BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Kriminalitas
Pengertian kriminalitas menurut para ahli adalah sebagai berikut: a. Menurut Kartini Kartono (1992:122) Kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan norma-norma sosial sehingga masyarakat menentangnya. b. Menurut Elliot (Husein, 2003) Kejahatan adalah suatu masalah dalam masyarakat modern atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum dapat dijatuhi hukuman penjara, hukuman mati, hukuman denda dan seterusnya. c. Menurut W.A. Bonger (Husein, 2003) Kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari Negara berupa pemberian penderitaan. d. Menurut Romli Atmasasmita dan Widati Wulandari (1997:53) Kejahatan adalah suatu konsep yuridis yang berarti tingkah laku manusia yang dapat dihukum berdasarkan hukum pidana. Kejahatan juga bukan hanya suatu gejala hukum. e. Menurut Paul Mudigdo Moeliono (Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2001:11) Kejahatan adalah perbuatan manusia yang merupakan pelanggaran norma yang dirasakan merugikan dan menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan. f. Menurut Richard Quinney (Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2001:11) Kejahatan adalah perilaku manusia yang diciptaan oleh para pelaku yang berwenang dalam masyarakat yang terorganisasi secara politik atau kualifikasi atas perilaku yang melanggar hukum dirumuskan oleh warga masyarakat yang mempunyai kekuasaan.
8
9
2.2
Sebab-sebab kriminalitas menurut teori
Pendapat dari Mazhab Lingkungan memandang beberapa faktor lingkungan sebagai sebab kriminalitas seperti: a. Lingkungan yang memberi kesempatan akan timbulnya kejahatan. b. Lingkungan pergaulan yang memberi contoh/teladan. c. Lingkungan ekonomi (kemiskinan, kesengsaraan). d. Lingkungan pergaulan yang berbeda-beda. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi seorang individu secara langsung adalah faktor endogen dan faktor eksogen. Yang dimaksud dengan faktor endogen adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri yang mempengaruhi tingkah laku seperti: a. Cacat yang bersifat biologis dan psikis. b. Perkembangan kepribadian dan intelegensi yang terhambat sehingga tidak bisa menghayati
norma-norma
yang
berlaku.
Faktor-faktor
endogen
ini
mempengaruhi unsur niat saja. Faktor-faktor eksogen adalah faktor-faktor yang berasal dari luar yang mempengaruhi tingkah laku, seperti: a. Pengaruh negatif dari orang tua. b. Pengaruh negatif dari lingkungan sekolah. c. Pengaruh negatif dari lingkungan masyarakat. d. Tidak ada atau kurang pengawasan orang tua. e. Tidak ada atau kurang pengawasan pemerintah. f. Tidak ada atau kurang pengawasan dari masyarakat. g. Tidak atau kurang pengisian waktu yang sehat. h. Tidak ada rekreasi yang sehat. i. Tidak ada pekerjaan. j. Lingkungan fisik kota besar. k. Anonimitas karena banyaknya penduduk kota-kota besar.
10
2.3
Variabel-variabel yang Mempengaruhi Jumlah Tingkat Kriminalitas
2.3.1
Variabel
(Pencurian dengan kekerasan)
Menurut Pasal 365 KUHP menyebutkan pencurian dengan kekerasan adalah pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap
orang dengan
maksud
untuk mempersiapkan atau
mempermudah pencurian atau dalam hal tertangkap tangan untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya. Pencurian dengan kekerasan disebabkan oleh beberapa hal. Sebab-sebab yang melatarbelakangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan adalah dari faktor ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan, meningkatnya pengangguran, kurangnya kesadaran hukum, mengendurnya ikatan keluarga dan sosial masyarakat.
2.3.2
Variabel
(Pencurian kendaraan bermotor)
Masalah pencurian kendaraan bermotor merupakan jenis kejahatan yang selalu menimbulkan gangguan dan ketertiban masyarakat. Kejahatan pencurian kendaraan bermotor yang sering disebut curanmor ini merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan diatur dalam KUHP. Apabila dikaitkan dengan unsur 362 KUHP maka kejahatan curanmor adalah perbuatan pelaku kejahatan dengan mengambil suatu barang berupa kendaraan bermotor yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan bermotor yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memiliki kendaraan bermotor tersebut secara melawan hukum.
2.3.3
Variabel
(Penganiayaan)
Penganiayaan adalah dengan sengaja melukai tubuh manusia. Tidak dianggap penganiayaan jika maksudnya hendak mencapai justru tujuan lain dan dalam menggunakan akal tak sadar bahwa telah melewati batas-batas yang tidak wajar, penganiayaan bukan saja menyebabkan perasaan sakit, tetapi juga menimbulkan
11
penderitaan lain pada tubuh (Arrest Hoge,1929). Dalam Kamus Bahasa Indonesia (W.J.S Poerwadinata, 1994:48) mengatakan bahwa penganiayaan adalah perlakuan sewenang-wenang (penyiksaan, penindasan dan sebagainya).
2.3.4
Variabel
(Perjudian)
Perjudian adalah pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai, dengan menyadari adanya risiko dan harapanharapan tertentu pada peristiwa-peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak atau belum pasti hasilnya (Dra. Kartini Kartono,1992). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 303 ayat (3) mengartikan judi adalah tiap-tiap permainan yang mendasarkan pengharapan buat menang pada umumnya bergantung kepada untung-untungan saja dan juga kalau pengharapan itu jadi bertambah besar karena kepintaran dan kebiasaan permainan.
2.3.5
Variabel
(Perusakan)
Perusakan adalah melakukan perbuatan terhadap barang orang lain secara merugikan tanpa mengambil barang itu. Jenis tindak pidana diatur dalam Pasal 406 sampai dengan Pasal 412 KUHP yang pada hakikatnya tidak dikualifikasikan secara jelas dalam KUHP. Menurut KUHP, tindak pidana perusakan dibedakan menjadi lima macam yaitu: perusakan dalam bentuk pokok, perusakan ringan, perusakan bangunan, perusakan tidak sengaja, perusakan terhadap bangunan dan alat pelayaran. Seseorang yang melakukan tindakan pengrusakan terhadap barang milik orang lain tetap dikenakan pidana meski barang yang dirusak telah diperbaharui.
2.3.6
Variabel
(Pembunuhan)
Pembunuhan berarti perkosa, membunuh atau perbuatan bunuh (Purwadamita, 1976:169). Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum maupun yang tidak melawan
12
hukum. Pembunuhan biasanya dilatarbelakangi oleh bermacam-macam motif misalnya politik, kecemburuan, dendam, membela diri dan sebagainya. 2.3.7
Variabel
(Penggelapan)
Penggelapan diatur dalam pasal 372 KUHP. Yang termasuk penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain sebagian atau seluruhnya di mana penguasaan atas barang itu sudah ada pada pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah. Misalnya, penguasaan suatu barang oleh pelaku terjadi karena pemiliknya menitipkan barang tersebut. Atas penguasaan barang oleh pelaku terjadi karena tugas atau jabatannya, misalnya petugas penitipan barang. Tujuan dari penggelapan adalah memiliki barang atau uang yang ada dalam penguasannya yang mana barang atau uang tersebut pada dasarnya adalah milik orang lain. 2.3.8
Variabel
(Penipuan)
Penipuan diatur dalam Pasal 378 KUHP yaitu dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang. Dilihat dari objek dan tujuannya, penipuan lebih luas dari penggelapan. Jika penggelapan terbatas pada barang atau uang, penipuan termasuk juga untuk memberikan hutang maupun menghapus piutang.
2.3.9
Variabel
(Pencabulan)
Pencabulan merupakan kecenderungan untuk melakukan aktivitas seksual dengan orang yang tidak berdaya seperti anak, baik pria maupun wanita dengan kekerasan maupun tanpa kekerasan. Pengertian pencabulan atau cabul dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai berikut: pencabulan adalah kata dasar cabul, yaitu kotor atau keji sifatnya tidak sesuai dengan sopan santun (tidak senonoh),
13
tidak susila, bercabul, berzinah, melakukan tindak pidana asusila, mencabul, menzinahi, memperkosa, mencemari kehormatan perempuan.
2.4
Analisis Komponen Utama (AKU)
Analisis Komponen Utama adalah teknik statistik yang digunakan manakala peneliti tertarik pada sekumpulan data yang saling berkorelasi. Tujuannya adalah untuk menemukan sejumlah variabel yang koheren dalam sub kelompok yang secara relatif independen terhadap yang lain. Analisis komponen utama kebalikan dari analisis faktor di mana analisis komponen utama bersifat konvergen dan analisis faktor bersifat divergen (Tabachnick, 1983). Analisis komponen utama (AKU) biasanya digunakan untuk: 1. Mengidentifikasi variabel-variabel baru yang mendasari data variabel ganda. 2. Mengurangi banyaknya dimensi himpunan variabel asal yang terdiri atas banyak variabel yang saling berkorelasi. 3. Menetralisir variabel-variabel asal yang memberikan sumbangan informasi yang relatif kecil. Analisis komponen utama terkonsentrasi pada penjelasan struktur variansi dan kovariansi melalui suatu kombinasi linier variabel-variabel asal, dengan tujuan utama melakukan reduksi data dan membuat interpretasi. Analisis komponen utama lebih baik digunakan jika variabel-variabel asal saling berkorelasi. Di dalam proses analisis faktor metode yang digunakan untuk melakukan proses ekstraksi adalah analisis komponen utama, metode ini dipilih karena tujuan utama dari analisis faktor adalah untuk mereduksi data. Umumnya analisis komponen utama merupakan analisis intermediate yang berarti hasil komponen utama dapat digunakan untuk analisis selanjutnya (Supranto, 2010). Keunggulan analisis komponen utama adalah tidak adanya asumsi mengenai acak sebaran tertentu, tidak ada hipotesis yang diuji dan tidak ada model yang mendasarinya (Chatfield, 1980).
14
2.5
Analisis Faktor (AF)
Menurut J. Supranto (2004), analisis faktor merupakan teknik statistika yang utamanya dipergunakan untuk mereduksi atau meringkas data dari variabel yang banyak diubah menjadi sedikit variabel, misalnya dari 15 variabel yang lama diubah menjadi 4 atau 5 variabel yang baru yang disebut faktor dan masih memuat sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel asli (original variable). Dalam analisis faktor, tidak ada variabel dependen dan independen, proses analisis faktor sendiri mencoba menemukan hubungan (interrelationship) antara sejumlah variabel-variabel yang saling dependen dengan yang lain, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah awal. Analisis faktor digunakan di dalam situasi sebagai berikut: d.
Mengenali atau mengidentifikasi dimensi yang mendasari (underlying dimensions) atau faktor yang menjelaskan korelasi antara suatu set variabel.
e.
Mengenali dan mengidentifikasi suatu set variabel baru yang tidak berkorelasi (independent) yang lebih sedikit jumlahnya untuk menggantikan suatu set variabel asli yang saling berkorelasi di dalam analisis multivariat selanjutnya.
f.
Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel yang penting dari suatu set variabel yang lebih banyak jumlahnya untuk dipergunakan di dalam analisis multivariat selanjutnya. Kalau variabel-variabel dibakukan (standardized), model analisis faktor bisa
ditulis sebagai berikut:
(2.1)
keterangan: = Variabel ke-i yang dibakukan (rata-ratanya nol, standar deviasinya satu). = Koefisien regresi parsial yang dibakukan untuk variabel i pada common factor ke-j. = common factor ke-j.
15
= Koefisien regresi yang dibakukan untuk variabel ke-i pada faktor yang unik ke-i (unique factor). = Faktor unik variabel ke-i. m
= Banyaknya common factor.
i
= 1,2,3,...,n
j
= 1,2,3,...,m
Faktor yang unik tidak berkorelasi dengan sesama faktor yang unik dan juga tidak berkorelasi dengan common factor. Common factor sendiri bisa dinyatakan sebagai kombinasi linier dari variabel-variabel yang terlihat/terobservasi (the observed variables) hasil penelitian lapangan.
(2.2)
keterangan: i p
= 1,2,3,...,p = Jumlah variabel. = Perkiraan faktor ke-i (didasarkan pada nilai variabel X dengan koefisiennya Wi). = Timbangan/bobot atau koefisien nilai faktor ke-i. = Variabel ke
yang sudah dibakukan (standardized).
Secara umum analisis faktor atau analisis komponen utama bertujuan untuk mereduksi data dan menginterprestasikannya sebagai suatu variabel baru yang berupa variabel bentukan. Andaikan dari p buah variabel awal/asal terbentuk k buah faktor/komponen di mana k < p, misalkan dari sejumlah variabel p sebanyak 10 variabel terbentuk k = 2 buah faktor/komponen yang dapat menerangkan kesepuluh variabel awal/asal tersebut. K buah faktor/komponen utama dapat mewakili p buah variabel aslinya sehingga lebih sederhana (Tabachnick, 1983). Tujuan utama analisis faktor adalah untuk menjelaskan struktur di antara banyak variabel dalam bentuk faktor. Faktor yang terbentuk merupakan besaran
16
acak (random quantities) yang sebelumnya tidak dapat diamati atau diukur secara langsung. Selain tujuan utama analisis faktor, terdapat beberapa tujuan lainnya yaitu: 1. Untuk mereduksi sejumlah variabel asal yang jumlahnya banyak menjadi sejumlah variabel baru yang jumlahnya lebih sedikit dari variabel asal dan variabel baru tersebut dinamakan faktor. 2. Untuk mengidentifikasi adanya hubungan antar variabel penyusun faktor atau dimensi dengan faktor yang terbentuk dengan menggunakan pengujian koefisien korelasi antar faktor dengan komponen pembentuknya. 3. Adanya validasi data untuk mengetahui apakah hasil analisis faktor tersebut dapat digeneralisasikan ke dalam populasinya sehingga setelah terbentuk faktor maka peneliti sudah mempunyai suatu hipotesis baru berdasarkan hasil analisis faktor. Konsep dasar analisis faktor adalah sebagai berikut: 1. Tidak mengaitkan antara dependen variabel dengan independen variabel tetapi membuat reduksi atau abstraksi atau meringkas dari banyak variabel menjadi sedikit variabel. 2. Teknik yang digunakan adalah teknik interdependensi yaitu seluruh set hubungan interdependen diteliti. Prinsip menggunakan korelasi r = 0 dan r = 1 digunakan dalam mengidentifikasi variabel yang berkorelasi dan yang tidak/kecil korelasinya. 3. Analisis
faktor
menekan adanya
komunalitas;
jumlah
varian
yang
disumbangkan oleh suatu variabel pada variabel lainnya. 4. Kovariansi antar variabel yang diuraikan akan muncul common factor (jumlah sedikit) dan unique factor setiap variabel (faktor-faktor tidak secara jelas terlihat). 5. Adanya koefisien nilai faktor (factor score coefficient) sehingga faktor 1 menyerap sebagian besar seluruh variabel, faktor 2 menyerap sebagian sisa varian setelah diambil untuk faktor 1, faktor 2 tidak berkorelasi dengan faktor.
17
Analisis faktor termasuk pada kategori Interdependence Techniques, yang berarti tidak ada variabel dependen ataupun variabel independen pada analisis tersebut, yang berarti juga tidak diperlukan sebuah model tertentu untuk analisis faktor. Hal ini berbeda dengan model Dependence Techniques seperti regresi berganda, yang mempunyai sebuah variabel dependen dan beberapa variabel independen sehingga diperlukan sebuah model (Santoso, 2010).
2.6
Statistik yang Relevan dengan Analisis Faktor
Statistik penting yang berkaitan dengan analisis faktor adalah: a. Bartlett’s of sphericity yaitu suatu uji statistik yang dipergunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel tidak saling berkorelasi (uncorrelated) dalam populasi. Dengan kata lain, matriks korelasi populasi merupakan matriks identitas (identity matrix), setiap variabel berkorelasi dengan dirinya sendiri secara sempurna dengan (r = 1) akan tetapi sama sekali tidak berkorelasi dengan lainnya (r = 0). Statistik uji Bartlett’s adalah:
=
(2.3)
keterangan: N = Jumlah observasi. p
= Jumlah variabel. = Determinan matriks korelasi.
Nilai df (degree of freedom) dihitung dengan menggunakan rumus =
b. Correlation matrix adalah matriks segitiga bagian bawah menunjukkan korelasi sederhana r, antara semua pasangan variabel yang tercakup dalam analisis. Nilai atau angka pada diagonal utama yang semuanya sama yaitu 1 diabaikan.
18
Tabel 2.1. Matriks Korelasi untuk Jumlah Variabel n = 3 X1
X2
X3
X1
1
r12
r13
X2
r21
1
r23
X3
r31
r32
1
Tabel 2.2. Matriks Korelasi untuk Jumlah Variabel n = 4 X1
X2
X3
X4
X1
1
r12
r13
r14
X2
r21
1
r23
r24
X3
r31
r32
1
r34
X4
r41
r42
r43
1
c. Communality adalah jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel dengan seluruh variabel lainnya dalam analisis. Bisa juga disebut proporsi atau bagian varian yang dijelaskan oleh common factor atau besarnya sumbangan suatu faktor terhadap varian seluruh variabel. d. Eigenvalue merupakan jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor dari matriks identitas. Persamaan nilai eigen dan vektor eigen adalah: (2.4) keterangan: A
= Matriks yang akan kita cari nilai eigen dan vektor eigennya
x
= Vektor eigen dalam bentuk matriks = Nilai eigen dalam bentuk skalar
Untuk mencari nilai eigen (nilai ) dari sebuah matriks A yang berukuran n x n maka dilakukan langkah berikut:
. Agar kedua sisi berbentuk vektor,
maka sisi kanan dikali dengan matriks identitas I, sehingga:
sehingga det Nilai eigenvalue > 1, maka faktor tersebut akan dimasukkan ke dalam model.
19
e. Factor loadings adalah korelasi sederhana antara variabel dengan faktor. f. Factor loading plot adalah suatu plot dari variabel asli dengan menggunakan factor loadings sebagai koordinat. g. Factor matrix yang memuat semua faktor loading dari semua variabel pada semua factor extracted. h. Factor score merupakan skor komposit yang diestimasi untuk setiap responden pada faktor turunan (derived factors). i. Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) Kaiser Meyer Olkin (KMO) digunakan untuk mengukur kecukupan sampling dengan cara membandingkan besarnya koefisien korelasi yang diamati dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan, di mana nilai yang tinggi antara 0,5 - 1,0 berarti analisis faktor tepat, apabila kurang dari 0,5 analisis faktor dikatakan tidak tepat. Rumus untuk menghitung KMO adalah sebagai berikut (Johnson&Wichern, 2002):
KMO =
(2.5)
keterangan: rij
= Koefisien korelasi sederhana antara ke-i dan ke-j.
aij = Koefisien korelasi parsial antara variabel ke-i dan ke-j. i
= 1,2,3,...,p dan j = 1,2,3,...,p
j. Measure of sampling adequacy (MSA), yaitu suatu indeks perbandingan antara koefisien korelasi korelasi parsial untuk setiap variabel. MSA digunakan untuk mengukur kecukupan sampel. Rumus untuk menghitung MSA adalah sebagai berikut: MSA = keterangan: p
= Jumlah variabel. = Kuadrat matriks korelasi sederhana. = Kuadrat matriks korelasi parsial. i = 1,2,3,...,p dan j = 1,2,3...,p
(2.6)
20
k. Percentage of variance merupakan persentase varian total yang disumbangkan oleh setiap faktor. l. Residuals merupakan perbedaan antara korelasi yang terobservasi berdasarkan input correlation matrix dan korelasi hasil reproduksi yang diperkirakan dari matriks faktor. m. Scree Plot merupakan plot dari eigenvalue sebagai sumbu tegak (vertical) dan banyaknya faktor sebagai sumbu datar, untuk menentukan banyaknya faktor yang bisa ditarik (factor extraction).
2.7
Tahap-tahap Pelaksanaan Analisis Faktor
1. Merumuskan masalah Perumusan masalah dalam analisis faktor yaitu mengidentifikasi variabel. Variabel
yang digunakan
harus
disesuaikan
berdasarkan
penelitian
sebelumnya, teori dan keinginan dari peneliti. Tujuan utama faktor harus diidentifikasi. Ukuran variabel yang sesuai adalah interval atau rasio. Untuk menentukan banyaknya sampel berdasarkan analisis faktor sedikitnya 4 atau 5 kali banyaknya variabel.
2. Membentuk matriks korelasi Proses analisis didasarkan suatu matriks korelasi antar variabel. Agar analisis faktor menjadi tepat, variabel-variabel yang akan dianalisis harus berkorelasi. Jika koefisien korelasi antar variabel terlalu kecil maka hubungan lemah, analisis faktor tidak tepat. Karena prinsip utama analisis faktor adalah korelasi maka asumsi-asumsi terkait akan digunakan salah satunya ialah besar korelasi antar variabel independen harus cukup kuat misalnya 0,5. Banyaknya faktor lebih sedikit daripada banyaknya variabel. Untuk menghitung nilai korelasi antar variabel secara manual digunakan sebagai berikut (Algifari, 2000:51):
21
(2.7)
keterangan: N = Jumlah observasi. X = Skor total tiap-tiap variabel. Y = Skor total.
3. Ektraksi Faktor Terdapat dua metode ekstraksi faktor dalam analisis faktor yaitu principal component analysis (PCA) dan common factor analysis (CFA). Di dalam principal component analysis total varian pada data yang diperhatikan yaitu diagonal matriks korelasi, setiap elemennya sebesar 1 dan full varian digunakan untuk dasar pembentukan faktor, yaitu variabel-variabel baru sebagai pengganti variabel-variabel lama yang jumlahnya lebih sedikit dan tidak lagi berkorelasi satu sama lain. Di dalam common factor analysis faktor diestimasi hanya berdasarkan pada common variance. Comunalities dimasukkan di dalam matriks korelasi. Metode ini dianggap tepat jika tujuan utamanya ialah mengenali/mengidentifikasi dimensi yang mendasari dan common variance yang menarik perhatian.
4.
Penentuan Jumlah Faktor Penentuan jumlah faktor artinya meringkas informasi yang terdapat dalam variabel asli, sejumlah faktor yang lebih sedikit akan diekstraksi. Beberapa jenis prosedur untuk menentukan banyaknya faktor yang harus diekstraksi antara lain: a. Penentuan berdasarkan eigenvalue Dalam pendekatan ini, hanya faktor dengan eigenvalue lebih besar dari 1 yang akan dipertahankan. Suatu eigenvalue adalah jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor. Faktor dengan nilai eigenvalue lebih kecil dari 1 tidak lebih baik dari sebuah variabel asli, karena variabel asli telah dibakukan (standardized) yang artinya rata-ratanya 0 dan standar deviasinya adalah 1.
22
b. Penentuan berdasarkan scree plot Scree Plot merupakan suatu plot dari eigenvalue sebagai fungsi banyaknya faktor dalam upaya mengekstraksi. Biasanya plot akan berbeda antara slope tegak faktor dengan eigenvalue yang besar dan makin mengecil pada sisa faktor yang tidak perlu diekstraksi. Pengecilan slope ini disebut scree.
c. Penentuan berdasarkan persentase varian Pada pendekatan ini, banyaknya faktor yang diekstraksi ditentukan sedemikian rupa sehingga kumulatif persentase varian yang diekstraksi oleh faktor mencapai suatu level tertentu yang memuaskan. Ekstraksi faktor dihentikan apabila kumulatif persentase varian sudah mencapai paling sedikit 60% atau 75% dari seluruh varian variabel asli.
d. Penentuan berdasarkan Split-Half Reliability Sampel dibagi menjadi dua, analisis faktor dilakukan pada masing-masing bagian sampel tersebut. Hanya faktor dengan faktor loading yang sesuai pada kedua sub-sampel yang dipertahankan, maksudnya faktor-faktor yang dipertahankan memang mempunyai faktor loading yang tinggi pada masing-masing bagian sampel.
e. Penentuan berdasarkan uji signifikansi Dimungkinkan untuk menentukan signifikansi statistik untuk eigenvalue yang terpisah dan pertahankan faktor-faktor yang memang berdasarkan uji statistik eigenvaluenya pada signifikansi α = 5% atau 1%.
f. Penentuan berdasarkan apriori Kadang-kadang karena pengalaman sebelumnya, peneliti sudah tahu berapa banyaknya faktor sebelumnya, dengan menyebutkan suatu angka misalnya 3 atau 4 faktor yang harus disarikan dari variabel atau data asli. Upaya untuk menyarikan (to extract) berhenti setelah banyaknya faktor yang diharapkan sudah didapat, misalnya cukup 4 faktor saja.
23
5.
Rotasi Faktor Hasil atau output yang penting dari analisis faktor adalah matriks faktor pola (factor pattern matrix) yang memuat koefisien yang digunakan untuk mengekspresikan variabel yang dibakukan (standardized) dinyatakan dalam faktor. Koefisien-koefisien ini disebut muatan faktor (factor loading) yang merupakan korelasi antara faktor dengan variabelnya. Suatu koefisien dengan nilai absolut yang besar menunjukkan bahwa faktor dan variabel berkorelasi sangat kuat. Koefisien tersebut bisa digunakan untuk menginterpretasi faktor. Beberapa literatur menyarankan besarnya nilai untuk batasan factor loadings adalah
0,3,
,
.
Dalam melakukan rotasi faktor, diharapkan setiap faktor memiliki factor loadings atau koefisien yang tidak nol atau signifikan hanya untuk beberapa variabel. Dan diharapkan agar setiap variabel memliki factor loading signifikan hanya dengan beberapa faktor saja, atau jika mungkin hanya dengan satu faktor saja. Ada dua metode rotasi faktor yang berbeda yaitu: Orthogonal dan oblique rotation. Rotasi dikatakan orthogonal rotation jika sumbu dipertahankan tegak lurus sesamanya (bersudut 90 derajat). Metode oblique rotation dapat dibedakan menjadi: quartimax, varimax, dan equimax. Rotasi dikatakan oblique rotation jika sumbu tidak dipertahankan harus tegak lurus sesamanya dan faktor-faktor tidak berkorelasi. Oblique rotation akan digunakan jika faktor-faktor pada populasi diperkirakan berkorelasi kuat. Metode ini dapat dibedakan menjadi oblimin, promax, orthobolique, Metode rotasi yang banyak digunakan adalah varimax procedure. Prosedur ini merupakan metode orthogonal yang berusaha meminimumkan banyaknya variabel dengan muatan tinggi pada suatu faktor. Rotasi orthogonal menghasilkan faktor-faktor yang saling tidak berkorelasi satu sama lain.
6. Interpretasi Faktor Interpretasi faktor dipermudah dengan mengenali (mengidentifikasi) variabel yang mempunyai nilai loading yang besar pada faktor yang sama. Faktor tersebut kemudian bisa diinterpretasikan menurut variabel-variabel yang mempunyai nilai loading yang tinggi dengan faktor tersebut.
24
7. Menentukan Ketepatan Model (Model Fit) Untuk mengetahui apakah model dapat dinyatakan sudah tepat dan layak digunakan yaitu dengan melihat selisih atau nilai residual antara matriks korelasi sebelum dilakukan analisis faktor dengan matriks korelasi setelah dilakukan analisis faktor. Untuk menentukan sebuah model sesuai atau tidak, maka nilai absolute residual harus kurang dari 0,05 sehingga model tersebut dapat diterima.