BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Auditing 2.1.1. Pengertian Auditing Menurut Arens, Elder dan Bealey (2008:4) pengertian auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan orang yang kompeten dan independen. Sedangkan menurut Mulyadi (2002:9) auditing adalah: Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan – pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan – pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta pernyampaian hasil – hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Jika ditinjau dari sudut pandang akuntan publik, auditing adalah pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut (Mulyadi 2002:11).
8 Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Jenis – jenis Auditor Menurut Arens et al (2008:19) dalam ada beberapa jenis auditor yang berpraktek saat ini, yaitu: 2.1.2.1. Kantor Akuntan Publik 2.1.2.1.1. Pengertian Kantor Akuntan Publik Kantor Akuntan Publik adalah badan usaha yang telah mendapat izin dari Menteri Keuangan sebagai wadah akuntan publik dalam memberikan jasanya. Kantor Akuntan Publik bertanggung jawab mengaudit laporan keuangan
historis
yang dipublikasikan
oleh
semua
perusahaan terbuka. Kantor Akuntan Publik (KAP) seringkali disebut auditor eksternal atau auditor independen untuk membedakannya dengan auditor internal.
2.1.2.1.2. Bidang Jasa Kantor Akuntan Publik Jasa yang diberikan oleh kantor Akuntan Publik kepada kliennya meliputi: • Jasa Atestasi Atestasi adalah suatu pernyataan pendapat atau
pertimbangan
yang
diberikan
oleh
seseorang yang independen dan kompeten yang menyatakan apakah asersi suatu entitas telah sesuai
dengan
kriteria
yang
ditetapkan.
9 Universitas Sumatera Utara
Contohnya ialah audit umum atas laporan keuangan, pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, pemeriksaan atas pelaporan informasi keuangan
proforma,
review
atas
laporan
keuangan dan jasa audit serta atestasi lainnya.
•
Jasa Non – Atestasi Jasa ini mencakup jasa yang berkaitan dengan
akuntansi
keuangan,
manajemen,
perpajakan dan konsultasi. Dalam hal pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan, Kantor Akuntan Publik hanya dapat melakukan pemeriksaan paling lama 6 (enam) tahun berturut – turut.
2.1.2.1.3. Bentuk Kantor Akuntan Publik Kantor Akuntan Publik dapat berbentuk: • Perseorangan. Kantor Akutan Publik bentuk perseorangan
hanya
dapat
didirikan
dan
dijalankan oleh seorang akuntan publik yang juga sekaligus bertindak sebagai pemimpin.
10 Universitas Sumatera Utara
•
Persekutuan Firma.
Perdata
Kantor
atau
Akuntan
Persekutuan
Publik
bentuk
Persekutuan Perdata atau Persekutuan Firma hanya dapat didirikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang akuntan publik dan/atau 75% dari seluruh sekutu adalah akuntan publik. Masing-masing sekutu akan disebut “Rekan” dan salah seorang sekutu bertindak sebagai “Pemimpin Rekan”.
2.1.2.1.4. Hierarki Aduitor dalam Kantor Akuntan Publik Menurut Mulyadi (2002:33) hierarki auditor dalam Kantor Akuntan Publik dapat dibagi menjadi berikut: • • • •
Partner (Rekan) Manajer Auditor Senior Auditor Junior
Adapun penjelasan tentang hierarki auditor dalam Kantor Akuntan Publik dapat diuraikan sebagai berikut ini:
Jabatan Partner
Tingkat dan Tanggung Jawab Auditor Tabel 2.1 Pengalaman Rata – rata Tanggung Jawab Utama 10 tahun ke atas Menduduki jabatan tertinggi dalam perikatan audit. Karena Patner adalah pemilik Kantor
11 Universitas Sumatera Utara
Akuntan Publik, maka Partner mempunyai tanggung jawab atas hubungan dengan klien, bertanggung jawab secara menyeluruh mengenai auditing serta bertanggung jawab atas penagihan fee audit dari klien. Manajer
5 – 10 tahun
Auditor Senior
2 – 5 tahun
Auditor 0 – 2 tahun Junior (Asisten Staf)
Bertindak sebagai pengawas audit, bertugas untuk membantu auditor senior dalam merencanakan program audit dan waktu audit, mereview kertas kerja, laporan audit. Seorang Manajer mungkin bertanggung jawab atas lebih dari satu penugasan pada saat yang sama. Auditor Senior bertanggung jawab untuk perkerjaan lapangan audit, antara lain bertugas untuk melaksanakan audit, bertanggung jawab untuk mengusahakan biaya audit dan waktu audit seusai dengan rencana serta bertugas untuk mengarahkan dan mereview pekerjaan auditor junior. Bertugas untuk melaksanakan audit secara rinci, membuat kertas kerja untuk mendokumentasikan pekerjaan audit yang telah dilaksanakan.
12 Universitas Sumatera Utara
2.1.2.2. Auditor Internal Auditor Internal dipekerjakan oleh perusahaan untuk melakukan audit bagi manajemen . Tanggung jawab auditor internal sangat beragam, tergantung pada yang mempekerjakan mereka . 2.1.2.3. Auditor Internal Pemerintah Auditor Internal Pemerintah adalah auditor yang bekerja untuk Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) guna melayani kebutuhan pemerintah. Tugas utamanya adalah untuk mengevaluasi efisiensi dan efektifitas operasional berbagai program pemerintah.
2.1.2.4. Auditor Pajak Direktorat Jenderal Pajak bertanggung jawab untuk memberlakukan peraturan pajak. Salah satu tanggung jawab Dirjen Pajak adalah mengaudit SPT wajib pajak untuk menentukan apakah SPT itu sudah mematuhi peraturan pajak yang berlaku.
2.1.3. Tipe –tipe Audit Menurut Mulyadi (2002:30) tipe – tipe audit terdiri atas 3 (tiga) golongan, yaitu: 1.
Audit Laporan Keuangan
2.
Audit Kepatuhan
13 Universitas Sumatera Utara
3.
Audit Operasional
Penjelasan dari ketiga tipe audit yang dikemukan oleh Mulyadi tersebut adalah sebagai berikut:
2.1.3.1. Audit Laporan Keuangan Audit atas laporan keuangan adalah audit yang dilakukan auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.
2.1.3.2. Audit Kepatuhan Audit kepatuhan dalah audit yang tujuannya untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang membuat kriteria. Audit kepatuahn biasanya dijumpai dalam pemerintahan.
2.1.3. Standar Auditing Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, standar adalah ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan, sesuatu yang dianggap tetap nilainya sehingga dapat dipakai sebagai ukuran nilai. Jika diterapkan dalam auditing, maka standar auditing adalah suatu ukuran pelaksanaan tindakan yang merupakan pedoman umum bagi auditor untuk melaksanakan audit.
14 Universitas Sumatera Utara
Dalam menjalankan pekerjaannya, seorang auditor harus bekerja sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam Auditing ada 10 (sepuluh) standar yang harus dipenuhi oleh seorang auditor. Kesepuluh standar tersebut dikenal dengan Standar Auditing dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia Standar Auditing tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu: Standar Umum, Standar Pekerjaan Lapangan dan Standar Pelaporan. Ketiga kelompok ini dapat diuraikan sebagai berikut (SA Seksi 150): A.
Standar Umum
1)
Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
2)
Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
3)
Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
B.
Standar Pekerjaan Lapangan
1)
Pekerjaan harus direncanakan sebaik – baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
15 Universitas Sumatera Utara
2)
Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
3)
Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
C.
Standar Pelaporan
1)
Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2)
Laporan auditor harus menunjukkan dan menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan
penerapan
prinsip
akuntansi
dalam
penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebutdalam periode sebelumnya. 3)
Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
4)
Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika
16 Universitas Sumatera Utara
pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor.
2.2. Profesionalisme Auditor 2.2.1. Pengertian Profesionalisme Standar Auditing dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu: Standar Umum, Standar Pekerjaan Lapangan dan Standar Pelaporan. Di dalam Standar Umum digolongkan berbagai penjabaran yang mengatur mengenai persyaratan pribadi akuntan publik. Standar Umum ini juga terbagi menjadi 3 (tiga) point, dan point yang ketiga berbunyi “Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan
laporannya,
auditor
wajib
menggunakan
kemahiran
profesionalnya dengan cermat dan seksama.” (SA Seksi 230, Paragraf 01). Artinya seorang auditor dituntut untuk memiliki profesionalisme dalam memeriksa laporan keuangan. Profesionalisme terdiri dari dua kata, yaitu profesional dan isme. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) pengertian profesional adalah bersifat profesi, memiliki keahlian dan keterampilan karena pendidikan dan latihan, beroleh bayaran atas keahliannya itu. Kemudian kata profesional tersebut mendapat akhiran –isme, yang dalam Bahasa Indonesia berarti
17 Universitas Sumatera Utara
“sifat”. Maka istilah profesionalisme berarti sifat yang harus dimiliki oleh setiap profesional dalam menjalankan pekerjaannya, sehingga pekerjaannya tersebut dapat terlaksana atau dijalankan dengan sebaik – baiknya, penuh dengan tanggung jawab terhadap apa yang telah dikerjakannya dengan dilandasi pendidikan dan keterampilan yang dimilliki. Sesuai dengan definisi profesionalisme di atas, maka auditor yang memiliki profesionalisme harus memiliki tanggung jawab bukan hanya kepada klien saja, tetapi juga kepada masyarakat dan rekan seprofesi lainnya untuk menjalankan pekerjaannya dengan sebaik – baiknya dan dengan menggunakan keterampilan yang dimiliki melalui pendikikan yang telah dijalani.
2.2.2. Konsep Profesionalisme Profesionalisme yang dimiliki oleh seorang auditor dapat diukur dengan menggunakan 5 (lima) dimensi yag dikembangkan oleh Hall (1968), yaitu: 1.
Menganggap organisasi profesi sebagai acuan utama – menggunakan organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai acuan utama dalam melaksanakan pekerjaan profesionalnya.
2.
Pelayanan kepada masyarakat – hal ini mencakup pandangan tentang pentingnya peranan profesi dan manfaat yang diperoleh dari profesi tersebut baik masyarakat maupun kalangan profesional.
3.
Regulasi diri – mencakup keyakinan bahwa orang yang berhak menilai profesionalitas suatu pekerjaan adalah rekan seprofesi.
18 Universitas Sumatera Utara
4.
Dedikasi – mengunakan kemampuan profesional dalam pekerjaan walaupun honor intrinsik terbatas.
5.
Otonomi – mencakup sebuah pandangan bahwa praktisi harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak luar, yang bukan merupakan rekan profesi.
Sesuai dengan konsep profesionalisme yang dijelaskan tersebut, sangat diharapkan bagi seorang auditor dalam melakukan audit dengan sebaik – baiknya tanpa ada pengaruh dari pihak luar, sehingga laporan audit yang dihasilkan berkualitas.
2.2.3. Cara Auditor Mewujudkan Profesionalisme Seorang auditor dituntut untuk memiliki profesionalisme. Secara sederhana, ini berarti bahwa seorang auditor adalah profesional yang bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya dengan tekun dan seksama, serta dalam menentukan keputusan tidak terpengaruh dari pihak lain. Sebagai seorang profesional, auditor tidak boleh ceroboh, tetapi mereka juga tidak diharapkan selalu sempurna. Untuk
memiliki
pencapaian
kompetensi
profesional
auditor
memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi dan diikuti dengan pendidikan khusus dan pelatihan serta memiliki pengalaman kerja. Selain itu, auditor yang memiliki profesionalisme juga harus mengikuti standar yang telah ditetapkan.
19 Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Hubungan Profesionalisme Auditor dengan Pertimbangan Tingkat Materialitas Profesionalisme berarti sifat yang harus dimiliki oleh setiap profesional dalam menjalankan pekerjaannya, sehingga pekerjaannya tersebut dapat terlaksana atau dijalankan dengan sebaik – baiknya, penuh dengan tanggung jawab terhadap apa yang telah dikerjakannya dengan dilandasi pendidikan dan keterampilan yang dimilliki. Sesuai penjelasan sebelumnya auditor yang dianggap profesionalisme harus memiliki kelima dimensi yang dikemukakan Hall. Seorang auditor yang profesional, maka dalam mengambil keputusan tidak akan terpengaruh oleh orang lain atau pihak manapun, karena auditor yang profesional mengetahui bahwa profesi mereka dipandang independen oleh masyarakat dan mereka harus menjaga independesi tersebut. Untuk itu dalam memutuskan tentang materialitas suatu laporan keuangan, seorang auditor yang profesional tidak akan terpengaruh oleh pihak manapun, walaupun dia dibayar oleh perusahaan yang diauditnya, auditor yang profesional tetap akan memutuskan tingkat materialitas sesuai dengan fakta yang ada.
2.3. Etika Profesi 2.3.1. Pengertian Etika Banyak para ahli yang berpendapat tentang definisi dari etika. Pengertian etika secara umum menurut Arenset al (2008:98) adalah serangkaian prinsip atau nilai moral.Menurut Kamus Besar Bahasa
20 Universitas Sumatera Utara
Indonesia (2001), etika memiliki arti tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral. Sedangkan menurut Bertens (2001) dalam Agoes dan Ardana (2013) ada dua pengertian tentang etika, yaitu etika sebagai praktis dan sebagai refleksi. Etika sebagai praktis berati nilai – nilai dan norma – norma baik yang dipraktikkan atau justru tidak dipraktikkan, walaupun seharusnya dipraktikkan. Sedangkan etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa etika memiliki banyak pengertian menurut parah ahli. Namun, jika dilihat sebagai ilmu, maka etika dapat merumuskan suatu teori, konsep, asas atau prinsip – prinsip tentang perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik, mengapa perilaku tersebut dianggap baik atau tidak baik, dan sebagainya. Jika dilihat dari segi auditing, maka etika adalah suatu prinsip, teori atau konsep tentang perilaku yang baik dan benar dalam proses untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti mengenai pernyataan – pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan – pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta pernyampaian hasil – hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.
2.3.2. Perlunya Etika Profesi Dasar pemikiran yang melandasi penyusunan etika profesional setiap profesi menurut Mulyadi (2002) adalah kebutuhan akan kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa yang diberikan oleh profesi tersebut.
21 Universitas Sumatera Utara
Demikian pula dengan profesi akuntan publik yang dinilai sebagai pihak independen, kepercayaan masyarakat merupakan hal terpenting yang harus dijaga. Untuk itu auditor harus menetapkan standar mutu yang tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan audit yang dilakukan. Selain dari sisi seorang auditor, etika profesi ini juga berfungsi untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan yang disebabkan kelalaian jasa profesional tersebut. Dan juga untuk melindungi jasa profesional tersebut dari orang – orang yang tidak bertanggung jawab, yang mangaku dirinya profesional.
2.3.3. Prinsip – prinsip Etika Profesi Auditor Kode Etika Profesi Akuntan Publik yang sebelumnya disebut Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan staf profesional baik yang merupakan anggota IAPI atau bukan, yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik. Ada 5 (lima) prinsip etika profesi akuntan publik yang tercantum dalam Standar Profesi Akuntan Publik, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Integritas Objektivitas Kompetensi dan Kehati – hatian Profesional Kerahasiaan Perilaku Profesional Penjelasan dari kelima prinsip di atas dijelaskan oleh Mulyadi
(2002:56) sebagaia berikut: 1. Integritas Intergirtas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan 22 Universitas Sumatera Utara
kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan semua anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi 2. Objektivitas Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap jujur dan adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain. 3. Kompetensi dan Kehati – hatian Profesional Kompetensi memnunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Kehati – hatian Profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik – baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.
4. Kerahasiaan Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antaranggota dan klien atau pemberi kerja berakhir. Kerahasiaan tidaklah semata – mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota untuk meperoleh informasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlibat menggunakan
23 Universitas Sumatera Utara
informasi tersebut untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga. 5. Perilaku Profesional Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oelh anggota sebagai perwujudan tanggung jawab kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
Prinsip inilah yang merupakan landasan bagi setiap auditor untuk berperilaku dan untuk melaksanakan audit, agar hasil auditan dapat diandalkan. 2.3.4. Hubungan
Etika
Profesi
dengan
Pertimbangan
Tingkat
Materialitas Pengertian etika dari segi auditing adalah suatu prinsip, teori atau konsep tentang perilaku yang baik dan benar dalam proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan – pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan – pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta pernyampaian hasil – hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Auditor harus menjunjung prinsi – prinsip etika yang terdapat dalam SPAP. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya ada 5 (lima) prinsip etika yang harus dilakukan oleh auditor dalam mengaudit laporan keungan. Semakin tinggi seorang auditor menjunjung etika profesinya, maka dalam penentuan tingkat materialitas pasti akan berbeda dengan auditor yang kurang
24 Universitas Sumatera Utara
menjunjung tinggi etika profesinya. Auditor yang beretika akan menilai tingkat materialitas secara objektiv, jujur dan berhati – hati agar laporan audit yang dihasilkan dapat diandalkan.
2.4. Motivasi Motivasi menurut Goleman (2001 : 13) berarti sesuatu yang membuat seseorang mengambil inisiatif dan bertindak untuk mencapai sasaran dengan menggunakan hasratnya yang paling dalam dan siap menghadapi segala resikonya. Motivasi yang paling baik adalah yang berasal dari diri sendiri. Hanya dengan motivasi seseorang akan mempunyai semangat juang yang tinggi untuk meraih tujuan dan memenuhi standar yang ada. Ada beberapa teori tentang motivasi, salah satunya Teori Kebutuhan McClelland yang dikembangkan oleh David McClelland. Teori ini mengatakan bahwa tindakan manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhannya. Ada tiga kebutuhan yang dijelaskan dalam Teori McClelland ini, yaitu: 1.
Kebutuhan untuk berprestasi, yaitu keinginan untuk berprestasi dan mencapai standar – standar yang ada.
2.
Kebutuhan berkuasa, yaitu kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
3.
Kebutuhan untuk berafiliasi, keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab.
25 Universitas Sumatera Utara
2.4.1
Hubungan Motivasi denganPertimbangan Tingkat Materialitas Motivasi merupakan sesuatu yang mendorong seseorang untuk
memulai suatu tindakan. Tindakan yang dilakukan manusia mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhannya, sebagai seorang auditor tentunya kebutuhanya adalah agar dinilai berprestasi dalam pekerjaannya. Hal ini berarti seorang auditor yang memiliki motivasi dalam dirinya akan bertindak untuk mencapai standar – standar yang ada dan akan meningkatkan prestasinya dalam melakukan audit. Dalam kegiatan audit, auditor harus menetapkan tingkat materialitas laporan keuangan untuk melakukan tahapan audit selanjutnya. Seorang auditor yang memiliki motivasi dalam dirinya untuk berprestasi, tentunya dalam menetapkan tingkat materialitas juga akan bersungguh – sungguh. Karena ia ingin agar melalui perkerjaannya orang lain dapat melihat bahwa ia berprestasi dan memenuhi semua standar yang ada, sehingga orang lain dapat mengandalkan hasil auditnya.
2.5. Pengalaman Auditor Pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi dalam bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal, atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada pola tingkah laku yang lebih tinggi. Seseorang yang ingin berkarier sebagai akuntan publik, ia harus lebih dulu mencari pengalaman profesi di bawah pengawasan akuntan senior yang lebih
26 Universitas Sumatera Utara
berpengalaman (Mulyadi 2002:25). Hal tersebut berguna agar akuntan yang baru selesai menempuh pendidikan formalnya dapat segera menjalani pelatihan teknis dalam profesinya. Sesuai SK Menteri Keuangan No. 43/KMK.017/1997 tanggal 27 Januari 1997 Pasal 17, auditor harus memiliki pengalaman kerja sekurang – kurangnya tiga tahun sebagai akuntan dengan reputasi baik di bidang audit. Hal ini menunjukkan pengalaman sangat dibutuhkan oleh seorang auditor. Seorang auditor yang sudah memiliki banyak pengalaman tentunya akan memiliki pandangan yang berbeda dalam menetapkan tingkat materialitas suatu laporan keuangan dan tentunya tingkat kehati – hatiannya dalam melakukan audit juga berbeda dibanding dengan auditor yang baru menyelesaikan pendidikannya. Seorang yang berpengalaman tentunya cara berpikirnya lebih terperinici dibanding yang belum berpengalaman. Semakin sering ia melakukan pekerjaan tersebut, tentunya semakin terampil dan cermat ia dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. Untuk itulah seorang auditor sangat memerlukan pelatihan yang cukup agar memiliki pengalaman untuk melakukan audit atas laporan keuangan, serta lebih peka dalam mendeteksi kesalahan – kesalahan yang ditemukan dalam laopran keuangan dan menetapkan tingkat materialitas suatu laporan keuangan.
2.5.1. Hubungan Pengalaman Auditor dengan Pertimbangan Tingkat Materialitas Kantor Akuntan Publik yang dipandang terkemuka karena memiliki auditor yang berpengalaman bekerja dikantor itu. Pengalaman sangat penting bagi setiap pekerjaan apapun, termasuk akuntan publik. Seseorang yang dianggap memiliki pengalaman tinggi pasti hasil
27 Universitas Sumatera Utara
keputusannya
akan
berbeda
dengan
seseorang
yang
belum
perpengalaman. Dalam hal ini akuntan publik yang berpengalaman memiliki pandangan yang berbeda tentang pertimbangan tingkat materialitas. Seorang auditor yang baru saja menyelesaikan studinya akan menilai tingkat materialitas suatu laporan keuangan dengan hanya berpatokan pada teori. Namun umumnya teori dan keadaan sesungguhnya bisa saja berbeda. Tetapi seorang akuntan publik yang berpengalaman tentunya dalam menilai tingkat materialitas suatu laporan keuangan akan memiliki pandangan yang berbeda dengan akuntan publik junior. Hal ini juga dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Abdolmohammadi dan Wright (1987), yang mengatakan bahwa akuntan publik yang lebih berpengalaman akan memberikan hasil yang berbeda dengan akuntan publik yang belum berpengalaman terhadap penilaian audit.
2.5. Pertimbangan Tingkat Materialitas 2.5.1. Pengertian Materialitas Materialitas menurut SPAP SA Seksi 312 adalah besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, mungkin dapat mengubah atau mempengaruhi pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut. Pengertian lain mengenai materialitas yang diterapkan dalam bidang akuntansi dan selanjutnya berlaku
dalam
pelaporan
audit adalah
28 Universitas Sumatera Utara
sebagaimana dikemukakan oleh Arens et al (2008:72),yaitu suatu salah saji dalam laporan keuangan dapat dianggap material jika pengetahuan akan salah saji tersebut akan mempernaruhi keputusan para pemakai laporan tersebut. Mulyadi
(2002:157)
mengatakan
bahwa materialitas
adalah
besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi yang dilihat dari keadan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
2.5.2. Konsep Materialitas Konsep materialitas mengakui bahwa beberapa hal baik secara individu ataupun keseluruhan adalah penting bagi kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Hal ini menunjukkan keyakinan auditor bahwa laporan keuangan secara keseluruhan tidak mengandung salah saji material. Materialitas juga merupakan salah satu konsep baik dalam audit maupun akuntansi yang penting dan mendasar. Materialitas dalam konsep audit adalah untuk mengukur lingkup audit. Materialitas audit menggambarkan jumlah maksimum kemungkinan terdapat kekeliruan dalam laporan keuangan dimana laporan keuangan tersebut masih dapat menunjukkan posisi
29 Universitas Sumatera Utara
keuanganperusahaan dan hasil operasi perusahaan berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum.
2.5.3. Tujuan Pertimbangan Tingkat Materialitas Dalam perencanaan audit, auditor harus menentukan pertimbangan awal tingkat materialitas. Pertimbangan awal tingkat materialitas adalah jumlah maksimum salah saji dalam laporan keuangan yang menurut pendapat auditor tidak mempengaruhipengambilan keputusan dari pemakai. Penentuan jumlah ini adalah salah satu keputusan terpenting yang diambil oleh auditor, yang memerlukan pertimbangan profesional yang memadai. Materialitas bukanlah suatu penilaian yang objektif. Interpretasi materialitas bervariasi, tergantung pada keadaan tertentu. Inilah yang menyebabkan suatu tingakt materialitas berbeda dalam setiap perusahaan. Tujuan penetapan materialitas ini adalah untuk membantu auditor merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup. Jika auditor menetapkan jumlah yang rendah maka lebih banyak bahan bukti yang harus dikumpulkan dari pada jumlah yang tinggi. Begitu juga sebaliknya. Seringkali audior mengubah jumlah materialitas dalam pertimbangan awal ini selama audit. Jika ini dilakukan, jumlahyang baru tadi disebut pertimbangan yang direvisi mengenai materilitas. Sebab-sebabnya antara lain perubahan faktor-faktor yang digunakan untuk menetapkannya, atau auditor berpendapat jumlah dalam penetapan awal tersebut terlalu kecil atau besar.
30 Universitas Sumatera Utara
2.6. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian ini sebelumnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu mengenai profesionalisme auditor, etika profesi dan pengalaman auditor. Dimana penelitian masing – masing memiliki variabel independen dan dependen yang berbeda – beda, sesuai dengan kepentingan peneliti. Berikut ini penelitian – penelitian yang sudah ada sebelumnya mengenai profesionalisme auditor, etika profesi dan pengalaman auditor: Manita, et al(2011) meneliti tentang dampak faktor kualitatif pada penilaian etika terhadap materialitas. Peneliti melakukan penelitian dengan membagikan kuesioner kepada 44 sampel auditor di Perancis. Dan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh antara penilaian etika terhadap materialitas. Alvina dan Suryanawa (2011) melakukan penelitian mengenai analisis hubungan
antara
profesionalisme
auditor
dengan
pertimbangan
tingkat
materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan. Penelitiaan ini berfokus pada Kantor Akuntan Publik di wilayah Bali yang terdaftar di IAPI. Penentuan sampel menggunakan purposive sampling, dengan kriteria: (1) Kantor Akuntan Publik yang berstatus aktif, (2) auditor yang memiliki pengalaman kerja lebih dari 3 tahun. Dari kriteria di atas, terdapat 10 Kantor Akuntan Publik yang memnuhi syarat. Dan jumlah kuesioner yang disebar adalah 76 buah, jumlah kuesioner yang dibagikan 53 buah, dan hanya 23 kuesioner yang dapat diolah. Pengolahan data menggunakan SPSS dengan analisis regresi linier berganda. Variabel indpenden dalam penelitian ini adalah profesionalisme auditor yang tercermin dalam 5 dimensi, yaitu: (1) pengabdian terhadap profesi, (2) kewajiban sosial, (3)
31 Universitas Sumatera Utara
kemandirian, (4) keyakinan terhadap profesi dan (5) hubungan dengan rekan seprofesi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengabdian terhadap profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan terhadap profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Ini menunjukkan bahwa profesionalisme memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Agustianto
(2013)
melakukan
penelitian
mengenai
pengaruh
profesionalisme, pengalaman auditor, gender dan kualitas audit terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan. Populasi dalam penelitian ini adalah akuntan publik yang bekerja di Kantor Akuntan Publik wilayah Jakarta dan sampel diambil secara random, dengan kriteria: (1) auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik dan kantor tersebut terdaftar dalam Directory IAPI, (2) auditor harus mempunyai pengalaman bekerja lebih dari saru tahun. Berdasarkan pengambilan sampel sesuai dengan kriteria, terdapat 19 Kantor Akuntan Publik yang memnuhi syarat dari seluruh Kantor Akuntan Publik yang ada di wilayah Jakarta. Dalam metode pengumpulan data, peneliti menggunakan library research dan field research. Dalam field reseasrch peneliti memperoleh data dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner yang disebar berjumlah 140 buah, dan yang kembali 120 buah. Kuesioner yang dapat diolah berjumlah 63 buah. Dalam mengolah data, peneliti menggunakan Microsof Excel dan SPSS versi 19 dengan analisis data menggunakan regresi berganda. Variabel independen dalam penelitian ini adalan profesionalisme, pengalaman auditor, gender dan kualitas audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
32 Universitas Sumatera Utara
profesionalisme, pengalaman auditor, gender dan kualitas audit berpengaruh signifikan secara parsial ataupun simultan terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan. Herawaty dan Susanto (2009) melakukan penelitian mengenai pengaruh profesionalisme auditor, pengetahuan mendeteksi kekeliruan dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik. Objek penelitian adalah Kantor Akuntan Publik wilayah Jakarta, dengan respondenya adalah auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik tersebut yang memiliki pendidikan minimal S1 dan posisi minimal sebagai akuntan publik senior. Metode sampling yang digunakan adalah convenience sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan kemudahan, sehingga penulis mempunyai kebebasan untuk memilih sampel yang paling cepat dan mudah. Data dikumpulkan dengan cara membagikan kuesioner kepada para responden. Jumlah
kuesioner yang
dibagikan sebanyak 200 buah, dan yang kembali sebanyak 150 buah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profesionalisme auditor, pengetahuan mendeteksi kekeliruan dan etika profesi memiliki pengaruh yang signifikandan positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas akuntan publik dalam memeriksa laporan keuangan. Abdolmohammadi dan Wright (1987) melakukan penelitian mengenai pengaruh pengalaman dan komplektifitas tugas terhadap penilaian audit. Penelitian dilakukan terhadap 88 responden, dimana keseluruhan responden dibagi menjadi dua kelompok yaitu, kelompok yang kurang berpengalaman dan
33 Universitas Sumatera Utara
kelompok yang berpengalaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil penilaian audit yang didapat dari kedua kelompok itu berbeda.
Review Penelitian Terdahulu Tabel 2.2 No 1.
2.
Nama Peneliti Riadh Manita, Hassan Lahbari dan Najoua Elommal (2011): The Impact of Qualitative Factor on Ethical Judgement of Materiality: An Experimental Study with Auditors
Variabel Penelitian • Materialitas (Y)
Novita Alvina dan I Ketut Suryanawa (2011): Analisis Hubungan Antara Profesionalisme Auditor dengan Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam Proses Pengauditan Laporan Keuangan
• Pertimbang -an Tingkat Materialitas (Y)
• Etika (X1)
Hasil Penelitian Perbedaan Penelitian Hasil penelitian Tidak ada ini menunjukkan variabel adanya independen, hubungan antara yaitu: penilaian etika Profesionalisme terhadap Auditor dan materialitas. Pengamalan Auditor
Hasil penelitian menunjukkan bahwa profesionalisme auditor memiliki • Profepengaruh yang sionalisme signifikan dan Auditor, yang terdiri positif terhadap pertimbangan dari: pengabdian tingkat terhadap materialitas. profesi (X1), kewajiban sosial (X2), kemandiria n (X3), keyakinan
Tidak ada variabel independen, yaitu : Etika Profesi dan Pengalaman Auditor
34 Universitas Sumatera Utara
terhadap profesi (X4) dan hubungan dengan rekan seprofesi (X5)
3.
Angga Agustianto (2013): Pengaruh Profesionalisme, Pengalaman Auditor, Gender dan Kualitas Audit terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam Proses Pengauditan Laporan Keuangan.
• Pertimbang an Tingkat Materialitas (Y)
Hasil dari penelitian ini secara parsial menunjukkan bahwa • Profesional profesionalisme, -isme (X1) pengalaman auditor, gender dan kualitas • Pengalaman Auditor audit berpengaruh (X2) secara signifikan terhadap • Gender (X3) pertimbangan tingkat materialitas. • Kualitas Audit (X4)
Tidak ada variabel independen, yaitu : Etika Profesi.
4
Arleen Herawaty dan Yulius Kurnia Susanto (2009, Vol. 11) : Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan dan Etika Profesi terhadap Pertimbangan
• Pertimbang Hasil penelitian an Tingkat menunjukkan Materialitas bahwa Akuntan profesionalisme Publik (Y) auditor, pengetahuan • Profesional mendeteksi -isme (X1) kekeliruan dan • Pengetahu- etika profesi memiliki an Mendeteksi pengaruh yang Kekeliruan signifikandan (X2)
Tidak ada variabel independen, yaitu: Pengalaman Audior
35 Universitas Sumatera Utara
5
Tingkat Materialitas Akuntan Publik
positif terhadap pertimbangan • Etika Profesi (X3) tingkat materialitas akuntan publik dalam memeriksa laporan keuangan.
Mohammad Abdolmohammadi dan Arnold Wright (1987, Vol.62, No.1): Pengujian terhadap efek dari Pengalaman dan Komplektisitas Tugas terhadap Penilaian Adit
• Penilaian Audit (Y) • Pengalaman (X1) • Komplektisitas Tugas (X2)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dalam penilaian audit dari auditor yang bepengalaman dan auditor yang kurang berpengalaman.
Variabel dependennya berbeda. Peneliti menggunakana variabel dependen: pertimbangan tingkat materialitas Variabel independen. Peneliti menambahkan variabel: profesionalisme dan etika profesi.
2.7. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual menjelaskan tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah penting. Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari kejadian teori yang mencerminkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan tuntuan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis dan sebagai 36 Universitas Sumatera Utara
tempat peneliti untuk memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel ataupun masalah yang ada dalam penelitian. Penelitian ini membahas tentang profesionalisme auditor, etika profesi dan pengalaman auditor dalam mempengaruhi pertimbangan tingkat materialitas. Maka kerangka konseptualnya adalah sebagai berikut : Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Profesionalisme Auditor (X1) Etika Profesi (X2) Motivasi (X3) Pengalaman Auditor (X4)
H1
H2
H3
Pertimbangan Tingkat Materialitas (Y)
H4
H5
Gambar 2.1 menunjukkan bahwa profesionalisme auditor (X1), etika profesi (X2), motivasi (X3) dan pengalaman auditor (X4) mempengaruhi pertimbangan tingkat materialitas (Y) baik secara simultan ataupun parsial. Penjelasan detail mengenai profesional auditor, etika profesi dan pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas:
37 Universitas Sumatera Utara
1.
Profesionalisme Auditor Penelitian yang dilakukan oleh Herawaty dan Susanto (2009) menemukan
adanya hubungan antara profesionalisme yang dimiliki auditor dengan pertimbangan tingkat materialitas. Dimana semakin tinggi sikap profesional yang dimiliki oleh seorang auditor, maka dalam melakukan audit auditor tersebut akan memberikan hasil kerja yang terbaik, dan hal ini juga akan berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Dalam penelitiannya profesionalisme auditor diukur dengan menggunakan 5 (lima) dimensi Hall, yaitu sikap yang menganggap organisasi profesi sebagai acuan utama, memiliki pelayanan kepada masyarakat melalui profesinya, memiliki regulasi diri,berdedikasi dan memiliki otonomi.
2.
Etika Profesi Manita, et al(2011) menemukan hubungan antara etika profesi yang dimiliki
seorang auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Dimana hasil penelitian yang mereka lakukan terhadap 44 responden auditor di Perancis menunjukkan adanya hubungan antara pertimbangan etika (ethical judgement) terhadap materialitas (meteriality). Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Herawaty dan Susanto (2009) yang menunjukkan bahwa etika memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas.
38 Universitas Sumatera Utara
3.
Motivasi Sikap profesional, taat pada etika profesi dan pengalaman yang dimiliki
seorang auditor untuk menilai tingkat materialitas suatu laporan keuangan tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya motivasi yang miliki oleh auditor itu sendiri. Seperti yang dikatakan Goleman (2001 : 13) bahwa motivasi sesuatu yang membuat seseorang mengambil inisiatif dan bertindak untuk mencapai sasaran dengan menggunakan hasratnya yang paling dalam dan siap menghadapi segala resikonya, artinya dengan motivasi inilah seorang auditor akan mengambil tindakan untuk menetapkan tingakt meterialitas dengan baik, karena ia ingin mencapai standar – standar yang ada agar dinyatakan sebagai auditor berprestasi sesuai dengan tujuannya.
4.
Pengalaman Auditor Agustianto (2013) menyatakan bahwa pengalaman auditor memiliki
pengaruh terhadap pertimbangan tingkat profesionalisme. Seorang auditor yang sudah memiliki pengalaman tentunya cara pandang terhadap materilitas akan berbeda dengan auditor yang belum berpengalaman.
2.8. Hipotesis Penelitian Secara etimologi, hipotesis berasal dari dua suku kata, yaitu hypo yang berarti lemah dan thesis yang berarti pernyataan. Berarti hipotesis merupakan suatu pernyataan yang lemah atau kesimpulan yang belum final yang masih harus
39 Universitas Sumatera Utara
diuji kembali kebenarannya. Ada beberapa persyaratan dalam merumuskan suatu hipotesis menurut Idrus (2009:53) antara lain sebagai berikut : 1. Dirumuskan dalam kalimat berita. 2. Tidak bermakna ganda dan 3. Dirumuskan secara operasional. Dengan pengertian bahwa hipotesis sebaiknya ditulis sealur dengan rumusan masalah yang ada, karena hipotesis merupakan jawaban sementara atas rumusan masalah yang ada diteliti. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah: H1
: Profesionalisme auditor berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas.
H2
:
Etika profesi berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas.
H3
:
Pengalaman
auditor
berpengaruh
terhadap
pertimbangan
tingkat
materialitas. H4
: Motivasi berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas.
H5
: Profesionalisme auditor, etika profesi, motivasi dan pengalaman auditor berpengaruh secara simultan terhadap pertimbangan tingkat materialitas.
40 Universitas Sumatera Utara