupun kepada pelanggan. 3. Atribut dan kompetensi, yaitu kemahiran dan penguasaan karyawan sesuai tuntutan jabatan, pengetahuan, keterampilan dan keahliannya, seperti kepemimpinan, inisiatif, dan komitmen. 4. Komparatif, yaitu membandingkan hasil kinerja karyawan dengan pegawai lainnya yang selevel dengan yang bersangkutan, misalnya sesama sales berapa besar omset penjualannya selama satu bulan. Ada beberapa prinsip dalam penilaian kinerja menurut Moeheriono (2009:107), yaitu : 1) Relevance, yaitu harus ada kesesuaian faktor penilaian dengan tujuan sistem penilaian. 2) Acceptability, yaitu dapat diterima atau disepakati karyawan. 3) Realibility, yaitu faktor penilaian harus dapat dipercaya dan diukur karyawan secara nyata. 4) Senstivity,
yaitu dapat membedakan kinerja yang baik atau yang
buruk. 5) Practicality, yaitu mudah dipahami dan dapat diterapkan secara praktis. 35 Universitas Sumatera Utara
2.3.5
Tujuan Penilaian Kinerja Menurut Dessler (2006:325) penilaian kinerja dilakukan untuk : 1. Evaluasi hasil kerja Penilaian harus membeirkan peran yang teritegrasi dalam proses manajemen kinerja pengsaha, penilaian kinerja memberikan manfaat setelah melakukan pelatihan. 2. Perencanaan perbaikan jika tujuan belum tercapai Penilaian memungkinkan atasan dan bawahan menyusun sebuah rencana untuk mengoreksi semua kekurangan yang ditemukan dalam penilaian dan untuk menegaskan hal-hal yang telah dilakukan dengan benar oleh bawahan. 3. Penunjang perencanaan karier Penilaian harus melayani tujuan perncanaan karier dengan memberikan kesempatan meninjau rencana karier karyawan dengan memerhatikan kekuatan dan kelemahannya secara spesifik.
2.4
Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No 1.
Peneliti & Tahun Penelitian
Angih Wanabakti P dan Nelman Dwihardo H 2011
Judul Penelitian
Pengaruh Penerapan SOP, Produktivitas Teknisi pada Bengkel Toyota Urip PT. Hadji Kalla Makassar.
Metode yang Digunakan
Metode deskriptif dan analisis regresi berganda.
Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian dan analisa diketahui bahwa penerapan SOP berpengaruh positif dan signifikan terhadap Produktivitas Teknisi.
36 Universitas Sumatera Utara
2.
Jane 2011
Pengaruh Disiplin Kerja dan Komitmen Kerja Karyawan terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Selektani Horticulture Medan (Studi kasus pada bagian Produksi)
Metode deskriptif dan analisis regresi berganda.
Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa disiplin kerja dan komitmen kerja karyawan secara serentak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Hasil pengujian koefisisen determinasi (R2) adalah sebesar 0,429 (42,9%), berarti variabel dependen (kinerja karyawan) dapat dijelaskan oleh disiplin kerja sebesar 42,9% sedangkan sisanya sebesar 57,1% dijelaskan oleh faktor-faktor lain.
3.
Ira Ebertna Purba 2011
Pengaruh Implementasi Kebijakan Standar Operasional Prosedur terhadap Kinerja Pegawai pada Sekretariat Kota Manado
Metode deskriptif dan analisis regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara serempak variabel implementasi/penerapan SOP berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada sekretariat kota Manado.
4.
Carrie and Gilles 2013
The Impact of Standard Operating Prcedures for Employee’s Performance of Modern Airlines.
Metode deskriptif dan analisis regresi berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel penerapan SPO berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada Modern Airlines .
5.
Rista Eka Rachim dan Diah Ekaningtias 2011
Teknik analisis linear berganda.
Berdasarkan uji analisis regresi linear berganda, dapat disimpulkan bahwa variable kepemimpinan dan disiplin kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan, sedangkana variable motivasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan bagian keuangan.
6.
W.W.A.N Sujeewa 2010
The Effect of Leadership, Motivation, and Work Discipline on the Employee’s Performance of Finance Section in the Regional Working Unit in Tulungagung Regency. Impact on Employee Discipline
Teknik analisis linear
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel disiplin kerja karyawan berpengaruh positif dan signifikan
37 Universitas Sumatera Utara
Management Practice to NonManagerial Employees Productivity in Garment Industry SriLanka..
berganda
terhadap produktivitas kinerja karyawan pada Industri Garment Sri Lanka .
Sumber: Angih Wanabakti P dan Nelman Dwihardo H (2011), Jane (2011),Suardi Yakub,Ira Ebertna Purba (2011), Carrie and Gilles (2013), Rista Eka Rachim dan Diah Ekaningtias (2011) dan W.W.A.N Sujeewa (2010)
2.5 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan sintesa dari tinjauan teori dan penelitian terdahulu yang mencerminkan keterikatan objek yang diteliti dan merupakan tuntunan untuk memecahkan masalah dalam penelitian serta merumuskan hipotesis yang berbentuk bagan alur yang dilengkapi data kualitatif. Pada dasarnya SPO adalah suatu perangkat lunak pengatur, yang mengatur tahapan suatu proses kerja atau prosedur kerja tertentu (Budihardjo, 2014:7). Oleh karena prosedur kerja yang dimaksud bersifat tetap, rutin dan tidak berubah-ubah, prosedur kerja tersebut dibakukan menjadi dokumen tertulis yang disebut sebagai SPO. SPO harus disosialisasikan kepada seluruh karyawan sebelum melakukan pekerjaan. Hal ini agar mempermudah karyawan dalam melaksanakan pekerjaan, menyadari akan tanggung jawab, memahami dan mengetahui hak dan kewajibannya. Penerapan SPO yang mengikuti peraturan akan berdampak pada kinerja yang baik, hal ini disebabkan oleh seluruh rangkaian kegiatan operasional
yang
dijalankan oleh karyawan berjalan semestinya. Setiap perusahaan, bagaimanapun bentuk dan apapun jenisnya, membutuhkan sebuah panduan untuk menjalankan
38 Universitas Sumatera Utara
tugas dan fungsi setiap elemen atau unit perusahaan. Tanpa adanya panduan yang jelas, tugas dan fungsi tiap elemen perusahaan akan berjalan timpang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Angih Wanabakti P dan Nelman Dwihardo H (2011) yang berjudul “Pengaruh Penerapan SOP terhadap Produktivitas Teknisi pada Bengkel Toyota Urip PT. Hadji Kalla Makassar”, hasil penelitian dan analisa diketahui bahwa penerapan SOP berpengaruh positif dan signifikan terhadap Produktivitas Teknisi. Disiplin karyawan memainkan peranan dominan, krusial, dan kritikal dalam keseluruhan upaya untuk meningkatkan kinerja para karyawan. Disiplin kerja merupakan hal yang harus ditanamkan dalam diri tiap karyawan, karena hal ini akan menyangkut tanggung jawab moral karyawan itu pada tugas kewajibannya. Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku (Rivai,2004:444). Pembuatan suatu peraturan disiplin dimaksudkan agar para karyawan dapat melakukan pekerjaan tersebut sesuai dengan apa yang diharapkan. Oleh sebab itu, peraturan disiplin pada perusahaanperusahaan swasta tidak akan banyak berbeda dengan organisasi publik. Kedisiplinan adalah salah satu faktor yang penting dalam suatu organisasi. Dikatakan sebagai faktor yang penting karena disiplin akan mempengaruhi kinerja karyawan dalam organisasi. Semakin tinggi disiplin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapai. Pada umumnya disiplin yang baik apabila karyawan selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua 39 Universitas Sumatera Utara
pekerjaannya dengan baik dan mematuhi semua peraturan perusahaan dan normanorma sosial yang berlaku. Maka karyawan tersebut akan menghasilkan jumlah dan kualitas kinerja yang memuaskan. Disiplin adalah kesadaran sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya (Hasibuan, 2006:193). Jadi, seseorang akan mematuhi mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan dan kesedihan. Pada penelitian yang dilakukan oleh W.W.A.N Sujeewa (2010), “Impact on Employee Discipline Management Practice to Non-Managerial Employees Productivity in Garment Industry SriLanka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel disiplin kerja karyawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas kinerja karyawan pada Industri Garment Sri Lanka . Dari uraian di atas, maka dibuat suatu kerangka konseptual yang ditujukan untuk menganalisis hubungan korelasi antara variabel bebas (penerapan SPO dan disiplin) dengan variabel terikat (kinerja karyawan) yang disebut dengan Descriptive Research dan untuk menganalisis pengaruh antara variabel satu dengan variabel lain yang disebut dengan Explanative Research, sebagai berikut : Penerapan SPO (
)
Kinerja Karyawan (Y)
Disiplin (
) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Sumber : Budihardjo (2014), Rivai (2004), dan Hasibuan(2006)
40 Universitas Sumatera Utara
2.6 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka hipotesis dari penelitian ini adalah: H0
Penerapan SPO berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT. Charoen Pokhpand Jaya Farm I Medan.
H1 : Disiplin berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT.Charoen Pokhpand Jaya Farm I Medan. H2 : Penerapan SPO dan disiplin berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT. Charoen Pokhpand Jaya Farm I Medan.
41 Universitas Sumatera Utara