BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1.
Audit
2.1.1.
Pengertian Audit Berikut ini merupakan definisi audit menurut para ahli, antara lain :
1. Konrath (2002 : 5) yang mendefinisikan audit sebagai : “Suatu
proses
sistematis
untuk
secara
objektif
mendapatkan
dan
mengevaluasi bukti mengenai asersi tentang kegiatan-kegiatan dan kejadiankejadian ekonomi untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dan kriteria yang telah diterapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan”.
2. Alvin A. Arens, Mark S. Beasley dan Randal J. Elder (2011 : 4) mendefinisikan audit sebagai : “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person”.
3. Sukrisno Agoes menyatakan bahwa audit merupakan : “Suatu pemeriksaan yang dapat dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan pembukuan dan bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai suatu kewajaran laporan keuangan tersebut”.
4. Boynton, Johnson dan Kell (2003) memberikan definisi audit sebagai : “Suatu proses sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan 11
12
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan”. Beberapa ciri penting yang ada dalam definisi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : •
Suatu proses sistematis Berupa serangkaian langkah atau prosedur yang logis, terstruktur, dan terorganisir. Auditing Standars Board (ABS = Dewan Standar Auditing) menerbitkan Generally Accepted Auditing Standards (GAAS = Standar Audit yang Berlaku Umum) yang digunakan sebagai pedoman profesional berkaitan dengan proses audit.
•
Memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif Berarti
memeriksakan
dasar asersi
serta
mengevaluasi
hasil
pemeriksaan tersebut tanpa memihak dan berprasangka, baik untuk atau terhadap perorangan (atau entitas) yang membuat asersi tersebut. •
Asersi tentang kegiatan dan peristiwa ekonomi Merupakan representasi yang dibuat oleh perorangan atau entitas. Asersi ini merupakan subjek pokok auditing. Asersi meliputi informasi yang dimuat dalam laporan keuangan, laporan operasi intern, dan surat pemberitahuan pajak (SPT).
•
Derajat kesesuaian Menunjuk pada kedekatan di mana asersi dapat diidentifikasi dan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan. Ekspresi kesesuaian ini dapat berbentuk kuantitas, seperti jumlah kekurangan dana kas kecil, atau dapat juga berbentuk kualitatif, seperti kewajaran laporan keuangan.
•
Kriteria yang telah ditetapkan Adalah standar-standar yang digunakan sebagai dasar untuk menilai asersi atau pernyataan. Kriteria dapat berupa peraturan-peraturan spesifik yang dibuat oleh badan legislatif, anggaran atau ukuran kinerja lainnya yang ditetapkan oleh manajemen, Generally Accepted Accounting Principle (GAAP = Prinsip-prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum) yang ditetapkan oleh Financial Accounting Standards
13
Board (FASB = Badan Standar Akuntansi Keuangan) serta badanbadan pengatur lainnya. •
Penyampaian hasil Diperoleh melalui laporan tertulis yang menunjukan derajat kesesuaian antara asersi dan kriteria yang telah diteapkan. Penyampaian hasil ini dapat meningkatkan atau menurunkan derajat kepercayaan pemakai informasi keuangan atas asersi yang dibuat oleh pihak yang diaudit.
•
Pihak-pihak yang berkepentingan adalah mereka yang menggunakan (atau mengandalkan) temuantemuan auditor. Dalam lingkungan bisnis, mereka adalah para pemegang saham, manajemen, kreditor, kantor pemerintah, dan masyarakat luas.
2.1.2 Jenis-jenis Audit Auditing dapat dibedakan berdasarkan kelompoknya yaitu menurut pelaksanaannya, objeknya, waktu pelaksanaannya serta tujuan audit (Munawir, 1996). A. Menurut pelaksanaannya Dari pelaksanaanya, auditing dibagi menjadi tiga macam, yaitu internal audit, eksternal audit, dan governmental audit. 1. Internal Audit Pengertian internal audit adalah suatu fungsi penilaian yang independen yang diterapkan dalam suatu organisasi yang berfungsi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi sebagai jasa yang diberikan kepada organisasi tersebut. Dengan kata lain, internal audit merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan yang bersangkutan yang disebut akuntan intern yang biasanya tidak terlibat dalam kegiatan pencatatan akuntansi dan kegiatan operasi perusahaan. Akuntan intern berkepentingan dengan pengendalian
intern
perusahaan
demi
tercapainya
efisiensi,
efektivitas, dan ketaatan dalam pelaksanaan operasi perusahaan dan
14
selalu dalam posisi untuk memberikan rekomendasi atau saran-saran perbaikan kepada manajemen. 2. Eksternal Audit Pengertian eksternal audit adalah merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak luar yang bukan merupakan karyawan perusahaan, yang berkedudukan bebas tidak memihak baik terhadap kliennya maupun terhadap pihak-pihak yang berkepentingan dengan kliennya. Jasa audit eksternal ini biasanya dilakukan oleh suatu spesialisasi profesi yaitu akuntan publik yang telah diakui oleh Departemen Keuangan Republik Indonesia untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Akuntan publik tidak hanya memberikan jasanya dalam bidang auditing, tetapi juga memberikan jasa-jasanya dalam bidang: 1) Perpajakan 2) Konsultan manajemen yang meliputi: a) pemberian sistem pengendalian intern b) perbaikan pengendalian sistem c) merancang dan menerapkan sistem akuntansi d) penggabungan usaha e) penerapan komputer dan konsultasi dalam bidang asuransi 3. Governmental Audit Pada Departemen Keuangan terdapat instansi yang bertugas sebagai pemeriksa pengelolaan keuangan instansi pemerintah dan perusahaanperusahaan
Negara,
yaitu
Badan
Pengawas
Keuangan
dan
Pembangunan (BPKP) yang bertindak sebagai akuntan intern pemerintah, sedangkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai akuntan ekstern pemerintah dan bertangungjawab kepada DPR.
B. Menurut objeknya Ditinjau dari objek yang diaudit, maka auditing dibedakan menjadi tiga macam, yaitu audit laporan keuangan (financial statement audit), audit kepatuhan (compliance audit), dan audit operasional (management audit).
15
Terdapat tiga jenis audit menurut Boynton, Johnson dan Kell (2003), yaitu : 1. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit) Audit Laporan Keuangan berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti dengan maksud agar dapat memberikan pendapat apakah laporan-laporan tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan, yaitu prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP). 2. Audit Kepatuhan (Compliance Audit) Audit Kepatuhan berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan memeriksa bukti-bukti untuk menetapkan apakah kegiatan keuangan atau operasi suatu entitas telah sesuai dengan persyaratan, ketentuan, atau peraturan tertentu. 3. Audit Operasional (Operational Audit) Audit Operasional berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti – bukti tentang efisiensi dan efektivitas kegiatan operasi entitas dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan tertentu.
16
Tabel 2.1. Ikhtisar Komparatif Jenis-jenis Audit Jenis Audit
Laporan Keuangan
Kepatuhan
Sifat Asersi
Kriteria yang
Sifat Laporan
ditetapkan
Auditor
Data laporan
Prinsip-prinsip
Pendapat atas
keuangan
akuntansi yang
kewajaran laporan
berlaku umum
keuangan
Klaim atau data
Kebijakan
Ringkasan temuan
berkenaan dengan
manajemen, hukum,
atau keyakinan
kepatuhan kepada
peraturan, atau
tentang derajat
kebijakan,
persyaratan lain
kepatuhan.
perundangan,
pihak ketiga.
peraturan dan sebagainya. Operasional
Data operasional
Menetapkan tujuan,
Efisiensi dan
atau kinerja
misalnya, yang
efektivitas yang
dilakukan oleh
diamati;
manajemen atau
rekomendasi untuk
pihak yang
peningkatan.
berwenang.
C. Menurut waktu pelaksanaannya serta tujuan audit Audit ditinjau dari waktu pelaksanaan serta tujuan audit dibedakan menjadi dua macam, yaitu audit terus-menerus (continous audit), dan audit periodik (periodical audit). 1. Audit Terus-menerus (Continous Audit) Dalam audit terus-menerus, auditor mengunjungi beberapa kali dalam satu periode akuntansi dan setiap kali melakukan kunjungan mengadakan audit sejak kunjungan sebelumnya. Dalam auditing jenis ini klien harus diberi laporan mengenai kemajuan pekerjaanya dan hal-hal yang memerlukan koreksi atau hal-hal yang harus diperhatikan klien. Laporan ini tidak sama dengan laporan auditor yang formal, biasanya tanpa pendapat auditor. Auditor terus menerus memberikan
17
beberapa keuntungan, baik bagi auditor maupun bagi kliennya (Munawir, 1996), yaitu: a) Pekerjaan pelaksaaan pemeriksaan disebar lebih merata keseluruhan waktu dalam tahun yang bersangkutan. b) Memungkinkan adanya pembagian tugas di antara para pelaksana pemeriksaan sehingga pemeriksaan dan laporan tahunan dapat diselesaikan lebih awal. c) Klien didorong untuk memelihara akuntansinya dengan data yang up to date. d) Kesalahan
dapat
dilokalisir
dan
koreksinya
dapat
dilakukan dengan segera. e) Kecurangan akan dapat diketahui dan dicegah secepatnya. f) Bila perlu akuntan masih mempunyai waktu untuk melakukan pemeriksaan khusus yang lebih intensif. g) Klien memperoleh informasi mengenai kondisi keuangan dan hasil operasinya setiap saat. h) Aktiva, utang, pendapatan dan biaya dapat direkonsiliasi, di konfirmasi, dan diuji lebih sering dan pada waktu perusahaan sedang tidak sibuk. 2. Audit Periodik (Periodical Audit) Jika pelaksanaan audit dilakukan secara periodik, misalnya semester, tahunan, kuartal, maka audit ini disebut audit periodik. Dalam hal ini laporan auditor yang formal hanya dibuat pada akhir tahun akuntansi. 2.1.3. Jenis-jenis Auditor Auditor dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : 1. Auditor Internal (Internal Auditors)
Auditor Internal merupakan karyawan suatu perusahaan tempat mereka melakukan audit. Tujuan auditing internal adalah untuk membantu manajemen dalam melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Auditor internal terutama berhubungan dengan audit operasional dan audit kepatuhan. Meskipun demikian, pekerjaan auditor internal dapat mendukung audit atas laporan keuangan yang dilakukan auditor
18
independen. Para auditor internal kebanyakan adalah pemegang sertifikat yang disebut sebagai Certified Internal Auditors (CIA), yang beberapa diantaranya juga bersertifikat CPA (Certified Public Accountant). Asosiasi internasional untuk para auditor internasional adalah Institute of Internal Auditors (IIA), yang menetapkan kriteria sertifikat serta mengelola ujian CIA. Selain itu, IIA juga telah menetapkan standar praktis untuk audit internal dan kode etik. 2. Auditor Pemerintah (Government Auditors)
Auditor pemerintah adalah auditor yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas utamanya adalah melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan dari berbagai unit organisasi dalam pemerintahan. Auditing ini dilaksanakan oleh auditor pemerintah yang bekerja di BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) dan BPK (Badan Pemeriksa keuangan). Di samping itu, ada auditor pemerintah yang bekerja di Direktorat Jendral Pajak. Tugas auditor perpajakan ini adalah memeriksa pertanggungjawaban keuangan para wajib pajak baik perseorangan maupun yang berbentuk organisasi kepada pemerintah. 3. Auditor Independen (Independent Auditors)
Auditor Independen adalah para praktisi individual atau anggota kantor akuntan publik yang memberikan jasa auditing professional kepada klien. Klien dapat berupa perusahaan bisnis yang berorientasi laba, organisasi nirlaba, badan-badan pemerintahan, maupun individu perseorangan. Di samping itu, auditor juga menjual jasa lain yang berupa konsultasi pajak, konsultasi manajemen, penyusunan sistem akuntansi, penyusunan laporan keuangan, serta jasa-jasa lainnya. Auditor independen bekerja dan memperoleh penghasilan yang dapat berupa fee per jam kerja. Auditor independen harus independen terhadap klien pada saat melaksanakan audit maupun saat pelaporan hasil audit. Auditor independen menjalankan pekerjaannya di bawah suatu kantor akuntan publik.
19
Gambar 2.1 Tipe Auditing, Auditor, dan Pekerjaan Mereka
2.1.4
Temuan Audit (Audit Finding) Temuan audit adalah himpunan data dan informasi yang dikumpulkan, diolah dan diuji selama melaksanakan tugas audit atas kegiatan instansi tertentu yang disajikan secara analitis menurut unsur-unsurnya yang dianggap bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Menurut Tunggal, A. W. (2012:185) terdapat lima penyusunan formula dalam membuat temuan audit, yaitu dalam bentuk sebagai berikut: 1. Pernyataan Kondisi (Condition) Audit operasional memerlukan temuan fakta awal dalam tahap pekerjaan lapangan (field work). Ketika temuan fakta digunakan untuk menyatakan suatu kondisi, auditor perlu memeriksa dan menguji operasi dan data terkait untuk membuat fakta lebih jelas. Pernyataan kondisi ini memberikan titik referensi kepada temuan yang berkaitan dengan kriteria yang ada.
20
2. Kriteria (Criteria) Di dalam menganalisis kondisi saat ini, auditor harus memperhatikan kondisi apa yang diharapakan untuk dapat mencapai sasaran dan tujuan organisasi. Dalam menentukan kriteria yang tepat untuk suatu kondisi yng spesifik, auditor memandang dari segi hukum dan perundangundangan yang relevan, kontrak yang ada, kebijakan, system dan prosedur, peraturan internal dan eksternal, tanggung jawab dan wewenang, standar, jadwal, rencana dan anggaran, serta dasar-dasar manajemen dan administrasi yang baik. 3. Penyebab (Cause) Temuan
audit
tidaklah
lengkap
sampai
mengidentifikasi penyebab atau alasan
auditor
secara
penuh
terjadinya penyimpangan dari
kriteria. Faktor paling penting dari temuan audit yaitu menentukan penyebab kelamahan. Penyebab ini adalah alasan kenapa operasi menjadi tiak efisien, efektif, dan ekonomis. Tanggung jawab auditor adalah melaporkan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki situasi dan mencegah berulangnya akibat yang merugikan 4. Akibat (Effect) Salah satu tujuan utama dalam melaksanakan audit operasional adalah mendorong manajemen operasional melakukan tindakan positif untuk mengoreksi/memperbaiki temuan atas kekurangan/kelemahan operasional yang diidentifikasi oleh tim audit. Dalam
membantu manajemen
menentukan seberapa serius kondisi tersebut mempengaruhi operasinnya, auditor harus mengukur akibatnya. Efisiensi, efektif, dan ekonomis adalah alat ukur yang bagus terhadap efek. 5. Rekomendasi (Recommendations) Penyempurnaan suatu temuan audit adalah pengembangan rekomendasi sebagai suatu tindakan yang harus diambil untuk mengoreksi kondisi yang tidak diinginkan. Rekomendasi harus masuk akal diikuti dengan sebuah penjelasan kenapa kondisi ini terjadi, penyebabya, dan apa yang harus dilakukan umtuk mencegah berulangnya hal itu. Rekomendasi harus bersifat praktis (dapat diterapkan) dan masuk akal sehingga manajemen akan mudah menerimanya.
21
2.2.
Kantor Akuntan Publik (KAP) Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah Lembaga yang memiliki ijin dari
Menteri Keuangan sebagai wadah bagi Akuntan Publik dalam menjalankan profesinya. Menurut direktori kantor akuntan publik dan akuntan publik 2013 yang diterbitkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia saat ini terdapat 492 KAP yang terdaftar di keseluruhan Indonesia. Untuk menjadi seorang akuntan publik atau hendak membuka jasa akuntan publik, seseorang diharuskan mendapatkan izin dari kementrian keuangan. Ketentuan mengenai akuntan publik di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik. Agar seseorang mendapat izin untuk membuka jasa akuntan publik, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain : 1. Mempunyai nomor Register Negara untuk Akuntan 2. Mempunyai Sertifikat Tanda Lulus USAP yang diselengarakan oleh IAPI. Dan apabila tanggal kelulusan telah melewati masa 2 tahun, maka wajib menyerahkan bukti telah mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) paling sedikit 60 Satuan Kredit PPL (SKP) dalam 2 tahun terakhir. 3. Berpengalaman praktik di bidang audit umum atas laporan keuangan paling sedikit 1000 jam dalam 5 tahun terakhir dan paling sedikit 500 jam diantaranya memimpin dan/atau mensupervisi perikatan audit umum, yang disahkan oleh Pemimpin/Pemimpin Rekan KAP. 4. Berdomisili di wilayah Republik Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau bukti lainnya. 5. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 6. Tidak pernah dikenakan sanksi pencabutan izin akuntan publik. 7. Membuat Surat Permohonan, melengkapi formulir Permohonan Izin Akuntan Publik, membuat surat pernyataan tidak merangkap jabatan. 2.2.1. Organisasi Profesi Akuntan Publik Organisasi profesi akuntan publik yang ada di Indonesia adalah Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) atau Indonesian Institute of Certified Public
22
Accountats (IICPA). Latar belakang sejarah IAPI dimulai dari didirikannya Ikatan Akuntan Indonesia di tahun 1957 yang merupakan perkumpulan akuntan Indoesia yang pertama. Perkembangan profesi dan organisasi Akuntan Publik di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari perkembangan perekonomian, dunia usaha dan investasi baik asing maupun domestik, pasar modal serta pengaruh global. Secara garis besar tonggak sejarah perkembangan profesi dan organisasi akuntan publik di Indonesia memang sangat dipengaruhi oleh perubahan perekonomian negara pada khususnya dan perekonomian dunia pada umumnya. 2.2.2. Struktur KAP Karena tanggungjawab yang besar, merupakan hal penting bagi tenaga ahli yang bekerja di suatu kantor akuntan publik untuk memiliki independensi dan kompetensi yang tinggi. Dengan adanya independensi, mereka mampu menarik kesimpulan yang tidak memihak mengenai laporan keuangan yang mereka audit. Dengan kompetensi yang dimilikinya, mereka dapat melaksanakan audit dengan efisien dan efektif. Para pembaca laporan keuangan yang merasa yakin akan independensi dan kompetensi auditor akan mempercayai pula laporan-laporan yang mereka hasilkan. Karena banyakanya kantor akuntan publik yang beroperasi, adalah mustahil bagi para pembaca untuk menilai independensi dan kemampuan masingmasing. Karena itulah terdapat struktur kantor akuntan publik yang dapat lebih mendorong, tetapi tidak menjamin, tercapainya kualitas di atas. Bentuk usaha KAP yang dikenal menurut hukum di Indonesia ada dua macam (Amin Widjaya Tunggal, 2007:37) : a. KAP dalam bentuk usaha sendiri. KAP bentuk ini menggunakan nama akuntan publik yang bersangkutan. b. KAP dalam bentuk usaha kerjasama. KAP bentuk ini menggunakan nama sebanyak-banyaknya tiga nama akuntan publik yang menjadi rekan/partner dalam KAP yang bersangkutan. Penanggungjawab KAP Usaha Sendiri adalah akuntan publik yang bersangkutan, sedangkan penanggungjawab KAP usaha kerjasama adalah dua orang atau lebih akuntan publik yang masing-masing merupakan rekan/partner dan salah seorang bertindak sebagai rekan pimpinan (Pasal 3 ayat 2 dan 3 SK. Menkeu No. 43/1997).
23
2.2.2.1 Hierarki KAP Auditor independen atau audit sektor eksternal melaksanakan kegiatanya di bawah suatu kantor akuntan publik. Hierarki staf organisasi kantor akuntan publik pada umumnya sebagai berikut : 1. Partner Merupakan top legal client relationship, yang bertugas me-review (menelaah) pekerjaan audit, menandatangani laporan audit, menyetujui masalah fee dan penagihannya, dan penanggungjawab atas segala hal yang berkaitan dengan pekerjaan audit. 2. Manajer Merupakan staf yang banyak berhubungan dengan klien, mengawasi langsung pelaksanaan tugas-tugas audit, me-review lebih rinci terhadap pekerjaan audit, dan melakukan penagihan atas fee audit. 3. Akuntan Senior Merupakan staf yang bertangungjawab langsung terhadap perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan audit, dan me-review pekerjaan para akuntan yunior yang dibawahinya. 4. Akuntan Yunior Merupakan staf pelaksana langsung dan bertangungjawab atas pekerjaan lapangan. Para yunior ini penugasannya dapat berupa bagian-bagian dari pekerjaan audit, bahkan bila memungkinkan memberikan pendapat atas bagian yang diperiksanya.
2.2.3. Jasa yang Disediakan KAP Kantor Akuntan Publik menghasilkan berbagai macam jasa bagi masyarakat. Ada 3 penggolongan besar jasa yang dihasilkan, yaitu : 1. Jasa Assurance Jasa Assurance atau Assurance Services merupakan jasa professional independen yang mampu meningkatkan mutu informasi, atau konteksnya, untuk kepentingan para pengambil keputusan. Salah satu aspek kunci assurance services adalah konsep independensi. Para pengguna jasa sangat mengandalkan independensi CPA serta dapat menarik manfaat yang bernilai dari kenyataan bahwa CPA bersifat tidak memihak dan objektif. Assurance
24
services dapat meningkatkan mutu informasi dengan cara meningkatkan keandalan atau relevansinya. Dimana keandalan yang dimaksud meliputi penyajian yang jujur, netralitas, dan konsistensi antarperiode, serta relevansi yang dimaksud meliputi dapat dipahami, dapat diperbandingkan dengan entitas lain, dapat digunakan, dan kelengkapan.
2. Jasa Atestasi Atestasi adalah suatu pernyataan pendapat atau pertimbangan seseorang yang independen dan kompeten mengenai kesesuaian, dalam segala hal yang signifikan, asersi suatu entitas dengan kriteria yang ditetapkan. Auditor memberikan jasa atestasi dengan memberikan pendapat tertulis yang berisi kesimpulan tentang keandalan asersi tertulis yang menjadi tangung jawab pihak lain. Ada empat jenis jasa atestasi yang dapat diberikan oleh suatu kantor akuntan publik, yaitu :
A. Audit Contoh utama jasa ini adalah audit atas keuangan historis. Dalam audit laporan keuangan, klien menugaskan auditor untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti yang berkaitan dengan laporan keuangan untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan. Keyakinan yang diberikan pada audit adalah keyakinan positif (positive assurance). B. Pemeriksaan (Examination) Auditor dalam melaksanakan penugasan jasa ini akan memberikan pendapat atas asersi-asersi suatu pihak sesuai kriteria yang ditentukan. Keyakinan yang diberikan pada examination adalah keyakinan positif. Meskipun demikian tingkat keyakinan yang diberikan berada di bawah tingkat keyakinan dalam audit laporan keuangan. Contoh jasa examination antara lain pemeriksaan proyeksi bisnis atau laporan keuangan prospektif, dan pemeriksaan kesesuaian pengendalian internal perusahaan dengan kriteria yang ditetapkan pemerintah. C. Penelaahan (Review) Jasa review atau pengkajian ulang terutama dilakukan dengan wawancara dengan manajemen dan analisis komparatif informasi
25
keuangan suatu perusahaan. Lingkup kerjanya lebih sempit daripada audit maupun examination. Keyakinan yang diberikan pada review adalah keyakinan negatif (negative assurance). Auditor diharuskan menyatakan penolakan pemberian pendapat (disclaimer of opinion) dalam memberikan keyakinan negatif. Jasa review biasanya dilakukan pada laporan interim perusahaan publik atau laporan tahunan perusahaan nonpublik. D. Prosedur yang Disepakati Bersama (Agreed-upon Procedures) Lingkup kerja jasa ini lebih sempit daripada audit maupun examination. Sebagai contoh, auditor dan klien sepakat bahwa prosedur tertentu akan dilakukan atas elemen tertentu laporan keuangan misalnya akun atau rekening kas dan surat berharga. Kesimpulan yang dibuat atas hal tersebut harus berbentuk ringkasan temuan, keyakinan negatif, atau keduanya.
3. Jasa Nonatestasi Ada tiga jenis jasa nonatestasi yang diberikan suatu kantor akuntan publik, yaitu: A. Jasa Akuntansi Jasa akuntansi dapat diberikan melalui aktivitas pencatatan, penjurnalan, posting, jurnal penyesuaian dan penyusunan laporan keuangan klien (jasa kompilasi) serta perancangan sistem akuntansi klien. Dalam memberikan jasa akuntansi, praktisi yang melakukan jasa tersebut bertindak sebagai akuntan perusahaan. Dalam memberikan jasa akuntansi, akuntan tidak menyatakan pendapat. B. Jasa Perpajakan Jasa perpajakan meliputi pengisian surat laporan pajak dan perencanaan pajak. Selain itu dapat juga bertindak sebagai penasehat dalam masalah perpajakan dan melakukan pembelaan bila
perusahaan
yang
menerima
permasalahan dengan Kantor Pajak. C. Jasa Konsultasi Manajemen
jasa
sedang
mengalami
26
Jasa konsultasi manajemen atau management advisory service (MAS)
merupakan
fungsi
pemberian
konsultasi
dengan
memberikan saran dan bantuan teknis kepada klien untuk peningkatan penggunaan kemampuan dan sumber daya untuk mencapai tujuan perusahaan klien. Akuntan dapat dikontrak untuk memberikan pendapat sebagai seorang ahli mengenai suatu hal tertentu seperti penggunaan prinsip akuntansi, undang-undang pajak, dan penggunaan teknologi pemroses data-data keuangan. Akuntan publik, dengan kapasitasnya sebagai konsultan, tidak dibenarkan membuat apapun menentukan keputusan manajemen.
2.2.4. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) per 1 Januari 2001 terdiri atas lima standar, yaitu : 1. Pernyataan Standar Auditing (PSA) yang dilengkapi dengan interpretasi Pernyataan Standar Auditing (IPSA). 2. Pernyataan Standar Atestasi (PSAT) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Atestasi (IPSAT) 3. Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (PSAR) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (IPSAR). 4. Pernyataan Standar Jasa Konsultasi (PSJK) yang dilengkapi dengan Pernyataan Standar Jasa Konsultasi (IPSJK). 5. Pernyataan Standar Pengendalian Mutu (PSPM) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Pengendalian Mutu (IPSM). Kelima standar di atas merupakan standar teknis yang bertujuan untuk mengatur mutu jasa yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik di Indonesia.
1. Standar Auditing Standar auditing merupakan panduan audit atas laporan keuangan historis. Standar auditing terdiri dari 10 standar sebagai berikut:
1) Standar Umum
27
• Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. • Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. • Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 2) Standar Pekerjaan Lapangan • Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. • Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. • Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. 3) Standar Pelaporan • Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. • Laporan audit harus menunjukan atau menyatakan, jika ada, ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. • Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. • Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan
tidak
dapat
diberikan,
maka
alasannya
harus
dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas
28
mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.
Standar-standar tersebut dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA). Dengan demikian PSA merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang tercantum dalam standar auditing. PSA berisi ketentuan-ketentuan dan panduan utama yang harus diikuti oleh akuntan publik dalam melaksanakan perikatan audit. Kepatuhan terhadap Pernyataan Standar Auditing yang dikelurakan oleh Dewan bersifat wajib (mandatory) bagi anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan publik. Termasuk di dalam Pernyataan Standar Auditing adalah Interpretasi Standar Auditing (IPSA), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh Dewan terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh Dewan dalam PSA. Dengan demikian IPSA memberikan jawaban atas pertanyaan atau keraguan dalam penafsiran
ketentuan-ketentuan
yang
dimuat
dalam
PSA,
sehingga
merupakan perluasan lebih lanjut berbagai ketentuan dalam PSA. Tafsiran resmi ini bersifat mengikat bagi anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan publik, sehingga pelaksanaannya bersifat wajib.
2. Standar Atestasi Standar atestasi memberikan kerangka untuk fungsi atestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup tingkat keyakinan tertingi yang diberikan dalam jasa audit atas laporan keuangan historis, pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, serta tipe perikatan atestasi lain yang memberikan keyakinan yang lebih rendah (review, pemeriksaan dan prosedur yang disepakati). Standar atestasi terdiri dari 11 standar dan dirinci dalam bentuk Pernyatan Standar Atestasi (PSAT). PSAT merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang terdapat dalam standar atestasi. Termasuk di dalam Pernyataan Standar Atestasi adalah Interpretasi Pernyataan Standar Atestasi (IPSAT), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh Dewan terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan Dewan dalam PSAT. Dengan demikian IPSAT memberikan jawaban atas pertanyaan atau keraguan dalam penafsiran ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam PSAT, sehingga merupakan perluasan lebih lanjut berbagai ketentuan dalam PSAT. Tafsiran resmi ini
29
bersifat mengikat bagi anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan publik, sehingga pelaksanaannya bersifat wajib.
3. Standar Jasa Akuntansi dan Review Standar jasa akuntansi dan review memberikan kerangka untuk fungsi nonatestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup jasa akuntansi dan review. Standar jasa akuntansi dan review dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (PSAR). Termasuk di dalam Pernyataan Standar Auntansi dan Review adalah Interpretasi Pernyataan Standar dan Review (IPSAR), yang merupakan ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh Dewan terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh Dewan dalam PSAR. Dengan demikian IPSAR memberikan jawaban atas pertanyaan atau keraguan dalam penafsiran ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam PSAR, sehingga merupakan perluasan lebih lanjut berbagai ketentuan dalam PSAR. Tafsiran resmi ini bersifat mengikat bagi anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan publik, sehingga pelaksanaannya bersifat wajib.
4. Standar Jasa Konsultasi Standar jasa konsultasi memberikan panduan bagi praktisi yang meberikan jasa konsultasi bagi kliennya melalui kantor akuntan publik. Jasa konsultasi pada hakikatnya berbeda dari jasa atestasi akuntan publik terhadap asersi pihak ketiga. Dalam jasa atestasi, para praktisi menyajikan suatu kesimpulan mengenai keandalan suatu asersi tertulis yang menjadi tanggung jawab pihak lain, yaitu pembuat asersi (asserter). Dalam jasa konsultasi, para praktisi menyajikan temuan, kesimpulan, dan rekomendasi. Sifat dan lingkup pekerjaan jasa konsultasi ditentukan oleh perjanjian antara praktisi dengan kliennya.
Umumnya
pekerjaan
jasa
konsultasi
dilaksanakan
untuk
kepentingan klien.
5. Standar Pengendalian Mutu Standar Pengendalian Mutu memberikan panduan bagi kantor akuntan publik di dalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik dan Aturan Etika Kompartemen Akuntan
30
Publik yang diterbitkan oleh Kompartemen Akuntan Publik, Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam perikatan jasa professional, kantor akuntan publik bertangungjawab untuk mematuhi berbagai standar relevan yang telah diterbitkan oleh Dewan dan Kompartemen Akuntan Publik. Dalam pemenuhan
tangung
mempertimbnagkan
jawab integritas
tersebut,
kantor
akuntan
publik
stafnya
dalam
menentukan
wajib
hubungan
profesionalnya; bahwa kantor akuntan publik dan para stafnya akan independen terhadap kliennya sebagaimana diatur oleh Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik dan bahwa staf kantor akuntan publik kompeten, professional, dan obyektif serta akan mengunakan kemahiran profesionalnya dengan cemat dan seksama (due professional care). Oleh karena itu, kantor akuntan publik harus memiliki sistem pengendalian mutu untuk memberikan keyakinan memadai tentang kesesuaian perikatan professional dengan berbagai standar dan aturan relevan yang berlaku. Selain kelima standar tersebut masih dilengkapi dengan Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang merupakan aturan normal yang wajib dipenuhi oleh akuntan publik.
2.2.4.1. Kode Etik Profesi Akuntan Publik Etik merupakan suatu prinsip moral dan perbuatan yang menjadi landasan bertindaknya seseorang sehingga apa yang dilakukannya dipandang oleh masyarakat sebagai perbuatan yang terpuji dan meningkatkan martabat dan kehormatan seseorang. Kode Etik Profesi Akuntan Publik adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan staf professional (baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota (IAPI) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP). Menurut Munawir (1996) pengertian kode etik akuntan adalah: “Sebagai suatu sistem prinsip-prinsip moral dan pelaksanaan aturan yang memberikan pedoman kepada akuntan dalam berhubungan dengan klien, masyarakat, dan akuntan lain sesama profesi” atau “suatu alat atau sarana untuk memberikan keyakinan kepada klien, pemakai laporan keuangan dan masyarakat pada umumnya tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikan oleh akuntan.” Sejak 1 Januari 2011, IAPI memberlakukan Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang terdiri: Bagian A Prinsip Dasar Etika Profesi dan Bagian B Aturan Etika
31
Profesi. Kode Etik Profesi Akuntan Publik selengkapnya bisa dilihat di SPAP 2011 atau buku yang diterbitkan IAPI. Kode etik ini mengacu pada kode etik dari International Federation of Accountant (IFAC). Kode Etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu (praktisi) dalam KAP atau jaringan KAP, baik yang merupakan anggota IAPI maupun yang bukan merupakan anggota IAPI, yang memberikan jasa professional yang meliputi jasa assurance dan jasa non-assurance. Anggota IAPI yang tidak berada dalam KAP atau Jaringan KAP dan tidak memberikan jasa professional seperti tersebut di atas tetap harus mematuhi dan menerapkan Bagian A dari Kode Etik ini. Suatu KAP atau jaringan KAP tidak boleh menetapkan kode etik profesi dengan ketentuan yang lebih ringan daripada ketentuan yang diatur dalam Kode Etik ini. Kode etik IAPI yang baru disusun berdasarkan sistematik sebagai berikut (IAPI 2008) : Bagian A berisi Prinsip Dasar Etika Profesi yang terdiri atas : Seksi 100
Prinsip-Prinsip Dasar Etika Profesi
Seksi 110
Prinsip Integritas
Seksi 120
Prinsip Objektivitas
Seksi 130
Prinsip Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional
Seksi 140
Prinsip Kerahasiaan
Seksi 150
Prinsip Perilaku Profesional
Bagian B Aturan Etika Profesi yang terdiri atas: Seksi 200
Ancaman dan Pencegahan
Seksi 210
Penunjukan Praktisi, KAP, atau Jaringan KAP
Seksi 220
Benturan Kepentingan
Seksi 230
Pendapat Kedua
Seksi 240
Imbalan Jasa Profesional dan Bentuk Remunerasi Lainnya
Seksi 250
Pemasaran Jasa Profesional
Seksi 260
Penerimaan Hadiah atau Bentuk Keramah-tamahan lainnya
Seksi 270
Penyimpanan Aset Milik Klien
Seksi 280
Objektivitas Semua Jasa Profesional
Seksi 290
Independensi dalam Perikatan Assurance
32
2.3. Audit Laporan Keuangan Menurut Arens, dkk., (2009), audit atas laporan keuangan dilaksanakan untuk menentukan apakah seluruh laporan keuangan (informasi yang diuji) telah dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu. Umumnya, kriteria tersebut adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
2.3.1. Tujuan Audit Laporan Keuangan Dalam SAS 1 (AU 110) dinyatakan bahwa tujuan audit umum atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran, dalam sebuah hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, serta arus kas sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Bagian SAS tersebut menekankan perlunya penerbitan pendapat atas laporan keuangan. Alasan mengapa auditor mengumpulkan bukti audit adalah untuk memungkinkan mereka mencapai kesimpulan tentang apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material serta untuk menerbitkan laporan audit yang tepat. Berdasarkan bukti audit yang ditemukan, maka auditor dapat memberikan pendapat audit mengenai wajar atau tidaknya suatu penyajian laporan keuangan. Apabila bukti audit cukup memadai, seorang auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan tidak mungkin akan menyesatkan pengguna laporan keuangan yang cermat, maka auditor akan memberikan pendapat audit atas kewajaran penyajian laporan keuangan serta akan mengaitkan namanya dengan laporan keuangan tersebut. Jika fakta-fakta yang terjadi setelah penerbitan pendapat mereka menunjukan bahwa laporan keuangan pada kenyataannya tidak disajikan secara wajar, maka auditor perlu menunjukan kepada sidang pengadilan atau agen-agen pengawas bahwa ia telah melaksanakan auditnya dengan cara yang benar serta menarik berbagai kesimpulan yang beralasan. Jika auditor meyakini bahwa laporan keuangan tidak disajikan secara wajar atau tidak mampu memperoleh suatu kesimpulan karena tidak memperoleh bukti audit yang cukup karena berbagai kondisi yang tidak terpenuhi, maka auditor memiliki tangung jawab untuk memberikan peringatan kepada para pengguna laporan keuangan melalui laporan auditnya.
2.3.2. Tahap-Tahap Audit atas Laporan Keuangan Menurut Boynton (2003:270) tahapan dalam audit laporan keuangan dibagi menjadi empat tahap, yaitu :
33
1. Penerimaan penugasan audit Tahap awal dari audit laporan keuangan melibatkan suatu keputusan untuk menerima (atau menolak) kesempatan untuk menjadi auditor dari klien baru atau untuk melanjutkan sebagai auditor bagi klien yang sudah ada. Menerima dan melanjutkan klien audit melibatkan elemen-elemen penting mengenai pemahaman bisnis dan industri, materialitas, risiko audit, dan pertimbangan jasa bernilai tambah. Dalam banyak kasus, keputusan untuk menerima (atau menolak) dibuat enam hingga sembilan bulan sebelum tahun fiskal klien berakhir. 2. Perencanaan audit Tahap kedua dari audit memerlukan pengembangan suatu strategi audit untuk pelaksanaan audit dan penentuan ruang lingkup audit. Perencanaan penting agar suatu perikatan audit dapat berjalan dengan sukses. Perencanaan audit melibatkan elemen-elemen penting tentang pemahaman bisnis dan industri, materialitas, risiko audit, asersi dan bukti audit, serta pertimbangan jasa bernilai tambah. 3. Melaksanakan pengujian audit Tahap ketiga dari audit adalah melaksanakan pengujian audit. Tahap ini disebut juga sebagai pelaksanaan pekerjaan lapangan (field work), karena pengujian biasanya dilakukan atas izin klien. Tujuan utama dari tahap ini adalah untuk memperoleh bukti mengenai kondisi ekonomi klien, efektivitas pengendalian intern, dan kewajaran laporan keuangan klien. 4. Melaporkan temuan Tahap keempat dan tahap terakhir dari audit adalah pelaporan temuantemuan. Elemen penting dari setiap audit adalah komunikasi mengenai temuan audit. Laporan audit merupakan bagian penting dari setiap perikatan.
2.4.
Perencanaan Audit Laporan Keuangan Standar pelaksanaan pekerjaan lapangan mengharuskan perencanaan yang
sebaik-baiknya dalam setiap penugasan audit. Oleh sebab itu tahap perencanaan audit merupakan tahap yang mau tidak mau harus mendapat perhatian yang serius dari auditor. Hal ini tentu tidak dapat dipungkiri, karena pekerjaan apapun tentu akan lebih baik apabila terencana dengan baik.
34
Tahap perencanaan audit ini merupakan suatu tahap yang vital dalam audit. Kesuksesan audit sangat ditentukan oleh perencanaan audit secara matang. Perencanaan audit meliputi pengembangan strategi menyeluruh untuk merencanakan pelaksanaan audit. Perencanaan audit sangat dipengaruhi informasi yang diperoleh dalam
tahap
pertimbangan
penerimaan
penugasan
audit.
Auditor
perlu
mempertimbangkan informasi mengenai integritas manajemen, kekeliruan dan ketidakberesan, dan pelanggaran hukum klien dalam merencanakan audit. Luas dan kelengkapan perencanaan sangat tergantung pada: (1) Ukuran dan kompleksitas perusahaan klien, (2) Pengalaman auditor dengan klien, (3) Pengetahuan dan kemampuan auditor beserta seluruh stafnya.
2.4.1. Langkah-Langkah Perencanaan Audit Laporan Keuangan Langkah-langkah perencanaan dari suatu kegiatan mungkin dapat berbeda dari satu orang dengan orang lainnya. Demikian pula halnya dengan perencanaan audit. Berdasarkan peraturan Standar Auditing seksi 311, menyebutkan terdapat enam langkah yang dilakukan dalam perencanaan audit, yaitu: 1. Menghimpun pemahaman bisnis klien 2. Melakukan prosedur analitis 3. Melakukan penilaian awal terhadap materialitas 4. Menilai risiko audit 5. Mengembangkan strategi audit pendahuluan untuk asersi-asersi yang signifikan 6. Menghimpun pemahaman struktur pengendalian intern klien
35
Gambar 2.2 Langkah-langkah Perencanaan Audit
Menghimpun pemahaman bisnis klien dan industri klien
Menilai risiko audit
Melakukan prosedur analitis
Mengembangkan strategi audit pendahuluan untuk asersi yang signifikan
Melakukan penilaian awal terhadap materialitas
Menghimpun pemahaman struktur pengendalian internal klien
Berdasarkan langkah-langkah yang disebutkan di atas, diuraikan penjelasan dari masing-masing langkah tersebut sebagai berikut :
2.4.1.1. Menghimpun Pemahaman Bisnis Klien dan Industri Klien Penghimpunan pemahaman bisnis dan industri klien dilakukan dengan tujuan untuk mendukung perencanaan audit yang dilakukan auditor. Pemahaman kejadian, transaksi, dan praktik yang berpengaruh signifikan atas laporan keuangan harus dihimpun oleh auditor. Pemahaman tersebut akan digunakan untuk merencanakan lingkup audit, memperkirakan masalah-masalah yang mungkin timbul, dan menentukan atau memodifikasi prosedur audit yang direncanakan. Pemahaman yang harus dihimpun terhadap bisnis dan klien baru perlu lebih intensif dilakukan daripada klien lama. Pemahaman auditor mengenai bisnis klien dan industri klien dapat diperoleh melalui: a. Penelaahan Kertas Kerja Tahun Lalu Penelaahan kertas kerja audit tahun sebelumnya terhadap klien berguna untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin masih ada. Untuk
36
klien baru yang pernah diaudit kantor akuntan lain sebelumnya, penelaahan dilakukan terhadap kertas kerja audit tahun sebelumnya yang diperoleh dari kantor akuntan lain tersebut dengan ijin klien. b. Penelaahan Data Industri dan Data Bisnis Informasi industri dapat diperoleh dari berbagai sumber antara lain buletin atau publikasi industri, standar dan pedoman akuntansi industri klien. Data bisnis klien dapat dihimpun melalui penelaahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga klien, analisis laporan keuangan interim penelaahan kontrak atau perjanjian penting, penelaahan notulen rapat klien, dan sebagainya. Segala informasi yang diperoleh didokumentasikan dalam arsip permanen. c. Peninjauan Terhadap Operasi Klien Auditor meninjau tempat operasi klien dengan maksud untuk mengetahui karakteristik operasi klien, dan berkesempatan menjumpai personel kunci dalam organisasi klien. Auditor meninjau pabrik maupun kantor klien. Melalui peninjauan pabrik, auditor dapat mengetahui letak dan kondisi pabrik, proses operasi atau pemanufakturan, lokasi dan kondisi gudang, dan tempat yang rawan penyimpangan. Melalui peninjauan kantor, auditor dapat mengetahui lokasi dan jenis catatan akuntansi dan sistem pemrosesan data klien. Bila misalnya, proses akuntansi diolah dengan komputer maka auditor harus mempertimbangkan dampak pengolahan tersebut terhadap pelaksanaan auditnya, seperti dalam pemahaman struktur pengendalian intern, kebijakan dan prosedur, dan lain sebagainya. d. Pengajuan Pertanyaan Pada Dewan Komisaris Maupun Komite Audit Melalui hal ini, auditor dapat memperoleh informasi mengenai kekuatan dan kelemahan struktur pengendalian intern klien, pengubahan signifikan struktur organisasi dan manajemen perusahaan. Di samping itu, auditor dapat meminta tambahan dan modifikasi audit yang direncanakan. e. Pengajuan Pertanyaan Pada Manajemen Ada beberapa pertanyaan mengenai bisnis dan industri klien yang dapat diajukan kepada manajamen, antara lain : 1) Pengembangan bisnis yang sedang dilakukan yang berpengaruh pada audit. 2) Regulasi baru dari pemerintah
37
3) Ketertarikan manajemen atas audit terhadap suatu divisi atau anak perusahaan yang baru. f. Penentuan Keberadaan Hubungan Ekonomis dengan Perusahaan Lain Dalam Satu Kelompok Usaha. Keberadaan hubungan ekonomis yang dimaksud adalah transaksi klien dengan anak maupun induk perusahaan, maupun transaksi antara klien dengan satuan usaha lain di bawah satu holding company yang sama. Keberadaan hubungan ekonomis tersebut menimbulkan kesempatan bagi klien untuk melakukan perekayasaan transaksi. Perekayasaan transaksi tersebut dapat menimbulkan informasi keuangan yang menyesatkan. 2.4.1.2. Melakukan Prosedur Analitis Prosedur analitis adalah pengevaluasian informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajarai hubungan-hubungan yang masuk akal antara data keuangan dan data non-keuangan. Prosedur analitis dilakukan sebagai salah satu pengujian substantif untuk menghimpun bahan bukti tentang asersi tertentu yang terkait dengan saldo rekening ataupun kelompok transaksi. Prosedur analitis membantu auditor dengan mendukung dan meningkatkan pemahaman auditor tentang bisnis klien, serta membantu auditor dalam mengidentifikasi hubungan yang tidak sewajarnya dan fluktuasi data yang tidak diharapkan. Ada enam langkah yang harus dilakukan auditor dalam melakukan prosedur analitis, yaitu : a. Mengidentifikasi Perhitungan dan Perbandingan yang Akan Dibuat Ada lima jenis perbandingan yang dapat dilakukan yaitu : 1) Perbandingan data absolut 2) Analisis rasio 3) Laporan keuangan umum 4) Analisis tren 5) Hubungan informasi keuangan dengan informasi nonkeuangan yang relevan b. Mengembangkan Ekspektasi Sumber data yang digunakan sebagai ukuran nilai yang diharapkan atau nilai pembanding terdiri dari sumber internal dan eksternal. Data internal dapat berupa laporan keuangan interim maupun tahunan, data statistik penjualan,
38
statistik produksi yang dapat mengambarkan kapasitas dan volume produksi, dan data intern lainnya. Sumber data eksternal yang digunakan sebagai pembanding antara lain data industri dari Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI), data industri dari lembaga pemerintahan seperti Biro Pusat Statistik, dan proyeksi yang dilakukan auditor. c. Melakukan Perhitungan dan Perbandingan Perhitungan dan perbandingan meliputi pengakumulasian data untuk perhitungan jumlah absolut dan presentase perbedaan antara jumlah saat ini dengan periode sebelumnya maupun jumlah yang diprediksikan, perhitungan common size. Auditor dapat menggunakan software statistik dalam melakukan perhitungan dan pembandingan. Tetapi analisisnya memerlukan judgement auditor. Perhitungan dan perbandingan ini didokumentasikan dalam arsip permanen. d. Menganalisis Data Auditor menganalisis data dengan cara mengidentifikasi perbedaan signifikan dan fluktuasinya. Auditor dapat mengetahui penganalisisan data, likuiditas, solvabilitas, profitabilitas, efisiensi, dan efek suatu kejadian atau keputusan terhadap
laporan
keuangan.
Penganalisisan
data
dapat
mendukung
pemahaman auditor terhadap bisnis klien. Di samping itu, auditor dapat mengetahui titik-titik rawan dan berisiko salah saji. e. Menyelidiki Perbedaan atau Penyimpangan yang Tidak Diharapkan yang Signifikan Hal ini meliputi juga pertimbangan kembali metode dan faktor yang dipakai dalam mengembangkan ekspektasi, dan pengajuan pertanyaan kepada manajemen. Adanya informasi baru dapat mengakibatkan revisi ekspektasi sebelumnya. Bila ada perbedaan atau penyimpangan yang tak dapat dijelaskan, auditor harus menentukan dampaknya atas laporan keuangan klien. f. Menentukan Pengaruh Perbedaan atau Penyimpangan Atas Perencanaan Audit Adanya perbedaan signifikan yang tidak dapat dijelaskan secara rasional maka akan meningkatkan risiko salah saji dalam akun yang terkait dalam perhitungan dan perbandingan. Risiko salah saji yang meningkat menuntut perlunya pengujian yang lebih intensif dan lebih mendetail pada akun-akun
39
tertentu tersebut. Dengan demikian pelaksanaan audit akan lebih efisien dan efektif karena auditor menggunakan metode management by exception. 2.4.1.3. Melakukan Penilaian Awal Terhadap Materialitas Materialitas adalah besarnya kelalaian atau pernyataan yang salah pada informasi akuntansi yang dapat menimbulkan kesalahan dalam pengambilan keputusan. Auditor melakukan penilaian awal mengenai tingkat materialitas dalam perencanaan audit. Auditor menentukan materialitas pada dua tingkat : a. Materialitas Tingkat Laporan Keuangan Auditor menentukan materialitas pada tingkat laporan keuangan karena pendapat auditor tentang kewajaran adalah mengenai laporan keuangan secara keseluruhan dan tidak sepotong-potong. b. Materialitas Tingkat Saldo Akun Materialitas tingkat saldo akun sering disebut
juga sebagai tolerable
misstatement, yang merupakan salah saji maksimum yang boleh ada dalam saldo akun sehingga tidak dianggap sebagai salah saji material. 2.4.1.4. Menilai Risiko Audit Auditor harus mempertimbangkan risiko audit dalam melakukan perencanaan audit. Risiko audit adalah risiko tidak diketahuinya kesalahan yang dapat mengubah pendapat auditor atas suatu laporan keuangan yang diaudit, risiko audit terdiri atas tiga komponen, yaitu : a. Risiko Bawaan (Inherent Risk) Risiko bawaan adalah kerentanan atau mudah tidaknya suatu akun mengalami salah saji material dengan asumsi tidak ada kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang terkait. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya risiko bawaan (Munawir, 1996) meliputi: •
Sifat usaha klien
•
Integritas atau kejujuran manajemen
•
Motivasi klien
40
•
Hasil audit sebelumnya
•
Penugasan audit pertama atau penugasan ulang
•
Transaksi yang mempunyai hubungan istimewa
•
Transaksi yang tidak biasa terjadi
•
Pertimbangan atau penaksiran yang diperlukan untuk mencatat transaksi dan saldo perkiraan yang wajar
•
Kerentanan terhadap pencurian
•
Nilai rupiah dalam saldo akun
•
Besarnya dan homogenitas populasi
b. Risiko Pengendalian (Control Risk) Riskio pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dideteksi ataupun dicegah secara tepat pada waktunya oleh berbagai kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern satuan usaha. c. Risiko Deteksi (Detection Risk) Risiko deteksi merupakan risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. 2.4.1.5. Mengembangkan Strategi Audit Pendahuluan Untuk Asersi yang Signifikan Tujuan auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan audit adalah untuk menurunkan risiko audit pada tingkat serendah mungkin untuk mendukung pendapat auditor mengenai kewajaran laporan keuangan. Ada dua alternatif strategi audit, yaitu : a. Primarily Substantive Test Pada strategi ni, auditor lebih mengutamakan pengujian substantif daripada pengujian pengendalian. Auditor relatif lebih sedikit melakukan prosedur untuk memperoleh pemahaman mengenai struktur pengendalian intern klien. Strategi ini lebih banyak dipakai dalam audit yang pertama kali daripada audit atas klien lama. b. Lower Assesed Level of Control Risk Approach
41
Pada strategi ini, auditor lebih mengutamakan pengujian pengendalian daripada pengujian substantif. Auditor tetap melakukan pengujian substantif namun auditor lebih banyak melakukan prosedur untuk memperoleh pemahaman mengenai struktur pengendalian intern klien. Strategi ini lebih banyak dipakai dalam audit atas klien lama daripada audit pertama kali atas klien baru. 2.4.1.6. Menghimpun Pemahaman Struktur Pengendalian Intern Klien Standar pekerjaan lapangan kedua menyatakan bahwa pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian harus diperoleh untuk merencakanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. Oleh karena itu, auditor harus melaksanakan prosedur audit yang antara lain meliputi prosedur untuk memperoleh pemahaman struktur pengendalian intern. Pemahaman struktur pengendalian intern, digunakan auditor untuk : a. Mengidentifikasi tipe salah saji potensial b. Mempertimbangkan faktor yang mempengaruhi risiko salah saji material c. Merancang pengujian substantif.
2.5
Perencanaan Audit Laporan Keuangan menurut SPAP Menurut Standar Pekerjaan Lapangan pertama pada Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP) mengharuskan bahwa “Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.” •
SA Seksi 311 (Perencanaan dan Supervisi) Perencanaan
audit
meliputi
pengembangan
strategi
menyeluruh
pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan. sifat, lingkup, dan saat perencanaan bervariasi dengan ukuran dan kompleksitas entitas, pengalaman mengenai entitas, dan pengetahuan tentang bisnis entitas. Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan, antara lain: 1. Masalah yang berkaitan dengan bisnis entitas dan industri yang menjadi tempat entitas tersebut.
42
2. Kebijakan dan prosedur akuntansi entitas tersebut. 3. Metode yang digunakan oleh entitas tersebut dalam mengolah informasi akuntansi yang signifikan, termasuk penggunaan organisasi jasa dari luar untuk mengolah informasi akuntansi pokok perusahaan. 4. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan. 5. Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas untuk tujuan audit. 6. Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian (adjustment). 7. Kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit, seperti risiko kekeliruan atau kecurangan yang material atau adanya transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. 8. Sifat laporan auditor yang diharapkan akan diserahkan (sebagai contoh, laporan auditor tentang laporan keuangan konsolidasi, laporan keuangan yang diserahkan ke Bapepam, laporan khusus untuk menggambarkan kepatuhan klien terhadap kontrak perjanjian). •
SA Seksi 312 (Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit) Auditor harus mempertimbangkan risiko audit dan materialitas baik dalam: a) Merencanakan audit dan merancang prosedur audit. Dan b) Mengevaluasi apakah laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Auditor harus mempertimbangkan risiko audit dan materialitas untuk hal yang disebutkan pada butir (a) untuk memperoleh bukti audit kompeten
yang
cukup
dan
sebagai
dasar
memadai
untuk
mengevaluasi laporan keuangan untuk butir (b). auditor harus merencanakan auditnya sedemikian rupa, sehingga risiko audit dapat dibatasi pada tingkat yang rendah, yang menurut pertimbangan profesionalnya, memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Risiko audit dapat ditentukan dalam ukuran kuantitatif atau kualitatif. Dalam merencanakan audit, auditor harus menggunakan pertimbangannya dalam menentukan tingkat risiko audit yang cukup
43
rendah dan pertimbangan awal mengenai tingkat materialitas dengan suatu cara yang diharapkan, dalam keterbatasan bawaan dalam proses audit, dapat memberikan bukti audit yang cukup untuk mencapai keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. •
SA Seksi 318 (Pemahaman atas Bisnis Klien) Sebelum
menerima
suatu
perikatan,
auditor
akan
memperoleh
pengetahuan pendahuluan tentang industri dan hak kepemilikan, manajemen
dan
operasi
entitas
yang akan
diaudit,
dan
akan
mempertimbangkan apakah tingkat pengetahuan tentang bisnis memadai untuk melaksanakan audit yang akan diperoleh. Auditor dapat memperoleh pengetahuan tentang industri dan entitas dari berbagai sumber. Sebagai contoh: a) Pengalaman sebelumnya tentang entitas dan industrinya. b) Diskusi dengan orang dalam entitas (seperti direktur, personel operasi senior). c) Diskusi dengan personel dari fungsi audit intern dan review terhadap laporan auditor intern. d) Diskusi dengan auditor lain dan penasihat hukum atau penasihat lain yang telah memberikan jasa kepada entitas atau dalam industri. e) Diskusi dengan orang yang berpengetahuan di luar entitas (seperti ahli ekonomi industri, badan pengatur industri, customers, pemasok, dan pesaing). f) Publikasi yang berkaitan dengan industri (Seperti statistik yang diterbitkan oleh pemerinta, survei, teks, jurnal perdagangan, laporan oleh bank,pialang efek, korang keuangan). g) Perundangan dan peraturan yang secara signifikan berdampak terhadap entitas. h) Kunjungan ke tempat atau fasilitas pabrik entitas. i) Dokumen yang dihasilkan oleh entitas (seperti, notulen rapat, bahan yang dikirim kepada pemegang saham dan diserahkan kepada badan pengatur, buku-buku promosi, laporan keuangan dan laporan tahunan tahun sebelumnya, anggaran, laporan manajemen intern, laporan
44
keuangan interim, panduan kebijakan manajemen, panduan akuntansi dan sistem pengendalian intern, daftar akun, deskripsi jabatan, rencana pemasaran dan penjualan). Pengetahuan tentang bisnis merupakan suatu kerangka acuan (frame of reference) yang digunakan oleh auditor untuk melaksanakan pertimbangan professional. •
SA Seksi 319 (Pertimbangan atas Pengendalian Intern dalam Laporan Keuangan) Seksi ini mendefinisikan pengendalian intern, menggambarkan tujuan dan komponen pengendalian intern, dan menjelaskan bagaimana auditor harus mempertimbangkan
pengendalian
intern
dalam
perencanaan
dan
pelaksanaan suatu audit. Dalam semua audit, auditor harus memperoleh pemahaman masing-masing dari lima komponen pengendalian intern yang cukup untuk merencanakan audit dengan melaksanakan prosedur untuk memahami desain pengendalian yang relevan dengan suatu audit laporan keuangan, dan apakah pengendalian tersebut dioperasikan. dalam perencanaan audit, pengetahuan tersebut harus digunakan untuk: a) Mengidentifikasi tipe salah saji potensial. b) Mempertimbangkan faktor-faktor yang berdampak terhadap risiko salah saji material. c) Mendesain pengujian substantif. •
SA Seksi 329 (Prosedur Analitik) Seksi ini memberikan panduan bagi auditor dalam menggunakan prosedur analitik dan mengharuskan penggunaan prosedur analitik dalam tahap perencanaan dan tahap review menyeluruh semua audit. Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan audit adalan untuk membantu dalam perencanaan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit yang digunakan untuk memperoleh bukti saldo akun atau golongan transaksi tertentu. Untuk maksud ini, prosedur analitik perencanaan audit harus ditujukan untuk: a) Meningkatkan pemahaman auditor atas bisnis klien dan transaksi atau peristiwa yang terjadi sejak tanggal audit terakhir dan,
45
b) Mengidentifikasi bidang yang kemungkinan mencerminkan risiko tertentu yang bersangkutan dengan audit. Jadi tujuan prosedur ini adalah untuk mengidentifikasi hal-hal seperti adanya transaksi dan peristiwa yang tidak biasa, dan jumlah, ratio serta trend yang dapat menunjukkan masalah yang berhubungan dengan laporan keuangan dan perencanaan audit.
Selain standar audit diatas, terdapat standar audit lainnya yang sangat terkait dengan perencanaan audit, yaitu standar audit mengenai kertas kerja serta teknik audit berbantuan komputer (TABK) •
SA Seksi 327 (Teknik Audit Berbantuan Komputer) Tujuan dan lingkup keseluruhan suatu audit tidak berubah bila audit dilaksanakan dalam suatu lingkungan sistem informasi komputer. Namun, penerapan prosedur audit mungkin mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan teknik-teknik yang menggunakan komputer sebagai suatu alat audit. Berbagai macam penggunaan komputer dalam audit disebut dengan istilah Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK) atau Computer Assisted Audit Techniques (CAATs). Efektivitas dan efisiensi prosedur audit dapat ditingkatkan melalui penggunaan TABK dalam memperoleh dan mengevaluasi bukti audit.
•
SA Seksi 339 (Kertas Kerja) Auditor harus memelihara kertas kerja, yang isi maupun bentuknya harus didesain untuk memenuhi keadaan-keadaan yang dihadapinya dalam perikatan tertentu. Informasi yang tercantum dalam kertas kerja merupakan catatan utama pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh auditor dan simpulan-simpulan yang dibuatnya mengenai masalah-masalah yang signifikan. Kertas kerja berfungsi untuk menyediakan penunjang utama bagi laporan auditor dan untuk membantu auditor dalam pelaksanaan serta supervisi audit. Kertas kerja harus berisi dokumentasi yang memperlihatkan bahwa pekerjaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik, pemahaman memadai atas pengendalian intern telah
46
diperoleh, serta memperlihatkan bukti audit yang diperoleh, prosedur audit yang telah diterapkan, dan pengujian yang telah dilaksanakan.