BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pengertian Auditing dan Standar Auditing Menurut Alvin A. Arens, Mark S. Beasley dan Randal J. Elder (2011:4) “ Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person”. Auditing merupakan pengumpulan serta pengevaluasian bukti – bukti atas suatu informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian dari informasi tersebut dengan kriteria – kriteria yang telah ditetapkan. Menurut Konrath (2005) mendefinisikan auditing sebagai “suatu proses sistematis untuk secara objektif mendapatkan dan mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang kegiatan – kegiatan dan kejadian – kejadian ekonomi untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak – pihak yang berkepentingan”.
Menurut Rahayu dan Suhayati (2009:6) terdapat beberapa kata kunci penting dalam auditing, yaitu: 1. Proses Sistematis Audit merupakan serangkaian tahap dan prosedur yang memerlukan suatu perencanaan yang baik, terstruktur, dan terorganisasi untuk mendapatkan tujuan dari pemeriksaan yang diharapkan. 2. Pengumpulan dan Penilaian Bukti Pengumpulan dan penilaian bukti dalam audit merupakan aktivitas utama auditor dalam melaksanakan audit. Pengumpulan dan penilaian bukti secara objektif dimaksudkan sebagai kegiatan memeriksa dasar asersi (bukti/evidence) dan menilai hasilnya secara tidak memihak. 3. Asersi (Informasi) Informasi yang merupakan subyek audit. Pelaksanaan audit memerlukan informasi yang dapat diverifikasi dan juga memerlukan kriteria sebagai pedoman untuk mengevaluasi informasi tersebut (misalnya dalam audit atas laporan keuangan oleh Kantor Akuntan Publik, kriteria yang digunakan adalah prinsip akuntansi yang berlaku umum).
4. Kriteria yang Ditetapkan Merupakan standar yang digunakan untuk menguji asersi atau informasi, yaitu, peraturan – peraturan atau kebijakan – kebijakan, budgets, standar – standar kinerja, dan prinsip akuntansi yang berlaku umum (SAK). 5. Kompeten dan Independen Kompeten artinya auditor harus mempunyai kemampuan, ahli dan berpengalaman dalam memahami kriteria dan dalam menentukan jumlah bahan bukti yang dibutuhkan untuk dapat mendukung kesimpulan yang diambilnya. Independen artinya auditor juga harus mempunyai sikap mental yang independen, yaitu, sifat yang tidak memihak kepada siapapun. 6. Pelaporan Laporan audit merupakan laporan yang tertulis yang menyatakan tingkat kesesuaian anatar informasi yang diperiksa dengan kriteria yang ditetapkan.
Menurut Arens et al (2008:16-18), akuntan publik melakukan tiga jenis audit, yaitu: 1. Audit Operasional (Operational Audit) Yaitu mengevaluasi efisiensi dan efektivitas setiap bagian dari prosedur dan metode operasi organisasi. Pada akhir audit operasional, manajemen biasanya mengharapkan saran – saran untuk memperbaiki operasi. Mengevaluasi secara objektif apakah efisiensi dan efektivitas operasi sudah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan jauh lebih sulit ketimbang audit ketaatan dan audit laporan keuangan. 2. Audit Ketaatan (Compliance Audit) Dilaksanakan untuk menentukan apakah pihak yang diaudit mengikuti prosedur, aturan, atau ketentuan tertentu yang ditetapkan oleh otoritas yang lebih tinggi. Hasil audit ketaatan biasanya dilaporkan kepada manajemen bukan kepada pemakai luar, karena manajemen adalah kelompok utama yang berkepentingan dengan tingkat ketaatan terhadap peraturan dan prosedur yang telah ditetapkan. Audit ketaatan banyak dijumpai dalam pemerintahan 3. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit) Dilakukan untuk menentukan apakah laporan keuangan (informasi yang diverifikasi) telah dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu. Biasanya kriteria yang berlaku adalah prinsip – prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Standar auditing merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Menurut PSA. 01 (SA Seksi 150), standar
auditing berbeda dengan prosedur auditing. “Prosedur” berkaitan dengan tindakan yang harus dilaksanakn, sedangkan “Standar” berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut dan berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan prosedur tersebut. Standar auditing, yang berbeda dengan prosedur auditing, berkaitan dengan tidak hanya kualitas profesional auditor namun juga berkaitan dengan pertimbangan yang digunakan dalam pelaksanaan auditnya dan dalam laporannya. Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (2011: 150.1 – 150.2) terdiri atas sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu: a. Standar Umum 1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. 2. Dalam semua halyang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. 3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama b. Standar Pekerjaan Lapangan 1. Pekerjaan harus direncanakan sebaik – baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. 2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang dilakukan. 3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk meyatakan pendapat atas laporan keuangan. c. Standar Pelaporan 1. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. 2. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan standar akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan standar akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. 4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor (IAPI, 2011: 150,1 & 150.2).
Standar – standar tersebut diatas dalam banyak hal sering berhubungan dan saling tergantung satu sama lain. Keadaan yang berhubungan erat dengan penentuan dipenuhi atau tidaknya suatu standar, dapat berlaku juga untuk standar yang lain. Materialitas dan risiko audit melandasi penerapan semua standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.
2.1.2. Teori Agensi (Agency Theory) Wondabio (2006:3) , mengatakan bahwa pendekatan ekonomi terhadap perlunyaindependensi auditor dalam perspektif pengauditan dapat dikaitkan dengan dasar teorikeagenan (the agency theory), yaitu hubungan antara pemilik (principal) dan manajemen(agent). Dengan adanya perkembangan perusahaan yang semakin besar, Wondabio jugamengatakan akan sering terjadi konflik principal, dalam hal ini adalah para pemegangsaham (investor) dan pihak agent yang diwakili oleh pihak manajemen (direksi). Denganbegitu, dapat disimpulkan bahwa teori agensi ini juga tergantung pada kompleksitas operasi dari suatu perusahaan, dimana semakin tinggi kompleksitas operasi dari suatuperusahaan, maka diprediksikan akan semakin
tinggi pula konflik kepentingan yang adaantara agen dan prinsipal tersebut. Juga, teori agensi ini dapat terjadi apabila baik agenmaupun prinsipal terdapat 2 (dua) kepentingan yang berbeda yang dapat berdampak padakeberlangsungan usaha dari suatu perusahaan. Teori agensi ini juga dapat muncul akibatadanya asimetris informasi, dimana terdapat asumsi yang menurut Wondabio (2006:3)bahwa manajemen yang terlibat dalam perusahaan akan selalu memaksimumkan nilaiperusahaan dan memiliki kemungkinan atas tidak terpenuhinya tujuan-tujuan tertentu daripihak prinsipal. Baik agen maupun prinsipal ingin mencapai visi dan misinya untukmenciptakan nilai perusahaan dengan cara dan jalurnya masing-masing. Dan disinilah, letak peran dari auditor independen yang diharapkan dapat menciptakan serta menerapkan sikap independensi untuk dapat menjadi pihak penengah dalam menanganikonflik kepentingan tersebut.
2.1.3. Teori Kepatuhan (Compliance Theory) Menurut Hendrich (2012), terdapat dua perspektif dasar mengenai kepatuhan hukum yaitu instrumental dan normatif, Perspektif instrumental mengasumsikan individu secara utuh didorong oleh kepentingan pribadi dan tanggapan – tanggapan terhadap perubahan insentif, dan penalti yang berhubungan dengan perilaku. Perspektif normatif berhubungan dengan apa yang orang anggap sebagai moral moral dan berlawanan dengan kepentingan pribadi mereka. Teori kepatuhan telah diteliti dalam ilmu – ilmu sosial khususnya di bidang psikologi dan sosiologi yang lebih menekankan pada pentingnya proses sosialisasi dalam mempengaruhi perilaku kepatuhan seorang individu. Seorang individu cenderung mematuhi hukum yang mereka anggap sesuai dan konsisten dengan norma – norma internal mereka.
Tuntutan akan kepatuhan terhadap ketepatan waktu dalam penyampaian laporan keuangan perusahaan publik Indonesia telah diatur dalam Undang –
Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan selanjutnya diatur dalam Peraturan Bapepam – LK Nomor X.K.2, Lampiran keputusan ketua Bapepam – LK Nomor: KEP – 36/PM/2003 tentang kewajiban penyampaian laporan keuangan berkala. Peraturan – peraturan tersebut secara hukum mengisyaratkan adanya kepatuhan setiap perilaku individu maupun organisasi (perusahaan publik) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menyampaikan laporan keuangan tahunan perusahaan secara tepat waktu kepada Bapepam. Peraturan tersebut sesuai dengan teori kepatuhan (compliance theory).
2.1.4. Laporan Keuangan Menurut kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan paragraf 7, Laporan Keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (seperti laporan arus kas), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga (IAI, 2007). Jusup (2001:41)menyatakan bahwa peranan dari pengauditan laporan keuangan
adalah
ditujukan
untuk
mengidentifikasi,
mengukur
danmengkomunikasikan informasi keuangan untuk menarik investor.Beberapa orang beranggapan bahwa pengauditan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap risiko informasi, dimana apabila terdapat risiko, maka hal ini akan
merefleksikan kemungkinan risiko informasi yang dijadikan sebagai dasar evaluasi risiko bisnis, namun tercipta tidak secara akurat. Demikian juga halnya seperti yang telah dipaparkan oleh Jusup (2001:43-45). Hal ini dapat disebabkan karena : 1) Pelaporan keuangan yang tidak tepat, 2)Informasi yang diterima pihak luar, 3) Bias dan motivasi pencipta informasi, 4) Volume data, 5) Kompleksitas transaksi, 6) Insider Trading, 7) Keputusan investai keuangan, kebijakan hutang, kebijakan dividen, serta aktivitas manajerial. Faktanya, terkadang manajemen tidak selalu dapat memaksimalkan kesejahteraan dari para pemegang saham, melainkan cenderung mencoba untuk memaksimalkan kepentingan mereka sendiri, dengan jalan “menginvestasikan” atau memenuhi kewajibankeuangannya dengan menggunakan dana pinjaman milik para investor. Jensen dan Meckling (1976) dalam Taswan (2003:2) menyatakan bahwa para professional itu atau manajer akan bertanggung jawab pertama terhadap keputusan alokasi dana baik yang dana yang berasal dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan untuk investasi, kedua adalah menyangkut keputusan
pembelanjaan.
Keputusan
ini
akan
terkait
dengan
optimasi
pembelanjaan, Ketiga adalah menyangkut keputusan dividen. Jensen dan Meckling (1976) dalam Taswan (2003:2) juga menyebutkan bahwa pemberian amanat kepada insiders juga dapat dipandang sebagai pemisah fungsi antara decision making dan risk beating. Jensen dan Meckling juga menemukan perbedaan kepentingan itu juga bermula dari ketika pihak pemodal selaku penyedia dana berkepentingan untuk mengamankan dananya yang diinvestasikan,
sedangkan pihak insiders berhak atas gaji dan kompensasi lainnya karena menjalankan amanat termasuk mengambil keputusan - keputusan bisnis yang diharapkan terbaik bagi pemilik modal. Sama-sama berkepentingan memang. Namun, kembali lagi bahwa pihak insiders terkadang masih belum bisa mewujudkan penciptaan citra baik (firm value) sesuai yang diharapkan, selain upaya untuk peningkatan kesejahteraan insiders sendiri dengan biaya-biaya yang dianggap oleh pemilik dana dapat mengurangi dividennya yang sudah menjdai haknya. Oleh karena itu, risiko informasi yang berasal dari insider trading ini juga dapat berpengaruh terhadap asimetri informasi yang juga akan dapat memicu adanya konflik kepentingan sepeti layaknya teori agensi, sehingga sangat diperlukan sikap konservatisme antara agen dan prinsipal untuk dapat menyetarakan 2 (dua) kepentingan yang berbeda tersebut. Laporan keuangan yang lengkap menurut Pernyataan Standard Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 terdiri dari komponen neraca, laporan laba/rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan harus menerapkan PSAK secara benar disertai pengungkapan yang diharuskan PSAK dalam catatan atas laporan keuangan. Informasi lain tetap disajikan untuk menghasilkan penyajian yang wajar walaupun pengungkapan tersebut tidak diharuskan oleh standar akuntansi (PSAK No. 1, par.10). Laporan keuangan merupakan media komunikasi yang digunakan manajemen kepada pihak luar perusahaan. Kualitas komunikasi yang dicapai tergantung pada kualitas laporan keuangan. Karakteristik kualitas laporan keuangan sebagaimana yang
dinyatakan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (IAI, 2007). Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok yaitu: 1. Dapat dipahami Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk dapat dipahami oleh pengguna. Pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. 2. Relevan Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan jika dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai. Informasi yang relevan dapat digunakan untuk membantu mengevaluai peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa depan. 3. Andal Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang jujur (faithfull representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. 4. Dapat dibandingkan Pemakai harus dapat membandingkan laporan keuangan antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus dapat membandingkan laporan keuangan antar perusahaan. Hal tersebut dilakukan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Menurut Sukrisno Agoes (2012), laporan keuangan yang merupakan tanggung jawab manajemen perlu diaudit oleh KAP yang merupakan pihak ketiga yang independen, karena: 1. Jika tidak diaudit, ada kemungkinan bahwa laporan keuangan tersebut mengandung kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Karena itu laporan keuangan yang belum diaudit kurang dipercaya kewajarannya oleh pihak – pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut. 2. Jika laporan keuangan sudah diaudit dan mendapat opini wajar tanpa pengecualian (unqualified) dari KAP, berarti pengguna laporan laporan keuangan bisa yakin bahwa laporan keuangan tersebut bebas dari salah saji yang material dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS).
3. Mulai tahun 2001 perusahaan yang total assetnya Rp. 25 milyar ke atas harus memasukkan audited financialstatementsnya ke Departemen Perdagangan dan Perindustrian. 4. Perusahaan yang sudah go public harus memasukkan audited financial statements-nya ke Bapepam – LK paling lambat 90 hari setelah tahun buku. 5. SPT yang didukung oleh audited financial statements lebih dipercaya oleh pihak pajak dibandingkan dengan yang didukung oleh laporan keuangan yang belum diaudit.
2.1.5. Audit Delay Menurut Raja Ahmad dan Kamarudin ( 2000 ), audit delay adalah jumlah hari antara tanggal laporan keuangan dan tanggal laporan audit. Sedangkan menurut Rachmawati ( 2005 ), audit delay adalah rentang waktu penyelesaian pelaksanaan audit laporan keuangan tahunan diukur berdasarkan lamanya hari yang dibutuhkan untuk memperoleh laporan auditor independen atas audit laporan keuangan tahun perusahaan, sejak tanggal tahun tutup buku perusahaan yaitu 31 Desember sampai tanggal yang tertera pada laporan auditor independen. Lamanya waktu penyelesaian audit terhitung mulai dari tanggal penutupan tahun buku sampai dengan tanggal diterbitkannya laporan audit disebut audit report lag atau audit delay. Menurut Dyer & McHugh ( 1975 : 206 ) dalam Wiwik Utami ( 2006 ) , “Auditors’ report lag is the open interval of number of days from the year end to the date recorded as the opinion signature date in the auditors’ report”.
2.1.6. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Audit Delay Lamanya waktu penyelesaian audit dapat mempengaruhi ketepatan waktu informasi tersebut untuk dipublikasikan sehingga berdampak pada reaksi pasar terhadap keterlambatan informasi dan mempengaruhi tingkat ketidakpastian
keputusan yang didasarkan pada informasi yang dipublikasikan. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap audit delay, diantaranya: a. Total Asset Turn Over Ratio (TATO) Total asset turnover atau disebut juga rasio perputaran total aktiva merupakan rasio yang mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas dari perputaran maupun pemanfaatan total aktiva dalam menghasilkan penjualan. Rasio ini menunjukkan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah yang telah ditanamkan pada aktiva perusahaan. Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin baik bagi perusahaan sebab rasio ini dapat menjelaskan seberapa sukses suatu perusahaan dalam memanfaatkan asetnya dalam menghasilkan laba. Laba yang tinggi menggambarkan penjualan yang baik pula. Menurut Isbangun (2012) gambaran besar kecilnya suatu perusahaan dapat ditentukan berdasarkan ukuran nominal misalnya jumlah kekayaan dan total penjualan perusahaan dalam satu periode. Ukuran perusahaan merupakan fungsi dari kecepatan pelaporan keuangan karena semakin besar suatu perusahaan maka akan melaporkan semakin cepat karena perusahaan memiliki lebih banyak sumber informasi. Menurut Courtis di New Zealand (1976), penelitian Gilling (1977), penelitian Davies dan Whitterd di Australia (1980), dan lain sebagainya (dalam Deart, 2007 ) menunjukkan bahwa audit delay memiliki hubungan negatif dengan ukuran perusahaan yang menggunakan proksi total aktiva. Artinya bahwa semakin besar aset perusahaan maka
semakin pendek audit delay. Penyebabnya adalah pertama, perusahaan perusahaan go public atau perusahaan besar mempunyai sistem pengendalian internal yang baik sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan dalam penyajian laporan keuangan perusahaan sehingga memudahkan auditor dalam melakukan pengauditan laporan keuangan. Lemahnya pengendalian internal klien memberikan dampak audit delay yang semakin panjang karena auditor membutuhkan sejumlah waktu untuk mencari evidential matter yang lebih lengkap dan kompleks untuk mendukung opininya. Kedua, perusahaan-perusahaan besar mempunyai sumber daya keuangan untuk membayar audit fee yang lebih besar guna mendapatkan pelayanan audit yang lebih cepat. Ketiga, perusahaanperusahaan besar cenderung mendapat tekanan dari pihak eksternal yang tinggi terhadap kinerja keuangan perusahaan, sehingga manajemen akan berusaha untuk mempublikasikan laporan audit dan laporan keuangan auditan lebih tepat waktu (Ahmad dan Kamarudin, 2002 dalam Yuliana dan Ardiati, 2004). Wirakusuma (2004) mengutip pernyataan Dyer dan Hugh (1975) yang menyatakan bahwa manajemen perusahaan besar, memiliki dorongan untuk mengurangi masalah audit delay dan penundaan laporan keuangan. Ini disebabkan karena perusahaan besar senantiasa diawasi secara ketat oleh para investor, asosiasi perdagangan, dan oleh agen regulator. Disamping itu perusahaan besar menghadapi tekanan yang kuat untuk menyampaikan laporan keuangan lebih cepat dibandingkan dengan perusahaan kecil ( Deart, 2007 ).
Keputusan ketua Bapepam Nomor: Kep.11/PM/1997 menyebutkan perusahaan kecil dan menengah berdasarkan asset (kekayaan) adalah badan hukum yang memiliki total asset tidak lebih dari seratus milyar, sedangkan perusahaan besar adalah badan hukum yang total assetnya diatas seratus milyar. Kartika (2009) berpendapat bahwa perusahaan besar diduga akan menyelesaikan proses auditnya lebih cepat dibandingkan perusahaan kecil. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu manajemen perusahaan yang berskala besar cenderung diberikan insentif untuk mengurangi audit delay atau audit report lag, karena perusahaan tersebut dimonitor secara ketat oleh investor, pengawas permodalan pemerintah dan lain – lain. Pihak – pihak ini sangat berkepentingan terhadap informasi yang termuat dalam laporan keuangan. Keterbatasan karyawan dan keahlian yang dimiliki oleh perusahaan kecil dapat menimbulkan keraguan terhadap laporan keuangan yang dihasilkan. Auditor harus lebih teliti dalam melakukan pengauditan. Hal ini merupakan faktor yang dapat memperpanjang audit delay.
b. Debt to Equity Ratio (DER) Hasil penelitian Carslaw dan Kaplan (1991), Naim (1999), Hossain dan Taylor (1998) dalam Wiwik Utami ( 2006 ) menunjukkan bahwa debt to equity ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap audit delay. Hasil
penelitian Ahmad dan Kamarudin (2001) di Malaysia menunjukkan bahwa variabel ini berpengaruh signifikan terhadap audit delay. Debt to equity ratio menggambarkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang. Semakin besarnya hutang jangka panjang suatu perusahaan, maka perusahaan tersebut akan cenderung mendapat tekanan untuk menyediakan laporan keuangan auditannya secepatnya bagi pihak kreditur. Dilain pihak ada juga kemungkinan perusahaan dengan debt to equity ratio yang tinggi ingin mengurangi tingkat resiko dengan memundurkan publikasi laporan keuangan dan mengulur pekerjaan audit selama mungkin. Porsi debt to equity ratio yang tinggi merupakan sinyal perusahaan berada dalam kesulitan keuangan. Debt to equity ratio yang buruk merupakan bad news bagi perusahaan sehingga perusahaan cenderung memoles terlebih dahulu sebelum laporan keuangan disajikan. Perusahaan dengan debt to equity ratio yang tinggi akan cenderung memiliki rentang waktu yang lebih lama (Made Gede Wirakusuma, 2004). Debt to equity ratio mempunyai hubungan yang positif dengan audit delay. Pengaruh ini ditunjukkan dengan semakin kecil debt to equity ratio maka semakin baik bagi perusahaan karena dengan debt to equity ratio yang kecil maka audit atas laporan keuangan menjadi lebih cepat sehingga tidak mengalami audit
delay dan lebih cepat menyediakan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit kepada kreditor ( Supriyati dan Yuliasri, 2005 ). Rasio hutang terhadap ekuitas dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesulitan keuangan perusahaan. Rasio hutang terhadap ekuitas yang tinggi mencerminkan tingginya resiko keuangan dan perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Kesulitan keuangan tersebut merupakan berita buruk yang akan mempengaruhi kondisi perusahaan di mata masyarakat.
Pihak
manajemen
juga
cenderung
akan
menunda
penyampaian laporan keuangan yang berisi berita buruk. Perusahaan dengan kondisi rasio hutang terhadap modal yang tinggi akan terlambat dalam penyampaian pelaporan keuangannya, karena waktu yang ada digunakan untuk menekan debt to equity ratio serendah-rendahnya.
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu Peneliti Raja Adzrin Raja Ahmad dan Khairul Anuar Kamarudin
Tahun 2003
Judul Penelitian Audit Delay and Timeliness of Corporate Reporting: Malaysian Evidance
Variabel Penelitian -Variabel Independen: Ukuran Perusahaan, Jenis Industri, Laba/Rugi Perusahaan, Pos luar biasa, Opini Audit, Kualitas Auditor, Proporsi Hutang.
Teknik Analisis Regresi Linier Berganda
Hasil Penelitian 1.Ukuran Perusahaan dan pos luar biasa tidak berpengaruh terhadap audit delay. 2.Jenis industri, Laba/rugi Perusahaan, Opini Audit, Kualitas Auditor, Proporsi Hutang berpengaruh terhadap audit delay
Widya Sani Stephani
Ratnawaty dan Toto Sugiharto
2010
2005
Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan Terhadap Audit Delay Pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Audit Delay Pada Industri Real Estate dan Properti yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan Faktor yang Mempengaru hi
-Variabel Dependen: Audit Delay -Variabel Independen: Total Asset Turn Over, Debt Equity Ratio, Afiliasi KAP, dan Opini Audit
Regresi Linear 1.TATO, DER, Berganda Afiliasi KAP dan Opini Audit secara simultan berpengaruh terhadap audit delay
-Variabel Dependen: Audit Delay
-Variabel Independen: Total Asset, TATO, DER, Laba/Rugi Usaha, Kategori Akuntan Publik, dan Opini Audit -Variabel Dependen: Audit Delay
Regresi Linear 1.Total Asset, TATO, Berganda Laba/Rugi Usaha, Kategori Akuntan Publik, dan Opini Audit berpengaruh secara simultan terhadap audit delay 2. Total Aktiva tidak berpengaruh terhadap audit delay 3.TATO secara signifikan berpengaruh terhadap audit delay 4.DER tidak berpengaruh terhadap audit delay 5.Laba/Rugi Usaha tidak berpengaruh terhadap audit delay 6.Kategori Akuntan Publik signifikan mempengaruhi audit
delay 7.Opini Audit signifikan mempengaruhi audit delay Wiwik Utami
Jeane Deart M.P dan Rustiana
Rizki
2006
2007
2011
Analisis Determinan Audit Delay : Kajian Empiris di Bursa Efek Jakarta
Beberapa Faktor Yang Berdampak Pada Perbedaan Audit Delay (Studi Emp iris Pada Per usahaan - Per usahaan Keuangan yang Terdaftar di BEJ) Analisis
-Variabel Regresi Linear Independen: Berganda Ukuran perusahaan, jenis industri, lamanya perusahaan menjadi klien sebuah kantor akuntan publik, jenis opini yang diberikan oleh Akuntan Publik, laba/rugi, rasio hutang terhadap ekuitas,dan Reputasi Auditor -Variabel Dependen: Audit Delay -Variabel Independen: debt to total assets, laba/rugi, total revenue, dan ukuran KAP.
Regresi Linier Berganda
Secara simultan jenis opini auditor, laba/rugi, lamanya emiten menjadi klien KAP, ukuran perusahaan, reputasi auditor, rasio hutang terhadap ekuitas dan jenis industry berpengaruh terhadap audit delay.
Total revenue, dan rugi berpengaruh terhadap audit delay. Sedangkan variabel debt to total assets dan ukuran KAP tidak berpengaruh
-Variabel Dependen: Audit Delay
-Variabel
Regresi Linear Secara parsial ROA
Anggun Sukmawati
Dwi Hayu Estrini dan Herry Laksito
Nivice Lianto dan Budi Hartanto Kesuma
2013
2010
Faktor – Faktor yang Mempengaru hi Audit Delay Pada Perusahaan Infrastruktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2008 - 2010 Analisis faktor – faktor yang mempengaru hi audit delay (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2009-2011) Faktor – Faktor yang Berpengaruh terhadap Audit Report Lag
Independen: Ukuran Perusahaan, ROA, DER, KAP -Varibel dependen: Audit Delay
-Variabel Independen: Profitabilitas, ukuran perusahaan, gender auditor, reputasi KAP
berpengaruh nyata terhadap audit delay, sedangkan ukuran perusahaan, DER dan KAP tidak berpengaruh terhadap audit delay. Dan secara bersama sama ukuran perusahaan, ROA, DER dan KAP berpengaruh nyata terhadap audit delay
Regresi Linear 1.Profitabilitas, Berganda Gender Auditor, dan reputasi KAP berpengaruh terhadap audit delay 2.Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap audit delay
-Variabel Dependen: Audit Delay -Variabel Independen: Profitabilitas, solvabilitas, ukuran perusahaan, umur perusahaan, jenis industri -Variabel Dependen: Audit Report Lag
Sumber: Olahan Peneliti
Berganda
Regresi Linear 1.Profitabilitas, Berganda solvabilitas, dan umur perusahaan berpengaruh terhadap audit report lag 2.Ukuran perusahaan, dan jenis industri tidak berpengaruh terhadap audit report lag
2. 3. Kerangka Konseptual Berdasarkan uraian teori dan tinjauan penelitian terdahulu, maka dapat digambarkan dengan kerangka konseptual sebagai berikut:
Total Asset Turn Over Ratio (X1)
Audit Delay (Y)
Debt Equity Ratio (X2)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Perlakuan Parsial dan Simultan Variabel Independen ke Dependen (Sumber: Olahan Peneliti)
Total Asset Turn Over Ratio (X1)
Audit Delay (Y)
Return On Asset (Z)
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Perlakuan Moderasi 1 (Sumber: Olahan Peneliti)
Debt Equity Ratio (X2)
Audit Delay (Y)
Return On Asset (Z) Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Perlakuan Moderasi 2 (Sumber: Olahan Peneliti)
a. Pengaruh Total Asset Turn Over terhadap Audit Delay Total asset turnover atau disebut juga rasio perputaran total aktiva merupakan rasio yang mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas dari perputaran maupun pemanfaatan total aktiva dalam menghasilkan penjualan. Rasio ini menunjukkan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah yang telah ditanamkan pada aktiva perusahaan. Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin baik bagi perusahaan sebab rasio ini dapat menjelaskan seberapa sukses suatu perusahaan dalam memanfaatkan asetnya dalam menghasilkan laba. Laba yang tinggi menggambarkan penjualan yang baik pula. Menurut Isbangun (2012) gambaran besar kecilnya suatu perusahaan dapat ditentukan berdasarkan ukuran nominal misalnya jumlah kekayaan dan total penjualan perusahaan dalam satu periode. Jika suatu perusahaan dapat melakukan penjualan dengan menggunakan aset secara minimal maka
akan menghasilkan rasio perputaran aktiva yang semakin tinggi. Oleh sebab itu, semakin tinggi rasio ini maka perusahaan akan menerbitkan laporan keuangannya lebih cepat karena dinilai dapat menjalankan operasi dengan baik karena mampu memanfaatkan aset yang dimilikinya secara efektif dan efisien. Ukuran perusahaan merupakan fungsi dari kecepatan pelaporan keuangan karena semakin besar suatu perusahaan maka akan melaporkan semakin cepat karena perusahaan memiliki lebih banyak sumber informasi. Hal yang mendasari hubungan antara ukuran perusahaan dengan audit delay adalah perusahaan besar akan menyelesaikan proses auditnya lebih cepat dibandingkan perusahaan kecil karena perusahaan tersebut dimonitori secara ketat oleh investor, pengawas permodalan, dan pemerintah. Pihak – pihak ini sangat berkepentingan terhadap informasi yang termuat dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, perusahaan – perusahaan berskala besar cenderung menghadapi tekanan eksternal yang lebih tinggi untuk mengumumkan audit lebih awal. Disamping itu perusahaan besar pada umumnya memiliki sistem pengendalian internal yang lebih baik jika dibandingkan dengan perusahaan kecil sehingga memudahkan auditor menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu. Varibel total asset turnover dipilih sebagai variabel yang mewakili rasio yang berkaitan dengan ukuran perusahaan. H1 : Total asset turn over berpengaruh secara parsial terhadap audit delay
b. Pengaruh Debt Equity Ratio terhadap Audit Delay Dalam penelitian ini debt equity ratio (DER) adalah salah satu dari bagian dari rasio solvabilitas, yaitu rasio yang menggambarkan perbadingan antara kewajiban dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Tingginya debt equity ratio mencerminkan tingginya resiko keuangan perusahaan. Risiko perusahaan ynag tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Kesulitan keuangan adalah berita buruk bagi citra perusahaan dimata publik. Hal ini menyebabkan manajemen akan menunda pelaporan keuangannya. H2: Debt equity ratio berpengaruh secara parsial terhadap audit delay c. Pengaruh Total Asset Turn Over dan Debt Equity Ratio terhadap Audit Delay Berdasarkan hipotesis yang telah dijabarkan sebelumnya, jika perlakuan secara parsial dapat menunjukkan adanya hubungan dengan variabel independen, yaitu audit delay, maka diharapkan perlakuan secara simultan untuk variabel independen yaitu Total Asset Turn Over dan Debt Equity Ratio dapat menunjukkan pengaruh yang siginifikan terhadap audit delay jika di uji secara bersama sama H3: Total Asset Turn Over dan Debt Equity Ratio berpengaruh secara simultan terhadap audit delay
d. Pengaruh Return on Asset terhadap Total Asset Turn Over dan Audit Delay Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh profit atau keuntungan yang diharapkan. Rasio ini dapat diukur dengan menggunakan perbandingan antara total pendapatan bersih dengan total asset perusahaan. ROA merupakan variabel pemoderasi dalam penelitian ini yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan dalam memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Profitabilitas juga dianggap sebagai alat yang valid dalam mengukur hasil pelaksanaan operasi perusahaan, karena profitabilitas merupakan alat pembanding pada berbagai alternatif investasi yang sesuai dengan tingkat resiko. H4: Return on asset dapat memoderasi hubungan total asset turn over terhadap audit delay e. Pengaruh Return On Asset terhadap Debt Equity Ratio dan Audit Delay Tingkat profitabilitas yang lebih rendah menyebabkan kemunduran publikasi laporan keuangan. Alasan kemunduran laporan publikasi laporan keuangan adalah pelaporan laba rugi sebagai indikator good news atau bad news atas kinerja perusahaan selama satu periode. Perusahaan yang mengalami kerugian akan meminta auditor untuk mengatur waktu auditnya lebih lama dan sebaliknya, bila perusahaan melaporkan laba yang tinggi, maka perusahaan berharap agar laporan audit dapat diselesaikan secepatnya.
H5: Return on asset dapat memoderasi hubungan debt equity ratio terhadap audit delay
2.4. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta – fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik (Sugiyono, 2006 : 51). Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan teoritis, tinjauan penelitian terdahulu, dan kerangka konseptual sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: H1: terdapat pengaruh total asset turn over terhadap audit delay H2: terdapat pengaruh debt equity ratio terhadap audit delay H3: Total Asset Turn Over dan Debt Equity Ratio berpengaruh secara simultan terhadap audit delay H4: terdapat pengaruh return on asset terhadap hubungan total asset turn over dan audit delay H5: terdapat pengaruh return on asset terhadap hubungan debt equity ratio dan audit delay