BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pemeriksaan Definisi pemeriksaan menurut Alvin A. Arens et al. (2012:14) adalah sebagai berikut : Pemeriksaan adalah suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti tentang informasi yang dapat diukur dari suatu economic entity yang dilakukan oleh seseorang yang kompeten dan independen dengan tujuan untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Sedangkan
definisi
pemeriksaan (Auditing) berdasarkan
the
American Accounting Association, Commitee on Basic Auditing Concepts yang diterjemahkan oleh Basalamah (2011:5) adalah sebagai berikut : Auditing adalah suatu proses yang sistematis mengenai perolehan dan penilaian bukti secara obyektif yang berkenaan dengan pernyataan mengenai tindakantindakan dan kejadian-kejadian ekonomi yang tujuan untuk menentukan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan serta untuk mengkomunikasikan hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Dari kedua definisi di atas Basalamah (2011:5) menyimpulkan : Pemeriksaan adalah suatu proses penilaian dan atestasi yang sistematis oleh orang (atau orang-orang) yang memiliki keahlian dan independen terhadap informasi mengenai aktivitas ekonomi suatu badan usaha, dengan tujuan untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi tersebut dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Pendapat lain tentang pemeriksan dikemukakan oleh Mulyadi yang menjelaskan “Auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang
5
kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kkesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan,
serta
penyampaian
hasil-hasilnya
kepada
pemakai
yang
berkepentingan”(Mulyadi, 2002:6). Dari definisi-definisi di atas pada dasarnya menjelaskan bahwa suatu pemeriksaan adalah suatu proses yang meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Dilakukan pada suatu usaha atau entitas tertentu yang mengeluarkan suatu informasi, yang kemudian informasi ini akan dimanfaatkan oleh pihak lain. 2. Merupakan suatu proses sistematik dalam rangka mengumpulkan dan mengevaluasi bukti. 3. Memberikan informasi yang telah diukur dengan menentukan tingkat kesesuaian dengan kriteria yang telah ditetapkan. 4. Dilakukan oleh orang-orang yang kompeten di bidangnya dan harus independen. 5. Hasil pemeriksaan dicatat dalam kertas kerja pemeriksaan, dan kemudian dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan.
Dalam praktek dikenal beberapa jenis pemeriksaan yang lebih spesifik, meliputi pemeriksaan atas laporan keuangan(financial statement audit), pemeriksaan operasional (operational audit), dan pemeriksaanatas ketaatan terhadap suatu peraturan (compliance audit). pemeriksaan di bidang perpajakan
6
termasuk ke dalam pemeriksaan ketaatan terhadap suatu peraturan. Berdasarkan Pasal 1 angka 25 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), menyatakan bahwa : pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” B. Landasan Hukum Pemeriksaan Pajak Landasan hukum pemeriksaan pajak adalah pasal 29 juncto pasal 31 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ( UU KUP). Pasal 29 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 menyatakan bahwa ”Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”. Berdasarkan Pasal 29 KUP, pemeriksa pajak diberi wewenang untuk meminta kepada Wajib Pajak : 1. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau obyek yang terutang pajak.
7
2. Memberi kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan. 3. Memberikan keterangan yang diperlukan. 4. Apabila dalam mengungkap pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan. Selanjutnya, Pasal 31 UU KUP menyatakan bahwa : ”Tata cara pemeriksaan ditetapkan
oleh
Menteri
Keuangan”.
Dalam
rangka
melaksanakan pasal tersebut, Menteri Keuangan telah menetapkan tata cara pemeriksaan pajak dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak. Ketentuan-ketentuan lain yang juga mengatur tentang pemeriksaan pajak adalah : 1. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01/PJ.7/1990 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak. 2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-54/PJ./2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang
Petunjuk Pelaksanaan
Penyegelan
Dalam
Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan. 3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ./2008 tanggal 2 Mei 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor.
8
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2006 tanggal 15 Agustus 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan. 5. Keputusan Direktur Jenderal Nomor KEP-272/PJ./2002 tanggal 17 Mei 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengamatan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, dan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan. Sehubungan dengan berlakunya ketentuan-ketentuan tersebut, dipandang perlu untuk menetapkan kebijakan dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemeriksaan serta menciptakan tertib administrasi pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Edaran Nomor SE-10/PJ.04/2008 Pemeriksaan
tanggal
Untuk
31
Menguji
Desember Kepatuhan
2008
tentang
Pemenuhan
Kebijakan Kewajiban
Perpajakan. C. Tujuan Pemeriksaan Pajak Berdasarkan pasal 29 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 diketahui bahwa terdapat dua tujuan pemeriksaan yaitu, untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan tujuan lain. Pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib
Pajak
dilakukan
dengan
menelusuri
kebenaran
Surat
Pemberitahuan, pembukuan atau pencatatan, dan pemenuhan kewajiban perpajakan lainnya dibanndingkan dengan keadaan atau kegiatan udaha sebenarnya dari Wajib Pajak.
9
D. Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan Ruang lingkup pemeriksaan merupakan cakupan dari jenis pajak dan periode dari pencatatan atau pembukuan yang menjadi objek untuk dilakukan pemeriksaan.
Ruang lingkup pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan meliputi pemeriksaan atas satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, baik tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, Pasal 3 menjelaskan mengenai ruang lingkup pemeriksaan. Dalam keputusan tersebut dinyatakan bahwa ruang lingkup pemeriksaan dan jangka waktunya adalah sebagai berikut : 1) Ruang lingkup Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan. 2) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak harus dilakukan dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP. 3) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dapat dilakukan dalam hal Wajib Pajak.
10
a. menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak; b. menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi; c. tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam Surat Teguran; d. melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;atau e. menyampaikan Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis risiko (risk based selection) mengindikasikan adanya kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang tidak dipenuhi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. E. Jenis Pemeriksaan Pajak Jenis pemeriksaan dipengaruhi oleh bobot resiko ketidakpatuhan dari Wajib Pajak yang diperiksa serta ruang lingkup pemeriksaan. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilaksanakan melalui 2 (dua) jenis pemeriksaan, yaitu: a.
Pemeriksaan Lapangan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan, tempat usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal Wajib Pajak atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak;dan
11
b.
Pemeriksaan Kantor, yaitu pemeriksaan yang dilakukan di Kantor Direktorat Jenderal Pajak.
Semakin tinggi risiko ketidakpatuhan Wajib Pajak, pemeriksaannya dilaksanakan melalui Pemeriksa Lapangan. F. Kriteria Pemeriksaan Pajak Kriteria Pemeriksaan merupakan alasan atau dasar dilakukannya pemeriksaan terhadap Wajib Pajak. Terdapat 2 (dua) kriteria pemeriksaan yang mendasari dilakukannya pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, yaitu : a.
Pemeriksaan Rutin, merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakannya atau karena diwajibkan oleh Undang-Undang KUP;
b.
Pemeriksaan risiko (risk based audit) yang selanjutnya disebut dengan Pemeriksaan
Khusus,
merupakan
pemeriksaan
yang
dilakukan
berdasarkan hasil analisis risiko terhadap ketidakpatuhan Wajib Pajak. Analisis risiko terhadap ketidakpatruhan Wajib Pajak dapat dilakukan secara komputerisasi atau secara manual. Pemeriksaan rutin yang pelaksanaannya diprioritaskan merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP.
12
Pemeriksaan Khusus dibagi menjadi 2 (dua) kriteria, yaitu : a.
Pemeriksaan Khusus dengan analisis risiko bersifat bottom up (dari bawah ke atas), yaitu Pemeriksaan Khusus berdasarkan hasil analisis risiko terhadap profil Wajib Pajak yang dilakukan secara manual oleh Kantor Pelayanan Pajak dan disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP atasannya untuk mendapatkan persetujuan;
b.
Pemeriksaan Khusus dengan analisis risiko bersifat top down (dari atas kebawah), yaitu Pemeriksaan Khusus yang dilakukan berdasarkan : 1. hasil analisis dan pengembangan atas informasi, data, laporan dan pengaduan yang dilakukan oleh Kepala kanwil DJP atau Direktur Intelijen dan Penyidikan; 2. hasil analisis risiko secara komputerisasi (selama ini disebut Kriteria Seleksi)
yang
berupa
skor
risiko
ketidakpatuhan
dengan
memperhatikan variable-variabel tertentu serta adanya data dan informasi; atau 3. pertimbangan Direktur Jenderal Pajak. G. Jangka Waktu Pemeriksaan Jangka waktu Pemeriksaan Lapangan dihitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Jangka waktu Pemeriksaan Kantor dihitung sejak tanggal Wajib Pajak harus dating
13
memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Jangka Waktu Pemeriksaan Lapangan untuk menguji kepatuhanpemenuhan kewajiban perpajakan adalah 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan. Apabila ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, jangka waktu pemeriksaan dapat diperpanjang menjadi paling lama 2 (dua) tahun, kecuali pemeriksaan ang dilakukan terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Jangka waktu Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan adalah 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) bulan. Apabila ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer pricing dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan. Pemeriksaan Kantor diubah menjadi Pemeriksaan lapangan. Jangka Waktu maksimal setalah perpanjangan jangka waktu pemeriksaan tidak dapat diperpanjang lagi meskipun terjadi pergantian tim Pemeriksa Pajak. Terkait dengan pelaksanaan perpanjangan jangka waktu pemeriksaan harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a.
Perpanjangan jangka waktu pemeriksaan dilakukan sepanjang tidak melewati jangka waktu maksimal yang ditetapkan. 14
b.
Dalam
hal
pemeriksaan
dilakukan
terkait
dengan
permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, perpanjangan jangka waktu pemeriksaan harus
memperhatikan
jangka
waktu
penyelesaian
permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak. c.
Pemberitahuan
perpanjangan
jangka
waktu
pemeriksaan
hanya
disampaikan 1 (satu) kali. d.
Perpanjangan jangka waktu pemeriksaan dilakukan oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan kepada : 1. Kepala Kantor Wilayah DJP untuk instruksi/persetujuan/penugasan pemeriksaan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP; atau 2. Direktur
Pemeriksaan
dan
Penagihan
(Direktur
P2)
untuk
instruksi/persetujuan pemeriksaan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau Direktur Pemeriksaan dan Penagihan. e.
Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka waktu Pemeriksaan dapat disampaikan
secara
manual
dan/atau
elektronik
melalui
Modul
Pemeriksaan pada SIDJP. f.
Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan harus disampaikan paling lambat 1 (satu) minggu sebelum berakhirnya jangka waktu pemeriksaan.
15
g.
Apabila jangka waktu 4 (empat) bulan untuk jenis Pemeriksaan Lapangan atau jangka waktu 3 (tiga) bulan untuk jenis Pemeriksaan Kantor telah terlampaui dan Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Perpanjangan Jangka Waktu Pemeriksaan, maka Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan harus menentukan tindak lanjut pemeriksaan tersebut.
h.
Apabila jangka waktu pemeriksaan telah melewati jangka waktu maksimal setelah perpanjangan jangka waktu pemeriksaan tetapi pemeriksaan belum dapat diselesaikan, maka Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan harus menentukan tindak lanjut pemeriksaan tersebut.
i.
Tindak lanjut pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h dilakukan dengan cara : 1. menerbitkan surat ketetapan pajak sesuai dengan temuan pemeriksaan setelah terlebih dahulu menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) dan melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak; 2. ditingkatkan ke Pemeriksaan bukti permulaan apabila terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan;atau 3. membuat laporan pemeriksaan sumir berdasarkan pertimbangan Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan.
16
H. Prosedur dan Teknik Pemeriksaan Pajak 1. Prosedur Pemeriksaan Pajak Prosedur pemeriksaan pajak yang dimaksud dalam skripsi ini merupakan serangkaian tahap-tahap pemeriksaan yang harus dilaksanakan oleh pemeriksa pajak dalam suatu penugasan. Prosedur pemeriksaan pajak mengacu pada Pedoman Pemeriksaan Pajak sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-01/PJ.7/1990 tanggal 15 Nopember 1990. Berdasarkan pedoman pemeriksaan pajak tersebut, terdapat 3 tahap. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut : a. Persiapan pemeriksaan. Persiapan
pemeriksaan
adalah
serangkaian
kegiatan
yang
dilakukan oleh pemeriksa sebelum melaksanakan tindakan pemeriksaan dan meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1). Mempelajari berkas Wajib Pajak/berkas data. Tujuan : untuk memperoleh gambaran umum mengenai kegiatan Wajib Pajak antara organisasi
dan
lain :
kegiatan
usaha,
kewajiban
perpajakan,
administrasi perusahaan, struktur permodalan, dan susunan
direksi. Pelaksanaan : a.
Mempelajari seluruh dokumen yang merupakan isi berkas Wajib Pajak dan berkas data termasuk mencocokan segi pembayaran pajak.
b.
Membuat catatan mengenai hal-hal penting yang diketahui setelah
17
mempelajari berkas Wajib Pajak, berkas data, SPT dan Laporan Keuangan Wajib Pajak dan menuangkannya ke dalam Kertas Kerja Pemeriksaan. 2). Menganalisis SPT dan Laporan Keuangan Wajib Pajak. Tujuan : untuk menentukan hal-hal yang harus diperhatikan pada waktu melakukan pemeriksaan serta untuk menentukan perkiraan-perkiraan yang diprioritaskan, dan/atau dikembangkan pemeriksaannya. Pelaksanaan : a.
Melakukan perbandingan Laporan Keuangan tahun yang diperiksa dengan Laporan Keuangan tahun-tahun sebelumnya. Perbandingan dapat dilakukan baik secara vertikal maupun horisontal.
b.
Membuat catatan mengenai perkiraan-perkiraan yang berdasarkan hasil analisis menunjukan adanya gambaran atau perubahan yang cukup material.
c.
Melakukan analisis ratio terhadap laporan keuangan.
d.
Memperhatikan perkiraan tertentu yang tidak sesuai dengan sifat dan jenis usahanya.
e.
Memperhatikan laporan pemeriksaan terdahulu.
f.
Membuat catatan mengenai hal-hal penting yang diketahui dari hasil analisis tersebut dan menuangkannya kedalam Kertas Kerja Pemeriksa.
3). Mengidentifikasi masalah. Tujuan : untuk menentukan apakah ada masalah-masalah yang
18
memerlukan perhatian khusus dan sebagai bahan untuk menentukan ruang lingkup pemeriksaan yang akan dilakukan. Pelaksanaan : a.
Mempelajari dan mengidentifikasi
: masalah
- masalah
yang
ditemukan dalam berkas Wajib Pajak/berkas data; masalah-masalah yang ditemukan dalam SPT dan Laporan Keuangan; masalah-masalah yang ditemukan dari data/informasi lainnya. b.
Membuat
catatan
mengenai
masalah-masalah
tersebut
dan
menuangkan ke dalam Kertas Kerja Pemeriksaan. 4). Melakukan pengenalan lokasi. Tujuan : untuk mendapatkan kepastian mengenai : alamat Wajib Pajak, lokasi usaha, denah lokasi, kebiasaan-kebiasaan lain yang perlu diketahui (misalnya jam kerja ). Pelaksanaan : a.
Melakukan pengenalan lokasi ke tempat tanpa sepengetahuan Wajib Pajak, misalnya bertindak sebagai pembeli.
b.
Apabila memungkinkan lakukan wawancara dengan pegawai Wajib Pajak maupun penduduk sekitar lokasi.
c.
Membuat catatan mengenai hasil pengenalan lokasi tersebut dan menuangkannya ke dalam Kertas Kerja Pemeriksa.
5). Menentukan ruang lingkup pemeriksaan. Menentukan ruang lingkup pemeriksaan agar pemeriksa dapat menentukan luas dan arah pemeriksaan secara tepat. Ruang lingkup
19
pemeriksaan ditentukan berdasarkan hasil penelaahan yang diperoleh pemeriksa pada waktu : a.
Mempelajari berkas Wajib Pajak /berkas data/informasi lainnya.
b.
Menganalisis SPT/Laporan Keuangan.
c.
Mengidentifikasi masalah.
d.
Melakukan pengenalan lokasi. Hasil penentuan ruang lingkup pemeriksaan dicatat dan dituangkan
ke dalam Kertas Kerja Pemeriksaan. 6). Menyusun program pemeriksaan. Program pemeriksaan disusun berdasarkan hasil penelaahan yang diperoleh pada tahap-tahap persiapan pemeriksaan sebelumnya. Tujuan : a.
Agar pemeriksaan dapat mencapai hasil yang optimal.
b.
Sebagai alat untuk mengawasi, membimbing, dan mengarahkan pelaksanaan pemeriksaan.
c.
Dapat merupakan referensi untuk pemeriksaan berikutnya.
7). Menentukan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang akan dipinjam. Berdasarkan hasil
penelaahan
pada
tahap-tahap
persiapan
pemeriksaan sebelumnya, pemeriksa harus bisa menentukan buku-buku, cacatan-cacatan, dan dokumen-dokumen yang akan dipinjam, sekaligus menyusun daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada Wajib Pajak sesuai dengan program pemeriksaan yang telah disusun. Pemeriksa harus
20
menghindari
terjadinya
peminjaman
buku-buku,
catatan-cacatan, dan
dokumen-dokumen yang tidak diperlukan atau sebalikanya tidak meminjam yang sebetulnya diperlukan. 8). Menyediakan sarana pemeriksaan. Agar pelaksanaan pemeriksaan dapat berjalan dengan lancar, sebelum pemeriksa melakukan pemeriksaan perlu disiapkan sarana-sarana, antara lain sebagai berikut : a.
Kartu tanda pengenal pemeriksa.
b.
Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3).
c.
Surat perintah pemberitahuan tentang pemeriksaan pajak kepada Wajib Pajak.
d.
Formulir surat permintaan peminjaman buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lainnya.
e. f.
Formulir permintaan keterangan kepada pihak ketiga. Dan formulir-formulir lainnya yang diperlukan dalam penugasan pemeriksaan.
b. Pelaksanaan Pemeriksaan. Pelaksanaan pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan pemeriksa dan meliputi : 1). Memeriksa ditempat Wajib Pajak. Yang dimaksud dengan memeriksa di tempat Wajib Pajak adalah pemeriksaan yang dilakukan di kantor atau di pabrik atau di tempat usaha atau
21
di tempat tinggal atau di tempat lain yang diduga ada kaitannya dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak. Tujuan : untuk mengetahui dan mendapatkan data-data/fakta-fakta mengenai Wajib Pajak yang sebenarnya, untuk dapat mengetahui dan sistem pengendalian intern, serta untuk meyakinkan kebenaran/keberadaan secara fisik aktiva tetap yang dilaporkan dan kepemilikannya. Pelaksanaan : a.
Sebelum memulai tugasnya, pemeriksa terlebih dahulu harus memperkenalkan diri dengan
menunjukkan
Tanda
Pengenal
Pemeriksa, menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan dan tindasan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) serta menjelaskan maksud kedatangan pemeriksa. b.
Melakukan
pemeriksaan
langsung
pada
bagian-bagian/fungsi-
fungsi perusahaan termasuk aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan. c.
Jika
Wajib
Pajak
tidak
mengijinkan
memeriksa/memasuki tempat-tempat menyimpan
buku-buku,catatan-catatan,
yang
pemeriksa
untuk
diduga
tempat
dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan kegiatan usaha Wajib Pajak, pemerksa dapat melakukan penyegelan tempat tersebut. d.
Melakukan peminjaman buku-buku, catatan-catatan, dan dokumendokumen yang diperlukan dalam pemeriksaan.
2). Melakukan penilaian atas pengendalian intern.
22
Tujuan : untuk mengetahui lemah/kuatnya sistem pengendalian intern sebagai dasar untuk menentukan dalamnya pengujian-pengujian yang akan/harus dilakukan. Pelaksanaan : a.
Pengumpulan data/informasi mengenai Sistem Pengendalian Intern (SPI).
b.
Melakukan penelaahan data/informasi tersebut.
c.
Melakukan penilaian sementara atas Sistem Pengendalian Intern (SPI) Wajib Pajak.
d.
Berdasarkan hasil penilaian sementara terhadap Sistem Pengendalian Intern, pemeriksa melakukan pengujian mengenai kepatuhan/ketaatan dalam mengikuti sistem/prosedur/peraturan yang telah ditetapkan.
e.
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, pemeriksa dapat menentukan penilaian akhir mengenai lemah/kuatnya Sistem Pengendalian Intern. Hasil penilaian akhir ini bermanfaat sebagai bahan pemutakhiran ruang lingkup dan program pemeriksaan.
3). Memutakhirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan. Berdasarkan data/fakta/informasi yang diperoleh pada waktu pemeriksaan setempat dan setelah memperhatikan hasil penilaian Sistem Pengendalian Intern, pemeriksa menelaah dan menyusun kembali program
23
pemeriksaan yang dibuat pada tahap persiapan pemeriksaan. 4). Melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan-catatan, dan dokumendokumen. Tujuan : untuk membandingkan angka-angka dalam SPT dengan angka-angka dalam pembukuan dan dokumen pendukungnya serta untuk SPT telah diisi sesuai dengan ketentuan perundang-undang perpajakan yang berlaku. 5). Melakukan konfirmasi kepada fihak ketiga (bila dianggap perlu). Tujuan : untuk meneguhkan kebenaran data/informasi dari Wajib Pajak dengan bukti-bukti yang diperoleh dari pihak ketiga. Pelaksanaan : a.
Meminta informasi melalui surat kepada pihak ketiga.
b.
Melakukan pemeriksaan terhadap pihak ketiga yang terkait.
6). Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang diperiksa. Tujuan : menjelaskan mengenai koreksi fiskal dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Pelaksanaan : a.
Memberitahukan secara tertulis koreksi fiskal secara tertulis kepada Wajib Pajak.
b.
Melakukan pembahasan atas koreksi fiskal dengan Wajib Pajak.
c.
Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Wajib Pajak untuk menyampaikan pendapat, sanggahan, persetujuan atau meminta penjelasan lebih lanjut mengenai koreksi fiskal yang telah
24
dilakukan. 7). Melakukan sidang penutup (Closing conference). Tujuan : membuat Berita Acara Hasil Pemeriksaan yang harus ditandatangani oleh Wajib Pajak dan pemeriksa. Dalam hal Wajib Pajak menolak untuk menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan, maka pemeriksa membuat Berita Acara Penolakan Penandatanganan Berita Acara Hasil Pemeriksaan. c. Pembuatan Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP). Dalam buku Pedoman Pemeriksaan Pajak yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak dijelaskan ”Laporan Pemeriksaan Pajak adalah laporan yang dibuat oleh pemeriksa pada akhir pelaksanaan pemeriksaan yang merupakan ikhtisar dan penuangan hasil pemeriksaan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.” LPP menyajikan penilaian serta pengujian atas ketaatan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang diperiksa, yang disarikan dari Kertas Kerja Pemeriksa. LPP digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKPN, SKPKB, SKPKBT, SKPLB). 2. Metode dan Teknik Pemeriksaan Pajak a. Teknik Pemeriksaan dengan menggunakan metode langsung. Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP01/PJ.7/1990 tanggal 15 Nopember 1990 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak dalam lampirannya menjelaskan bahwa : Metode langsung adalah teknik dan prosedur pemeriksaan dengan melakukan pengujian atas kebenaran angka-angka dalam SPT, 25
yang langsung dilakukan terhadap laporan keuangan dan bukubuku, catatan-catatan, serta dokumendokumen pendukungnya dan sesuai dengan urutan proses pemeriksaannya. Pelaksanaan pemeriksaan dengan metode langsung ini dilakukan sesuai dengan program pemeriksaan yang terinci untuk setiap pos Neraca dan Rugi laba yang menjadi sumber utama, atau berkaitan dengan angka-angka dalam SPT. b. Teknik Pemeriksaan dengan menggunakan metode tidak langsung Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP01/PJ.7/1990 tanggal 15 Nopember 1990 tentang Pedoman Pemeriksaan Pajak dalam lampirannya menjelaskan bahwa : Metode tidak langsung adalah teknik dan pemeriksaan pajak dengan melakukan pengujian atas kebenaran-kebenaran angka-angka dalam SPT, dilakukan secara tidak langsung melalui suatu pendekatan perhitungan tertentu mengenai penghasilan dan biaya. Metode-metode tidak langsung yang dapat digunakan oleh pemeriksa antara lain: 1) Metode transaksi tunai. Dengan menggunakan ”t account” yang sederhana maka : a. Apabila sisi kredit jumlahnya melebihi sisi debet, selisihnya merupakan penghasilan yang tidak dilaporkan. b. Apabila terjadi sebaliknya, ada kemungkinan, tidak dilaporkannya seluruh pengeluaran. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih mendalam di dalam melakukan pemeriksaan. 2) Metode transaksi bank. Dilakukan dengan formula sebagai berikut : Total setoran -setoran bukan obyek + penerimaan yang tidak disetor = penghasilan yang seharusnya
26
Selisih antara penghasilan yang seharusnya dengan penghasilan yang dilaporkan merupakan penghasilan yang tidak dilaporkan. 3) Metode sumber dan penggunaan dana. Apabila semua penghasilan dan semua beban dilaporkan dengan benar maka jumlah sumber dana akan sama dengan jumlah penggunaannya, atau dengan kata lain apabila penggunaan dana lebih besar dari sumber dana,
artinya
terdapat sejumlah penghasilan yang tidak dilaporkan.
Contoh sumber dana yaitu : kenaikan dalam pos utang, penurunan pos harta, penghasilan obyek dan bukan obyek pajak, beban yang tidak menggunakan uang tunai, kompensasi kerugian tahun lalu. Sedangkan penggunaan dana antara lain : kenaikan pos harta, penurunan pos hutang, pengeluaran untuk pribadi, kerugian akibat penjualan aktiva tetap. 4) Metode perhitungan prosentase laba kotor. Metode ini dilakukan dengan cara membandingkan prosentase laba kotor/laba bersih dari tahun atau masa pajak yang diperiksa dengan tahun atau masa pajak sebelumnya atau membandingkan dengan perusahaan yang sejenis. Sumber informasinya dapat diperoleh antara lain dari angka publikasi komersial atau hasil pemeriksaan terdahulu. 5) Metode satuan dan volume. Dengan cara mengalikan jumlah satuan(volume) yang direalisir dengan harga per satuan. 6) Pendekatan produksi.
27
Dengan cara menghitung jumlah produk berdasarkan kapasitas yang tersedia
yang dapat dihasilkan
dan atau
dengan
perhitungan
rendemen, tentu dengan memperhitungkan persediaan awal dan persediaan akhir. 7) Pendekatan biaya hidup. Pendekatan biaya hidup adalah prosedur untuk menguji kewajaran jumlah penghasilan
yang
dilaporkan
Wajib
Pajak, dengan
membandingkan dengan biaya hidup Wajib Pajak beserta keluarga. I. Pemeriksa Pajak Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 pasal 1 angka 5 disebutkan : Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan pajak. Berdasarkan Pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 menyatakan bahwa Standar Pemeriksaan adalah sebagai berikut : Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang : 1.
telah
mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki
keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak; 2.
bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian, bersikap terbuka, sopan, dan objektif, serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela; dan
28
3.
menggunakan keahliannya secara
cermat
dan
seksama serta
memberikan gambaran yang sesuai dengan keadaan sebenarnya tentang Wajib Pajak.
29