BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Auditing
2.1.1
Pengertian Auditing Berikut ini beberapa pengertian auditing menurut para ahli, antara lain: Menurut Mulyadi & Puradiredja (2010:9), yaitu: “Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan”. Menurut Arens et al. (2010:4), definisi audit adalah sebagai berikut: “Auditing is the accumulation and evaluation about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent and independent person”. Menurut Agoes (2012:4) yaitu: “Auditing adalah suatu pemeriksaaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti pendukung dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.” Bila disimpulkan, auditing adalah proses pengumpulan dan evaluasi bukti
yang berhubungan dengan informasi suatu entitas ekonomi yang akan diukur dengan kriteria yang telah ditetapkan, dan dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak yang berkepentingan. Auditing bertujuan untuk memberikan nilai tambah bagi laporan
keuangan perusahaan, karena tujuan akhir auditing adalah memberikan pendapat mengenai kewajaran posisi keuangan suatu kesimpulan mengenai reabilitas dari asersi yang tertulis yang merupakan salah satu bentuk assurance.
2.1.2
Jenis-Jenis Audit Menurut Arens et al. (2010:16) ada tiga jenis audit yaitu : a. Audit Operasional Audit operasional mengevaluasi efisiensi dan efektivitas setiap bagian dari prosedur dan metode organisasi. Pada akhir audit operasional, manajemen biasanya mengharapkan saran-saran untuk memperbaiki operasi.Dalam audit operasional, review atau penelahaan yang dilakukan tidak terbatas pada akuntansi, tetapi dapat mencakup evaluasi atau struktur organisasi, operasi komputer, metode produksi, pemasaran, dan semua bidang lain dimana auditor menguasainya. b. Audit Ketaatan Audit ketaatan dilaksanakan untuk menentukan apakah pihak yang diaudit mengikuti prosedur, aturan, atau ketentuan tertentu yang ditetapkan oleh otoritas yang lebih tinggi. Hasil dari audit ketaatan biasanya dilaporkan kepada manajemen. c. Audit Laporan Keuangan Audit laporan keuangan dilakukan untuk menentukan apakah laporan keuangan (informasi yang diverifikasi) telah dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu. Biasanya, kriteria yang berlaku adalah prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum (GAAP). Dalam menentukan apakah laporan keuangan telah dinyatakan secara wajar sesuai dengan GAAP, auditor mengumpulkan bukti untuk menetapkan apakah laporan keuangan itu mengandung kesalahan yang material atau salah saji lainnya.
2.1.3
Standar Auditing Standar Auditing terdiri dari sepuluh standar dari semua Pernyataan
Standar Auditing (PSA) yang berlaku. Sepuluh Standar Auditing dibagi menjadi tiga kelompok: (1) standar umum; (2) standar pekerjaan lapangan; (3) standar pelaporan. Standar umum menekankan pentingnya kualitas pribadi yang harus dimiliki auditor, standar pekerjaan lapangan menyangkut pengumpulan bukti dan aktivitas lain selama pelaksanaan audit yang sebenarnya, dan standar pelaporan mengharuskan auditor menyiapkan laporan mengenai laporan keuangan secara keseluruhan, termasuk pengungkapan informatif. Menurut Arens et al. (2010:43), Standar Auditing disajikan berikut ini : a. Standar Umum 1) Audit harus dilakukan oleh orang yang sudah mengikuti pelatihan dan memiliki kecakapan teknis yang memadai sebagai seorang auditor. 2) Auditor harus mempertahankan sikap mental yang independen dalam semua hal yang berhubungan dengan audit.
3) Auditor
harus
menerapkan
kemahiran
profesional
dalam
melaksanakan audit dan menyusun laporan. b. Standar Pekerjaan Lapangan 1) Auditor harus merencanakan pekerjaan secara memadai dan mengawasi semua asisten sebagaimana mestinya. 2) Auditor harus memperoleh pemahaman yang cukup mengenai entitas serta lingkungannya, termasuk pengendalian internal, untuk menilai risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan karena kesalahan atau kecurangan, dan merancang sifat, waktu, serta luas prosedur audit selanjutnya. 3) Auditor harus memperoleh cukup bukti audit yang tepat dengan melakukan prosedur audit agar memiliki dasar yang layak untuk memberikan pendapat menyangkut laporan keuangan yang diaudit. c. Standar Pelaporan 1) Auditor harus menyatakan dalam laporan auditor apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip – prinsip akuntansi yang berlaku umum. 2) Auditor
harus
mengidentifikasikan
dalam
laporan
auditor
mengenai keadaan di mana prinsip-prinsip tersebut tidak secara konsisiten diikuti selama periode berjalan jika dikaitkan dengan periode sebelumnya.
3) Jika auditor menetapkan bahwa pengungkapan yang informatif belum memadai, auditor harus menyatakannya dalam laporan auditor. 4) Auditor harus menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan, secara keseluruhan, atau menyatakan bahwa suatu pendapat tidak bisa diberikan, dalam laporan auditor. Jika tidak dapat menyatakan satu pendapat secara keseluruhan, auditor harus menyatakan alasan-alasan yang mendasarinya dalam laporan auditor. Dalam semua kasus, jika nama seorang auditor dikaitkan dalam laporan keuangan, auditor itu harus dengan jelas menunjukkan sifat pekerjaan auditor, jika ada, serta tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor, dalam laporan auditor.
2.1.4
Jenis Auditor Mulyadi dan Puradiredja (2010: 28) mengemukakan bahwa orang atau
kelompok orang yang melaksanakan audit dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan: auditor independen, auditor pemerintah, dan auditor intern 1. Auditor Independen Auditor independen adalah auditor professional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Audit tersebut terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai informasi
keuangan seperti: kreditor, investor, calon kreditur, calon investor dan instansi pemerintah (terutama instansi pajak). 2. Auditor Pemerintah Auditor pemerintah adalah audit professional yang bekerja di instansi pemerintah
yang
tugas
pokoknya
melakukan
audit
atas
pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. 3. Auditor Internal Auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik
atau
tidaknya
penjagaan
terhadap
kekayaan
organisasi,
menentukan efisiensi dan efektifitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organsasi.
2.1.5
Laporan Hasil Audit Laporan audit dibuat setelah selesai melakukan audit. Laporan ditujukkan
kepada manajemen, dewan direksi, dewan komisaris, dan komite audit. Menurut Mulyadi (2002:19), terdapat lima pokok laporan audit yang diterbitkan oleh auditor yaitu:
a. Laporan yang Berisi Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion Report) Pendapat ini diberikan oleh auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan penerapan prinsip akuntansi berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan, konsistensi penerapan prinsip akuntansi berterima umum tersebut, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. b. Laporan yang Berisi Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelasan (Unqualified Opinion Report With Explanatory Language) Pendapat ini diberikan jika terdapat hal-hal yang memerlukan penjelasan, namun laporan keuangan tetap menyajikan posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan klien secara wajar, auditor dapat menerbitkan laporan audit bentuk baku ditambah dengan bahasa penjelasan. c. Laporan yang Berisi Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion Report) Pendapat ini diberikan jika auditor menjumpai kondisi-kondisi sebagai berikut: 1) Lingkup audit dibatasi oleh klien.
2) Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada di luar kekuasaan klien maupun auditor. 3) Prinsip akuntansi berterima umum yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten. d. Laporan yang Berisi Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion Report) Pendapat ini diberikan jika laporan keuangan klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi berterima umum sehingga tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan. Auditor memberikan pendapat ini jika tidak dibatasi lingkup auditnya, sehingga ia dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung pendapatnya. e. Laporan yang Berisi Tidak Menyatakan Pendapat (Diclaimer Of Opinion Report) Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan, maka laporan audit ini disebut dengan laporan tanpa pendapat. Kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat adalah : 1) Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkup audit. 2) Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya.
2.2
Audit Internal
2.2.1
Pengertian Audit Internal Pengertian mengenai auditor internal dikemukakan oleh para ahli, The
Institute of Internal Auditors (1995:3) mengungkapkan pengertian audit internal: “Internal Audit is an independent appraisal function established within an organization to examine and evaluate its activities as a service to the organization.” Sementara itu, redefinisi audit internal yang telah disetujui oleh IIA’S Board of Directors pada bulan Juni 1999 dalam buku International Professional Practices Framework (IPPF) (2011:2) adalah: “Internal auditing is an independent, objective assurance, and consulting activity designed to add value and unprove an organization’s operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and unprove the effectiviness of risk management, control, and governance process.” Dalam Standar Profesi Audit Internal (SPAI) yang diterbitkan oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:9), pengertian audit internal tersebut adalah sebagai berikut: “Audit internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi independen dan objektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian, dan proses governance.” Sawyers (2005:10) menyatakan definisi audit internal, yaitu : “Audit internal merupakan sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan auditor internal terhadap operasi dan kontrol yang berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan apakah (1) informasi
keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan; (2) risiko yang dihadapi perusahaan telah diidentifikasi dan diminimalisir; (3) peraturan eksternal dan kebijakan serta prosedur internal yang bisa diterima telah diikuti; (4) kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi; (5) sumber daya telah digunakan secara efisien dan ekonomis dan (6) tujuan organisasi telah dicapai secara efektif-temuan dilakukan dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan manajemen dan membantu anggota organisasi dalam menjalankan tanggung jawabnya secara efektif. ” Dari definisi tersebut, semakin jelas bahwa fungsi audit internal masa kini tidak lagi hanya terbatas dalam audit keuangan dan operasi organisasi atau perusahaan saja, tetapi juga memberikan jasa konsultasi yang dapat menambah nilai organisasi atau perusahaan agar dapat mencapai tujuannya. Selanjutnya dengan mengacu pada definisi dalam Standar Profesi Audit Internal (SPAI) tersebut, dapat disimpulkan bahwa dampak yang muncul dari pernyataan Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal tahun 2004 silam adalah perlunya peningkatan kapasitas dan kualitas auditor internal dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Oleh karena itu, auditor internal harus memiliki latar belakang pengetahuan yang luas, mencakup seluruh fungsi organisasi termasuk teknologi informasi. Hal ini disebabkan munculnya fungsi baru dalam fungsi audit internal yaitu sebagai konsultan bagi manajemen dalam peningkatan manajemen risiko dan pengendalian tata kelola organisasi atau perusahaan. Teori-teori dasar dan konsep-konsep audit telah menjawab bahwa keberadaan atau alasan diadakannya audit dalam organisasi yaitu untuk memperbaiki kinerja. Tabel 2.1 menjabarkan suatu bentuk perbandingan konsep kunci pengertian audit internal, dan menjelaskan perbedaan antara definisi auditor internal yang lama dengan definisi auditor internal yang baru:
Tabel 2.1 Perbandingan Konsep Kunci Pengertian Audit Internal No 1. 2.
3.
4.
5.
Lama 1947 Fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam suatu organisasi. Fungsi penilaian. Mengkaji dan mengevaluasi aktivitas organisasi sebagai bentuk jasa yang diberikan bagi organisasi. Membantu agar para anggota organisasi dapat menjalankan tanggungjawabnya secara efektif. Memberi hasil analisis, penilaian, rekomendasi, konseling, dan informasi yang berkaitan dengan aktivitas yang dikaji dan menciptakan pengendalian efektif dengan biaya yang wajar.
Baru 1999 Suatu aktivitas independen objektif. Aktivitas pemberian jaminan keyakinan dan konsultasi. Dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Membantu organisasi dalam usaha mencapai tujuannya. Memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatkan keefektifan manajemen risiko, pengendalian, dan proses peraturan dan pengelolaan organisasi.
Sumber: Tugiman (2006:13)
Dari tabel tersebut dapat diartikan bahwa audit internal sekarang ini mempunyai pandangan luas serta pemahaman terhadap proses manajerial dan berkaitan dengan manusia yang mendasari fungsi audit internal. Selain itu audit internal harus bertindak profesional dalam segala hal, sifat inilah yang dapat memberikan nilai tambah dalam menghadapi berbagai risiko organisasi, keterbukaan dan globalisasi. Audit internal dilakukan oleh seseorang yang berasal dari dalam organisasi yang bersangkutan yang disebut auditor internal. Untuk menjamin kelancaran tugas guna memperoleh suatu hasil yang memuaskan secara independen dan objektif, auditor internal diberi wewenang yang jelas dalam menjalankan tugasnya serta menempati kedudukan khusus dalam struktur organisasi. Dari beberapa penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa :
a. Audit internal merupakan suatu kegiatan penilaian dalam suatu organisasi usaha dan dilakukan secara berkesinambungan. b. Audit internal bertanggung jawab kepada manajemen puncak atas hasil pekerjaan yang dilaksanakan. c. Audit internal merupakan alat kontrol bagi manajemen yang berfungsi mengukur dan menilai keefektifan alat-alat pengendalian lainnya. d. Objek penelitian audit dan penilaian bagi audit internal adalah prosedur, catatan, dan ketentuan lainnya yang ditetapkan oleh perusahaan. e. Penilaian yang dilakukan secara objektif dan independen.
2.2.2
Standar Profesi Audit Internal Standar profesi audit internal mutlak diperlukan untuk menjaga
profesionalisme dalam profesi audit internal. Standar profesi diperlukan untuk dijadikan standar atau patokan bagi auditor internal untuk melaksanakan pekerjaannya. Hal ini diperlukan untuk menghindari terjadinya berbagai penyimpangan yang pada akhirnya akan merugikan profesi audit internal itu sendiri. Tujuan dari Standar Profesi Audit Internal adalah : a. Memberikan kerangka dasar yang konsisten untuk mengevaluasi kegiatan dan kinerja satuan audit internal maupun individu. b. Menjadi saran bagi pemakai jasa dalam memahami peran, ruang lingkup, dan tujuan audit internal. c. Mendorong peningkatan praktik audit internal dalam organisasi.
d. Memberikan kerangka untuk melaksanakan dan mengembangkan kegiatan
audit
internal
yang memberikan
nilai
tambah dan
meningkatkan kinerja kegiatan operasional organisasi. e. Menjadi acuan dalam penyusunan program pendidikan dan pelatihan auditor internal. f. Menggambarkan prinsip-prinsip dasar praktik audit internal yang seharusnya. Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:15), dalam Standar Profesinal Auditor Internal berisikan Standar Implementasi yang meliputi : a) Independensi Setiap auditor internal harus independen dalam menjalankan pekerjaannya. Independen berarti bebas dari pengaruh baik terhadap manajemen yang bertanggung jawab atas penyusunan laporan maupun terhadap para pengguna laporan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar auditor tersebut bebas dari pengaruh subjektifitas para pihak yang terkait, sehingga pelaksanaan dan hasil auditnya dapat diselenggarakan secara objektif. Independensi yang dimaksud meliputi independensi dalam kenyataan dan dalam penampilan. Independensi dalam kenyataan lebih cenderung ditunjukkan oleh sikap mental yang tidak terpengaruh oleh pihak manapun. Independensi dalam penampilan ditunjukkan oleh keadaan tampak luar yang dapat mempengaruhi pendapat orang lain terhadap independensi auditor.
b) Kompetensi Selain independen, auditor internal juga harus kompeten dalam menjalankan tugasnya. Kompeten artinya auditor harus memiliki keahlian di bidang auditing dan mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai bidang yang diauditnya. Kompetensi seorang auditor di bidang auditing ditunjukkan oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman yang dimilikinya. Dari sisi pendidikan, idealnya seorang auditor memiliki latar belakang pendidikan (pendidikan formal atau pendidikan informal dan pelatihan yang memberikan sertifikasi) di bidang auditing. c) Program audit internal Pekerjaan auditor internal yang harus dilakukan sebelum melaksanakan audit internal adalah membuat program audit. Program audit internal adalah pedoman bagi auditor internal dan merupakan satu kesatuan dengan supervisi audit dalam pengambilan langkah-langkah audit tertentu. Program audit merupakan alat yang menghubungkan survey pendahuluan dengan pekerjaan lapangan. d) Pelaksanaan audit internal Pekerjaan yang dilakukan auditor internal setelah menyusun program audit adalah melaksanakan audit. Pelaksanaan audit internal dilakukan berdasarkan program audit yang telah disusun oleh auditor internal sebelumnya.
e) Laporan yang dihasilkan Langkah yang selanjutnya dilakukan oleh auditor internal setelah melaksanakan audit adalah menyusun laporan audit, yang berfungsi sebagai media untuk mengkomunikasikan hasil audit kepada para penggunanya. Laporan audit internal merupakan kesempatan bagi auditor internal untuk mendapat perhatian dari manajemen. Laporan audit biasanya berisi temuan-temuan dan opini audit. Laporan audit harus disusun secara objektif, jelas, dan singkat. f) Tindak lanjut atas laporan yang dihasilkan Setelah laporan audit diserahkan pada pihak yang berkepentingan, langkah yang terakhir adalah tindak lanjut. Tindak lanjut dimaksudkan agar auditor internal mempunyai keyakinan bahwa tindakan yang layak telah diambil sesuai dengan laporan temuan audit yang telah dilaporkan. Sebagai suatu profesi, ciri utama auditor internal adalah kesediaan menerima tanggung jawab terhadap kepentingan pihak-pihak yang dilayani. Agar dapat mengembang tanggung jawab ini secara efektif, auditor internal perlu memelihara standar perilaku yang tinggi. Oleh karenanya, Dewan Sertifikasi Qualified Internal Auditor menetapkan Kode Etik bagi para auditor internal. Kode Etik ini memuat standar perilaku sebagai pedoman bagi seluruh auditor internal. Standar perilaku tersebut membentuk prinsip-prinsip dasar dalam menjalankan praktik audit internal. SPAI (2004:11) standar perilaku Qualified Internal sebagai berikut:
Auditor
1. Auditor internal harus menunjukkan kejujuran, objektivitas, dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya. 2. Auditor internal harus menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya atau terhadap pihak yang dilayani. Namun demikian, auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau melanggar hukum. 3. Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau kegiatan yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau mendiskreditkan organisasinya. 4. Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan konflik dengan kepentingan organisasinya;
atau
kegiatan-kegiatan
yang
yang
dapat
menimbulkan
prasangka,
meragukan kemampuannya untuk dapat melaksanakan tugas dan memenuhi tanggungjawab profesinya secara objektif. 5. Auditor internal tidak boleh menerima imbalan dalam bentuk apapun dari karyawan, klien, pelanggan, pemasok, ataupun mitra bisnis organisasinya,
sehingga
dapat
mempengaruhi
pertimbangan
profesionalnya. 6. Auditor internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesaikan dengan menggunakan kompetensi profesional yang dimilikinya. 7. Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar senantiasa memenuhi Standar Profesi Audit Internal.
8. Auditor internal harus bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menggunakan informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya. Auditor internal tidak boleh menggunakan informasi rahasia: (i) untuk mendapatkan keuntungan pribadi; (ii) secara melanggar hukum; atau (iii) yang dapat menimbulkan kerugian terhadap organisasinya. 9. Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus mengungkapkan semua fakta-fakta penting yang diketahuinya, yaitu fakta-fakta yang jika tidak diungkap dapat: (i) mendistorsi kinerja kegiatan yang direviu; atau (ii) menutupi adanya praktik-praktik yang melanggar hukum. 10. Auditor internal harus senantiasa meningkatkan keahlian serta efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan.
2.2.3
Ruang Lingkup Audit Internal Ruang lingkup audit internal mencakup bidang yang sangat luas dan
kompleks meliputi seluruh tingkatan manajemen baik yang sifatnya administratif maupun operasional. Hal tersebut sesuai dengan komitmen bahwa fungsi audit internal adalah membantu manajemen dalam mengawasi berjalannya roda organisasi. Namun demikian audit internal bukan sebagai mata-mata melainkan merupakan mitra yang siap membantu dalam memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi.
Auditor internal memiliki ruang lingkup yang luas dan fleksibel, yang sejalan dengan kebutuhan dan harapan dari manajemen. Auditor memiliki tugas untuk menentukan, memverifikasi atau memastikan apakah sesuatu itu ada atau tidak, menilai, menaksir atau mengevaluasi pengendalian dan operasi berdasarkan kriteria yang sesuai dan merekomendasikan tindakan korektif kepada manajemen. Semua hal tersebut dilakukan dengan independensi dalam organisasi. Pandangan yang sehat meliputi pula segala hal yang dilakukan sejak memeriksa keakuratan catatan akuntansi, mengkaji pengendalian sistem informasi yang dikomputerisasi sehingga pemberian konsultasi internal. Selanjutnya, lingkup pekerjaan audit internal menurut Tugiman (1997:16) adalah menilai : a. Cukup tidaknya pengendalian internal. b. Kualitas pelaksanaan dalam menjalankan tanggung jawab yang diberikan. c. Reliabitas dan integritas informasi keuangan dan operasional, yaitu untuk membantu para organisasi agar dapat menyelesaikan tanggung jawabnya secara efektif dan efisien. d. Kesesuaian dengan kebijakan, rencana, prosedur, hukum dan peraturan. e. Verifikasi dan perlindungan harta. f. Keekonomisan atau kehematan dan efisiensi dalam penggunaan berbagai sumber daya.
2.2.4
Tujuan, Fungsi, dan Tanggung Jawab Audit Internal Menurut The Institute of Internal Auditorsadalah: “Membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawab secara efektif; untuk tujuan tersebut, pengawasan internal menyediakan bagi mereka berbagai analisis, penilaian, rekomendasi, nasihat, dan informasi sehubungan dengan aktivitas yang diperiksa.”
Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal dalam Standar Profesi Audit Internal (2004:15) menyatakan bahwa: “Tujuan, kewenangan dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam Charter Audit Internal, konsisten dengan Standar Profesi Audit Internal (SPAI) dan mendapat persetujuan dari Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.”
Adapun tanggung jawab auditor internal menurut Standar Profesional Akuntan Publik (2004:332) adalah sebagai berikut: “Auditor internal bertanggung jawab untuk menyediakan jasa analisis dan evaluasi, memberikan keyakinan dan rekomendasi dan informasi lainnya kepada manajemen satuan usaha dan dewan komisaris atau pihak lain yang setara wewenang dan tanggung jawabnya tersebut, auditor internal mempertahankan objektivitasnya yang berkaitan dengan aktivitas yang diauditnya. Tidak jarang seorang auditor internal juga menasihati seorang manajer tentang hal-hal yang menyangkut operasional dalam rangka untuk memperbaiki kinerjanya.” Sawyer (2003:32), mengemukakan bahwa fungsi audit internal adalah sebagai berikut : a. Mengawasi kegiatan-kegiatan yang tidak dapat diawasi oleh manajemen puncak b. Mengidentifikasi dan meminimalkan resiko c. Memvalidasi laporan ke manajemen senior d. Membantu manajemen pada bidang-bidang teknis e. Membantu proses pengambilan keputusan f. Menganalisis masa depan, bukan hanya untuk masa lalu g. Membantu manajer untuk mengelola perusahaan
Fungsi audit internal secara terperinci dan relatif lengkap menunjukkan bahwa aktivitas audit internal harus diterapkan secara menyeluruh terhadap seluruh aktivitas perusahaan, sehingga tidak hanya terbatas pada audit atas catatan-catatan akuntansi. Fungsi audit internal adalah menyelidiki dan menilai pengendalian intern dan efisiensi pelaksanaan fungsi berbagai unit organisasi. Dengan demikian fungsi audit internal merupakan bentuk pengendalian yang fungsinya adalah untuk mengukur dan menilai efektivitas unsur-unsur pengendalian intern lainnya.
2.2.5
Peran Auditor Internal Peran auditor internal sebagai watchdog berlangsung sejak sekitar tahun
1940-an, sedangkan sebagai konsultan muncul sekitar tahun 1970-an. Adapun peran auditor sebagai katalis baru berkembang sekitar tahun 1990-an. Perbedaan pokok ketiga peran auditor internal tersebut adalah:
Tabel 2.2 Perbedaan Peran Auditor Internal Uraian
Watchdog
Proses
Audit kepatuhan
Fokus
Implikasi
Adanya variasi (penyimpangan, kesalahan atau kecurangan, dll) Jangka pendek
Sumber: Muh. Arief Effendi (2007)
Konsultan Audit professional Penggunaan sumber daya (resources) Jangka menengah
Katalis Quality assurance Nilai (value)
Jangka panjang
Terdapat pergeseran filosofi audit internal dari paradigma lama (pendekatan tradisional) menuju paradigma baru (pendekatan baru) yang ditandai dengan perubahan orientasi dan peran profesi auditor internal, yaitu :
Tabel 2.3 Perbandingan Audit Internal Paradigma Lama dengan Paradigma Baru Uraian Peran Pendekatan Sikap Ketaatan/kepatuhan Fokus Komunikasi dengan Manajemen Audit Jenjang karier
Paradigma Lama Watchdog Detektif (mendeteksi masalah) Seperti polisi Semua kebijakan Kelemahan atau penyimpangan
Paradigma Baru Konsultan dan katalis Preventif(mencegah masalah) Sebagai mitra bisnis Hanya kebijakan yang relevan Penyelesaian yang konstruktif
Terbatas
Reguler
Audit keuangan atau audit kepatuhan Sempit
Audit keuangan, audit kepatuhan , audit profesional Berkembang luas
Sumber: Muh. Arief Effendi(2007)
Halim (2004:8) mengemukakan peranan audit internal sebagai kegiatan penilaian yang independen di dalam suatu organisasi yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi, keuangan, dan kegiatan lain untuk memberikan jasa kepada manajemen. Sementara itu, Chamber dalam Samid (2003:40) mengungkapkan bahwa audit internal merupakan bagian dari manajemen dan berfungsi mengukur serta mengevaluasi keefektifan pengendalian intern. Audit internal adalah alat pengendalian yang efektif bagi manajemen. Sedangkan, Teri dalam Samid (2003:48) mengemukakan empat asas yang harus ada dalam setiap organisasi, yakni : planning, organizing, actuating, dan controlling. Dengan fungsi manajemen tersebut dan dilihat dari pengertian audit internal di atas, maka peran audit internal adalah melaksanakan aktivitas penilaian yang bebas dalam suatu organisasi untuk menelaah kembali kegiatan-kegiatan dalam bidang akuntansi,
keuangan, dan bidang-bidang operasi lainnya sebagai dasar pemberian layanan kepada manajemen. Audit internal menjalankan fungsi pengendalian (controlling) dalam proses manajemen.
2.3
Good Corporate Governance
2.3.1
Pengertian Good Corporate Governance Corporate Governance adalah rangkaian proses terstruktur yang
digunakan untuk mengelola serta mengarahkan atau memimpin bisnis dan usahausaha korporasi dengan tujuan untuk meningkatkan nilai-nilai perusahaan serta kontinuitas usaha. Terdapat beberapa pemahaman tentang pengertian Corporate Governance yang dikeluarkan beberapa pihak baik dalam perspektif yang sempit (shareholder) dan perspektif yang luas (stakeholders) namun pada umumnya menuju suatu maksud dan pengertian yang sama. Forum for Corporate Governance in Indonesian (FCGI) dalam Hery (2010) mendefinisikan Corporate Governance sebagai berikut : “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan Corporate Governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders)”. Corporate Governance menurut Sutedi (2011:1) adalah : “Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan (Pemegang Saham/Pemilik Modal, Komisaris dewan Pengawas dan Direksi) untukmeningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetapmemperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika”.
Good Corporate Governance menurut Mas Achmad Daniri (2005:8) adalah sebagai berikut : “Suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (direksi, dewan Komisaris, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku’’. Berdasarkan definisi-definisi di atas, GCG secara singkat dapat diartikan sebagai seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi para pemangku kepentingan. Hal ini disebabkan karena GCG dapat mendorong terbentuknya pola kerja organisasi yang bersih, transparan dan profesional. Penerapan GCG di perusahaan akan menarik minat para investor, baik domestik maupun asing. Hal ini sangat penting bagi perusahaan yang ingin mengembangkan usahanya, seperti
melakukan
investasi baru.
2.3.2
Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Berbagai aturan main dan sistem yang mengatur keseimbangan dalam
pengelolaan perusahaan perlu dituangkan dalam bentuk prinsip-prinsip yang harus dipatuhi untuk menuju tata kelola perusahaan yang baik. Menurut Sutedi (2011), ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam Corporate Governance, yaitu : 1.
Transparancy (Keterbukaan) Penyediaan informasi yang memadai, akurat, dan tepat waktu kepadastakeholders harus dilakukan oleh perusahaan agar dapat
dikatakan
transparan.
Pengungkapan
yang
memadai
sangat
diperlukan oleh investor dalam kemampuannya untuk membuat keputusan terhadap risiko dan keuntungan dari investasinya. Kurangnya pernyataan keuangan yang menyeluruh
menyulitkan
pihak luar untuk menentukan apakah perusahaan tersebut memiliki uang yang menumpuk dalam tingkat yang mengkhawatirkan. Kurangnya informasi akan membatasi kemampuan investor untuk memperkirakan nilai dan risiko serta pertambahan dari perubahan modal (volatility of capital). 2.
Accountability (Dapat Dipertanggungjawabkan) Akuntabilitas
adalah
pertanggungjawaban
kejelasan fungsi, organ
perusahaan
struktur, sistem dan sehingga
pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif. Pengelolaan perusahaan harus didasarkan pada pembagian kekuasaan diantara manajer perusahaan, yang bertanggung jawab pada pengoperasian setiap harinya, dan pemegang sahamnya yang diwakili oleh dewan direksi. Dewan direksi diharapkan untuk menetapkan kesalahan
(oversight) dan
pengawasan. 3.
Fairness (Kesetaraan) Secara sederhana kesetaraan didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara dalam memenuhi hak-hak stakeholder. Dalam pengelolaan perusahaan perlu ditekankan pada kesetaraan, terutama untuk pemegang saham minoritas. Investor harus memiliki hak-hak
yang jelas tentang kepemilikan dan sistem dari aturan dan hukum yang dijalankan untuk melindungi hak-haknya. 4.
Sustainability (Kelangsungan) Kelangsungan adalah bagaimana perusahaan dapat terus beroperasi dan
menghasilkan
(corporation) exist
keuntungan.
Ketika
perusahaan
negara
danmenghasilkan keuntungan dalam jangka
mereka juga harus menemukan cara untuk memuaskan pegawai dan komunitasnya agar tetap bisa bertahan dan berhasil. Mereka harus tanggap
terhadap
lingkungan,
memperhatikan
hukum,
memperlakukan pekerja secara adil, dan menjadi karyawan yang baik. Dengan demikian, akan menghasilkan keuntungan yang lama bagi stakeholder-nya. Sedangkan menurut KEPMEN BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 pada pasal 3 yang dikutip dari Hery (2010), prinsipprinsip Good Corporate Governance, yaitu : 1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materil dan relevan mengenai perusahaan; 2. Kemandirian,
yaitu
keadaan
dimana
perusahaan
dikelola
secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;
3. Akuntabilitas,
yaitu
pertanggungjawaban
kejelasan
organisasi
fungsi,
sehingga
pelaksanaan
pengelolaan
dan
perusahaan
terlaksana secara efektif; 4. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; 5. Kewajaran, yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangundangan yang berlaku.
2.3.3
Unsur-unsur Good Corporate Governance Menurut Sutedi (2011), unsur-unsur dalam GCG yaitu : a.
Corporate Governance – Internal Perusahaan
Unsur-unsur yang berasal dari dalam perusahaan adalah : 1) Pemegang saham; 2) Direksi; 3) Dewan komisaris; 4) Manajer; 5) Karyawan; 6) Sistem remunerasi berdasar kinerja; 7) Komite audit. Unsur-unsur yang selalu diperlukan di dalam perusahaan, antara lain meliputi:
1) Keterbukaan dan kerahasiaan (disclosure); 2) Transparansi; 3) Akuntabilitas; 4) Kesetaraan; 5) Aturan dari code of conduct. b.
Corporate Governance – External Perusahaan
Unsur-unsur yang berasal dari luar perusahaan adalah : 1) Kecukupan undang-undang dan perangkat hukum; 2) Investor; 3) Institusi penyedia informasi; 4) Akuntan publik; 5) Intitusi yang memihak kepentingan publik bukan golongan; 6) Pemberi pinjaman; 7) Lembaga yang mengesahkan legalitas. Unsur-unsur yang selalu diperlukan di luar perusahaan antara lain meliputi: 1) Aturan dari code of conduct; 2) Kesetaraan; 3) Akuntabilitas; 4) Jaminan hukum. Perilaku partisipasi pelaku Corporate Governance yang berada di dalam rangkaian unsur-unsur internal maupun eksternal menentukan kualitas Corporate Governance.
2.3.4
Lingkup Good Corporate Governance The Organization for Economic and Development (OCED) memberikan
pedoman mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan agar tercipta Good Corporate Governance dalam suatu perusahaan dalam Sutedi (2011), yaitu : 1.
Perlindungan terhadap hak-hak dalam Corporate Governance harus mampu melindungi hak-hak para pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas. Hak-hak tersebut mencakup hal-hal dasar pemegang saham, yaitu : a.
Hak untuk memperoleh jaminan keamanan atas metode pendaftaran kepemilikan;
b.
Hak untuk mengalihkan dan memindah tangankan kepemilikan saham;
c.
Hak untuk memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara berkala dan teratur;
d.
Hak untuk ikut berpartisipasi dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);
e.
Hak untuk memilih anggota dewan komisaris dan direksi;
f.
Hak untuk memperoleh pembagian laba (profit) perusahaan.
2. Perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham (the equitable treatment of shareholders). Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance haruslah menjamin perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham,
termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Prinsip ini melarang adanya praktik perdagangan berdasarkan informasi orang dalam (insider trading) dan transaksi dengan diri sendiri (self dealing). Selain itu, prinsip ini mengharuskan anggota dewan komisaris untuk terbuka ketika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan atau konflik kepentingan (conflict of interest). 3. Peranan pemangku kepentingan berkaitan dengan perusahaan (the role of stakeholders). Kerangka
yang
dibangun
dalam
Corporate
Governance
harus
memberikan pengakuan terhadap hak-hak pemangku kepentingan, sebagaimana ditentukan oleh undang-undang dan mendorong kerja sama yang aktif antara perusahaan dengan pemangku kepentingan dalam rangka menciptakan lapangan kerja, kesejahteraan, serta kesenambungan usaha (going concern). 4. Pengungkapan dan transparansi (disclosure and transparancy). Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance harus menjamin adanya pengunkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan tersebut mencakup informasi mengenai kondisi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan pengelolaan perusahaan. Informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. Manajemen juga diharuskan untuk meminta auditor eksternal kantor
akuntan publik (KAP) melakukan audit yang bersifat independen atas laporan keuangan. 5. Tanggung jawab dewan komisaris atau direksi (the responsibilities of the board). Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pengawasan yang efektif terhadap manajemen oleh dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga memuat kewenangan-kewenangan serta kewajiban-kewajiban profesional dewan komisaris kepada pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.
2.3.5
Manfaat dan Tujuan Good Corporate Governance Ada lima manfaat yang dapat diperoleh perusahaan yang menerapkan
Good Corporate Governance menurut Hery (2010), yaitu : 1. GCG secara tidak langsung akan dapat mendorong pemanfaatan sumber daya perusahaan ke arah yang lebih efektif dan efisien, yang pada gilirannya akan turut membantu terciptanya pertumbuhan atau perkembangan ekonomi nasional. 2. GCG dapat membantu perusahaan dan perekonomian nasional, dalam hal ini menarik modal investor dengan biaya yang lebih rendah melalui perbaikan kepercayaan investor dan kreditur domestik maupun internasional.
3. Membantu pengelolaan perusahaan dalam memastikan/menjamin bahwa perusahaan telah taat pada ketentuan, hukum, dan peraturan. 4. Membangun manajemen dan Corporate Board dalam pemantauan penggunaan asset perusahaan. 5. Mengurangi korupsi. Penerapan Good corporate Governance dilingkungan BUMN dan BUMD mempunyai tujuan sesuai KEPMEN BUMN No. KEP-117/M&/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2001 pada pasal 4 yang dalam Hery (2010), yaitu : 1. Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional; 2. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan
efisiensi,
serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ; 3. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggungjawab sosial BUMN terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN; 4. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional; 5. Meningkatkan iklim investasi nasional; 6. Mensukseskan program privatisasi
2.4
Kerangka Pemikiran Audit internal merupakan kegiatan penilaian bebas, dipersiapkan dalam
organisasi sebagai suatu jasa dalam organisasi. Kegiatan ini menilai dan memeriksa efektifitas kegiatan unit lain. Tanpa fungsi audit internal, dewan direksi tidak memiliki sumber informasi internal yang bebas mengenai kinerja para manajer. Dalam Standar Profesi Audit Internal (SPAI) yang diterbitkan oleh Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal (2004:9), pengertian audit internal tersebut adalah sebagai berikut: “Audit internal adalah kegiatan assurance dan konsultasi independen dan obyektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian, dan proses governance.”
Sawyers (2005:10) menyatakan definisi audit internal, yaitu : “Audit internal merupakan sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan auditor internal terhadap operasi dan kontrol yang berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan apakah (1) informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan; (2) risiko yang dihadapi perusahaan telah diidentifikasi dan diminimalisir; (3) peraturan eksternal dan kebijakan serta prosedur internal yang bisa diterima telah diikuti; (4) kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi; (5) sumber daya telah digunakan secara efisien dan ekonomis dan (6) tujuan organisasi telah dicapai secara efektif temuan dilakukan dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan manajemen dan membantu anggota organisasi dalam menjalankan tanggung jawabnya secara efektif. ” Untuk dapat mengelola perusahaan dengan baik dan mencapai tujuan, perusahaan tidak dapat mengabaikan bahwa suatu pengawasan dalam pengelolaan perusahaan yang memadai mutlak harus ada. Dengan keberadaan fungsi Audit Internal yang efektif, dapat tercipta mekanisme pengawasan untuk memastikan
bahwa sumber daya yang ada dalam perusahaan telah digunakan secara ekonomis dan efektif, dan pengendalian yang ada dalam perusahaan dapat memberikan kepastian lebih tinggi bahwa informasi yang dihasilkan dapat dipercaya. GCG menjadi salah satu kunci sukses perusahaan untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan persaingan bisnis global terutama bagi perusahaan yang telah mampu berkembang sekaligus menjadi terbuka. GCG merupakan sistem mengenai bagaimana suatu organisasi dikelola dan dikendalikan. Sistem governance antara lain mengatur mekanisme pengambilan keputusan pada tingkat atas organisasi. Corporate governance mengatur hubungan antar Dewan Komisaris, Direksi, dan manjemen perusahaan agar terjadi keseimbangan dalam pengelolaan organisasi. GCG adalah sistem dan struktur yang baik untuk mengelola perusahaan dengan tujuan menaikkan nilai pemegang saham serta mengakomodasikan berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (stakeholders) seperti kreditor, pemasok, asosiasi bisnis, konsumen, karyawan, pemerintah, serta masyarakat umum. Pengertian Good Corporate Governance (GCG) menurut Indra Surya (2006:25) adalah sebagai berikut: “Good Corporate Governance terkait dengan pengambilan keputusan yang efektif. Dibangun melalui kultur organisasi, nilainilai,sistem,berbagai proses, kebijakan-kebijakan dan struktur organisasi, yang bertujuan untuk mencapai bisnis yang menguntungkan, efisien dan efektif dalam mengelola resiko dan bertanggungjawab dengan memerhatikan kepentingan stakeholders.” Good Corporate Governance menurut Mas Achmad Daniri (2005:8) adalah sebagai berikut :
“Suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (direksi, dewan Komisaris, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku’’. Untuk dapat mengelola perusahaan dengan baik dan mencapai tujuan, perusahaan tidak dapat mengabaikan bahwa suatu pengawasan dalam pengelolaan perusahaan yang memadai mutlak harus ada. Dengan keberadaan pengendalian intern yang efektif, dapat tercipta mekanisme pengawasan untuk memastikan bahwa sumber daya yang ada dalam perusahaan telah digunakan secara efesinsi dan efektif, dan pengendalian yang ada dalam perusahaan dapat memberikan kepastian lebih tinggi bahwa informasi yang dihasilkan dapat dipercaya dan pengawasan pada good corporate governance dapat memberikan perbaikan dalam setiap sistem pada organisasi untuk mencapai tujuan.
Auditor Internal
Peran
Good Corporate Governance
Gambar 2.4 Bagan Kerangka Pemikiran
2.5
Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian kerangka pemikiran, maka penulis merumuskan
hipotesis penelitian sebagai berikut : “Auditor Internal berperan dalam upaya mewujudkan Good Corporate Governance’’.