7
BAB II LANDASAN TEORI
A.
Konsep Dasar Perpajakan
1.
Pengertian Pajak Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah
satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut: “Pajak adalah iuran wajib kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”. Namun dalam buku perpajakan yang lain, terdapat pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro sebagai berikut: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang
dapat
dipaksakan)
dengan
tidak
mendapat
jasa
timbal
(kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Untuk itu, pajak juga memiliki beberapa karakteristik tertentu yang perlu untuk dipahami. Adapun ciri-ciri yang melekat dari pajak menurut B. Boediono adalah: 1. Pembayaran iuran dari rakyat kepada negara, yang berhak memungut pajak adalah pemerintah dari wajib pajak berupa uang.
8
2. Dalam pemungutan pajak harus berdasarkan kekuatan peraturan atau undang-undang. 3. Dapat dipaksa, yang hanya dapat dilakukan oleh pihak yang berwenang, yaitu pemerintah. 4. Pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara yang bermanfaat bagi kepentingan masyarakat luas.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pajak adalah suatu kewajiban rakyat untuk menyerahkan sebagian dari harta kekayaannya kepada negara, menurut peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah, dapat dipaksakan, tanpa adanya jasa timbal balik langsung dari pemerintah dan hasilnya digunakan untuk kesejahteraan umum. 2.
Pengertian Pajak yang Terutang Adapun pengertian pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar
pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak atau dalam Bagian Tahun Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Menurut Panca Kurniawan dan Bagus Pamungkas, utang pajak dapat timbul dari ajaran formal dan materiil sebagai berikut: a. Menurut ajaran materiil: Wajib Pajak mempunyai kewajiban membayar pajak yang terutang begitu peraturan atau undang-undang pajak diundangkan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.
9
b. Menurut ajaran formal: Wajib Pajak mempunyai kewajiban perpajakan setelah mendapatkan tagihan dari Direktorat Jenderal Pajak yang berupa Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding yang mengakibatkan pajak yang harus dibayar bertambah. Jadi yang dimaksud dengan utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. 3.
Asas Pemungutan Pajak Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli telah
mengemukakan tentang asas pemungutan pajak. Salah satunya menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajarannya yang terkenal "The Four Maxims", menyebutkan asas pemungutan pajak terdiri dari: a.
Asas Equality Asas ini menyatakan bahwa pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Asas ini juga dikenal dengan istilah asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan.
10
b.
Asas Certainty Asas ini menyatakan tentang pentingnya kepastian hukum yang melandasi pemungutan pajak , sehingga semua pungutan pajak harus berdasarkan UU dan bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum. Asas ini juga mengatur subyek pajak, obyek pajak, dan kepastian mengenai tata cara pemungutannya yang harus didasarkan peraturan yang jelas.
c.
Asas Convenience of Payment Asas ini memperhatikan pentingnya saat dan waktu yang paling tepat bagi wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hal ini dilaksanakan dengan harapan agar pemungutan pajak terlaksana lebih mudah, karena dengan pemilihan waktu yang tepat wajib pajak tidak akan merasa terbebani.
d.
Asas Efficiency Asas ini menyatakan bahwa biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak. Asas ini selanjutnya dikenal dengan istilah asas ekonomis.
4.
Sistem Pemungutan Pajak Agar suatu pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan lancar diperlukan
pula suatu sistem yang baik. Untuk itu, Direktorat Jenderal Pajak selama ini juga telah melaksanakan beberapa sistem pemungutan pajak yang berbeda. Adapun beberapa system pemungutan pajak tersebut adalah:
11
a.
Official assessment system, yaitu hanya aparatur pajak yang memiliki hak untuk menghitung, memungut jumlah pajak terutang dari wajib pajak dan utang pajak hanya timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus.
b.
Self assessment system, yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang wajib pajaknya menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan undangundang perpajakan, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, sedangkan fiskus tidak ikut campur dan hanya bertugas mengawasi.
c.
Withholding tax system, yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada pihak ketiga untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
5.
Fungsi Pajak Beberapa fungsi pajak yang penting untuk diketahui antara lain: a.
Fungsi Anggaran (Budgetair) Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaranpengeluaran negara yang bersifat rutin maupun pembangunan. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin.
b. Fungsi mengatur (Regulerend) Pemerintah dapat mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan pajak. Penerapan pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Salah satu contohnya dalam rangka meningkatkan investasi dalam
12
negeri, Pemerintah akan memberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Selain itu dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah juga dapat menetapkan bea masuk yang tinggi atas produk luar negeri yang akan masuk ke dalam negeri. c. Fungsi stabilitas Dengan adanya pajak, pemerintah akan memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini dilakukan antara lain dengan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak yang adil dan penggunaan hasil penerimaan pajak secara efektif dan efisien. d. Fungsi redistribusi pendapatan Pajak yang telah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan. Untuk selanjutnya akan dibuka lapangan kerja baru yang dapat meningkatkan kesempatan kerja masyarakat sehingga hasilnya akan dapat meningkatkan pemerataan pendapatan masyarakat. B.
Pengertian Pencairan Piutang Pajak Pencairan Piutang Pajak adalah pengurangan jumlah piutang pajak melalui
mekanisme penagihan pajak sehingga diperoleh pembayaran piutang oleh wajib pajak baik melalui Surat Setoran Pajak (SSP), Pemindahbukuan (Pbk), Keputusan Keberatan maupun Keputusan Banding. Surat Setoran Pajak (SSP) merupakan pembayaran secara kas melalui Bank Persepsi, Pemindahbukuan (Pbk) merupakan pemindahan pembayaran dari suatu
13
kelebihan pembayaran pajak kepada tunggakan pajak, Keputusan Keberatan merupakan hasil Keputusan Keberatan yang megurangi jumlah Tunggakan Wajib Pajak, sedangkan Keputusan Banding merupakan hasil keputusan Banding yang mengurangi Tunggakan wajib pajak. Menurut SE-50/PJ/2010 tentang Kebijakan Penagihan, pengukuran atau Fokus Pencairan dan/atau penyelesaian piutang pajak ditentukan oleh faktor – faktor sebagai berikut : a.
Nilai Piutang 1) Piutang yang termasuk dalam 100 Besar penunggak Pajak Nasional 2) Piutang dengan Nilai lebih dari Rp. 10 Miliar 3) Piutang yang terdapat pada : a) Seluruh KPP di wilayah kanwil DJP Wajib Pajak Besar dan wilayah Kanwil DJP Jakarta Khusus b) Seluruh KPP Madya 4) Piutang Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang termasuk dalam 100 Besar Penunggak Pajak setiap Kanwil/ KPP
b.
Tingkat Kemudahan Pancairan Piutang 1) Wajib Pajak/Penanggung Pajak dengan tingkat likuiditas mampu 2) Piutang dengan kategori umur piutang jatuh tempo sampai dengan satu tahun 3) Wajib Pajak/Penanggung pajak dengan ketetapan mulai tahun pajak 2008,dengan kondisi :
14
a) Setelah jatuh tempo ternayata belum melunasi nilai yang disetujui pada pembahasan akhir pemeriksaan b) Setelah berakhirnya jangka waktu kesempatan dilakukannya upaya hokum atas ketetapan yang nilainya tidak disetujui namun ternayat belum ada upaya hokum yang dilakukan 4) Wajib Pajak/Penanggung pajak nonkooperatif yang nilai ketetapannya tinggi C.
Pengertian Penagihan Pajak Penagihan pajak pajak merupakan usaha yang harus dilakukan untuk
mencairkan tunggakan pajak yang belum dibayar oleh Penanggung Pajak. Pengertian menurut Undang-undang: “Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak (PP) melunasi utang pajak dan Biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita”. Pengertian penagihan menurut H. Moeljo Hadi, SH. sebagai berikut: “Penagihan adalah serangkaian tindakan dari aparatur DJP, berhubung WP tidak melunasi baik sebagian atau seluruh kewajiban perpajakan yang terutang
menurut
udang-undang
perpajakan
yang
berlaku,
agar
penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan
15
sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penagihan, melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah disita”. Adapun pengertian lain menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro, SH. menyebutkan: “Penagihan adalah perbuatan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak, karena wajib pajak tidak mematuhi ketentuan undang-undang perpajakan, khususnya mengenai pembayaran pajak”. Selanjutnya untuk mengetahui karakteristik penagihan pajak, berdasarkan definisinya dapat dibagi menjadi 4 (empat) elemen yaitu: a.
Serangkaian Tindakan: Penagihan dilakukan tahap demi tahap dari diterbitkannya surat teguran, surat paksa, surat perintah melakukan penyitaan dan pelaksanaan lelang, dengan terlebih dahulu diawali dengan permohonan jadwal waktu, tempat, tanggal, bulan pelelangan ke Kantor Lelang Negara.
b.
Aparatur Direktorat Jenderal Pajak: Aparat direktorat jenderal pajak yang dimaksud adalah juru sita pajak negara yang telah memenuhi syarat yang telah ditentukan, telah mendapat pendidikan khusus, diangkat serta telah disumpah lebih dahulu sebelum bertugas.
c.
Wajib Pajak tidak melunasi sebagian /seluruh utang pajaknya: Wajib Pajak tidak melunasi sebagian/seluruh kewajiban perpajakan yaitu utang pajak yang terdapat dalam STP (Surat Tagihan Pajak), SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan), SK Pembetulan, SK Keberatan dan Putusan Banding.
16
d.
Menurut undang-undang perpajakan: Penagihan dilaksanakan menurut undang – undang perpajakan yaitu Undang–Undang No.16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Undang–Undang No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Jadi berdasarkan teori di atas secara ringkas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan penagihan pajak adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh aparatur pajak agar wajib pajak membayar tunggakan pajaknya sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. D.
Mekanisme Penagihan Pajak Tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh aparatur pajak terhadap wajib
pajak dan atau penanggung pajak dilakukan dengan 2 cara sebagai berikut: a. Penagihan pasif Penagihan yang dilakukan sebelum jatuh tempo Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), SK Pembetulan, SK Keberatan, dan Putusan Banding yang mengakibatkan jumlah pajak yang kurang dibayar melalui himbauan, baik dengan surat imbauan maupun lisan melalui telpon atau media lainnya. b. Penagihan aktif Penagihan yang dilakukan fiskus setelah jatuh tempo pembayaran dari Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), SK Pembetulan, SK Keberatan, dan Putusan Banding yang mengakibatkan jumlah pajak yang kurang dibayar tidak dilunasi oleh wajib pajak sehingga diterbitkan surat teguran, surat
17
paksa, surat perintah melakukan penyitaan hingga pelaksanaan penjualan barang yang disita melalui lelang barang milik penanggung pajak. Adapun beberapa pengertian yang berkaitan dengan penagihan aktif antara lain: 1.
Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis yaitu surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan WP untuk melunasi utang pajaknya.
2.
Surat Paksa yaitu surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Mengingat surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hokum yang sama dengan grosse akte, yaitu putusan pengadilan perdata yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Pemberitahuan kepada Penanggung Pajak oleh Juru Sita Pajak dengan penyampaian Surat Paksa dan kedua belah pihak menandatangani Berita Acara sebagai pernyataan bahwa Surat Paksa telah diberitahukan.
3.
SPMP yaitu surat yang diterbitkan oleh pejabat dan menjadi dasar bagi JSP untuk melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak.21 Pejabat dapat menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan apabila utang pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak dalam jangka waktu 2x24 jam setelah surat paksa diberitahukan.
4.
Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang: Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, Pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui Kantor Lelang Negara.22 19UU No. 19 tahun 2000, op. cit., pasal 1
18
angka 10. 20Ibid., pasal 1 angka 12. 21Pasal 1, Peraturan Pemerintah RI Nomor 135 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. 22Ibid., pasal 25. 8 Tindakan penagihan pajak dilaksanakan berdasarkan ketetapan-ketetapan yang diterbitkan sebelumnya antara lain: a.
STP yaitu surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
b.
SKPKB yaitu surat yang menentukan jumlah pokok pajak, kredit pajak, kekurangan pembayaran pokok pajak, sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.
c.
SKPKBT yaitu surat yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
d.
SK Pembetulan yaitu surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundangundangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, STP, SK Keberatan, SK Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, SK Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar, atau SK Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
e.
Surat Keputusan Keberatan yaitu surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh WP.
19
f.
Surat Putusan Banding yaitu putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh WP. Seluruh jenis surat ketetapan pajak di atas dapat menyebabkan jumlah pajak
yang harus dibayar bertambah dan merupakan dasar penagihan pajak. E. Pihak Ketiga yang Terkait Dalam Tindakan Penagihan Pajak Tindakan penagihan pajak juga melibatkan peran serta aktif berbagai pihak, baik internal maupun eksternal DJP. Pihak internal DJP dalam hal ini adalah JSP, sedangkan pihak eksternal DJP terdiri dari Kepolisian dan Kejaksaan, Pemerintah Daerah dan Badan Pertanahan Nasional, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, Bank, atau pihak lain. F. Sanksi Perpajakan Dalam Tindakan Penagihan Pajak Sanksi perpajakan dalam tindakan penagihan pajak dibagi dalam dua jenis : a.
Sanksi administrasi berupa pembayaran kerugian berupa uang kepada negara dalam bentuk bunga, denda, atau kenaikan, seperti yang tertuang dalam Pasal 19 ayat (1) UU KUP.
b.
Sanksi Pidana berupa siksaan/penderitaan bagi WP berupa denda pidana, pidana kurungan, atau pidana penjara yang ditetapkan oleh hakim pidana.26 Sanksi pidana perpajakan mengacu pada Pasal 212, 216, 219, dan 231 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
G. Jadwal Waktu dan Pelaksanaan Penagihan Aktif Jadwal pelaksanaan penagihan pajak merupakan tahapan waktu bagi fiskus untuk melaksanakan penagihan pajak secara aktif berdasarkan ketentuan
20
perundangan yang berlaku mulai dari jatuh tempo pembayaran hingga pelaksanaan lelang. 1.
Penerbitan Surat Teguran Tindakan penagihan aktif diawali dengan penerbitan Surat Teguran, Surat
Peringatan atau surat lain yang sejenis oleh Pejabat atau kuasa yang ditunjuk oleh Pejabat tersebut segera setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran, kecuali terhadap PP yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya.
2.
Penerbitan Surat Paksa Tindakan penagihan aktif ini akan berlanjut pada penerbitan surat paksa
oleh pejabat yang berwenang apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh PP setelah lewat waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya Surat Teguran. Penerbitan dan penyampaian Surat Paksa dilaksanakan apabila: a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis; b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus;atau c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
21
Surat Paksa diberitahukan oleh JSP dengan pernyataan dan penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak, dan dituangkan dalam Berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama JSP, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa. 1.
Penerbitan SPMP Penyitaan akan dilaksanakan apabila utang pajak tidak dilunasi oleh
Penanggung Pajak dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah tanggal pemberitahuan surat
paksa.
Penyitaan
dilakukan
terhadap
harta
kekayaan
Wajib
Pajak/Penanggung Pajak oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak dengan menerbitkan SPMP.32 Penyitaan adalah tindakan Juru Sita Pajak untuk menguasai barang penanggung pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. 2.
Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Setiap pelaksanaan lelang harus didahului dengan pengajuan permohonan
permintaan jadwal waktu dan tempat pelelangan (KP.RIKPA 4.17) oleh pejabat secara tertulis disertai dengan dokumen yang disyaratkan kepada Kantor Lelang Negara. Pengumuman lelang melalui surat kabar harian, selebaran atau media lainnya dilakukan paling singkat dalam jangka waktu 14 hari setelah penyitaan. 5.
Petugas Pelaksana Penagihan Pajak Aktif
Juru Sita Pajak (JSP) adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi Penagihan Seketika dan Sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, melaksanakan penyitaan dan penyanderaan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk diangkat menjadi JSP antara lain: berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum
22
atau yang setingkat dengan itu; berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda/Golongan II/a; berbadan sehat; lulus pendidikan dan latihan JSP; dan jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian. JSP diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Sebelum melaksanakan tugas dan wewenangnya,
JSP
diambil
sumpah
atau
janji
menurut
agama
atau
kepercayaannya oleh pejabat. Dalam melaksanakan tugasnya, JSP harus dilengkapi dengan kartu tanda pengenal dan harus diperlihatkan kepada Penanggung Pajak.