BAB 2 LANDASAN TEORI
II.1.
Pajak Secara Umum
II.1.1. Definisi Pajak Definisi pajak dapat diambil dari beberapa definisi para ahli dalam bidang perpajakan. Beberapa definisinya antara lain definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. (2008) yang dikutip oleh Prof. Dr. Mardiasmo dalam bukunya yang berjudul Perpajakan, yaitu: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Selanjutnya pajak dapat diartikan dari definisi pajak lainnya menurut Prof. Dr. MJH. Smeets, yang dikutip oleh Dr. Waluyo, M.Sc., Ak. dalam bukunya yang berjudul Perpajakan Indonesia adalah sebagai berikut: “Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.” Dari definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur: 1. Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. 2. Berdasarkan undang-undang, pajak yang dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
8
3. Tanpa jasa timbal balik dari negara yang secara langsung dapat ditunjukkan. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
II.1.2. Fungsi Pajak Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Menurut Ahmad Fauzan dalam skripsinya yang berjudul Tinjauan Atas Perhitungan Dan Penyetoran Bea Masuk, PPN, Dan PPh Pasal 22 Dalam Rangka Impor Obat Hewan Oleh PT Tekad Mandiri Citra, maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu: 1. Fungsi anggaran (budgetair) Sebagai
sumber
pendapatan
negara,
pajak
berfungsi
untuk
membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari
9
tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak. 2. Fungsi mengatur (regulerend) Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri. 3. Fungsi stabilitas Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan, antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, serta penggunaan pajak yang efektif dan efisien. 4. Fungsi redistribusi pendapatan Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
II.1.3. Sistem Pemungutan Pajak Dalam buku Hukum Pajak karangan Erly Suandy, pemungutan pajak terdapat beberapa sistem pemungutan, yaitu: 10
1. Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya: a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. b. Wajib Pajak bersifat pasif. c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus. 2. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciricirinya: a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. b. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 3. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya yaitu wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak. 11
II.1.4. Pengelompokan Pajak Menurut Fidel dalam bukunya yang berjudul Cara Mudah & Praktis Memahami Masalah-Masalah Perpajakan, dalam rangka memungut pajak oleh pemerintah dari masyarakat, maka pemerintah dalam melaksanakannya ada beberapa pembagian pajaknya, yaitu: 1. Berdasarkan golongannya: •
Pajak langsung Adalah pajak yang dipikul sendiri oleh Wajib Pajak, dimana tidak dapat dibebankan/dilimpahkan kepada pihak lain. Misalnya: Pajak Penghasilan (PPh).
•
Pajak tidak langsung Adalah pajak yang pelimpahannya dilimpahkan oleh yang membayar pajak kepada orang lain (konsumen). Misalnya: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).
2. Berdasarkan kewenangan pemungutannya: •
Pajak yang dipungut oleh pusat Adalah pajak yang kewenangannya dipungut oleh pemerintah pusat, yang digunakan untuk pembangunan dan pengeluaran negara (baik di pusat maupun daerah). 12
Misalnya: PPh, PPN, PPnBM, PBB, Bea Materai. •
Pajak yang dipungut oleh daerah Adalah pajak yang kewenangannya dipungut oleh pemerintah daerah, untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga daerah tersebut. Misalnya: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, Pajak Parkir.
3. Berdasarkan sifatnya: •
Pajak subjektif Adalah pajak yang patokannya pada subjeknya, yaitu kepada Wajib Pajak itu sendiri. Caranya dimulai dari penetapan orang pribadinya dulu. Misalnya: PPh
•
Pajak objektif Adalah pajak yang patokannya kepada objek yang dikenai pajaknya, yaitu ditemukan dulu objeknya apa. Misalnya: PPN dan PPnBM. 13
II.2.
PPh Pasal 22
II.2.1. Definisi PPh Pasal 22 Dalam Undang – Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, PPh Pasal 22 adalah pajak penghasilan yang dipungut oleh: •
Bendahara pemerintah, termasuk bendahara pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembagalembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang, termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama.
•
Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, seperti kegiatan usaha produksi barang tertentu (kertas, baja, otomotif, dan semen).
•
Wajib Pajak Badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Pemungutan pajak oleh Wajib Pajak Badan tertentu ini akan dikenakan terhadap pembelian barang yang memenuhi kriteria tertentu sebagai barang yang tergolong sangat mewah, baik dilihat dari jenis barangnya maupun harganya, seperti kapal pesiar, rumah sangat mewah, apartemen dan kondominium sangat mewah, serta kendaraan sangat mewah.
Pemungutan PPh Pasal 22 dimaksudkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengumpulan dana melalui sistem pembayaran pajak dan untuk tujuan kesederhanaan, kemudahan, dan pengenaan pajak yang tepat waktu.
14
II.2.2. Subjek PPh Pasal 22 Berdasarkan buku Pajak Penghasilan: Pemotongan dan Pemungutan karangan Billy Ivan Tansuria, subjek PPh Pasal 22 adalah: 1. Importir. 2. Rekanan pemerintah dan badan-badan tertentu yang merupakan pemungut PPh Pasal 22. 3. Distributor semen, kertas, baja, dan otomotif. 4. Distributor dan agen Pertamina, serta badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang BBM jenis premix dan gas. 5. Industri dan eksportir di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan. 6. Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
II.2.3. Objek PPh Pasal 22 Dalam buku Ensiklopedia Perpajakan Indonesia karangan Rudy Suhartono dan Wirawan B. Ilyas, adapun objek pemungutan PPh Pasal 22 adalah sebagai berikut: 1. Pembelian: a. Pembelian barang oleh bendaharawan pemerintah. b. Pembelian bahan-bahan berupa hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan untuk keperluan industri dan ekspor dari pedagang pengumpul. 2. Impor barang. 3. Penjualan oleh industri tertentu: a. industri baja; b. industri semen; 15
c. industri kertas; d. industri otomotif. 4. Penjualan BBM dan gas oleh Pertamina: Premium, solar, premix / super TT, minyak tanah, gas LPG, dan pelumas. 5. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah: Pesawat udara pribadi, kapal pesiar, rumah sangat mewah, apartemen sangat mewah, kendaraan sangat mewah.
II.2.4. Pemungut PPh Pasal 22 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 Pasal 1 menjelaskan pemungut PPh Pasal 22 adalah: 1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang. 2. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang. 3. Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP). 4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat Penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS).
16
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri. 6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas. 7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul. Selain
pemungut
diatas,
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
253/PMK.03/2008 Pasal 1 ayat (2) juga mengatur tentang Wajib Pajak Badan tertentu sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah, yaitu Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah, diantaranya: 1. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). 2. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). 3. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500 m² (lima ratus meter persegi).
17
4. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m² (empat ratus meter persegi). 5. Kendaraan bermotor roda empat dengan pengangkutan kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, Sport Utility Vehicle (SUV), Multi Purpose Vehicle (MPV), minibus, dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
II.2.5. Pengecualian dari Pemungutan PPh Pasal 22 Dalam
buku
Perpajakan
karangan
Casavera,
transaksi/kegiatan
yang
dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah: 1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan. 2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN): a. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik (dengan syarat ada Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak). b. Barang untuk keperluan Badan Internasional yang diakui dan terdaftar pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia. c. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan, atau untuk penanggulangan bencana. 18
d. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum, dilakukan secara otomatis tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB). e. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, dilakukan secara otomatis tanpa SKB. f. Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya, dinyatakan dengan SKB PPh Pasal 22 oleh DJP. g. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah, dilakukan secara otomatis tanpa SKB. h. Barang pindahan, dilakukan otomatis tanpa SKB. i. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, barang kiriman sampai dengan batas nilai/jumlah tertentu sesuai dengan peraturan kepabeanan. j. Barang yang diimpor oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum. k. Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara. l. Barang dan bahan yang digunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara. m. Vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN). n. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama.
19
o. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyebrangan, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keamanan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan dipergunakan Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional. p. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan dipergunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional. q. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan dipergunakan PT Kereta Api Indonesia (KAI). r. Peralatan yang dipergunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan Tentara Nasional Indonesia (TNI). s. Barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang importasinya dilakukan kontraktor kontrak kerja sama. 3. Dalam hal impor barang sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali. Contohnya adalah barang pameran, setelah pameran selesai maka barang-barang pameran tersebut harus dieskpor kembali. 4. Impor kembali (re-impor) yang meliputi barang-barang yang telah dieskpor, kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor karena membutuhkan perbaikan, pengerjaan, dan pengujian, telah memenuhi syarat yang ditentukan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). 5. Pembayaran
atas
penyerahan
barang
yang
jumlahnya
paling
Rp2.000.000,00 (bukan merupakan pembayaran yang terpecah-pecah). 20
banyak
6. Pembayaran untuk keperluan pembelian BBM, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM, dan benda-benda pos. 7. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas dan untuk tujuan ekspor (harus ada Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22). 8. Pembayaran/pencairan dana Jaringan Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (pelaksanaan tanpa Surat Keterangan Bebas).
II.2.6.
Tarif PPh Pasal 22
II.2.6.1. Tarif PPh Pasal 22 atas Impor Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 Pasal 2 ayat (1a) menjelaskan tarif PPh Pasal 22 atas impor: a. Menggunakan Angka Pengenal Importir (API) sebesar 2,5% dari nilai impor. b. Tanpa menggunakan Angka Pengenal Importir (API) sebesar 7,5% dari nilai impor. c. Yang tidak dikuasai sebesar 7,5% dari harga jual lelang. d. Impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API (tidak memiliki API tidak dapat impor) sebesar 0,5% dari nilai impor. Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk, yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambahkan dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang– undangan kepabeanan bidang impor. Untuk menghitung nilai impor digunakan kurs berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.
21
II.2.6.2. Tarif PPh Pasal 22 atas Pembelian yang Dilakukan oleh BUMN/BUMD yang Menggunakan APBN/APBD dan Non APBN/APBD Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 Pasal 2 ayat (1b), tarifnya sebesar 1,5% dari harga pembelian sebelum PPN/PPnBM.
II.2.6.3. Tarif PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 Pasal 2 ayat (1d) menjelaskan tarif PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha: a. Industri kertas sebesar 0,1% dari DPP PPN. b. Industri semen sebesar 0,25% dari DPP PPN. c. Industri otomotif sebesar 0,45% dari DPP PPN. d. Industri baja sebesar 0,3% dari DPP PPN.
II.2.6.4. Tarif PPh Pasal 22 atas Penjualan Bahan Bakar Minyak, Gas, dan Pelumas oleh Produsen / Importir Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 Pasal 2 ayat (1c) menjelaskan tarif PPh Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen/importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas: 1.
Bahan bakar minyak (premium, solar, premix/super TT) sebesar: o 0,25% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada SPBU Pertamina;
22
o 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada SPBU bukan Pertamina dan non SPBU; 2.
Bahan bakar gas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN;
3.
Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN.
II.2.6.5. Tarif PPh Pasal 22 atas Industri dan Eksportir yang Bergerak di Sektor Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 Pasal 2 ayat (1e), tarifnya sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
II.2.6.6. Tarif PPh Pasal 22 atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 Pasal 2 ayat (2), tarifnya sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
II.2.7.
Sifat dan Ciri PPh Pasal 22 Menurut Atep Adya Barata dalam bukunya yang berjudul Panduan Lengkap
Pajak Penghasilan, PPh Pasal 22 di Indonesia memiliki sifat dan ciri khusus, yaitu: o Pajak langsung PPh Pasal 22 merupakan salah satu jenis pajak yang memiliki karakteristik sebagai pajak langsung. PPh Pasal 22 tergolong dalam karakteristik pajak langsung karena beban PPh Pasal 22 tidak dapat dialihkan ke pihak lain. Dalam arti kata bahwa pihak yang mendapatkan manfaat, yang harus menanggung beban PPh Pasal 22. 23
o Pajak subjektif PPh Pasal 22 didasarkan pada kondisi subjektif subjek pajak dan tidak didasarkan pada ada atau tidaknya objek pajak. PPh Pasal 22 dikenakan atas dasar adanya suatu transaksi yang terjadi dan dilakukan oleh subjek pajak atau pihak – pihak yang berhak untuk melakukan pemungutan PPh Pasal 22. o Tarif tunggal Dalam pelaksanaannya, PPh Pasal 22 dikenakan atas suatu kegiatan dan bidang industri tertentu dimana setiap kegiatan yang diatur dalam PPh Pasal 22 dikenakan tarif yang berbeda, namun merupakan tarif tunggal untuk masing – masing kegiatan. o Kredit pajak Kredit pajak merupakan ciri dari PPh Pasal 22, dimana pembayaran PPh Pasal 22 merupakan pembayaran pendahuluan yang nantinya dapat diperhitungkan dengan jumlah pajak yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan. Penghitungan kredit PPh Pasal 22 didasarkan pada bukti penyetoran PPh Pasal 22 yang telah dibayar ke kas negara, berupa Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 22. o Pajak atas kegiatan dan industri tertentu PPh Pasal 22 adalah jenis Pajak Penghasilan yang dikenakan atas dasar suatu kegiatan dan industri tertentu, meliputi pemungutan pajak yang berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang yang pembayarannya bersumber dari dana APBN dan APBD, pemungutan pajak yang berkaitan dengan kegiatan impor, dan pemungutan pajak yang berasal dari transaksi yang dilakukan oleh badan usaha
24
yang bergerak di bidang industri tertentu yang diungkapkan dalam Undang – Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 dalam Pasal 22.
II.2.8.
Saat Terhutang dan Pelunasan PPh Pasal 22 Menurut buku Perpajakan Indonesia karangan Anastasia Diana dan Lilis
Setiawati, saat terhutang dan pelunasan PPh Pasal 22 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1. Saat Terhutang dan Pelunasan PPh Pasal 22
Jenis Pajak Atas impor barang
Saat Terhutang dan Pelunasan
Sifat
Bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka
Tidak final,
PPh Pasal 22 terutang dan
sebagai kredit
dilunasi pada saat penyelesaian
pajak.
dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Atas pembelian barang oleh Direktorat Jenderal
Tidak final, Terhutang dan dipungut pada
Perbendaharaan,
sebagai kredit saat pembayaran.
Bendahara Pemerintahan
pajak.
baik di tingkat pusat 25
maupun di tingkat daerah. Atas pembelian barang oleh Badan Usaha Milik Tidak final,
Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang melakukan pembelian
Terhutang dan dipungut pada
sebagai kredit
saat pembayaran.
pajak.
barang dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD. Atas pembelian barang oleh Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA), Perusahaan Badan Urusan Logistik
Tidak final, Terhutang dan dipungut pada
(BULOG), PT
sebagai kredit saat pembayaran.
Telekomunikasi
pajak.
Indonesia (TELKOM), PT Perusahaan Tenaga Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau 26
Steel, Pertamina, dan bank – bank BUMN. Atas penjualan hasil produksi dari badan
Kertas–tidak final;
usaha yang bergerak
Terhutang dan dipungut pada
semen–tidak final;
dalam bidang usaha
saat penjualan.
baja–tidak final;
industri semen, kertas,
otomotif–tidak
baja, dan otomotif.
final.
Atas penjualan hasil
Kepada penyalur /
produksi oleh produsen
agen bersifat final. Saat penerbitan Surat Perintah
atau importir bahan bakar
Selain penyalur / Pengeluaran Barang (delivery
minyak, gas, dan
agen bersifat tidak order).
pelumas.
final.
Atas pembelian bahanbahan industri dan
Tidak final,
eksportir yang bergerak
Terhutang dan dipungut pada
sebagai kredit
dalam sektor perhutanan,
saat pembelian.
pajak.
perkebunan, pertanian, dan perikanan. Atas penjualan barang
Tidak final, Terhutang dan dipungut pada
yang tergolong sangat
sebagai kredit saat pembelian.
mewah.
pajak.
27
II.2.9.
Batas Waktu Setor dan Pelaporan PPh Pasal 22 Penyetoran dilakukan ke Kantor Kas Negara, seperti Kantor Pos dan Giro,
serta Bank Pemerintah yang ditunjuk menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang berlaku sebagai Bukti Pemungutan Pajak. Dalam buku Ensiklopedia Perpajakan Indonesia karangan Rudy Suhartono dan Wirawan B. Ilyas batas waktu setor dan pelaporan PPh Pasal 22 sebagai berikut:
Tabel 2.2. Batas Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 22 Jenis Pajak
Saat Penyetoran
Atas impor barang
Pemungutan
Saat Pelaporan
pajak Paling lambat 7 (tujuh)
yang dilakukan oleh hari setelah batas waktu Direktorat Jenderal Bea penyetoran
pajak
dan Cukai harus disetor berakhir. ke bank persepsi atau kantor pos dan giro dalam
jangka waktu
paling lambat sehari setelah
pemungutan
pajak dilakukan. Atas pembelian barang oleh Pada hari yang sama Paling
lambat
14
Direktorat
Jenderal dengan
belas)
hari
Perbendaharaan,
baik
pelaksanaan (empat
di pembayaran
tingkat pusat maupun di penyerahan
atas setelah
Masa
barang, berakhir. 28
Pajak
tingkat daerah.
dengan Surat
menggunakan Setoran
Pajak
yang telah diisi atas nama
rekanan
serta
ditandatangani
oleh
pemungut pajak. Atas pembelian barang oleh Pada hari yang sama Paling
lambat
14
BUMN dan BUMD, yang dengan
belas)
hari
melakukan
pelaksanaan (empat
pembelian pembayaran
barang dengan dana yang penyerahan bersumber dari APBN atau dengan APBD.
Surat
atas setelah
Masa
Pajak
barang, berakhir.
menggunakan Setoran
Pajak
yang telah diisi atas nama
rekanan
serta
ditandatangani
oleh
pemungut pajak. Atas pembelian barang oleh Paling lambat tanggal Paling lambat 20 (dua Bank Indonesia (BI), PT 10 Perusahaan Aset Badan
(sepuluh)
bulan puluh)
Pengelolaan takwim berikutnya.
(PPA), Urusan
(BULOG), Telekomunikasi
hari
setelah
Masa Pajak berakhir.
Perusahaan Logistik PT Indonesia 29
(TELKOM), PT Perusahaan Tenaga
Listrik
Negara
(PLN),
PT
Garuda
Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, Pertamina, dan bank – bank BUMN. Atas
penjualan
hasil Paling lambat tanggal Paling lambat 20 (dua
produksi dari badan usaha 10 yang
bergerak
bidang
usaha
(sepuluh)
bulan puluh)
dalam takwim berikutnya.
hari
setelah
Masa Pajak berakhir.
industri
semen, kertas, baja, dan otomotif. Atas
penjualan
hasil Sebelum Surat Perintah Paling lambat 20 (dua
produksi oleh produsen atau Pengeluaran importir
bahan
bakar (delivery
minyak, gas, dan pelumas. Atas
pembelian
Barang puluh)
setelah
order) Masa Pajak berakhir.
ditebus.
bahan- Paling lambat tanggal Paling lambat 20 (dua
bahan industri dan eksportir 10
(sepuluh)
bulan puluh)
yang bergerak dalam sektor takwim berikutnya. perhutanan,
hari
hari
setelah
Masa Pajak berakhir.
perkebunan,
perikanan, dan pertanian. Atas penjualan barang yang Paling lambat tanggal Paling lambat 20 (dua tergolong sangat mewah.
10
(sepuluh)
bulan puluh)
hari
setelah 30
takwim berikutnya.
II.3.
Masa Pajak berakhir.
Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai PPh Pasal 22 belum banyak dilakukan. Berikut ini
merupakan salah satu contoh penelitian mengenai PPh Pasal 22: Ngadiman (2008), melakukan penelitian terhadap pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 22 di FKIP Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui mekanisme dan hambatan-hambatan dalam melaksanakan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 22 di FKIP UNS. Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Pendekatan kualitatif tersebut merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa ungkapan / catatan dari peneliti sendiri / perilaku yang dapat diamati. Pemilihan pendekatan penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku subyek penelitian. Dalam
penelitian
yang
telah
dilakukan
oleh
Ngadiman,
penulis
mengungkapkan bahwa PPh Pasal 22 dikenakan pada saat melakukan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh bendaharawan pemerintah (bendaharawan FKIP UNS) dengan pihak ketiga. Adapun besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut adalah 1,5% dari harga pembelian (DPP PPN). Pemungutan PPh Pasal 22 ini dilakukan pada saat pembayaran yang selanjutnya disetorkan ke kas negara melalui bank persepsi (Bank BNI Cabang UNS) dengan menggunakan sarana administrasi, yaitu Surat Setoran Pajak (SSP). Sedangkan yang menyampaikan SPT ke KPP adalah bendahara 31
Kantor Pusat UNS. Dari penelitian tersebut, diperoleh hasil yaitu bahwa pentingnya jumlah penerimaan negara dapat meningkat dari sisi perolehan pajak dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengumpulan dana melalui sistem pembayaran pajak, khususnya PPh Pasal 22.
32