BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep dan Ruang Lingkup Auditing 2.1.1. Pengertian Auditing Menurut Arens, et al. (2012:24) auditing adalah : “Auditing is the accoumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria.” Definisi diatas menyatakan bahwa auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan. Menurut Agoes (2013:3) auditing adalah : “suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuanganyang telah disusun oleh pihak manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan dapay memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.”
Menurut Mulyadi (2002:9) auditing adalah : “Proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataanpernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.”
10
11
Dari beberapa pengertian di atas mengenai auditing, maka dapat disimpulkan bahwa auditing adalah suatu proses pemeriksaan, pengevaluasian dan pengumpulan bukti-bukti beserta catatan, pembukuan, dan bukti pendukungnya terhadap suatu kejadian ekonomi yang mana bukti tersebut dapat memberikan hasil informasi dengan kriteria yang telah ditetapkan dan memberikan kewajaran terhadap laporan keuangan guna pengambilan keputusan. Auditing memiliki tujuan utama untuk memberi pendapat atau opini atas wajar tidaknya laporan keuangan yang disajikan oleh klien agar bisa dijadikan acuan bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk melakukan keputusan ekonomi. Dalam melakukan audit untuk menjaga dan meningkatkan profesinya, seorang akuntan publik diharuskan untuk selalu bersikap profesinal dan independen dalam arti dalam menjalankan tugasnya seorang akuntan publik tidak boleh memihak kepada siapapun, bersikap obyektif, dan jujur. 2.1.2. Jenis Audit Agoes (2013) menyatakan ada empat jenis audit yang umum dilaksanakan. Keempat jenis tersebut yakni: 1. Manajemen Audit (Operational Audit) Operational atau management audit merupakan atas semua atau sebagai prosedur dan metode operasional suatu organisasi untuk menilai efisiensi, efektifitas, dan ekonomisasinya. Audit operasional dapat menjadi alat menejemen yang efektif dan efisien untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
12
Hasil audit operasional berupa rekomendasi-rekomendasi perbaikan mengenai manajemen sehingga audit jenis ini lebih merupakan konsultasi manajemen. 2. Audit Ketaatan (Compliance Audit) Compliance Audit merupakan pemeriksaan untuk mengetahui apakah prosedur dan aturan yang sudah ditetapkan oleh otoritas berwenang sudah ditaati oleh personel di organisasi tersebut. Compliance Audit biasanya ditugaskan oleh otoritas berwenang yang telah menetapkan prosedur atau peraturan perusahaan sehingga hasil audit jenis ini tidak untuk dipublikasikan tetapi untuk intern manajemen. 3. Audit Laporan Keuangan (Financial Audit) Pemeriksaan atas laporan keuangan merupakan evaluasi kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen secara keseluruhan dibandingkan dengan standar akuntansi
keuangan yang berlaku secara umum. Dalam
pengertian apakah laporan keuangan secara umum merupakan informasi yang dapat ditukardan dapat diverifikasi lalu telah disajikan sesuai dengan criteria tertentu. Umumnya criteria yang dimaksud adalah standar akuntansi yang berlaku secara umum seperti prinsip akuntansi yang berlaku umum. Hasil audit atas laporan keuangan adalah opini auditor yaitu, Unqualified Opinion, Qualified Opinion, Disclamer Opinion dan Adverse Opinion. 4. Audit Sistem Informasi (Computer Audit) Audit sistem informasi sangat dibutuhkan karena auuditor yang melakukan audit laporan keuangan harus memahami dan menguji sistem dan
13
pengendalian internnya (list of control), dan dalam rangka memeriksa data akuntansi (subtantive test). Audit SI merupakan jenis audit terhadap laporan keuangan yang sistem akuntansinya bebasis teknologi informasi (hardware, software, netware, infrastructure, dan dataware). Khusus dalam bidang pemeriksaan secara mendalam mengenai kecurangankecurangan, audit terbagi menjadi audit khusus yaitu: 1. Audit Forensik Audit yang dapat didefinisikan sebagai aplikasi keahlian mengaudit atas keadaan yang memiliki konsekuensi hukum. Audit forensik umumnya digunakan untuk melakukan pekerjaan investigasi secara luas. Pekerjaan tersebut meliputi suatu investigasi atau urusan keuangan suatu entitas dan sering dihubungkan dengan investigasi terhadap tindak kecurangan (fraud), oleh karena itu audit forensik sering juga diartikan sebagai audit investigasi. 2. Audit investigasi Audit investigasi itu sendiri merupakan salah satu metode di dalam audit kecurangan (fraud audit), yaitu merupakan fraud audit pelaksanaan setelah diketahui teridentifikasi adanya kecurangan, misalkan korupsi.
14
2.1.3. Standar Auditing Dalam menunjang profesinya sebagai akuntan publik seorang auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada Standar Profesionalisme Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, seperti yang tercantum dalam SPAP (2001:150:1), yakni: 1. Standar Umum a. Audit harus dilakukan oleh orang yang sudah mengikuti pelatihan dan memiliki kecakapan teknis yang memadai sebagai seorang auditor. b. Dalam semua hal yang berkaitan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus tetap di pertahankan auditor. c. Dalam audit pelaksaan dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 2. Standar Pekerjaan lapangan a. Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. b. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus dapat diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sikap, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. c. Bukti audit kompeten yang cukup harus dapat diperoleh melalui inpeksi, pengamatan, pengujian, pernyataan dan konfirmasi sebagai
15
dasar yang memadai untuk dapat menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan 3. Standar Pelaporan a. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum di Indonesia. b. Laporan auditor harus menyatakan jika ada ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. c. Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor d. Laporan auditor harus memuat pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atas suatu asersi.
2.1.4. Proses Auditing Menurut Mulyadi (2002:56) terdapat tahap-tahap dalam pelaksanaan proses audit, yaitu: 1. Penerimaaan penugasan audit Langkah awal pekerjaan audit atasl laporan keuangan berupa pengambilan keputusan untuk men menerima atau menolak penugasan
16
audit dariklien berulang. Terdapat enam langkah yang harus ditempuh auditor dalammempertimbangkan penerimaan penugasan audit dari calon kliennya, yaitu: a. Mengevaluasi integritas manajemen. b. Mengidentivikasi keadaan khusus dan risiko luar biasa c. Menilaikompetensi untuk melakukan audit d. Mengevaluasi independen e. Menentukan kemampuan untuk menggunakan kecermatan dan keseksamaan. f. Membuat surat penugasan audit (engagement letter) 2. Perencanaan audit Dalam perencanaan audit terdapat delapan tahap yaitu: a. Memahamani bisnis dan industri klien b. Melaksanakanprosedur analitik c. Mempertimbangkan tingkat materialitas awal d. Mempertimbangkan risiko bawaan. e. Mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi terhadap saldo awal, jika penugasan klien berupa audit tahun pertama. f. Mengembangkan strategi audit awal terhadap asersi signifikan. g. Mereview informasi yang berhubungan dengan kewajibankewajiban klien.
17
h. Memahami struktur pengendalian internal klien 3. Pelaksanaan Pengujian Audit Pada tahap ini disebut juga dengan pekerjaan lapangan. Tujuan utamanya adalah untuk memperoleh bukti audit tentang efektivitas struktur pengendalian internal klien dan kewajiban laporan keuangan klien. Secara garis besar, pengujian audit dibagi menjadi tiga, yaitu ; a. Pengujian analitik (analytical test) b. Pengujian pengendalian (test of control) c. Pengujian substansif (substantif test) 4. Pelaporan audit Dalam proses audit langkah terakhir dari suatu pemeriksaan auditor adalah penerbitan laporan audit. Untuk itu auditor perlu menyusun laporan keuangan auditan (audit Financial Statement), penjelasan laporan keuangan (notes to financial statement) dan pernyataan pendapat auditor.
18
2.1.5. Tipe Auditor Menurut Mulyadi (2002:29) ada jenis auditor yang paling umum, yaitu auditor independen, auditor pemerintah, dan auditor intern. Berikut penjelasannya: 1. Auditor Independen Auditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Profesi auditor independen memperoleh honorarium dari kliennya dalam menjalankan keahliannya, namun auditor independen harus independen, tidak memihak kepada kliennya. 2. Auditor pemerintah. Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintah atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. Auditor yang bekerja di instansi pemerintah pada umumnya di Indonesia terbagi menjadi dua bagian yaitu auditor yang bekerja di Badan Pengawasan Keuangan (BPK) sebagai auditor eksternal dan auditor yang bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai auditor internal pemerintah. 3. Auditor Intern. Auditor intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan
19
apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organiasai, menentukan efisiensi dan efektifitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.
2.2. Keahlian Audit 2.2.1. Definisi Keahlian Audit Dalam melaksanakan proses audit suatu perusahaan, seorang auditor dituntut untuk dapat menunjukan sikap independensi dan kompetensi serta ahli dalam bidangnya. Hal tersebut dikarenakan hasil auditan yang dihasilkan tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada klien saja tetapi kepada masyarakat umum yang berkaitan dengan perusahaan tersebut. Definisi auditor ahli menurut International Standart on Auditing 620 (2009) adalah: “An individual or organization possessing expertise in a field other than accounting or auditing, whose work in that field is used by the auditor to assist the auditor in obtaining sufficient appropriate audit evidence.” Kutipan tersebut menyatakan bahwa auditor ahli adalah individu atau organisasi yang memiliki keahlian dalam bidang akuntansi atau audit, yang bekerja dalam bidang tersebut yang digunakan oleh bidang audit, untuk membantu auditor dalam memdapatkan bukti audit yang tepat dan memadai.
20
Definisi auditing menurut Arens, et al (2012) bahwa: “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent dan independent person” Kutipan tersebut menyatakan bahwa auditing adalah akumulasi dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh auditor yang kompeten dan independen. Dalam kedua kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa keahlian audit adalah keahlian yang dimiliki oleh seorang individu (auditor) dalam bidang auditing, dalam proses pengumpulan dan evaluasi bukti informasi audit untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi bukti audit dan kriteria yang telah ditetapkan dalam audit agar dapat menghasilkan hasil audit yang berkualitas. Keahlian audit sangat dibutuhkan dalam proses pengauditan agar dapat menghasilkan hasil audit yang berkualitas dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses audit, oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui karakteristik seorang auditor agar dapat mengetahui keahlian audit yang dimilikinya. Dalam standar umum SA seksi 210 tentang pelatihan dan keahlian Auditor Independen yang terdiri atas paragraph 03-05, menyebutkan secara jelas tentang keahlian auditor disebutkan dalam paragraf pertama sebagai berikut “Audit harus dilakukan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan yang cukup
21
sebagai auditor” (SPAP, 2001). Menurut Lambe (2007), keahlian merupakan kombinasi kombinasi dari empat hal, yaitu: 1. Pengetahuan Teknis (Technical Knowledge) Pengetahuan teknis ini dapat diperoleh melalui studi dan memerlukan pengalaman. Para ahli biasanya akan memerlukan praktek dan pengalaman dari waktu ke waktu untuk benar-benar menguasai keahlian audit tersebut. 2. Keterampilan (skill) Banyak keterampilan yang dapat dilatih, tetapi keterampilan para ahli tidak dapat diperoleh hanya melalui pelatihan. Seperti pengetahuan teknis, keterampilan ahli dikembangkan dan diperdalam melalui kombinasi pelatihan dan praktek. Tidak seperti pengetahuan teknis, sangat sering keterampilan yang tidak dapat dibuat eksplisit, namun perlu dikomunikasikan melalui kombinasi pelatihan, pembinaan demontrasi, dan praktek. 3. Pengalaman (Experience) Pengalaman mendasari semua elemen lainnya dari keahlian, termasuk keterampilan dan pengetahuan teknis. Para ahli menggabungkan pola pengetahuan teknis baru dan memungkinkan mereka untuk menerapkan keterampilan mereka secara lebih mendalam dan dengan efek yang lebih besar. 4. Rutinitas (Routine) Rutinitas ini dikembangkan dengan memanfaatkan pengetahuan mereka, tapi begitu
mereka
telah
dikembangkan
mereka
dapat
cukup
sering
22
didokumentasikan sebagai cara, metode atau template dan ditransfer dalam bentuk eksplisit untuk staf yang kurang berpengalaman.
2.2.2. Indikator Keahlian Audit Abdolmohammadi & Shentau (1991) dalam penelitiannya menjelaskan karakteristik- karakteristik yang berperan membentuk suatu keahlian audit, beberapa karakteristik dalam membentuk suatu keahlian audit adalah: 1. Pengetahuan (Knowledge) 2. Komunikasi (Communication) 3. Kepercayaan diri (Self- Confidence) 4. Tanggung jawab (Responsibility) Keahlian auditor bisa juga diukur melalui banyaknya ijazah/sertifikat yang dimiliki serta jumlah atau banyaknya keikutsertaan yang bersangkutan dalam pelatihan-pelatihan, seminar atau simposium. Semakin banyak sertifikat yang dimiliki dan semakin sering mengikuti pelatihan atau seminar/simposium diharapkan auditor yang bersangkutan akan semakin cakap dalam melaksanakan auditor.
23
2.3. Pengalaman Audit 2.3.1. Pengertian Pengalaman Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: “Pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung, dsb) (Badudu & Sutan, 2002).”
Menurut Mulyadi (2002): “Pengalaman auditor merupakan akumulasi gabungan dari semua yang diperoleh melalui interaksi. Seorang auditor harus mempunyai pengalaman dalam kegiatan auditnya, pendidikan formal dan pengalaman kerja dalam profesi akuntan merupakan dua hal penting dan saling melengkapi”
Menurut Suraida (2005): “Pengalaman audit adalah pengalaman auditor dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani.”
Berdasarkan uraian pengalaman diatas, maka dapat dinyatakan bahwa pengalaman audit merupakan pengalaman yang dimiliki oleh auditor
yang
merupakan keterampilan dan pengetahuan tentang audit yang merupakan gabungan dari interaksi selama proses audit yang diukur melalui segi lamanya waktu dan banyaknya penugasan audit yang pernah dijalankan auditor tersebut. Pengalaman tersebut juga dapat membantu auditor dalam mendeteksi potensi terjadinya kecurangan yang dilakukan klien, dan membuat auditor memahami penyebab munculnya kecurangan tersebut.
24
Di bidang audit, pengalaman audit yang dimiliki seorang auditor merupakan faktor yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaanya. Pengalaman audit merupakan faktor penting dalam memprediksi dan mendeteksi kinerja auditor, karena auditor yang berpengalaman lebih memiliki ketelitian yang tinggi mengenai kecurangan dari pada yang kurang atau belum berpengalaman. Berbagai penelitian auditing menunjukkan bahwa semakin berpengalaman seorang auditor semakin mampu dia menghasilkan kinerja yang baik dalam tugas-tugas yang semakin kompleks (Libby 1995 dalam Koroy 2005).
2.3.2. Indikator Pengalaman Audit 1. Lamanya Bekerja Sebagai Auditor Pengalaman kerja merupakan suatu hal yang menjadikan salah satu indikator dan ciri seorang auditor dapat dilihat kemampuannya dalam bidang audit.. Pengalaman tersebut menjadi salah satu persyaratan dalam memperoleh izin menjadi Akuntan Publik (SK Menkeu No.17/PMK.01/2008) tentang Jasa Akuntan Publik menyebutkan bahwa : “Seorang akuntan publik harus memiliki pengalaman praktik di bidang audit umum atas laporan keuangan paling sedikit 1000 (seribu) jam dalam 5 (lima) tahun terakhir dan paling sedikit 500 (lima ratus) jam diantaranya memimpin dan/atau mensupervisi perikatan audit umum yang disahkan oleh Pemimpin/Pemimpin Rekan KAP”.
25
Berdasarkan syarat dan ketentuan tersebut, maka untuk menjadi seorang auditor yang berpengalaman harus memiliki minimal 5 (lima) tahun dan sekurang-kurangnya 500 (lima ratus) jam sebagai akuntan dan memiliki pengalaman audit dengan reputasi baik. Libby dan Frederick (1990) dalam Mayangsari
(2003)
menemukan
bahwa
auditor
yang
berpengalaman
mempunyai pemahaman yang lebih baik. Mereka juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasarinya. 2. Frekuensi Melakukan Tugas Audit Menurut Arens, et al. (2012:289) mengatakan bahwa : “The engagement may require more experienced staff. CPA firms should staff all engagements with qualified staff. For low acceptable audit risk clients, special care is appropriate in staffing, and the importance of professional skepticism should be emphasized. “ Dalam setiap penugasan audit harus dilakukan oleh staf yang memiliki pengalaman audit, Kantor Akuntan Publik (KAP) juga harus menugaskan staf memiliki kualitas audit agar risiko audit yang diterima rendah, yaitu dengan cara memberikan perhatian khusus dalam memilih staf, dan menerapkan skeptisisme profesional dalam mengaudit. Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa banyaknya tugas yang dilakukan seorang auditor akan meningkatkan pengalaman yang dimiliki dan
26
memperoleh banyak pengetahuan dalam mengaudit, sehingga kepercayaan diri auditor akan bertambah besar.
Apabila seorang auditor banyak
melakukan penugasan audit, maka dia akan terbiasa dan akan memperoleh lebih banyak pengetahuan tentang kecurangan yang mungkin dilakukan oleh klien. Tubbs (1992) dalam Suraida (2005) menemukan dalam penelitiannya bahwa auditor yang mempunyai pengalaman audit lebih banyak akan menemukan kesalahan lebih banyak dan item-item kesalahan yang dilakukan lebih kecil dibandingkan dengan auditor yang mempunyai pengalaman yang lebih sedikit. Selain itu, auditor yang berpengalaman akan mempertimbangan pelanggaran yang terjadi. 3. Jenis-Jenis Perusahaan yang Ditangani Arens, et al. (2008) menyatakan bahwa auditor harus memiliki kualifikasi teknis serta berpengalaman dalam industri-industri yang mereka audit, ini akan membuat auditor lebih dapat menemukan kecurangan dari klien yang mereka audit. Banyaknya penugasan yang dilakukan oleh auditor dengan jenis-jenis perusahaan yang ditangani, maka auditor akan semakin mampu memahami kecurangan yang mungkin dilakukan oleh klien. Dengan seringnya melakukan penugasan di berbagai jenis perusahaan yang berbeda, maka auditor akan lebih paham, memiliki keunggulan dalam mendeteksi kesalahan, dan mencari penyebab masalah serta peka terhadap informasi-
27
informasi perusahaan terutama dalam menentukan tingkat materialitas untuk akun atau item dalam laporan keuangan. 4. Pendidikan yang Berkelanjutan Standar Umum pertama tersebut menegaskan bahwa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang akuntan untuk melaksanakan audit adalah harus memiliki pendidikan serta pengalaman yang memadai dalam bidang auditing. Pengalaman seorang auditor sangat berperan penting dalam meningkatkan keahlian sebagai perluasan dari pendidikan formal yang telah diperoleh auditor. Sebagaimana yang telah diatur dalam paragraf ketiga SA seksi 210 tentang pelatihan dan keahlian independen disebutkan: “Dalam melaksanakan audit untuk sampai pada suatu pernyatan pendapatan, auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang yang ahli dalam bidang akuntan dan bidang auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dengan pendidikan formalnya yang diperluas melalui pengalaman-pengalaman selanjutnya dalam praktik audit……..(SPAP, 2001).”
Auditor diharuskan mengikuti pendidikan berkelanjutan dengan tujuan meningkatkan keahliannya. Auditor harus berusaha memperoleh informasi tentang kemajuan dan perkembangan baru dalam standar, prosedur, dan teknik-teknik audit. Diharapkan dengan mengikuti pendidikan berkelanjutan, auditor dapat meningkatkan keahliannya, termasuk dalam hal mengumpulkan bahan bukti audit yang kompeten. Dalam Peraturan Menteri Keuangan (SK MenKeu No.17/PMK.01/2008) tentang jasa Akuntan Publik menyebutkan bahwa :
28
Pasal 5 poin b : “Seorang akuntan publik harus memiliki Sertifikat Tanda Lulus Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) yang diselenggarakan oleh IAPI”.
Pasal 5 poin c : “Dalam hal tanggal kelulusan USAP sebagaimana dimaksud pada poin b telah melewati masa 2 (dua) tahun, maka wajib menyerahkan bukti telah mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) paling sedikit 60 (enam puluh) Satuan Kredit PPL (SKP) dalam 2 (dua) tahun terakhir”.
Secara formal, memang para auditor ini bisa mengikuti pendidikan berkelanjutan yang diadakan di berbagai instansi atau lembaga pendidikan yang telah terukur kualitasnya, seperti pendidikan profesi akuntansi dan magister akuntansi. Pengetahuan auditor bisa diperoleh dari berbagai pelatihan formal maupun dari pengalaman khusus, berupa kegiatan seminar, lokakarya serta pengarahan dari auditor senior kepada auditor juniornya. Seseoarang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya akan memberikan hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup memadai akan tugasnya.
29
2.4 Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan 2.4.1 Definisi Kecurangan Menurut Arens, et al. (2012) kecurangan adalah: “ Kecurangan terjadi ketika salah saji dibuat dalam suatu keadaan yang mengetahui bahwa hal itu adalah suatu kepalsuan dan dilakukan dengan maksud untuk melakukan kecurangan.”
Sedangkan menurut the Association of Certified Fraud Examinations (2000), kecurangan dalam Tuanakotta (2007), adalah: “Perbuatan-perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu (manipulasi atau memberikan laporan keliru terhadap pihak lain) dilakukan orang-orang dari dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok yang secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain.”
Berdasarkan kesimpuulan diatas dapat disimpulkan bahwa kecurangan adalah tindakan disengaja yang merupakan tindakan illegal yang dapat merugikan organisasi untuk kepentingan pribadi. Ada dua tipe salah saji yang relevan dengan pertimbangan auditor tentang kecurangan dalam audit. Atas laporan keuangan - Salah saji yang timbul sebagai akibat dari kecurangan dalam pelaporan keuangan dan Salah saji yang timbul dari penyalahgunaan aset. Istilah kecurangan (fraud) berbeda dengan istilah kekeliruan (errors). Tindakan yang dilakukan secara sengaja disebut kecurangan (fraud) sedangkan tindakan yang dilakukan tidak secara sengaja, maka disebut dengan kekeliruan (errors) (Arens, et al. 2008: 186).
30
2.4.2. Jenis-jenis Kecurangan Association of Certified Fraud Examiners (ACFE-2000) dalam Tuanakotta (2007) mengkategorikan kecurangan ke dalam tiga kelompok (fraud tree), yaitu: 1. Corruption (korupsi), korupsi menurut ACFE, terbagi dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian ilegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic exortion). 2. Fraudulent Statements (kecurangan laporan keuangan), kecurangan ini didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material laporan keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat finansial maupun non finansial. 3. Asset misappropriation (penyalahgunaan aset), penyalahgunaan aset dapat digolongkan ke dalam kecurangan kas dan kecurangan atas persediaan dan asset lainnya, serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement).
31
2.4.3. Faktor faktor Terjadinya Kecurangan Terdapat 3 (tiga) faktor pendorong seseorang melakukan kecurangan, yang dikenal sebagai "fraud triangle" (Tuanakotta, 2007), yaitu:
Pressure
Opportunity
Rationalization
Gambar 2.1 Fraud Triangle 1. Pressure Pressure adalah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan fraud, contohnya hutang atau tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah, ketergantungan narkoba, dll. Pada umumnya yang mendorong terjadinya fraud adalah kebutuhan atau masalah finansial.Tapi banyak juga yang hanya terdorong oleh keserakahan. 2. Opportunity Opportunity adalah peluang yang memungkinkan fraud terjadi. Biasanya disebabkan karena pengendalian internal suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan penyalahgunaan wewenang. Di antara 3 elemen
32
fraud triangle, opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan untuk diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan kontrol dan upaya deteksi dini terhadap fraud. 3. Rationalization Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku mencari pembenaran atas tindakannya, misalnya: 1) Bahwasanya tindakannya untuk membahagiakan keluarga dan orangorang yang dicintainya. 2) Masa kerja pelaku cukup lama dan dia merasa seharusnya berhak mendapatkan lebih dari yang telah dia dapatkan sekarang (posisi, gaji, promosi, dll). 3) Perusahaan telah mendapatkan keuntungan yang sangat besar dan tidak mengapa jika pelaku mengambil bagian sedikit dari keuntungan tersebut.
2.4.4. Pendeteksian Kecurangan Kecurangan merupakan tindakan yang salah/keliru yang dilakukan dengan sengaja yang dilakukan oleh karyawan atau manajemen dalam lingkungan perusahaan atau laporan keuangan perusahaan. Auditor dituntut untuk mampu memahami caracara mendeteksi kecurangan yang terjadi agar mendeteksi kecurangan dapat berjalan dengan maksimal. Setiap masing-masing kecurangan memiliki karakteristik sendiri, sehingga untuk mendeteksi kecurangan diperlukan pemahaman secara luas tentang kecurangan-kecurangan yang akan dan dapat timbul diperusahaan.
33
Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi kecurangan adalah dengan melihat tanda, sinyal, atau red flags suatu tindakan yang diduga menyebabkan atau potensial menimbulkan kecurangan. Secara garis besar, tanda-tanda yang digunakan untuk mengindikasikan kecurangan dibagi menjadi dua yaitu tanda-tanda kecurangan yang berasal dari dalam dan luar perusahaan. Berikut adalah gambaran secara garis besar pendeteksian kecurangan berdasarkan penggolongan kecurangan oleh Association of Certified Fraud Examinations (2000) dalam Tuanakotta (2007) adalah sebagai berikut: 1. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud) Kecurangan dalam penyajian laporan keuangan umumnya dapat dideteksi melalui analisis laporan keuangan sebagai berikut: a. Analisis vertikal, yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara item-item dalam laporan laba rugi, neraca, atau Laporan arus kas dengan menggambarkannya dalam persentase. Sebagai contoh, adanya kenaikan persentase hutang niaga dengan total hutang dari ratarata 28% menjadi 52% dilain pihak adanya penurunan persentase biaya penjualan dengan total penjualan dari 20% menjadi 17% mungkin dapat menjadi satu dasar adanya pemeriksaan kecurangan. b. Analisis horizontal, yaitu teknik untuk menganalisis persentase-persentase perubahan item laporan keuangan selama beberapa periode laporan. Sebagai contoh adanya kenaikan penjualan sebesar 80% sedangkan harga pokok mengalami kenaikan 140%. Dengan asumsi tidak ada perubahan
34
lainnya dalam unsur-unsur penjualan dan pembelian, maka hal ini dapat menimbulkan sangkaan adanya pembelian fiktif, penggelapan, atau transaksi ilegal lainnya. c. Analisis rasio, yaitu alat untuk mengukur hubungan antara nilai-nilai item dalam laporan keuangan. Sebagai contoh adalah current ratio, adanya penggelapan uang atau pencurian kas dapat menyebabkan turunnya perhitungan rasio tersebut. 2. Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation) Teknik untuk mendeteksi kecurangan-kecurangan kategori ini sangat banyak variasinya. Namun pemahaman yang tepat atas pengendalian internal yang baik dalam pos-pos tersebut akan sangat membantu dalam melaksanakan pendeteksian kecurangan. Dengan demikian, terdapat banyak sekali teknik yang dapat dipergunakan untuk mendeteksi setiap kasus penyalahgunaan aset. Masing-masing jenis kecurangan dapat dideteksi melalui beberapa teknik yang berbeda. Misalnya, untuk mendeteksi kecurangan dalam pembelian ada beberapa metode deteksi yang dapat digunakan. Metode-metode tersebut akan sangat efektif bila digunakan secara kombinasi gabungan, setiap metode deteksi akan menunjukkan gejala penyimpangan yang dapat diinvestigasi lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya kecurangan. Selain itu, metodemetode
tersebut
akan
menunjukkan
kelemahan-kelemahan
dalam
pengendalian internal dan memberi peringatan pada auditor akan adanya potensi terjadinya kecurangan di masa mendatang.
35
Teknik-teknik yang digunakan untuk mendeteksi kecurangan (fraud) yaitu sebagai berikut : 1) Analytical review Suatu
review
atas
berbagai
akun
yang
mungkin
menunjukkan
ketidakbiasaan atau kegiatan-kegiatan yang tidak diharapkan. Sebagai contoh adalah perbandingan antara pembelian barang persediaan dengan penjualan bersihnya yang dapat mengindikasikan adanya pembelian yang terlalu tinggi atau terlalu rendah biala dibandingkan dengan tingkat penjualannya. Metode analitis lainnya adalah perbandingan pembelian persediaan
bahan
baku
dengan
tahun
sekarang
yang
mungkin
mengindikasikan adanya kecurangan overbilling scheme atau kecurangan pembelian ganda. 2) Statistical sampling Sebagaimana persediaan, dokumen dasar pembelian dapat diuji secara sampling untuk menentukan ketidakbiasaan (irregularities), metode deteksi ini akan efektif jika ada kecurigaan terhadap satu atributnya, misalnya pemasok
fiktif. Suatu
daftar alamat PO BOX
akan
mengungkapkan adanya pemasok fiktif Vendor or outsider complaints atau keluhan dari konsumen, pemasok, atau pihak lain merupakan alat deteksi yang baik yang dapat mengarahkan auditor untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. 3) Site visit – observation
36
Observasi ke lokasi biasanya dapat mengungkapkan ada tidaknya pengendalian internal di lokasi-lokasi tersebut. Observasi terhadap bagaimana transaksi akuntansi dilaksanakan kadangkala akan memberi peringatan pada CFE akan adanya daerah-daerah yang mempunyai potensi bermasalah. 4) Vendor or Outsider Complaints Komplain atau keluhan dari konsumen, pemasok, atau pihak lain merupakan alat deteksi yang baik yang dapat mengarahkan auditor untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dalam banyak kasus kecurangan, khususnya kasus penggelapan aset dan pencurian aset biasanya terdapat tiga faktor penyebab, yaitu: a. Ada satu tekanan pada seseorang, seperti kebutuhan keuangan, b. Ada kesempatan untuk melakukan kecurangan, c. Ada kesempatan untuk menyembunyikan kecurangan yang dilakukan, d. Adanya cara pembenaran perilaku tersebut yang sesuai dengan tingkatan integritas pelakunya. 3. Korupsi (Corruption) Sebagian besar kecurangan ini dapat dideteksi melalui keluhan dari rekan kerja yang jujur, laporan dari rekan, atau pemasok yang tidak puas dan menyampaikan
komplain
ke
perusahaan.
Atas
sangkaan
terjadinya
kecurangan ini kemudian dilakukan analisis terhadap tersangka atau
37
transaksinya. Pendeteksian atas kecurangan ini dapat dilihat dari karakteristik (Red flag) si penerima maupun si pemberi.
2.4.5.
Indikator Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan Auditor adalah seseorang yang mengembangkan kepercayaan publik, oleh
karena itu, auditor harus memiliki kemampuan yang akan digunakannya dalam melaksanakan tugas audit. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki auditor adalah kemampuan untuk mendeteksi kecurangan yang dapat saja terjadi dalam tugas auditnya. Kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud) merupakan kesanggupan seorang auditor dalam menemukan atau menentukan tindakan ilegal yang mengakibatkan salah saji material dalam pelaporan keuangan yang dilakukan secara sengaja. Tipe tindakan kecurangan berhubungan dengan gejala-gejala yang dapat digunakan sebagai sinyal adanya kecurangan. Hillison et al. (1999) dalam Setiawan (2003) menyampaikan beberapa bentuk sinyal kecurangan, meliputi adanya dokumen yang hilang, adanya pembayaran ganda, adanya jumal yang tidak biasa pada awal atau periode akuntansi, adanya komplain dari pelanggan, adanya pembayaran atau pengeluaran yang tidak masuk akal, dan lain-lain. Kemampuan mendeteksi kecurangan dalam penelitian ini diukur dari pernyataan-pernyataan mengenai gejala-gejala kecurangan (fraud symptoms) yang dapat ditemukan oleh auditor. DiNapoli (2008) mengukur variabel ini dengan
38
instrumen kesanggupan dan frekuensi auditor dalam mendeteksi kecurangan dengan menggunakan redflags baik red falgs karyawan maupun redflags manajemen. Redflags atau bendera merah sering digunakan dalam literatur auditng.auditor atau investigator menggunakan tanda bahaya sebagai petunjuk adanya indikasi atau potensi terjadinya fraud. Kemahiran auditor dalam membaca dan memaknakan tandatanda bahaya akan meningkatkan probabilitas mendeteksi terjadinya suatu kecurangan. Redflags karyawan meliputi perubahan gaya hidup karyawan yang tidak sesuai dengan pendapatannyadan terdapat karyawan yang menolak cuti atau liburan. Sedangkan redflags manajemen meliputi keengganan manajemen untuk memberikan informasi kepada auditor, keputusan manajemen didominasi oleh seseorang atau kelompok orang, terdapat pengendalian internal yang lemah terdapat transaksi tidak normal di akhir tahun, terdapat program kompensasi yang melewati proporsi yang telah ditentukan dan terdapat program kompensasi yang melewati proporsi yang telah ditentukan,
terdapat dokumen yang hilang dan ganda. Kemampuan mendeteksi
kecurangan dalam penelitian ini juga diukur dari pernyataan-pernyataan mengenai gejala-gejala kecurangan (fraud symptoms) yang dikembangkan oleh Fullerton dan Durtschi (2004) yang terdiri dari gejala kecurangan terkait dengan lingkungan perusahaan (corporate environment) dan gejala kecurangan terkait catatan keuangan dan praktek akuntansi (financial records and accounting practice).
39
2.5 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti
Judul
Noviyani, Pengaruh Putri, dan Pengalaman Bandi (2002) dan Pelatihan Terhadap Struktur Pengetahuan Auditor Tentang Kekeliruan
Tirta dan Pengaruh Sholihin Pengalaman (2004) Kerja, Independensi, dan Kompetensi Terhadap Kualitas Audit: Etika Auditor Sebagai Variabel Pemoderasi
Persamaan
Perbedaan
1. Metodologi yang digunakan regresi berganda 2. Variabel independen yaitu pengalaman
1. Indikator variabel pengalaman yang dipakai 2. Objek penelitian akuntan publik di KAP pulau jawa 1. Indikator yang digunakan dalam mengukur pengalama n. 2. Objek penelitian auditor BPK-RI dan Mahasiswa 3. Variabel dependen yang digunakan
1. Variabel independen yaitu pengalama n dan kompetensi yang merupakan keahlian auditor 2. Metodologi regresi berganda
Hasil Penelitian berpengalama n akan memiliki pengetahuan tentang kekeliruan dan kecurangan yang lebih banyak sehingga pengetahuan pengalaman yang dimiliki auditor akan membantu auditor dalam meningkatkan pengetahuann ya mengenai kekeliruan dan kecurangan.
40
Lastanti, H.S. Tinjauan 1. Variabel Terhadap (2005) dependen Kompetensi kompetensi dan yang Independensi merupakan Akuntan keahlian Publik: audit Refleksi Atas 2. Variabel Skandal dependen Keuangan. membahas tentang kecurangan
1. objek penelitian yang diteliti 2. pengukuran indikator dari variabel yang diteliti. 3. Metodologi penelitian yang dipakai
Keahlian audit juga dapat mengasah sensitivitas (kepekaannya ) dalam menganalisis laporan keuangan yang di auditnya sehingga auditor mengetahui apakah di dalam laporan keuangan tersebut, terdapat tindakan kecurangan atau tidak serta mampu mendeteksi trik-trik rekayasa yang dilakukan dalam melakukan kecurangan
41
Mayangsari (2003)
Alim, (2007)
Pengaruh 1. Variabel Keahlian Audit independen dan keahlian audit Independensi terhadap Pendapat Audit : Sebuah kuasi eksperimen
dkk Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai Variabel Moderasi.
1. Metodologi penelitian regresi berganda 2. Variabel dependen kompetensi yang merupakan keahlian audit
1. Metedologi yang digunakan ANOVA Multiple Comparison Procedure Benferroni 2. Objek penelitian auditor dan mahasiswa di Jakarta 3. Merupakan penelitian kuasieksperi men 4. Variabel dependen pendapat audit 1. Objek penelitian akuntan public di KAP Jawa Timur (Malang dan Surabaya) 2. Variabel dependen kualitas audit 3. Metode sampling yaitu sample random
Keahlian audit merupakan faktor penting yang berkaitan dengan kemampuan prediksi auditor.
Keahlian audit berpengaruh signifIkan terhadap kualitas audit, di mana salah satu indikasi kualitas audit yang baik adalah jika kecurangan yang ada dalam audit tersebut dapat terdeteksi.
42
sampling
2.6 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 2.6.1. Hubungan Keahlian Audit dengan Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan Pada pernyataan standar umum pertama dalam Standar Profesional Akuntan Publik, dinyatakan bahwa pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan. Keahlian dalam hal proses audit merupakan kemampuan auditor melaksanakan audit sesuai dengan peraturan yang ada. Ini berarti auditor wajib memiliki keahlian audit yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Lastanti, (2005) dalam peneletiannya menyimpulkan bahwa kompetensi yang merupakan keahlian audit seorang auditor diperlukan agar auditor dapat mendeteksi dengan cepat dan tepat ada tidaknya kecurangan serta trik-trik rekayasa yang dilakukan dalam melakukan kecurangan tersebut karena keahlian yang dimilikinya dapat menjadikannya lebih sensitif (peka) terhadap tindak kecurangan. Mayangsari (2003) menyatakan dalam penelitiannya bahwa keahlian audit merupakan faktor yang berkaitan dengan kemampuan prediksi auditor, auditor yang ahli memiliki perbedaan perhatian terhadap jenis informasi yang
43
digunakan sebagai dasar pendeteksian kecurangan yang mungkin terjadi. Alim, dkk. (2007) juga membuktikan dalam penelitiannya bahwa keahlian audit berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, di mana salah satu indikasi kualitas audit yang baik adalah jika kecurangan yang ada dalam audit tersebut dapat dideteksi. 2.6.2. Hubungan pengalaman audit dengan kemampuan auditor mendeteksi kecurangan Auditor merupakan seseorang yang dianggap ahli oleh masyarakat untuk melakukan pemeriksaan pada suatu perusahaan. Sebagai orang yang ahli, auditor wajib
mempunyai
kemampuan
yang
memadai
mengenai
berbagai
teknik
pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada paragraph selanjutnya dari standar umum pertama dari standar auditing menyatakan bahwa dalam pelaksanaan audit untuk sampai pada tahap menyatakan pendapat, seorang auditor harus bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan bidang auditing, dimana pencapaian keahlian tersebut dimulai dari pendidikan formal dan pelatihan teknis yang diperluas melalui pengalaman-pengalaman selanjutnya dalam pelaksanaan auditing (SA Seksi 210, Paragraf 03). Pengalaman tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan formal, seminar, sertifikasi serta pengalaman ketika melakukan pemeriksaan. Pengalaman kerja seseorang menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik. Semakin luas pengalaman kerja seseorang, semakin trampil melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola berpikir dan sikap
44
dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Arens, et al. (2008) menyatakan bahwa auditor harus memiliki kualifikasi teknis serta berpengalaman dalam industri-industri yang mereka audit, ini akan membuat auditor lebih dapat menemukan kecurangan dari klien yang mereka audit. Tubbs (1992) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa auditor yang mempunyai pengalaman audit lebih banyak, maka akan menemukan kesalahan yang lebih banyak, dan item-item kesalahan lebih besar dibandingkan auditor yang pengalaman auditnya sedikit. Selain itu auditor menjadi lebih sadar mengenai kesalahan yang tidak lazim serta lebih menonjol dalam menganalisis hal-hal yang berkaitan dengan penyebab kesalahan tersebut. Auditor berpengalaman juga mengingat lebih banyak kesalahan yang tidak lazim. Pengetahuan harus dimiliki oleh auditor dengan mengembangkan pengalaman auditor untuk mendeteksi kondisi atau keadaan yang seharusnya dan untuk mempertimbangkan salah saji material yang ada. Penelitian Noviyani dan Bandi (2002) menyebutkan bahwa auditor yang berpengalaman akan memiliki pengetahuan tentang kekeliruan dan kecurangan yang lebih banyak dan didukung oleh penelitian Tirta dan Sholihin (2004) sehingga akan menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam mendeteksi kasus-kasus kecurangan dibandingkan dengan auditor yang tidak berpengalaman.
45
2.6.3. Kerangka Pemikiran Auditor merupakan pihak yang bertanggung jawab untuk memberikan penilaian atas kewajaran dari laporan keuangan perusahaan, sehingga masyarakat pada umumnya, dan para pelaku bisnis pada khususnya, memperoleh infomasi keuangan yang andal sebagai dasar memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi. Seorang auditor juga bertanggung jawab mendeteksi apabila terjadi manipulasimanipulasi keuangan. Dalam proses audit, auditor dituntut kejujurannya ketika memeriksa laporan keuangan klien. Auditor harus mampu dan yakin bahwa dalam proses audit laporan keuangan yang dibuat oleh klien telah sesuai dengan prinsip akuantansi yang berlaku secara umum. Dalam praktiknya, laporan keuangan yang dibuat oleh klien tidak jarang sering mengandung kekeliruan atau kecurangan yang mengandung salah saji yang material. Auditor harus menganalisa faktor-faktor kecurangan yang dilakukan entitas klien. Beberapa kasus yang dijelaskan sebelumnya, muncul permasalahan yaitu apakah auditor mampu mendeteksi kecurangan yang dilakukan klien. Faktor-faktor kecurangan dapat timbul dari luar dan dalam perusahaan. Dalam melaksanakan pemeriksaan auditor harus menggunakan keahlian audit yang dimilikinya agar dapat menerapkan prinsip-prinsip audit dan prosedur audit sehingga auditor tidak gagal dalam mendeteksi kecurangan. Keahlian audit diperlukan agar auditor dapat mendeteksi dengan cepat dan tepat ada atau tidaknya kecurangan serta trik-trik rekayasa yang dilakukan klien untuk melakukan kecurangan tersebut.
46
Keahlian audit yang dimiliki auditor dapat menjadikannya lebih sensitive (peka) terhadap suatu tindak kecurangan (Lastanti, 2005). Keahlian audit berkaitan dengan pendidikan dan pengalaman memadai yang dimiliki auditor dalam bidang auditing. Dalam melaksanakan audit, auditor harus bertindak sebagai seorang yang ahli di bidang auditing. Pencapaian keahlian dimulai dengan pendidikan formal, yang selanjutnya diperluas melalui pengalaman dalam praktik audit. Selain itu, akuntan publik harus menjalani pelatihan teknis yang cukup yang mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum. Asisten junior untuk mencapai kompetensinya harus memperoleh pengalaman profesionalnya dengan mendapatkan supervisi memadai dan review atas pekerjaannya dari atasannya yang lebih berpengalaman. Auditor juga harus secara terus menerus mengikuti perkembangan yang terjadi dalam bisnis dan profesinya. Bedard (1986) dalam Sri Lastanti (2005) mengartikan keahlian atau kompetensi sebagai seorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan prosedural yang luas yang ditunjukan dalam pengalaman audit. Pengetahuan mengenai kekeliruan dan kecurangan diperlukan untuk memenuhi Standar pekerjaan lapangan sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) No. 01 SPAP tersebut yang menjelaskan bahwa akuntan pemeriksa
memiliki
tanggung
jawab
untuk
mendeteksi
kekeliruan
dan
ketidakberesan. Pengetahuan tersebut bisa auditor dapatkan dari pengalaman selama auditor tersebut menjalankan penugasan audit. Pengalaman membentuk seorang auditor menjadi terbiasa dengan situasi dan keadaan dalam setiap penugasan.
47
Pengalaman yang dimaksud disini adalah pengalaman auditor dalam melakukan audit laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani. PSA No. 4 Standar Umum juga menjelaskan bahwa seberapa tinggi kemampuan seseorang dalam bidang auditing, ia tidak dapat memenuhi persyaratan yang ditegaskan dalam standar auditng, jika ia tidak memiliki pendidikan serta pengalaman memadai dalam bidang auditing. SAS No. 53 mengasumsikan bahwa auditor yang dapat menemukan kesalahan serta memiliki pengetahuan yang cukup maka dapat melanjutkan potensi sumber dan dampak akibat adanya kesalahan tersebut dengan tepat. Pengetahuan harus dimiliki oleh auditor dengan mengembangkan pengalaman auditor untuk mendeteksi kondisi atau keadaan yang seharusnya dan untuk mempertimbangkan salah saji material yang ada. Dengan demikian, keahlian audit dan pengalaman audit merupakan dua faktor yang memepengaruhi kemampuan auditor dalam melaksanakan audit. Penting bagi seorang auditor untuk memiliki keahlian audit dan pengalaman audit dalam melakukan pemeriksaan guna mendeteksi kecurangan yang dilakukan oleh klien. Adanya kecenderungan pihak penyaji laporan keuangan akan menyembunyikan kecurangan terjadi, membuat auditor harus betul-betul ahli dan berpengalaman mengenai bidang pemeriksaan yang menjadi tugasnya. Auditor yang ahli dan berpengalaman akan lebih mudah dalam mendeteksi kecurangan klien. Dari penjelasan tersebut, maka dapat digambarkan sebuah model penelitian yang dapat memepermudah penjelasan diatas, yaitu:
48
Keahlian Audit (X1) Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan (Y1)
Pengalaman Audit (X2)
Gambar 2.2 Model Penelitian
Dari gambar model penelitian diatas yang dapat dikemukakan adalah analisis faktor yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan. Dilihat dari variabel keahlian audit, jika auditor memiliki keahlian audit yaitu auditor yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kualitas individu yang berkaitan dengan bidang audit maka diharapkan seorang auditor dengan keahliannya yang tinggi lebih mampu dalam mendeteksi kecurangan pada kliennya. Kemudian dari variable pengalaman audit, auditor yang memiliki pengalaman dibidang audit yang diperoleh dari penugasan audit yang ditangani diharapkan akan lebih mampu mendeteksi kecurangan yang mungkin dilakukan klien karena pemaham mengenai industri klien semakin banyak.
49
H1:
Keahlian Audit memiliki Pengaruh signifikan terhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan.
H2:
Pengalaman Audit memiliki pengaruh signifikan terhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan.
H3:
Keahlian Audit, dan Pengalaman Auditor memiliki pengaruh signifikan terhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan.