BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pajak 1. Pengertian Pajak Dalam buku Pajak Penghasilan (Wirawan B Ilyas:2007), terdapat beberapa definisi pajak yang dikemukakan oleh beberapa para ahli, yang pada hakikatnya mempunyai pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan para ahli yaitu :
a. Menurut Prof. Dr. Adriani, Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang – Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. b. Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH, “ Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang – Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
c. Menurut Sommerfeld Ray M,Anderson Herschel M,& Brock Horace R, Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar
pemerintah dapat melaksanakan menjalankan pemerintahan.
tugas
–
tugasnya
untuk
d. Menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2008 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, “pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat”.
Dari definisi pajak tersebut, maka dapat diketahui ciri – ciri pajak antara lain sebagai berikut : a. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaannya. b. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak/administratur pajak). c. Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan. d. Tidak dapat ditunjukan adanya imbalan (kontra prestasi) individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak.
e. Berfungsi sebagai budgeter atau mengisi kas negara / anggaran negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif). 2. Fungsi Pajak Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan
sumber
pendapatan
negara
untuk
membiayai
semua
pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu: a. Fungsi anggaran (budgetair) : Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas – tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
b. Fungsi
mengatur
(regulerend)
:
Pemerintah
bisa
mengatur
pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri. c. Fungsi stabilitas : Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien. d. Fungsi redistribusi pendapatan : Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. 3. Jenis Pajak Berdasarkan buku hukum pajak ( Wirawan : 2007), jenis – jenis pajak terbagi menjadi :
a. Menurut sifatnya, pajak terbagi menjadi dua yaitu : 1) Pajak Langsung. Pajak langsung adalah pajak – pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta dikenakan secara berulang – ulang kali dalam jangka waktu tertentu. Misalnya Pajak Penghasilan (PPh). 2) Pajak Tidak Langsung. Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada orang lain dan hanya dikenakan pada hal – hal tertentu atau peristiwa – peristiwa tertentu saja, misalnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN). b. Menurut sasarannya / objeknya, pajak dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu : 1) Pajak Subjektif. Pajak Subjektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak (subjeknya). Setelah diketahui keadaan subjeknya kemudian diperhatikan keadaan objektifnya sesuai gaya pikul apakah dapat dikenakan pajak atau tidak, misalnya pajak penghasilan. 2) Pajak Objektif Pajak Objektif adalah jenis pajak yang dikenakan dengan memperhatikan / melihat objeknya berupa keadaan perbuatan atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar
pajak. Setelah diketahui keadaan objeknya barulah dicari subjeknya
yang
mempunyai
hubungan
pengenaannya
memperhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan, peristiwa atau
perbuatan
yang
mengakibatkan
timbulnya
kewajiban
membayar pajak tanpa melihat keadaan pribadi wajib pajak c. Menurut Lembaga Pemungutnya, pajak diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu : 1) Pajak pusat Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Pajak. 2) Pajak Daerah Pajak Daerah adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah yang dalam pelaksanaan sehari – hari dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). 4. Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak, terbagi atas : a. Official Assessment System : Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang
kepada
pemungut
pajak
(Fiskus)
untuk
menentukan besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terhutang) oleh seseorang. b. Self Assessment System : Wajib Pajak bersikap aktif karena diberikan wewenang oleh fiskus untuk menghitung, menyetor atau membayar,
dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar atau terhutang. Fiskus hanya mengawasi. c. Witholding Tax System : Pihak ketiga (pemberi penghasilan) diberikan wewenang oleh fiskus untuk melakukan pemungutan dan atau pemotongan pajak kepada pihak lain yang menerima penghasilan, sebesar jumlah pajak yang terhutang.
B. Pajak Penghasilan 21 1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak Penghasilan pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, honorarium, upah, tunjangan dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jasa, jabatan dan kegiatan.
2. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 a. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 Yang termasuk subjek pajak penghasilan pasal 21 adalah : 1) Pegawai tetap termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung; 2) Tenaga lepas yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja;
3) Penerima pensiun; 4) Penerima honorarium; 5) Penerima upah yaitu orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan; 6) Orang pribadi lainnya yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan dari Pemotong Pajak; b. Bukan Subjek Pajak Penghasilan pasal 21 adalah : Berdasarkan Undang – Undang No.36 Tahun 2008 pasal 3, yang tidak termasuk subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah : 1) Kantor perwakilan negara asing 2) Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat – pejabat lain dari negara asing dan orang – orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama – sama mereka, dengan syarat: bukan Warga Negara Indonesia, di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik; 3) Organisasi – organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat : Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut, tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain
pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota; 4) Pejabat – pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat : bukan warga negara Indonesia; dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. 3. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 a. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah : 1) Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, upah, honorarium, premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun. 2) Penghasilan yang diterima secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap. b. Bukan Objek Pajak Penghasilan Pasal 21
1) Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak. 2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; 3) Warisan; 4) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; 5) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang di terima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah; 6) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi Dwiguna dan asuransi beasiswa; 7) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia;
8) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; 9) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang – bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; 10) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham – saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi; 11) Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha; 12) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut : merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam sektorsektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dan sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
4. Biaya deductible dan Biaya non-deductible Menurut Undang – Undang no.36 tahun 2008, yang termasuk biaya deductible (biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan) adalah :
a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: Biaya pembelian bahan; Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; bunga, sewa, dan royalti; biaya perjalanan; biaya pengolahan limbah; premi asuransi; biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; biaya administrasi; dan pajak kecuali Pajak Penghasilan; b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun; c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; e. Kerugian selisih kurs mata uang asing; f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: 1) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan 3) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi Pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang atau pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kemudian yang termasuk ke dalam biaya non-deductible (nondeductible expense) adalah sebagaimana tercantum dalam pasal 9 ayat 1 UU no.36 tahun 2008 yaitu : a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota; c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali: 1) Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; 2) Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; 3) Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; 4) Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; 5) Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan 6) Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang
pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
Natura adalah imbalan berupa barang (tangible asset) seperti beras, gula, dan lain – lain.
Sedangkan kenikmatan merupakan imbalan
berupa manfaat langsung tidak berupa barang, seperti perumahan, kesehatan,
pendidikan,
pajak
yang
ditanggung
/
dibayarkan
perusahaan. Namun, ada beberapa natura / kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja / perusahaan didaerah tertentu (terpencil). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 83/PMK.03/2009, natura / kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto didaerah tertentu adalah : 1) Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai. 2) Pemberian kepada pegawai dalam bentuk natura karena adanya keharusan dalam rangka pelaksanaan pekerjaan, keamanan,
keselamatan kerja atau yang berkenaan dengan situasi lingkungan kerja. 3) Tempat tinggal. 4) Pelayanan kesehatan. 5) Pendidikan bagi pegawai dan keluarganya. 6) Pengangkutan pegawai dilokasi bekerja. 7) Olahraga bagi pegawai dan keluarganya kecuali Pacuan Kuda, Golf, dan Boating.
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
j.
Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan.
5. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 a. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai serta distributor Multi Level Marketing (MLM) / direct selling dan kegiatan sejenis, dikenakan tarif Pasal 17 Undang – Undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung sebagai berikut: 1) Pegawai Tetap; Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000 (sebulan); dikurangi iuran pensiun. Iuran jaminan hari tua, dikurangi penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). 2) Penerima Pensiun Bulanan; Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000 setahun atau Rp 200.000 sebulan) dikurangi PTKP. 3) Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai : Penghasilan bruto dikurangi PTKP yang diterima atau diperoleh untuk jumlah yang disetahunkan.
4) Distributor MLM / direct selling dan kegiatan sejenis; penghasilan bruto tiap bulan dikurangi PTKP perbulan.
b. Penerima honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan; mantan pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus; peserta program pensiun yang menarik dananya pada dana pensiun; dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan penghasilan bruto.
c. Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris) dikenakan tarif PPh Pasal 17 x 50% dari perkiraan penghasilan bruto - PTKP perbulan
d. Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp 150.000 sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp 1.320.000 dan atau tidak di bayarkan secara bulanan, maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp 150.000. Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 1.320.000 sebulan, maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan
untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360.
e. Penerima pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarif PPh final sebagai berikut: 1) 5% dari penghasilan bruto diatas Rp 25.000.000 sampai Rp 50.000.000. 2) 10% dari penghasilan bruto diatas Rp 50.000.000 sampai Rp 100.000.000. 3) 15% dari penghasilan bruto diatas Rp 100.000.000 sampai Rp 200.000.000. 4) 25%
dari
penghasilan
bruto
diatas
Rp
200.000.000.
Penghasilan bruto sampai dengan Rp 25.000.000 dikecualikan dari pemotongan pajak. f
Pejabat
Negara,
PNS,
anggota
TNI/POLRI
yang
menerima
honorarium dan imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. IId kebawah, anggota TNI/POLRI Peltu kebawah / Ajun Insp./ Tingkat I Kebawah.
g. Pendapatan Tidak Kena Pajak(PTKP) adalah :
Keterangan
Setahun
No 1. Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi
Rp 15.840.000
2. Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
Rp 1.320.000
3. Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya
Rp 15.840.000
digabung dengan penghasilan suami 4. Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah
Rp 1.320.000
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang diatnggung sepenuhnya, maksimal 3 orang untuk setiap keluarga
Tabel 2.1. PTKP h. Tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan adalah:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000
Tarif Pajak 5%
Diatas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000
15%
Diatas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000
25%
Diatas Rp 500.000.000
30%
Tabel 2.2. Tarif PPh 21 6. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 a. Penghitungan Penghasilan Pegawai Tetap yang diterima Bulanan Contoh: Saefudin adalah pegawai tetap di PT Insan Selalu Lestari sejak 1 Januari 2009. la memperoleh gaji sebulan sebesar Rp 2.000.000 dan
membayar iuran pensiun sebesar Rp 25.000 sebulan. Saefudin menikah tetapi belum mempunyai anak (status K / 0).
Penghitungan PPh Pasal 21 Gaji Sebulan
Rp 2.000.000
Pengh. bruto
Rp
2.000.000
Total Pengurangan
Rp
125.000
Pengh netto sebulan
Rp
1.875.000
Pengh. Netto setahun 12 x Rp 1.875.000
Rp 22.500.000
Pengurangan Biaya Jabatan : 5%x Rp 2.000.000
Rp 100.000
Iuran pensiun
Rp 25.000
PTKP setahun: WP sendiri
Rp 15.840.000
Tambahan WP kawin
Rp 1.320.000
Total PTKP
Rp 17.160.000
PKP setahun
Rp 5.340.000
PPh Pasal 21 : 5 % x Rp 5.340.000
Rp
267.000
PPh Pasal 21 sebulan
Rp
22.250
b.
Penghitungan PPh Pasal 21 atas Uang Pensiun yang Dibayarkan secara Bulanan Contoh: Teja status kawin dengan 1 anak pegawai PT. Mulia, pensiun tahun 2009. Tahun 2009 Teja menerima pensiun sebulan Rp 2.000.000
Penghitungan PPh Pasal 21 : Pensiun sebulan
Rp 2.000.000
Pengurangan Biaya Pensiun : 5% x Rp 2.000.000
Rp
100.000
Penghasilan Netto sebulan
Rp 1.900.000
Penghasilan Netto setahun
Rp 22.800.000
PTKP(K/1)
Rp 18.480.000
PKP
Rp 4.320.000
PPh Pasal 21 setahun : 5% x 4.320.000 = Rp 216.000 PPh Pasal 21 sebulan (Rp 216.000: 12) = Rp
18.000
c. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penerimaan Bonus, Gratifikasi, Tantiem, Tunjangan Hari Raya atau Tahun Baru, Premi dan Penghasilan yang Sifatnya Tidak Tetap, diberikan sekali saja atau sekali setahun. Contoh : Ikhsan Alisyahbani adalah pegawai tetap di PT Tiurmas Lampung
Indah.
la
memperoleh
gaji
bulan
Desember
sebesar
Rp 2.200.000, menerima Tunjangan Hari Raya (THR) sebesar Rp 600.000
dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 25.000 sebulan. Ikhsan Alisyahbani menikah tetapi belum mempunyai anak (status K / 0)
PPh Pasal 21 atas gaji dan THR Penghasilan Bruto setahun : 12 x Rp 2.200.000
Rp 26.400.000
THR
Rp
Jumlah Penghasilan Bruto
Rp 27.000.000
600.000
Pengurangan: Biaya Jabatan : 5% x Rp 27.000.000 Rp 1.350.000 Iuran pensiun 12 x Rp 25.000
Rp
300.000
Total Pengurangan
Rp
1.650.000
Penghasilan netto setahun
Rp 25.350.000
PTKP (K / 0) setahun
Rp 17.160.000
PKP setahun
Rp 8.190.000
PPh Pasal 21 terutang : 5% x Rp 8.190.000
Rp
409.500
PPh Pasal 21 atas gaji Penghasilan Bruto setahun = 12x 2.200.000
Rp 26.400.000
Pengurangan: Biaya Jabatan: 5% x Rp 26.400.000 Rp 1350.000 Iuran pensiun 12 x Rp 25.000 Total Pengurangan
Rp 300.000 Rp 1.650.000
Penghasilan netto setahun
Rp 24.750.000
PTKP (K/0) setahun
Rp 17.160.000
PKP setahun
Rp 7.590.000
PPh Pasal 21 terutang : 5% x Rp 7.590.000
Rp
379.500
PPh Pasal 21 atas gaji dan THR - PPh Pasal 21 atas gaji: = Rp 409.500 - Rp 379.500 = Rp 30.000
d. Penghitungan PPh Pasal 21 yang Ditanggung oleh Pemberi Kerja. Horas Saragih adalah seorang pegawai PT Romasi dengan status menikah dan mempunyai 3 orang anak. Dia menerima gaji Rp 4.000.000 sebulan dan PPh ditanggung oleh pemberi kerja. Tiap bulan ia membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp 150.000
Penghitungan PPh Pasal 21 Gaji Sebulan
Rp 4.000.000
Pengh. bruto
Rp 4.000.000
Pengurangan Biaya Jabatan : 5% x Rp 4.000.000 Rp 200.000 Iuran pensiun
Rp 150.000
Total Pengurangan
Rp
350.000
Pengh netto sebulan
Rp 3.650.000
Pengh. Netto setahun 12 x Rp 3.650.000
Rp 43.800.000
PTKP setahun: WP sendiri
Rp 15.840.000
Tambahan WP kawin
Rp 1.320.000
Tambahan 3 anak
Rp 3.960.000
Total PTKP
Rp 21.120.000
PKP setahun
Rp 22.680.000
PPh Pasal 21 : 5 % x Rp 22.680.000
Rp 1.134.000
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 1.134.000
PPh pasal 21 sebesar Rp 1.134.000 ini ditanggung dan dibayar oleh pemberi kerja. PPh sebesar Rp 1.134.000 tidak boleh mengurangi Penghasilan Kena Pajak dari Pemberi Kerja dan tidak dikenakan pajak kepada Horas Saragih sebagai Wajib Pajak PPh Pasal 21. e. Penghitungan PPh Pasal 21 terhadap Pegawai Tetap yang Menerima Tunjangan Pajak. Joko (status kawin dengan 3 orang anak) bekerja pada PT Kusuma dengan memperoleh gaji sebesar Rp 2.500.000 sebulan. Kepada Joko diberikan tunjangan pajak sebesar Rp 25.000 sebulan. Iuran pensiun yang dibayar oleh Joko adalah sebesar Rp 25.000 sebulan.
Penghitungan PPh Pasal 21 Gaji Sebulan
Rp 2.500.000
Tunjangan Pajak
Rp
Pengh. bruto
Rp 2.525.000
25.000
Pengurangan Biaya Jabatan : 5% x Rp 2.525.000
Rp 126.250
Iuran pensiun
Rp 25.000
Total Pengurangan
Rp
Pengh netto sebulan
Rp 2.373.750
Pengh. Netto setahun 12 x Rp 2.373.750
151.250
Rp 28.485.000
PTKP setahun: WP sendiri
Rp 15.840.000
Tambahan WP kawin
Rp 1.320.000
Tambahan 3 anak
Rp 3.960.000
Total PTKP
Rp 21.120.000
PKP setahun
Rp 7.365.000
PPh Pasal 21 : 5 % x Rp 7.365.000
Rp
368.250
PPh Pasal 21 sebulan
Rp
368.250
f. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penerimaan dalam Bentuk Natura. Cahyono adalah warga negara RI yang bekerja pada suatu perwakilan dagang asing yang pengenaan pajaknya menggunakan norma perhitungan khusus (deemed profit), memperoleh gaji sebesar Rp. 1.500.000 sebulan beserta beras 50 kg. Cahyono berstatus menikah dengan 1 orang anak. Untuk menentukan nilai uang,beras dihitung berdasarkan harga pasar yaitu Rp.4.000/kg.
Penghitungan PPh Pasal 21 Gaji Sebulan
Rp 1.500.000
Beras : 50 x Rp 4.000
Rp
Pengh. bruto
Rp 1.700.000
200.000
Pengurangan Biaya Jabatan : 5% x Rp 1.700.000
Rp
85.000
Pengh netto sebulan
Rp 1.615.000
Pengh. Netto setahun 12 x Rp 1.615.000
Rp 19.380.000
PTKP setahun: WP sendiri
Rp 15.840.000
Tambahan WP kawin
Rp 1.320.000
Tambahan 3 anak
Rp 1.320.000
Total PTKP
Rp 17.480.000
PKP setahun
Rp 1.900.000
PPh Pasal 21 : 5 % x Rp 1.900.000
Rp
95.000
PPh Pasal 21 sebulan
Rp
95.000
g. Penghasilan berupa uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua (THT), dan uang pesangon yang dibayarkan sekaligus oleh Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan.
Contoh : Eko bulan Maret 2009 menerima tebusan pensiun dari Dana Pensiun “X” Rp 70.000.000. Penghasilan Bruto Rp 70.000.000.
Dikecualikan dari Pemotongan Rp 25.000.000. Penghasilan dikenakan pajak Rp 45.000.000. PPh Pasal 21 terutang: 5% x Rp 45.000.000
= Rp 2.250.000
Jumlah PPh Pasal 21 terutang
= Rp 2.250.000
D. Hasil Penelitian Terdahulu No 1.
2.
Nama Judul Peneliti Penelitian Nirmayani Penerapan Batubara PPH 21 Atas (2007) Penghasilan Pada PT Askes regional I Medan Laloly Penghitungan Damanik PPh 21 pada (2010) PT Ika Utama Transfer Ekspress
Variabel
Hasil Penelitian
Perhitungan Gaji Bruto, Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Perhitungan PPh Pasal 21 pada PT Askes Regional I Medan sesuai dengan UU Perpajakan yang berlaku umum
Perhitungan Gaji Bruto, Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Perhitungan PPh 21 pada PT Ika Utama transfer ekspress telah dilakukan dengan benar,namun dari sisi administrasi perpajakan dan pada pengenaan PPh terhadap direktur perusahaan terdapat kesalahan penerapan penghitungan PPh.
Tabel 2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu F. Kerangka Konseptual Kerangka konseptual merupakan sintesis dari tinjauan teori dan penelitian terdahulu yang mencerminkan keterkaitan antar variabel yang diteliti. Kerangka konseptual juga merupakan tuntunan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis. Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah seperti digambarkan berikut ini :
Slip Gaji
Laporan L/R
Biaya Kesejahteraan Karyawan
Bi.deductible / Bi.non-deductible
Undang – Undang Perpajakan
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual
Keterangan Gambar : Dari slip/daftar gaji para karyawan dan Laporan L/R dapat diketahui besarnya biaya – biaya yang di keluarkan oleh perusahaan untuk mensejahterakan karyawannya dalam bentuk uang atau
dalam bentuk
natura/kenikmatan. Natura atau kenikmatan dapat mengurangi (deductible) atau tidak dapat mengurangi (non-deductible)
penghasilan bruto pemberi
kerja. Sehingga perusahaan dapat melakukan efisiensi pajak dan sesuai dengan undang-undang perpajakan.