5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pajak 1. Definisi Pajak Definisi pajak banyak diberikan oleh para ahli, antara lain yang dikemukakan oleh Rochmat (2008 : 1) : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan )dengan tiada mendapat jasa timbal (kontrasepsi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsurunsur: 1. Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 2. Berdasarkan undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaanya. 3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
5
6
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Sedangkan menurut S.I. Djajadiningrat (2008 : 1) : Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum.
2. Fungsi Pajak Pajak mempunyai dua fungsi utama yaitu (Mardiasmo, 2008 : 1): 1. Fungsi budgetair Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, 2. Fungsi mengatur (regulerend) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
B. Pajak Pertambahan Nilai 1.
Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia memiliki karakteristik (Resmi, 2008 : 2), yaitu:
7
1. Pajak Tidak Langsung Secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain. Tanggung jawab pembayaran pajak yang terutang berada pada pihak yang menyerahkan barang atau jasa, sedangkan pihak yang menenggung beban pajak berada pada penanggung pajak (pihak yang memikul beban pajak). 2. Pajak Objektif Timbulnya kewajiban membayar pajak sangat ditentukan oleh adanya objek pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak dipertimbangkan. 3. Multistage Tax PPN dikenakan secara bertahap pada setiap mata rantai jalur produksi dan distribusi (dari pabrikan sampai ke peritel). 4. Nonkumulatif PPN tidak bersifat kumulatif (nonkumulatif) meskipun memiliki karakteristik multistage tax karena PPN mengenal adanya mekanisme pengkreditan Pajak Masukan. Oleh karena itu, PPN yang dibayar bukan unsur dari harga pokok barang atau jasa. 5. Tarif Tunggal PPN di Indonesia mengenal satu jenis tarif (single tariff), yaitu 10% (sepuluh persen) untuk pemyerahan dalam negeri dan 0% (nol persen) untuk ekspor Barang Kena Pajak.
8
6. Credit Method/Invoice Method/Indirect Substruction Method Metode ini mengandung pengertian bahwa pajak yang terutang diperoleh dari hasil pengurangan pajak yang dipungut atau dikenakan pada saat penyerahan barang atau jasa - yang disebut Pajak Keluaran (output tax) - dengan pajak yang dibayar pada saat pembelian barang atau penerimaan jasa – yang disebut Pajak Masukan (input tax), 7. Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri Atas impor Barang Kena Pajak dikenakan PPN sedangkan atas ekspor Barang Kena Pajak tidak dikenakan PPN. Prinsip ini menggunakan prinsip tempat tujuan (destination priciple), yaitu pajak yang dikenakan di tempat barang atau jasa akan dikonsumsi. 8. Consumption Type Value Added Tax (VAT) Dalam PPN di Indonesia, Pajak Masukan atas pembelian dan pemeliharaan barang modal dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).
2. Kelebihan dan Kekurangan Pajak Pertambahan Nilai Dari beberapa karakteristik PPN tersebut diats, dapat dikemukakan bahwa PPN memiliki beberapa kelebihan, yang tidak dimiliki oleh pajak penjualan. Meskipun demikian, sebagai suatu sistem, ternyata PPN juga tidak bebas sama sekali dari beberapa kekurangan.
9
Beberapa Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai (Untung Sukardji, 2006 29): 1. Mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda. 2. Netral dalam perdagangan dalam dan luar negri. 3. Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Modal dapat diperoleh kembali pada bulan perolehan, sesuai dengan tipe konsumsi (consumption type VAT) dan metode pengurangan tidak langsung (indirect subtraction method). Dengan demikian maka sangat membantu likuiditas perusahaan. 4. ditinjau dari sumber pendapatan negara, Pajak Pertambahan Nilai mendapat predikat sebagai ”money maker” karena konsumen selaku pemikul beban pajak tidak merasa dibebani oleh pajak tersebut sehingga memudahkan fiskus untuk memungutnya. Bebarapa Kelemahan Pajak Pertambahan Nilai (Untung Sukardji, 2006 :30): 1. Biaya administrasi relatif tinggi bila dibandingkan dengan pajak tidak langsung lainnya, baik di pihak administrasi pajak maupun dipihak Wajib Pajak.Contohnya adalah biaya jasa yang digunakan untuk jasa konsultan pajak. 2. Menimbulkan
dampak
regresif,
yaitu
semakin
tinggi
tingkat
kemampuan konsumen, semakin ringan beban pajak yang dipikul, dan sebaliknya semakin rendah tingkat kemampuan konsumen, semakin berat beban pajak yang dipikul. Dampak ini timbul sebagai
10
konsekuensi karakteristik PPN sebagai pajak objektif. Contohnya adalah diberikan tarif PPN yang sama terhadap semua konsumen yaitu 10 % terhadap dasar pengenaan pajak tanpa membedakan tingkat kemapuan konsumen. 3. PPN sangat rawan dari upaya penyelundupan pajak. Kerawanan ini ditimbulkan sebagai akibat dari mekanisme pengkreditan yang merupakan upaya memperoleh kembali pajak yang dibayar oleh Pengusaha dalam bulan yang sama tanpa terlebih dahulu melalui prosedur administrasi fiskus.Contohnya adalah dalam pengkreditan pajak dapat dimanipulasi datanya agar pajak yang dibayar dapat diprkecil jumlahnya. 4. PPN menuntut tingkat pengawasan yang lebih cermat oleh administrasi pajak terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.Contohnya yaitu dalam Proses perhitungan, pelaporan dan pembayaran pajak harus sesuai undang-undang PPN Nomor 42 tahun 2009.
3. Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai Undang-undang yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah UndangUndang yang terbaru mengenai Pajak Pertambahan Nilai yaitu Nomor 42 Tahun 2009 atas perubahan ketiga dari UU Nomor 18 Tahun 2000.
11
C. Subjek dan Objek Pajak Pertambahan Nilai Subjek pajak PPN dalam PPN terdiri atas (Resmi, 2008 : 5): 1. Pengusaha Kena Pajak (PKP) 2. Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. 3. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean. 4. Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya sendiri dengan persyaratan tertentu. 5. Pemungut pajak yang ditunjuk oleh pemerintah. Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas (Mardiasmo, 2008 : 280): 1. Penyerahan BKP didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah: a) Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP; b) Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak berwujud; c) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya. 2. Impor BKP; 3. Penyerahan JKP yang dilakukan di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak. Syarat-syaratnya adalah: a) Jasa yang diserahkan merupakan JKP; b) Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; c) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
12
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; 5
Pemanfaatan JKP dari luar daerah Pabean di dalam daerah Pabean;
6
Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak;
7. Kegiatan yang membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain; 8. Penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
D. Barang Kena Pajak 1. Pengertian Barang Kena Pajak (BKP) (Waluyo, 2009 : 5) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang berwujud yang di kenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN dan PPnBM. Dengan batasan di atas bahwa Barang Kena Pajak dapat dirinci: 1. Barang berwujud atau barang tidak berwujud (Merek Dagang, Hak Paten, Hak Cipta, dan lain-lain); 2. dikenakan pajak berdasarkan undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian batasan Barang Kena Pajak tidak dikaitkan dengan proses pengolahan (pabrikan).
13
2. Jenis Barang yang Tidak Dikenakan PPN Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali Undang-undang menetapkan sebaliknya. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok barang (Waluyo, 2009 : 5) sebagai berikut : 1. Barang hasil pertambangan, penggalian, dan pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, seperti: a) Minyak mentah (crude oil), b) Gas bumi, c) Panas bumi, d) Pasir dan kerikil, e) Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara, f) Biji besi, biji timah, biji emas, biji tembaga, biji nikel, dan biji perak serta biji bauksit. 2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, seperti : a) Beras, b) Gabah, c) Jagung, d) Sagu, e) kedelai. f) Garam baik beryodium maupu yang tidak beryodium
14
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sewjenisnya meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi ditempat maupun tidak, tidak termasuk makanan yang diserahkan oleh usaha jasa boga. 4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berhrga (saham, obligasi, dan lainnya).
E. Jasa Kena Pajak 1. Pengertian Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atas perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN No.42 Tahun 2009.
2. Jenis Jasa yang Tidak Dikenakan PPN Pada Dasarnya semua jasa dikenakan pajak, kecuali yang ditentukan Lain oleh Undang-Undang PPN. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan peraturan pemerintah didasarkan atas kelompokkelompok jasa (Waluyo, 2009 : 5) sebagai berikut: 1. Jasa dokter umum, dokter spesialis dan dokter gigi:
15
a. Jasa dokter umum, dokter spesialis,dan dokter gigi; b. Jasa dokter hewan; c. Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gizi, dan fisioterapi; d. Jasa kebidanan dan dukun bayi e. Jasa paramedis dan perawat; dan f. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium. 2. Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi: a. Jasa pelayanan Panti Asuhan dan Panti Jompo b. Jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat komersial; c. Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan; d. Jasa lembaga rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial; e. Jasa pemakaman termasuk krematorium; dan f. Jasa di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersial. 3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko. 4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi, seperti: a. Jasa perbankan, kecuali jasa penyedian tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk pihak lain berdasarkan kontrak (perjanjian), jasa wali amanat, serta anjak piutang; b. Jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi c. Sewa Guna Usaha dengan hak opsi.
16
5.
Jasa di bidang keagamaan, seperti: a. Jasa pelayanan rumah ibadah; b. Jasa pemberian khotbah atau dakwah; dan c. Jasa lain di bidang keagamaan.
6. Jasa di bidang pendidikan, seperti : a. Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah; dan b. Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah (kursus-kursus). 7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang tidak dikenakan pajak tontonan termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial,
seperti:
pementasan
kesenian
tradisional
yang
diselenggarakan secara cuma-cuma. 8. Jasa dibidang penyiaran yang bukan bersifat iklan, seperti: penyiaran radio dan televisi yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial. 9. Jasa di bidang angkutan di darat dan di air, seperti jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau, dan di sungai yang dilakukan oleh pemerintah atau swasta. 10. Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi: a. Jasa tenaga kerja; b. Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut;
17
c. Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja. 11. Jasa di bidang perhotelan, seperti: a. Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen,hotel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap, dan b. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel. 12. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahaan secara umum meliputi jasa-jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah, seperti: pemberian Izin Mendirikan Bangunan, Pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, pembuatan Kartu Tanda Penduduk.
F. Pengusaha Kena Pajak (PKP) 1. Pengertian 1. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya
menghasilkan
barang,
mengimpor
barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. 2. Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha sebagaimana dimaksud pada poin 1yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kensa Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan
18
Undang-Undang PPN 1984, tidak termasuk Pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
2. Termasuk pengusaha Kena Pajak 1. Pabrikan atau produsen; 2. Importir atau indentor; 3. Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan atau importir; 4. Agen utama dan penyalur utama pabrikan atau importir; 5. Pemegang hak paten atau merek dagang BKP; 6. Pedagang besar atau distributor; 7. Pengusaha yang melakukan hubungan penyerahan barang; 8. pedagang eceran (peritel).
3. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak Pengusaha Kena Pajak berkewajiban, antara lain untuk: 1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP, 2. Memungut PPN dan PPnBM yang terutang, 3. Membuat faktur pajak atas setiap penyerahan kena pajak, 4. Membuat nota retur dalam hal terdapat pengambilan BKP, 5. Melakukan pencatatan atu pembukuan mengenai kegiatan usahanya,
19
6. Menyetor PPN dan PPnBM yang terutang, 7. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN.
4. Pengecualian Kewajiban Pengusaha Kena Pajak Pengusaha yang dikecualikan dari kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah: 1.
Pengusaha Kecil.
2. Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang dan atau jasa
yang
tidak dikenakan PPN.
5. Pengusaha kecil Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah). Pengusaha Kecil wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku, jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan brutonya melebihi batas yang telah ditetapkan. Pengusaha tersebut wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat pada akhir bulan berikutnya. PKP dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan sebagai PKP apabila jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan
20
berikutnya dalam satu tahun buku tidak melebihi batas yang telah ditentukan dengan mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pengusaha dikukuhkan sebagai PKP paling lambat 1 (satu) tahun sejak berakhirnya tahun buku, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keputusan dalam jangka 2 (dua) bulan sejak permohonan pencabutan pengukuhan diterima. Apabila dalam jangka waktu tersebut Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, permohonan pencabutan pengukuhan dianggap diterima. Beberapa hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pengusaha kecil: 1. Dilarang membuat faktur pajak, 2. Tidak wajib memasukkan SPT Masa PPN, 3. Diwajibkan membuat pembukuan atau pencatatan, 4. Wajib lapor untuk dikukuhkan sebagai PKP, bagi pengusaha kecil yang memperoleh peredaran bruto diatas batas yang telah ditentukan.
G. Saat dan Tempat Terutang Pajak Pertambahan Nilai 1. Saat Terutang Pajak Pertambahan Nilai Saat terutang PPN menurut pasal 11 Undang-undang PPN Tahun 2000 terjadi pada saat: 1. Penyerahan BKP dan JKP; 2. Impor BKP;
21
3. Ekspor BKP; 4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean; 5. Pembayaran, dalam hal pembayaran diterima terlebih dahulu; 6. Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan saat lain sebagai saat terutangnya pajak dalam hal terutangnya pajak sukar diterapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapat menimbulkan ketidakadilan.
2. Tempat Terutang Pajak Pertambahan Nilai Tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditetapkan sebagai berikut (Resmi, 2008 :23): 1. Atas penyerahan BKP dan/atau JKP, tempat terutangnya pajak adalah di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan, yaitu di tempat pengusaha dikukuhkan atau seluruhnya dikukuhkan sebagai PKP, 2. Atas impor BKP, tempat terutangnya pajk adalah di tempat BKP dimasukkan ke dalam Daerah Pabean, 3. Atas Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean, tempat terutangnya pajak adalah ditempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan dalam hal orang pribadi atau badan tersebut bukan sebagai Wajib Pajak atau ditempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai Wajib Pajak,
22
4. Atas kegiatan membangun sendiri oleh PKP atau bukan PKP yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya, tempat terutangnya pajak adalah di tempat bangunan tersebut didirikan. 5. Atas ekspor BKP, baik atas permohonan tertulis dari PKP maupun secara jabatan, tempat terutangnya pajak adalah tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
H. Tarif PPN Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10% (sepiluh persen). Sedangkan tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen). Pengenaan tarif 0% (nol persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, tetapi Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor dapat dikreditkan. Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan atau peningkatan
kebutuhan
dana
untuk
pembangunan,
dengan
peraturan
pemerintah tarif PPN dapat diubah serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal.
I. Dasar Pengenaan Pajak Dasar Pengenaan pajak adalah jumlah harga jual atau penggantian atau Nilai Ekspor atau Nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang
23
Dimana masing-masing pengertiannya menurut Undang-Undang PPN Nomor 42 tahun 2009 adalah sebagai berikut: 1. Harga Jual ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut undang-undang PPN dan PPnBM dan pemotongan harga yang dicantumkan dalam Faktur pajak. 2. Penggantian ialah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena pemberian Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undangundang PPN 1984 dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. 3. Nilai ekspor ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor, misalnya harga yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). 4. Nilai Impor ialah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut undang-undang PPN dan PPnBM. Nilai impor yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak adalah harga patokan impor atau Cost Insurance and Freight (CIF) sebagai dasar penghitungan bea masuk
24
ditambah dengan semua biaya dan pungutan lain menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Pabean. 5. Nilai lain adalah nilai yang ditetapkan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Berdasarkan Menteri Keuangan, Nilai Lain sebagai dasar pengenaan pajak untuk beberapa penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, yaitu: a. Untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor; b. Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah hara jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor; c. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata; d. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film; e. Untuk persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan adalah harga pasar wajar; f. Untuk
aktiva
yang
menurut
tujuan
semula
tidak
untuk
diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar; g. Untuk kendaraan bermotor bekas adalah 10% (sepuluh persen) dari harga jual;
25
h. Untuk penyerahan jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih; i. Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih; j. Untuk jasa anjak piutang adalah 5% (lima persen) dari jumlah selurh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon; k. Untuk penyerahan BKP dan/atau JKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan/atau JKP antarcabang adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor;
J. Klasifikasi Pajak Pertambahan Nilai 1. PPN Keluaran PPN keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak. 2. PPN Masukan PPN Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan jasa kena pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak. PPN Masukan dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
26
1. PPN Masukan yang dapat dikreditkan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan menurut UU No.42 tahun 2009 adalah : a. Perolehan atas BKP dan atau JKP yang penyerahannya terutang PPN b. Pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha yaitu pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen berlaku untuk semua jenis usaha.
2. PPN masukan yang tidak dapat dikreditkan Menurut UU No.42 tahun 2009 Pasal 9, Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan bagi pengeluaran untuk: a. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai pengusaha Kena Pajak. b. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha. c. Porolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor, sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan. d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
27
e. Perolehan Bartang Kena pajak atau jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana. f. Perolehan Barang Kena pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Ayat (5). g. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (6). h. Perolehan Barang Kena Pajak atau jasa kena Pajak yang pajak masukannya tidak dilaporkan dalam surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan
Nilai,
yang
diketemukan
pada
waktu
dilakukannya pemeriksaan.
K. Mekanisme Kredit Pajak Pembeli BKP, penerima JKP, pengimpor BKP, pihak yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, atau pihak yang memanfaatkan JKP dari luar Daerah Pabean wajib membayar PPN sdan berhak menerima bukti pungutan pajak berupa Faktur Pajak. PPN yang sudah dibayar tersebut merupakan Pajak Masukan bagi pembeli BKP, atau penerima JKP, atau pengimpor BKP, atau pihak yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar daerah Pabean, atau pihak yang memanfaatkan JKP dari luar Daerah Pabean yang berstatus PKP.
28
Pajak Masukan yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluarn yang dipungutnya dalam Masa Pajak yang sama. Pajak Masukan yang dapat dukreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama , dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan. Pajak masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan atau JKP dikreditkan dengan pajak keluaran dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan pajak dimana Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, maka selisihnya merupakan PPN yang harus disetorkan oleh PKP ke Kas Negara selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya. Sedangkan apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluarannya, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali (restitusi) atau dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya.
L. Penyerahan Kepada Pemungut PPN Pengertian Pemungut PPN menurut undang-undang PPN 2009 adalah bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang
29
terutang oleh Pengusaha Kena pajak atas penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP kepada bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi pemerintah tersebut. Menurut ketentuan yang berlaku saat ini, yang ditetapkan sebagai pemungut PPN adalah: 1. Bendaharawan Pemerintah, yaitu bendaharawan atau Pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari Anggaran pendapatan dan Brlanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang terdiri dari bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik propinsi, Kabupaten, atau Kota. 2. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Pemungut PPN yang melakukan pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP oleh Pngusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah, wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang. Pemungutan PPn dan PPnBM dilakukan pada saat dilakukan pembayaran oleh Bendaharawan Pemerintah atau KPPN kepada PKP Rekanan Pemerintah. PPN dan PPnBM tidak dipungut dalam hal: 1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah; 2. Pembayaran untuk pembebasan tanah; 3. Pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan PPN;
30
4. Pembayaran atas penyerahan Bahan bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar Minyak oleh PT (Persero) Pertamina; 5. Pembayaran atas rekening telepon; 6. Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahan penerbangan; 7. Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan PPN.
M. Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPnBM dalam suatu masa pajak yang terutang harus dilakukan paling lambat 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Apabila tanggal tersebut jatuh pada hari libur, termasuk hari sabtu atau hari libur nasional pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Untuk impor, penyetoran harus dilakukan pada hari kerja berikutnya, kecuali yang dipungut pada tanggal 31 Maret harus disetorkan pada hari itu juga. PPN yang pemungutannya dilakukan oleh bendahara atau instansi pemerintah yang ditunjuk harus disetor paling lama tanggal 7 bulan berikutnya saetelah masa pajak berakhir. Pengertian hari libur nasional termasuk yang diliburkan untuk penyelenggaraan pemilihan umum yang ditetapkan oleh pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh pemerintah.
31
Dalam melakukan Penyetoran Pajak pertambahan Nilai digunakan media formulir Surat Setoran pajak yang tersedia gratis di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan Kantor Penyuluhan Pajak diseluruh Indonesia. Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Jika PKP terlambat menyetorkan PPN Kurang bayar, maka akan dikenakan denda bunga sebesar 2% perbulan dari jumlah PPN yang kurang bayar tersebut. Tempat pembayaran pajak yang talah ditunjuk oleh Menteri Keuangan adalah: a. Kantor Pos dan Giro. b. Bamk Pemerintah, kecuali BTN. c. Bank Pembangunan daerah d. Bank Devisa e. Bank-bank lain penerima laporan setoran pajak. f. Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, khusus impor tanpa LKP. Dalam melakukan pelaporan atau penyetoran Pajak Pertambahan Nilai digunakan media Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa). Surat Pemberitahuan Masa merupakan laporan bulanan yang dapat disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak, mengenai perhitungan (Mardiasmo, 2008 : 303): 1. Pajak Masukan berdasarkan realisasi pembelian BKP atau realisasi penerimaan JKP. 2. Pajak Keluaran berdasarkan realisasi pengeluaran BKP/JKP.
32
3. Penyetoran pajak atau kompemsasi. Berdasarkan Pasal 3 Ayat 3 UU KUP tahun 2007, menegaskan bahwa batas waktu penyampaian SPT Masa atau pelaporan PPN terutang, paling lambat 20 hari setelah akhir Masa Pajak. Jika PKP terlambat menyampaikan SPT Masa PPN, maka Wajib Pajak atau PKP akan dikenakan denda administratif sebesar Rp.500.000,- jika Wajib Pajak atau PKP terlambat mnyetorkan dan melaporkan PPN-nya, maka dikeluarkan Surat Tagihan Pajak (STP) untuk pembayaran denda administratif. Fungsi Surat Pemberitahuan bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang (Resmi, 2008 : 46): 1. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran, dan 2. Pembayaran atau Pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Bagi Pengusaha Kena Pajak penyampaian SPT: 1. PKP wajib melaporkan perhitungan pajak tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak (Kantor Pelayanan Pajak). 2. Dilakukan paling lambat tanggal 20 setelah akhir Masa Pajak. 3. Menggunakan formulir SPT Masa. 4. Keterangan dan dokumen yang dicantumkan dan/atau dilampirkan pada SPT Masa ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
33
5. SPT dianggap tidak dimasukkan jika tidak sepenuhnya melaksanakan ketentuan UU PPN 1984. 6. Perhatikan juga Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
N. Faktur Pajak Faktur Pajak (Waluyo, 2009 : 69) adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak karena penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak atau bukti pungutan pajak karena Impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan di dalam Daerah Pabean atau ekspor Barang Kena Pajak dan untuk setiap penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan di dalam Daerah Pabean. Pembuatan Faktur Pajak bersifat wajib bagi setiap Pengusaha Kena Pajak, karena Faktur Pajak adalah bukti yang menjadi sarana pelaksanaan cara kerja (mekanisme) Perkreditan Pajak Pertambahan Nilai. Faktur Pajak dapat berupa : a. Faktur Pajak Standar b. Faktur Pajak Gabungan c. Faktur Pajak Sederhana d. Dokumen-dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai Faktur Pajak Standar oleh Direktorat Jenderal Pajak.
34
a. Faktur Pajak Standar Faktur pajak Standar merupakan Faktur Pajak yang dapat digunakan sebagai bukti pungutan pajak sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak harus dibuat satu Faktur Pajak Standar. Faktur Pajak Standar harus mencantumkan keterangan-keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat keterangan (Pasal 13 Ayat 5 Undang-Undang PPN dan PPnBM yang meliputi (Waluyo,2009:70): 1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; 2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak ; 3. Jenis Barang atau Jasa, Jumlah Harga Jual, atau Penggantian, dan potongan harga; 4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; 5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; 6. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; 7. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. Faktur Pajak Standar harus benar baik secara formal maupun secara materiil. Faktur Pajak Standar harus diisi secara lengkap, jelas, benar,
35
dan ditandatangani oleh pejabat perusahaan yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatanganinya. Faktur Pajak Standar yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan ini dapat mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan.
b. Faktur Pajak Gabungan Faktur pajak Gabungan adalah Faktur Pajak Standar yang meliputi semua penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli BKP atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama. Faktur Pajak Gabungan merupakan Faktur Pajak Standar, sehingga harus dibuat sesuai dengan ketentuan pembuatan Faktur Pajak Standar sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Pembuatan Faktur Pajak Gabungan tidak memerlukan izin Direktur Jenderal Pajak. Faktur Pajak Gabungan yang merupakan Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada akhir bulan berikutnya setalah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, dalam hal pembayaran baik sebagian atau seluruhnya terjadi setelah berakhirnya bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau jasa Kena Pajak.
c. Faktur Pajak Sederhana Faktur Pajak Sederhana adalah Faktur Pajak yang digunakan sebagai tanda bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP untuk
36
menampung kegiatan penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir. Oleh karena itulah, Pengusaha Kena Pajak (PKP) dapat membuat Faktur Sederhana, dalam hal PKP melakukan: 1. Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan langsung kepadakonsumen akhir; atau 2. Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli dan/atau penerima Jasa Kena Pajak yang tidak diketahui identitasnya secara sederhana. Faktur Pajak Sederhana paling sedikit harus memuat: 2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak, yang menyerahkan BKP dan/atau JKP; 3. Jenis dan kuantum Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; 4. Jumlah Harga Jual atau penggantian yang sudah termasuk PPN atau besarnya PPN dicantumkan secara terpisah; 5. Tanggal pembuatan Faktur pajak Sederhana. Sebagai tanda bukti penyerahan atau pembayaran atas Penyerahan Barang kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sepanjang memenuhi persyaratan diatas (paling sedikit) diperlakukan sebagai Faktur Pajak Sederhana, yaitu: 1. Bon Kontan, 2. Faktur penjualan, 3. Segi Cash register,
37
4. Karcis, 5. Kuitansi, atau 6. Ada bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis.
d. Dokumen Tertentu yang Diperlakukan Sebagai Faktur Pajak Standar Dokumen-dokumen tertentu yang dapat diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar, memuat sekurang-kurangnya: 1. Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen; 2. Nama dan alamat penerima dokumen; 3. NPWP dalam hal dokumen adalah sebagai wajib pajak dalam negeri; 4. Jumlah satuan barang apabila ada; 5. Dasar pengenaan pajak; 6. Jumlah pajak yang terutang dalam hal ekspor. Dokumen-dokumen tersebut di baeah ini sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud di atas dapat diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar, yaitu: 1. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang dilampiri Surat Setoran Pajak (SSP) dan bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk Impor Barang Kena Pajak; 2. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah difiat muat oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri oleh invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dengan PEB tersebut;
38
3. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) dibuat/dikeluarkan oleh Pertamina untuk penyerahan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan/atau bukan Bahan Bakar Minyak; 4. Tanda pembayaran atau kuitansi telepon; 5. Tiket, Tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri; 6. Surat Setoran Pajak (SSP) untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean; 7. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa ke pelabuhan.
O. Contoh Perhitungan Pajak pertambahan Nilai Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan atas pertambahan nilai (Value Added) barang dan jasa yang dihasilkan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dalam pengertian ini, besarnya Pajak Pertambahan Nilai adalah tarif dikalikan denga nilai tambah. Contoh: CV Perdana adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri saus. Perusahaan ini didirikan oleh Tuan Akbar bersama kawan-kawannya pada tahun 2001 dan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan identitas lengkap sebagai berikut:
39
Nama PKP
: CV Perdana
Alamat
: Jl. Kaliurang No.49, Yogyakarta
Nomor Telepon
: (0274) 524901
Jenis Usaha
: Industri Saus
Merek Usaha
: Glatik
NPWP
: 01.222.333.0.542.000
NPPKP
: 01.222.333.0.542.000
Tanggal pengukuhan PKP
: 1 Februari 2003
Pengusaha akan mengisi SPT Masa PPN bulan Desember 2007. Transaksi selama bulan desember 2007 adalah sebagai berikut (untuk mempermudah pengisian SPT, setiap transaksi langsung diikuti dengan analisisnya):
Penjualan (Penyerahan BKP) : Tanggal
Transaksi
1 Desember
Melakukan penyerahan 100 botol saus ke Toko Indomaret, Yogyakarta; harga per botol; Rp 7.600,00; dan dibayar pada tanggal 10 Desember 2007. Menerima pesanan 200 botol saus dari RM Wong Solo, Yogyakarta, harga per botol Rp. 7.600,00; dan diterima uang muka sebesar Rp. 760.000,00. Menerima pembayaran atas penyerahan pada tanggal 1 Desember.
4
10
Analisis Terutang PPN; dibuatkan Faktur Pajak Standar pada saat pembayaran, yaitu tanggal 10 Desember 2007.
Terutang PPN; dibuatkan Faktur Pajak Sederhana (RM Wong Solo bukan PKP); DPP Rp. 760.000,00 PPN =10% x Rp. 760.000,00 = Rp. 76.000,00 Terutang PPN; dibuatkan Faktur Pajak Standar No.010.000.07.00000881; PPN = Rp. 760.000,00. PPN = 10% x Rp. 760.000,00 = Rp. 76.000,00
40
13
14 Desember
15
16
17
18
21
Melakukan penyerahan 1.000 botol saus ke Hotel Ishiro, Magelang; harga per botol Rp. 7.600,00; secara tunai dan diberikan potongan harga sebesar 10% (dari total penjualan).
Terutang PPN; dibuatkan Faktur Pajak Standar No. 010.000.07.00000882; uang diterima (DPP) = Rp. 7.600.000,00 – (10% x Rp.7.600.000,00) = Rp. 6.840.000,00; PPN = 10% x Rp.6.840.000,00 = Rp. 684.000,00
Melakukan penyerahan atas Terutang PPN; dipungut dan pesanan pada tanggal 4 dibuatkan Faktur Pajak Sederhana Desember. pada saat pembayaran, yaitu tanggal 4 Desember 2007 dan 15 Desember 2007. Melakukan penyerahan Terutang PPN; dibuatkan Faktur Standar 1.500 botol saus ke Pajak Waserba Mekar, Klaten, No.010.000.07.00000883; DPP Rp. harga per botol Rp. 11.400.000,00 PPN = 10% x Rp. 7.600,00; dibayar tunai dan 11.400.000,00 = Rp. 1.140.000,00 diterbitkan Faktur Pajak Standar. Melakukan penyerahan 600 Terutang dan dipungut PPN oleh botol saus dengan harga Rp. Bendaharawan Pemerintah saat 8.360,00 per botol kepada pembayaran; dibuatkan faktur Pajak RSU DR. Sardjito, Standar pada saat diterima tagihan, Yogyakarta, penagihan dan yaitu tanggal 17 Desember 2007. pembayaran dilakukan pada tanggal 17 Desember. Menerima tagihan dari RSU Faktur Pajak Standar DR. Sardjito, Yogyakarta No.020.000.07.00000884; DPP atas penyerahan barang (100/110) x Rp. 8.360,00 – x Rp. pada tanggal 16 Desember. 600 botol = Rp. 4.560.000,00; PPN = 10% x Rp. 4.560.000,00 = Rp. 456.000,00 Menerima pengembalian 30 botol saus (karena pecah) dari Hotel Ishiro dan diganti dengan kuantitas dan kualitas yang sama. Melakukan penyerahan 1.000 botol saus harga Rp. 7.600,00 per botol (diskon 5%) kepada Restoran Lojajar, Sleman.
Retur ini tidak memengaruhi perhitungan PPN karena telah diganti dengan barang yang sama baik kualitas, kuantitas, maupun harganya. Terutang PPN; dipungut dan dibuatkan Faktur Pajak pada saat pembayaran atau paling lambat tanggal 30 Januari 2008.
41
23
pelunasan atas Menerima pembayaran atas Penerimaan penyerahan pada tanggal 21 penyerahan BKP; dibuatkan Faktur Pajak Sederhana (Restoran Lojajar Desember 2007. ukan PKP); DPP = Rp. 7.600.000,00 – (5% x Rp. 7.600.000,00) = Rp. 7.220.000,00; PPN = 10% x = Rp. 7.220.000,00 = Rp. 722.000,00.
27 Desember
Melakukan penyerahan 500 botol saus ke RM Mie Nusantara; harga Rp. 7.600,00 per botol; dibayar secara tunai.
29
Memberikan sumbangan 70 botol saus ke Panti Asuhan Wiloso Projo, YOgyakarta senilai Total Rp. 532.000,00 (jumlah ini termasuk laba kotor Rp. 112.000)
31
Menerima sewa kendaraan (truk) yang dimiliki untuk tujuan alat angkut hasil produksi. Sewa yang diterima dari beberapa penyewa sebesar Rp. 2.000.000,00. para penyewa tidak mempunyai identitas secara lengkap.
Penyerahan BKP (secara tunai) kepada bukan PKP ini dibuatkan Faktur Pajak Sederhana; DPP = 500 x Rp. 7.600,00 = Rp. 3.800.000,00; PPN = 10% x Rp. 3.800.000,00 = Rp. 380.000,00. Pemberian Cuma-Cuma terutang PPN berdasar DPP sebesar harga (nilai penyerahan) tidak termasuk laba; DPP = Rp. 532.000,00 – Rp. 112.000,00 = Rp. 420.000,00; PPN = 10% x Rp. 420.000,00 = Rp. 42.000,00. atas penyerahan ini dibuatkan Faktur Pajak Sederhana. Penyerahan ini tidak terutang PPN.
Pembelian BKP : Tanggal Transaksi 2 Melakukan pembelian 200 kuintal, dan 1.000 kuintal cabe dari beberapa petani di desa Bansari Temanggung seharga Rp. 20.000.000,00. 6 Membeli tunai alat produksi dari CV. Muda Jaya Solo seharga Rp. 9.600.000,00
Analisis Pembelian barang hasil pertanian langsung dari sumbernya dibebaskan dari PPN. PPN yang dibayar = 10% x Rp. 9.600.000,00 = Rp. 960.000,00, sebagai PPN masukan yang dapat dikreditkan; diperoleh faktur Pajak Standar
42
8
10
No.010.000.07.00003345. Membeli tunai bahan pembantu seharga Rp. PPN yang dibayar = 10% 3.200.000,00 dari Toko lengkap, x Rp. 3.200.000,00 = Rp. Yogyakarta 320.000,00, sebagai PPN masukan yang dapat dikreditkan; diperoleh faktur Pajak Standar No.010.000.07.00005520. Membeli 20.000 botol seharga Rp. PPN yang dibayar pada 4.000.000,00 dari PT. Kedaung, Semarang tanggal 15 Desember an dibayar 5 hari kemudian. 2007 (saat pembayaran) = 10% x Rp. 4.000.000,00 = Rp. 400.000,00, sebagai PPN masukan yang dapat dikreditkan; diperoleh faktur Pajak Standar No.010.000.07.00001111.
Menghitung Nilai Penyerahan (DPP) dan PPN Keluaran No. Keterangan 1. Ekspor 2. Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak (Standar) : - Tanggal 10 Desember - Tanggal 13 Desember - Tanggal 15 Desember - Tanggal 17 Desember (dipungut Pemungut PPN) Jumlah 3. Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak (Standar) : - Tanggal 4 Desember - Tanggal 15 Desember - Tanggal 23 Desember - Tanggal 27 Desember - Tanggal 29 Desember - Tanggal 2 Desember (informasi tambahan a) Jumlah 4. Total penyerahan & PPN (nomor 2 + nomor 3) Total penyerahan & PPN tersebut terbagi atas: • Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri, yaitu jumlah nomor 2 (kecuali tanggal 17 Desember) dan
DPP (Rp)
PPN (Rp) -
-
760.000.00 6.840.000,00 11.400.000,00 4.560.000,00 23.560.000,00
76.000.00 6.84.000,00 1.140.000,00 456.000,00 23.560.000,00
760.000,00 760.000,00 7.220.000,00 3.800.000,00 420.000,00 2.800.000,00 15.760.000,00
76.000,00 76.000,00 7.22.000,00 380.000,00 42.000,00 280.000,00 1.576.000,00
39.320.000,00
3.932.000,00
34.760.000,00
3.476.000,00
43
jumlah nomor 3 DPP (Rp. 23.560.000,00 - Rp. 4.560.000,00) + Rp.15.760.000,00 PPN = (Rp.2.356.000,00 Rp.456.000,00) + Rp.1.576.000,00 • Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN (nomor 2 tanggal 17 Desember
4.560.000,00
456.000,00
Menghitung Nilai Perolehan (DPP) dan PPN Masukan No. 1.
2.
Keterangan DPP (Rp) PPN (Rp) Pajak Masukan yang dapat dikreditkan: a. Impor BKP dan pemanfaatan BKP tidak berwujud dari Luar Daerah Pabean serta pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean b. Perolehan BKP/ JKP dari Dalam Negeri: 960.000 9.600.000 - Tanggal 6 Desember 320.000 3.200.000 - Tanggal 8 Desember 400.000 4.000.000 - Tanggal 15 Desember 1.600.000 16.000.000 - Tanggal 16 Desember - Tanggal 4 November (informasi tambahan b) 3.400.000 34.000.000 Jumlah (b) c. Pajak Masukan lainnya 60.000 - Kompensasi kelebihan PPN Masa Pajak sebelumnya (November I nformasi tambahan c - Hasil perhitungan kembali Pajak Masukan (PM) yang telah dikreditkan: (43.945) • Tanggal 31 Desember (pembelian Truk) (25.000) • Tanggal 31 Desember (pembelian mesin diesel) (8.945) Jumlah (c) 3.391.055 Total PPN Masukan dapat dikreditkan (a+b+c) Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan 140.000.000 14.000.000 dan/atau Pajak Masukan yang atas impor atau perolehannya mendapat fasilitas - Tanggal 19 Desember
44
Menghitung PPN yang kurang atau Lebih Bayar Total PPN Keluaran yang dipungut sendiri oleh CV Perdana Rp.3.476.000,00 Total PPN Masukan yang dapat dikreditkan
Rp.3.391.055,00 (-)
PPN kurang disetor
Rp.
84.945,00