BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Audit Menurut Mulyadi (2002:11) auditing adalah : Suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta menyampaikan hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Unsur-unsur penting yang terkandung dalam defenisi auditing tersebut adalah sebagai berikut: a. suatu proses sistematis yaitu berupa suatu rangkaian langkah atau prosedur yan logis, berangka dan terorganisasi. Auditing dilaksanakan berdasarkan suatu urutan langkah yang direncanakan dan bertujuan. b. pengumpulan dan pengevaluasian bukti secara objektif proses sistematis tersebut bertujuan untuk mengumpulkan buktibukti tentang informasi dalam laporan keuangan yang dibuat oleh badan usaha dan mengevaluasi bukti-bukti tersebut tanpa memihak dan berprasangka terhadap bukti-bukti tersebut. Bukti audit dapat diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi yang akan digunakan sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
c. pernyataan mengenai kejadian ekonomi yang dimaksud dengan pernyataan mengenai kegiatan dan kejadian ekonomi adalah hasil proses akuntansi. Akuntansi merupakan proses pengidentifikasian, pengukuran dan penyampaian informasi ekonomi yang dinyatakan dalam satuan uang. Proses akuntansi ini menghasilkan suatu pernyataan yang disajikan dalam laporan keuangan. d. kesesuaian antara pernyataan dengan kriteria yang telah ditetapkan. e. pengumpulan bukti mengenai pernyataan dan evaluasi terhadap hasil pengumpulan bukti tersebut dimaksudkan untuk menetapkan tingkat kesesuaian pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Standar yang dipakai sebagai dasar untuk menilai pernyataan tersebut adalah : 1) Peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan tertentu 2) Anggaran atau ukuran prestasi pemilik satuan usaha 3) Standar Akuntansi Keuangan (SAK) f. Penyampaian hasil kepada pemakai yang berkepentingan Penyampaian hasil audit dapat dilakukan secara tertulis dalam bentuk laporan audit. Laporan audit berisi pendapat auditor mengenai kewajaran laporan keuangan auditan. Pendapat auditor tersebut disajikan dalam suatu laporan tertulis yang umumnya berupa laporan audit baku. Laporan audit baku terdiri dari tiga paragraf yaitu paragraf pengantar (introductory paragraph),
paragaf lingkup (scope paragraph), dan paragraf pendapat (opinion paragraph). 2. Opini Audit Lapoan audit penting sekali dalam menginformasikan pemakai informasi mengenai apa yang telah dilakukan auditor dan kesimpulan yang diperolehnya. Paragraf terakhir dalam laporan audit menyajikan kesimpulan auditor berdasarkan hasil dari proses audit yang telah dilakukan. Bagian ini merupakan bagian terpenting dari keseluruhan laporan audit, sehingga sering kali seluruh laporan audit dinyatakan secara sederhana sebagai pendapat auditor (opini audit). Ada 5 tipe opini auditor (Arens, 2003:70), antara lain: a. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Laporan audit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan oleh auditor dalam kondisi: 1) Semua laporan keuangan (neraca, laporan laba rugi, laporan laba ditahan, dan laporan arus kas) telah lengkap, 2) Semua aspek dari ketiga stándar umum SPAP telah dipatuhi dalam penugasan audit tersebut, 3) Bukti audit yang cukup telah terkumpul dan auditor telah melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga membuatnya mampu menyimpulkan bahwa ketiga stándar pekerjaan lapangan telah dipatuhi, 4) Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Hal tersebut berarti pula bahwa pengungkapan informatif yang cukup telah tercantum dalam catatan atas laporan keuangan serta bagian-bagian lainya dari laporan keuangan tersebut. 5) Tidak ada situasi yang membuat auditor untuk merasa perlu menambahkan sebuah paragraf penjelasan atau memodifikasi kalimat dalam laporan audit. b. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelasan (Unqualified Opinion with Explanotory Language) Pada situasi tertentu, auditor dapat menambahkan bahasa penjelasan pada pendapat wajar tanpa pengecualian pada laporan auditnya. Tujuan dari bahasa penjelasan adalah untuk memberi tahu pemakai laporan tentang satu atau lebih fakta material berkenaan dengan laporan keuangan yang
telah diaudit. Penyebab-penyebab utama ditambahkannya suatu bahasa penjelasan pada laporan audit. Bentuk baku adalah : 1) Tidak adanya konsistensi dalam penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum, 2) Ketidakpastian atas kelangsungan hidup suatu perusahaan (going concern), 3) Penekanan pada suatu hal oleh auditor, 4) Pendapat berdasarkan sebagian dari auditor lain dimana tidak ada pembatasan ruang lingkup dan ketidaksesuaian dengan prinsip akuntansi berlaku umum. c. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion) Pendapat wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum, kecuali untuk hal-hal tertentu yang telah diuraikan dalam laporan. Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan pada situasi: 1) Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap ruang lingkup audit, 2) Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar. d. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion) Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan secara keseluruhan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Auditor menyatakan pendapat ini jika dia yakin bahwa laporan keuangan secara keseluruhan dapat menyesatkan. e. Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion) Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion) menyatakan bahwa auditor tidak dapat menyatakan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan. Pendapat ini juga diberikan apabila auditor dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
3. Going Concern Going concern adalah suatu konsep yang paling penting yang mendasari pelaporan keuangan (Messier et. al. : 2005). Going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha, dengan adanya going concern maka badan usaha dianggap mampu untuk mempertahankan kelangsungan usahanya dalam jangka panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek (Tamba, 2009).
Menurut Altman dan McGough (1974) dalam Tamba (2009) masalah going concern terbagi dua, yaitu masalah keuangan yang meliputi kekurangan (defisiensi) ekuitas, penunggakan hutang, kesulitan memperoleh dana, serta masalah operasi yang meliputi kerugian operasi yang terus-menerus, prospek pendapatan yang meragukan, kemampuan operasi terancam, dan pengendalian yang lemah atas operasi. SA Seksi 341 paragraf 02 menyebutkan bahwa auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (going concern) dalam periode waktu pantas. Informasi going concern sangat bermanfaat bagi para pemakai informasi keuangan. Pihak-pihak yang memakai informasi keuangan, yaitu : a. Pemberi pinjaman (kreditor), melalui informasi going concern kreditor akan dapat menentukan siapa yang akan diberi pinjaman dan dapat menentukan kebijakan untuk memonitor pinjaman yang ada. b. Investor, melalui informasi going concern investor dapat melihat apakah perusahaan masih dapat bertahan dan mengambil keputusan untuk berinvestasi atau tidak. c. Pada beberapa sektor usaha, lembaga pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi jalannya usaha tersebut (misal sektor perbankan). Juga pemerintah mempunyai badan-badan usaha (BUMN) yang harus selalu diawasi. Lembaga pemerintah mempunyai kepentingan untuk
melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal supaya langkah-langkah penyelamatan dilakukan lebih awal.
4. Opini Audit Going Concern Opini audit going concern dapat diterbitkan pada laporan audit dengan tambahan paragraf penjelas di bawah paragraf pendapat yang menjelaskan dampak kondisi terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan usaha di masa mendatang (Messier et. al., 2005). SA Seksi 341 memberikan pedoman bagi auditor tentang dampak kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap opini auditor yaitu: a. Tanggung Jawab Auditor Auditor bertanggung jawab mengevaluasi jika terdapat keraguan mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, maka auditor harus : 1) memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut, 2) menetapkan kemungkinan bahwa rencana tersebut secara efektif dilaksanakan. b. Prosedur Audit
Auditor tidak perlu merancang prosedur audit dengan tujuan tunggal untuk mengidentifikasi kondisi dan peristiwa yang, jika dipertimbangkan secara keseluruhan, menunjukkan bahwa terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Hasil prosedur audit yang dirancang dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan audit yang lain harus cukup untuk tujuan tersebut. Berikut ini adalah contoh yang dapat mengidentifikasi kondisi atau peristiwa tersebut : 1) Prosedur analitik 2) Review terhadap peristiwa kemudian 3) Review terhadap kepatuhan terhadap syarat-syarat utang dan perjanjian penarikan utang. 4) Pembacaan notulen rapat pemegang saham, dewan komisaris, dan komite atau panitia penting yang dibentuk 5) Permintaan keterangan kepada penasihat hukum entitas tentang perkara pengadilan, tuntutan, dan pendapatnya mengenai hasil suatu perkara pengadilan yang melibatkan entitas tersebut 6) Konfirmasi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan pihak ketiga mengenai rincian perjanjian penyediaan atau pemberian bantuan keuangan. c. Pertimbangan atas Kondisi dan Peristiwa Dalam penentuan opini going concern, auditor dapat mengidentifikasi informasi mengenai kondisi atau peristiwa tertentu yang jika dipertimbangkan
secara
keseluruhan,
menunjukkan
adanya
kesangsian
besar
tentang
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Signifikan atau tidaknya kondisi atau peristiwa tersebut akan tergantung pada keadaan, dan beberapa diantaranya kemungkinan hanya menjadi signifikan jika ditinjau bersama-sama dengan kondisi atau peristiwa yang lain. Contoh kondisi dan peristiwa yang menjadi pertimbangan auditor dalam pemberian opini going concern, yaitu : 1) Tren negatif, contohnya kerugian operasi yang berulang kali terjadi, kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio keuangan penting yang jelek. 2) Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan, contohnya kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran dividen, penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, restrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru, atau penjualan sebagian besar aktiva. 3) Masalah intern, contohnya pemogokan kerja atau kesulitan hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan yang besar atas sukses proyek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak ekonomis, kebutuhan untuk secara signifikan memperbaiki operasi. 4) Masalah luar yang telah terjadi, contohnya pengaduan gugatan pengadilan,
keluarnya
undang-undang
yang
kemungkinan
membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi; lisensi atau
paten penting; kehilangan pelanggan atau pemasok utama; kerugian akibat bencana besar alam yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertanggungan yang tidak memadai. d. Pertimbangan atas Rencana Manajemen Auditor melakukan pertimbangan atas rencana manajemen berkenaan dengan pemberian opini going concern, yaitu : 1) Jika manajemen tidak memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan
kelangsungan
hidupnya,
maka
auditor
mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion). Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut tidak efektif, maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion). 2) Jika manajemen memiliki rencana untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa di atas, maka auditor mempertimbangkan keefektifan rencana tersebut, yaitu : a) Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut tidak efektif maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion) b) Jika auditor berkesimpulan bahwa rencana tersebut efektif dan klien mengungkapkan keadaan tersebut dalam catatan atas laporan keuangan, maka auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
c) Jika auditor berkesimpulan rencana tesebut efektif tapi klien tidak mengungkapkannya dalam catatan atas laporan keuangan, maka auditor menyatakan pendapat tidak wajar (adverse opinion). e. Pertimbangan Dampak Informasi Kelangsungan Hidup Entitas Terhadap Laporan Auditor Apabila
setelah
mempertimbangkan
rencana
manajemen,
auditor
berkesimpulan terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, auditor harus mempertimbangkan dampak yang kemungkinan timbul atas laporan keuangan dan cukup atau tidaknya pengungkapannya. Beberapa informasi yang dapat diungkapkan meliputi : 1) kondisi atau peristiwa yang menimbulkan kesangsian besar mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas, 2) dampak yang mungkin ditimbulkan oleh peristiwa atau kondisi tersebut 3) evaluasi manajemen terhadap signifikan atau tidaknya kondisi atau peristiwa dan faktor-faktor yang melemahkan dampak negatifnya, 4) kemungkinan diberhentikannya operasi suatu waktu, 5) rencana manajemen (termasuk informasi keuangan prospektif yang relevan), 6) informasi mengenai kemungkinan pulihnya kembali keadaan satuan usaha, atau klasifikasi aktiva yang dicatat atau klasifikasi utang.
Pedoman pernyataan opini going concern disajikan dalam bagan di bawah ini :
Adakah kondisi yang berdampak terhadap kelangsungan hidup entitas?
Tidak SA Seksi 508 [PSA No. 29]
Ya
Apakah auditor sangsi atas kelangsungan hidup entitas?
Ya
Apakah ada rencana manajemen?
Tidak Tidak Memberikan Pendapat
Ya Apakah rencana manajemen dapat dilaksanakan?
Tidak
Tidak
Tidak Memberikan Pendapat
Ya Apakah cukp pengungkapan?
Tidak Ya Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelas Berkaitan dengan Kelangsungan Hidup Entitas atau Penekanan atas Suatu Hal (Emphasis of a Matter)
Sumber : SPAP, 2001
Gambar 2.1 Pedoman Pernyataan Opini Going Concern
Pendapat Wajar dengan Pengecualian atau Pendapat Tidak Wajar
5. Pertumbuhan Perusahaan Pertumbuhan perusahaan dapat menjadi suatu indikasi bagi auditor dalam pemberian opini audit going concern. David (2006) menyatakan bahwa dalam periode dimana pendapatan berkurang, terlalu banyak pinjaman dalam struktur permodalan dari suatu organisasi dapat membahayakan tingkat pengembalian pemegang saham dan membahayakan kelangsungan hidup perusahaan. Pertumbuhan tersebut dapat dinyatakan melalui pertumbuhan penjualan. Penjualan merupakan kegiatan operasi utama perusahaan. Pertumbuhan penjualan yang di atas rata-rata bagi perusahaan pada umumnya didasarkan pada pertumbuhan yang cepat yang diharapkan dari industri dimana perusahaan itu beroperasi. Perusahaan dapat mencapai tingkat pertumbuhan di atas rata-rata dengan jalan meningkatkan pangsa pasar (Fabozzi : 2000). Peningkatan pangsa pasar harus sejalan dengan strategi pemasaran yang tepat dan perusahaan selalu melakukan inovasi. Strategi yang tepat dapat meningkatkan pertumbuhan penjualan adalah melalui pengembangan produk yang diminati konsumen (Situmorang : 2009). Pertumbuhan penjualan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk dapat bertahan dalam kondisi persaingan. Pertumbuhan penjualan yang melebihi kenaikan biaya akan menyebabkan kenaikan laba perusahaan. Jumlah laba yang diperoleh secara teratur serta keuntungan yang meningkat merupakan suatu faktor yang sangat menentukan perusahaan untuk tetap survive. Pertumbuhan penjualan merupakan perubahan penjualan pada laporan keuangan dari tahun ke tahun (Solikah : 2007). Setyarno, et.al. (2006) menyatakan
semakin tinggi rasio pertumbuhan penjualan, maka akan semakin kecil kemungkinan auditor memberikan opini audit going concern. Sementara perusahaan dengan rasio pertumbuhan penjualan negatif berpotensi besar mengalami penurunan laba sehingga apabila manajemen tidak segera mengambil tindakan perbaikan, perusahaan dimungkinkan tidak akan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.
6. Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional merupakan struktur kepemilikan yang paling sering muncul dalam pasar modal Indonesia. Hal ini dikarenakan perusahaan-perusahaan di Indonesia memiliki komposisi struktur kepemilikan yang unik (Mahadwartha, 2004). Sebagian besar pemegang saham dalam institusi bisnis sering kali merupakan representasi dari pendiri perusahaan yang disebut juga dengan kepemilikan institusional (Melinda dan Sutejo : 2008). Kepemilikan institusional dapat digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Kepemilikan institusional diharapkan dapat menyebabkan pengawasan secara lebih efektif sehingga kinerja perusahaan dapat meningkat (Ismiyanti, 2007). Meningkatnya kinerja perusahaan akan
mengurangi
kebangkrutan.
Pencegahan
dalam
kebangkrutan
akan
berdampak terhadap tidak diterimanya opini audit going concern. Kepemilikan institusional akan memungkinkan perusahaan diawasi lebih baik oleh institusi yang menanamkan dananya pada perusahaan tersebut. Pengawasan yang aktif tersebut akan menyebabkan manajemen bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham (Ismiyanti, 2007). Teori keagenan berpendapat
bahwa kepemilikan institusional akan mengurangi masalah keagenan karena pemegang saham akan membantu mengawasi perusahaan sehingga manajemen tidak akan bertindak merugikan pemegang saham. Kepemilikan yang terjadi di Indonesia terbagi menjadi kepemilikan institusional eksternal dan kepemilikan institusional internal (Mahadwarta, 2004). Kepemilikan institusional eksternal adalah kepemilikan oleh lembaga investasi seperti dana pensiun, asuransi, reksa dana dan perusahaan investasi lainnya. Kepemilikan institusional menjadi bagian dari kepemilikan saham oleh publik. Kepemilikan institusional internal merupakan kepemilikan oleh institusi bisnis seperti perseroan terbatas (PT) yang kepemilikannya terpisah dengan kepemilikan publik.
7. Debt Default Salah satu ciri yang berlawanan dengan asumsi going concern adalah ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo (IAI, 2001:SA Seksi 341 paragraf 01). Tamba (2009) mendefenisikan debt default sebagai kegagalan debitor (perusahaan) untuk membayar pokok hutang dan bunganya pada waktu jatuh tempo. Indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau default (Ramadhany, 2004). SA Seksi 341 paragraf 01 menyatakan bahwa default utang dan retrukturisasi utang sebagai indikator potensial dalam hubungannya dengan dikeluarkannya opini going concern. Ketika suatu
perusahaan memiliki hutang dalam jumlah yang sangat besar maka akan banyak dibutuhkan aliran kas untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal ini dapat mengganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila perusahaan tidak mampu melunasi hutang-hutangnya ini maka kreditor akan memberikan status default. Manfaat status default sebelumnya telah diteliti oleh Chen dan Church (1992) dalam Tamba (2009) menemukan hubungan yang kuat antara status default dengan opini going concern. Semenjak auditor lebih sering disalahkan karena tidak berhasil mengeluarkan opini going concern setelah peristiwa-peristiwa yang menyarankan bahwa opini seperti itu mungkin telah sesuai, biaya kegagalan untuk mengeluarkan opini going concern ketika perusahaan dalam keadaan default, tinggi sekali, karenanya diharapkan status default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan opini going concern.
8. Audit Report Lag Ketepatan waktu perusahaan dalam mempublikasikan laporan keuangan kepada masyarakat umum dan kepada Bapepam tergantung dari ketepatan waktu auditor dalam menyelesaikan pekerjaan auditnya (Sejati : 2007). Ketepatan waktu ini terkait dengan manfaat dari laporan keuangan itu sendiri. Jika penerbitan laporan keuangan terlambat maka informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya. Perbedaan waktu antara tanggal laporan keuangan dengan tanggal opini audit dalam laporan keuangan mengindikasikan tentang lamanya waktu penyelesaian audit yang dilakukan oleh auditor. Perbedaan waktu ini dikenal dengan audit
report lag. Knechel dan Payne (2001) mendefenisikan audit report lag sebagai periode waktu antara akhir tahun fiskal dan tanggal laporan audit perusahaan. Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal No. KEP 36/PM/2003 yang menyatakan bahwa laporan keuangan tahunan yang disertai dengan laporan auditor independen harus disampaikan kepada BAPEPAM selambat-lambatnya 90 hari setelah tanggal laporan keuangan. Dalam peraturan ini dinyatakan bahwa dalam hal penyampaian laporan tahunan dimaksud melewati batas waktu penyampaian laporan keuangan tahunan, maka hal tersebut diperhitungkan sebagai keterlambatan penyampaian laporan keuangan tahunan. Keterlambatan dalam penyelesaian penyajian pelaporan keuangan dapat memberikan indikasi yang positif maupun negatif mengenai informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Faktor-faktor tersebut tidak terbatas pada faktor finansial saja namun juga faktor non finansial. Penelitian menunjukkan bahwa auditor sering memberikan opini going concern ketika laporan audit terlambat disampaikan (Januarti dan Fitrianasari : 2008). Prabandari dan Rustiana (2007) menemukan adanya hubungan antara ketepatan informasi dengan berita bagus (good news) atau berita buruk (bad news). Perusahaan yang mengalami kerugian akan meminta auditor untuk mengatur waktu auditnya lebih lama dibanding biasanya. Sebaliknya bila perusahaan melaporkan laba yang tinggi maka perusahaan akan mempercepat waktu auditnya sehingga good news tersebut dapat segera disampaikan kepada investor dan pihak-pihak lain yang berkepentingan (Sejati : 2007).
Audit report lag yang panjang mengindikasikan bahwa sedang terjadi sesuatu dalam perusahaan sehingga menjadi pertimbangan auditor dalam pemberian opini audit going concern. Dalam standar umum ketiga menyatakan bahwa audit harus dilaksanakan dengan penuh kecermatan dan ketelitian. Demikian juga dalam standar pekerjaan lapangan pertama dan ketiga menyatakan bahwa audit harus direncanakan dengan matang dan pengumpulan bukti-bukti yang cukup memadai. Dengan adanya standar ini, proses pengauditan membutuhkan waktu yang relatif lama, akibatnya laporan keuangan terlambat untuk dipublikasikan.
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian-penelitian terdahulu yang menjadi pertimbangan auditor dalam memberikan opini audit going concern diringkas dalam tabel 2.1 sebagai berikut :
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No
Peneliti
Judul
Variabel
1.
Sinaga (2009)
Independen : Audit Report Lag, Pertumbuhan Perusahaan, DER, Dependen : Opini Going Concern
2.
Tamba (2009)
Pengaruh audit report lag, pertumbuhan perusahaan dan DER terhadap penerimaan opini going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI Pengaruh debt default, kualitas audit dan opini audit terhadap penerimaan opini going concern
Independen : Debt Default, Kualitas Audit, Opini audit, Dependen : Opini going
Alat Analisis Regresi Logistik
Regresi Logistik
Hasil Penelitian Variabel DER berpengaruh positif dan signifikan terhadap opini going concern, sedangkan audit report lag dan pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh terhadap opini going concern.
Variabel Debt Default dan Opini Audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan opini going concern sedangkan kualitas audit tidak berpengaruh signifikan
3.
4.
Solikah (2007)
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI Pengaruh kondisi keuangan perusahaan, pertumbuhan perusahaan dan opini audit tahun sebelumya terhadap opini audit going concern
concern
Independen : Kondisi keuangan, pertumbuhan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya Dependen : Opini audit going concern Praptitorini Analisis pengaruh Independen : dan Januarti kualitas audit, Kualitas audit, debt default dan debt default, (2007) opinion shopping opinion terhadap shopping penerimaan opini Dependen : going concern opini going concern Sumber : Hasil Olahan Peneliti
terhadap penerimaan opini going concern. Regresi logistik
Variabel kondisi keuangan dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap opini going concern. Sedangkan pertumbuhan penjualan tidak berpengaruh signifikan terhadap opini going concern.
Regresi logistik
Variabel debt default berpengaruh signifikan terhadap opini going concern. Sedangkan kualitas audit dan opinion shopping tidak berpengaruh signifikan terhadap opini going concern.
VI. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian A. Kerangka Konseptual Hubungan antara pertumbuhan perusahaan, kepemilikan institusional, debt default dan audit report lag terhadap pemberian opini audit going concern adalah sebagai berikut :
H2 Pertumbuhan perusahaan (X1) Kepemilikan Institusional (X2) DebtDefault
H3 Opini Audit Going Concern H4
(Y)
(X3) Audit Report Lag
H5
(X4) H1 Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
Pertumbuhan penjualan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk dapat bertahan dalam kondisi persaingan. Pertumbuhan penjualan yang melebihi kenaikan biaya akan menyebabkan kenaikan laba perusahaan. Jumlah laba yang diperoleh secara teratur serta keuntungan yang meningkat merupakan suatu faktor yang sangat menentukan perusahaan untuk tetap survive. Setyarno, et.al. (2006) menyatakan semakin tinggi rasio pertumbuhan
penjualan, maka akan semakin kecil kemungkinan auditor memberikan opini audit going concern. Rasio pertumbuhan yang tinggi mengindikasikan semakin baik perusahaan dalam mempertahankan posisi ekonominya, yang berarti semakin mampu perusahaan menjaga kelangsungan usahanya. Semakin besar kepemilikan institusional akan meningkatkan efisiensi pemakaian aktiva perusahaan. Dengan adanya kepemilikan institusional diharapkan akan ada monitoring keputusan manajemen, sehingga kinerja perusahaan akan meningkat (Ismiyanti, 2007). Peningkatan kinerja perusahaan akan berdampak terhadap tidak diterimanya opini going concern. Ketika suatu perusahaan memiliki hutang dalam jumlah yang sangat besar maka akan banyak dibutuhkan aliran kas untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal ini dapat mengganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila perusahaan tidak mampu melunasi hutang-hutangnya ini maka kreditor akan memberikan status default. Messier et. al. (2005) menyatakan bahwa indikasi kebangkrutan dapat dilihat dari situasi dimana arus kas operasi perusahaan tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban lancarnya yang akan mengakibatkan perusahaan mengalami arus kas negatif, gagal bayar (default) pada perjanjian hutang, dan akhirnya mengarah kepada kebangkrutan sehingga going concern perusahaan tersebut diragukan. Status default dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan opini going concern. Audit report lag yang panjang mengindikasikan bahwa sedang terjadi sesuatu dalam perusahaan. Utami (2006) menyatakan ketika opini auditor selain unqualified maka manajemen akan berusaha melakukan konsultasi dan
negosiasi secara intensif dengan auditor sebelum opini tersebut diterbitkan sehingga memerlukan waktu yang relatif lama. Di sisi lain auditor juga melakukan konsultasi dengan partner audit yang lebih senior atau melakukan perluasan audit sehingga diperoleh bukti yang menguatkan judgement auditor untuk memberikan opini. Januarti dan Fitrianasari (2008) menyatakan auditor sering memberikan opini going concern ketika terjadi audit report lag yang panjang. Berdasarkan hubungan masing-masing variabel independen terhadap variabel independen di atas maka dapat pula dikatakan bahwa pertumbuhan perusahaan, kepemilikan institusional, debt default, dan audit report lag berpengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap pemberian opini going concern.
B. Hipotesis Penelitian Menurut Erlina (2008:49) ”hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris” hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya melalui analisis data yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Dari kerangka konseptual dan tinjauan teoritis tersebut, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: 1. H1 : Pertumbuhan perusahaan, kepemilikan institusional, debt default dan audit report lag berpengaruh terhadap opini going concern.
2. H2 : Pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap pemberian opini going concern. 3. H3 : Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap pemberian opini going concern. 4. H4 : Debt default berpengaruh terhadap pemberian opini going concern. 5. H5 : Audit report lag berpengaruh terhadap pemberian opini going concern.