BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan 1. Pengertian Strategi Pembelajaran Terdapat berbagai macam pengertian strategi pembelajaran sebagai mana dikemukakan oleh para ahli. Salah satunya yang dikemukakan oleh Dick dan Carey sebagaimana dikutip Etin Solihatin (2013 : 3) yang menyatakan bahwa strategi pembelajaran adalah komponen umum dari suatu rangkaian materi dan prosedur pembelajaran yang akan digunakan secara bersama–sama oleh guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung (Etin Solihatin, 2012: 3). Terdapat 5 komponen strategi pembelajaran yang perlu diperhatikan yakni kegiatan pembelajaran pendahuluan, penyampaian informasi, partisipasi peserta didik, tes, dan kegiatan lanjutan. Sedangkan menurut Etin Solihatin (2012 : 4) Strategi Pembelajaran adalah pendekatan secara menyeluruh dalam suatu sistem pembelajaran, yang berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai tujuan umum pembelajaran, yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam membantu usaha belajar siswa, mengorganisasikan pengalaman belajar, mengatur dan merencanakan bahan ajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Selain itu, menurut Darmayah (2010: 17) strategi pembelajaran merupakan pengorganisasian isi pelajaran, penyampaian pelajaran dan pengelolaan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan berbagai sumber
12
13
belajar yang digunakan oleh guru guna menunjang terciptanya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Hal itu berarti bahwa strategi pembelajaran menggunakan berbagai sumber belajar yang digunakan oleh guru seperti menggunakan alat peraga, buku teks, dan kartu indeks dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas sehingga pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu prosedur pembelajaran dalam membantu usaha belajar siswa, mengorganisasikan pengalaman belajar, mengatur dan merencanakan bahan ajar, agar tercipta proses pembelajaran yang lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran 2. Pengertian Pembelajaran Pembelajaran merupakan proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan
sehingga
siswa
mau
belajar.
Istilah
pembelajaran
berhubungan erat dengan pengertian belajar dan mengajar. Belajar, mengajar, dan pembelajaran terjadi bersama-sama. Belajar dapat terjadi tanpa guru atau tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran formal lain, sedangkan mengajar meliputi segala hal yang guru lakukan dalam kelas (Hamzah dan Nurdin Mohamad, 2011: 142-143). Dalam arti sempit pembelajaran merupakan suatu proses atau cara yang dilakukan agar seseorang dapat melakukan kegiatan belajar. Kata pembelajaran itu sendiri lebih menekankan pada kegiatan belajar siswa dengan sungguh–sungguh
14
yang melibatkan aspek intelektual, emosional, dan sosial. Sedangkan dalam arti luas pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan sitematik yang bersifat interaktif dan komunikatif antara guru dengan siswa dikelas, dihadiri secara fisik oleh guru atau tidak untuk menguasai kompetensi yang telah ditentukan (Zaenal Arifin, 2009: 10). Pembelajaran adalah suatu kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 297). Selain itu, sebagaimana dikutip oleh Sanjaya istilah pembelajaran juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu melalui berbagai macam media. Istilah pembelajaran ini merupakan padanan alternatif untuk learner dan lerning. Penggunaan media seperti bahan cetak , gambar, audio, program televisi, siaran radio, dan lain sebagainya, mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses belajar mengajar, dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar mengajar (Mukhamad Murdiono, 2012: 20). Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan pembelajaran adalah suatu sistem instruksional yang terdiri atas beberapa komponen yang meliputi tujuan, bahan ajar, siswa, guru, metode ,media dan evaluasi yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik, agar siswa menjadi lebih baik dalam komunikasi dan interaksi kepada guru.
15
3. Pemilihan Strategi pembelajaran Pada dasarnya pembelajaran merupakan proses penyampaian informasi atau penambahan kemampuan baru kepada siswa. Oleh karena itu, ketika seorang guru berpikir informasi dan kemampuan apa yang harus dimiliki oleh siswa, maka pada saat yang bersamaan guru juga harus memikirkan strategi apa yang tepat untuk diterapkan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai sangat menentukan strategi apa yang akan digunakan. Seorang guru harus benar–benar memahami tujuan pembelajaran sebelum memilih strategi pembelajaran (Mukhamad Murdiyono, 2012: 31). Dengan kata lain, kita perlu memilih strategi pembelajaran yang memadai yang dapat memungkinkan tercapainya tujuan pembelajaran sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditentukan. Namun tidaklah mudah untuk memilih strategi, terdapat banyak faktor yang harus diperhatikan dalam memilih strategi pembelajaran. Menurut Essef sebagaimana dikutip Abdul Gafur (2012: 97-100) menyebutkan tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam pemilihan atau menetukan strategi pembelajaran adalah faktor-faktor belajar (learning factors), lingkungan belajar (learning invirontment), dan besar kecilnya kelompok belajar Dari aspek faktor-faktor belajar yang perlu diperhatikan dalam memilih strategi pembelajaran meliputi: rangsangan (stimulans) atau metode penyampaian materi pelajaran, reaksi, jawaban (response) siswa terhadap rangsang tersebut, dan umpan balik (feed back) yang diberikan
16
kepada siswa untuk memberitahukan tepat tidaknya response atau jawaban siswa. Menurut teori “Stimulus Response” dalam proses belajar mengajar, setiap siswa diberi rangsang yang menghendaki jawaban tertentu. Selanjutnya siswa mendapatkan umpan balik terhadap benar tidaknya respon tersebut. Stimulus tersebut berupa pengalaman atau kejadian tertentu yang disampaikan kepada siswa untuk merangsang pikiran hingga siswa berbuat seperti yang diharapkan. Dari aspek lingkungan belajar yang perlu diperhatikan dalam memilih strategi pembelajaran ialah menentukan lingkungan belajar (instructional setting). Tata letak, tata ruang (setting) di sini meliputi ruang kelas, ruang laboratorium, studi independen dipusat sumber belajar, magang, atau kerja praktik. Selanjutnya, dari aspek besar kecilnya kelompok belajar yang perlu diperhatikan dalam pemilihan strategi pembelajaran yaitu bila materi tertentu lebih berhasil dipelajari secara berkelompok, maka strategi yang tepat adalah dengan menggunakan kelompok. Sebaliknya bila suatu materi lebih baik bila dipelajari secara sendiri-sendiri (individual), maka strategi pembelajaran individual (individual learning) akan tepat. Dalam pembelajaran individual kendali belajar, misalnya waktu belajar (kapan mulai, kapan selesai) ditentukan oleh siswa. Hal ini berbeda dengan strategi pembelajaran klasikal di ruang kelas. Dalam pembelajaran secara klasikal, siswa tidak mempunyai wewenang untuk menentukan sendiri–
17
sendiri waktu untuk belajar, sebab semua kegiatan sudah dijadwalkan secara pasti Menurut Sanjaya sebagaimana dikutip Mukhamad Murdiyono (2012: 31-33) ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan, sebelum menentukkan strategi pembelajaran. Pertimbangan–pertimbangan tersebut adalah sebagai berikut : a. Pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai. Untuk memilih strategi pembelajaran yang sesui, perlu diperhatikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Pertanyaan–pertanyaan yang dapat diajukan terkait dengan pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut : 1) Apakah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik ? 2) Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, apakah tingkat tinggi atau rendah ? 3) Apakah untuk mencapai tujuan tersebut memerlukan ketrampilan akademis ? b. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran. Bahan atau materi yang dikembangkan dalam pembelajaran dapat berupa fakta, konsep, hokum, dan teori. Untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat terkait dengan materi pembelajaran yang akan disampaikan, dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : 1) Apakah materi pelajaran tersebut berupa fakta, konsep, hokum atau teori tertentu? 2) Apakah untuk mepelajari materi pembelajaran tersebut memerlukan persyaratan tertentu ataukah tidak? 3) Apakah tersedia buku-buku sumber untuk mempelajri materi tersebut ? c. Pertimbangan dari sudut siswa. Karakteristik siswa juga menentukan strategi pembelajaran yang akan dipilih. Siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik dan latar belakang masing-masing. Pertanyaanpertanyaan yang dapat diajukkan sebagai pertimbangan dalam memilih strategi pembelajaran adalah sebagai berikut : 1) Apakah strategi pembelajaran tersebut sesuai dengan tingkat kematangan siswa? 2) Apakah strategi pebelajaran tersebut sesuai dengan minat, bakat, dan kondisi siswa?
18
3) Apakah strategi pembelajaran tersebut sesuai dengan gaya belajar siswa? d. Pertimbangan–pertimbangan lainnya. 1) Selain ketiga pertimbangan yang telah disebutkan, ada pertimbangan lain yang perlu diperhatikan Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu strategi saja? 2) Apakah strategi yang diterapkan dianggap sebagai satu–satunya strategi yang dapat digunakan? 3) Apakah strategi itu memiliki nilai afektivitas dan efisiensi? Sejumlah pertayaan di atas menjadi bahan pertimbangan bagi seorang guru untuk memilih strategi pembelajaran yang lebih tepat dan sesui. Hal ini agar mencapai tujuan yang berkenaan dengan aspek kognitif tentu akan berbeda dengan tujuan aspek afektif. Selain itu, menurut Hamzah B. Uno (2011: 9) pemilihan strategi pembelajaran hendaknya ditentukan berdasarkan kriteria berikut: orientasi strategi pada tugas pembelajaran, relevan dengan isi/materi pembelajaran, metode dan teknik yang digunakan difokuskan pada tujuan yang ingin dicapai, dan media pembelajaran yang digunakan dapat merangsang indera siswa secara simultan. Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebelum melakukan pemilihan strategi pembelajaran yang efektif dan efisien sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan strategi pembelajaran antara lain tujuan pembelajaran, bahan atau materi pembelajaran, karakteristik siswa, lingkungan belajar dan sarana prasarana yang menunjang dalam berjalannya proses kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, apabila faktor-foktor tersebut telah
19
terpenuhi dalam pemilihan strategi pembelajaran maka proses kegiatan pembelajaran akan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. 4. Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Sejak zaman dahulu, yang digunakan oleh para guru menekankan kepada ceramah dan indoktrinasi. Hal ini dilakukan karena teknik ini yang paling gampang digunakan dalam proses pembelajaran. Namun sejak berlakunya kurikulum SD-SMP-SMA tahun 1968, masalah berpikir kritis, kreatif , partisipasi dinamis dan problem solving sudah diterapkan untuk digunakan oleh guru–guru. Walaupun sudah diterapkan, sampai sekarang metode yang tradisional itu masih tetap dilakukan (Muhammad Numan Sumantri,2001: 304) Berdasarkan beberapa kajian di atas, maka perlu ditindak lanjuti dalam isi materi dan pengembangan metode yang diterapkan dalam Pendidikan Kewarganegaraan, sehingga mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan membentuk warga Negara yang baik dalam berpikir reflektif, kritis, analitis, dan kreatif menjadi pola pikir yang mencita– citakan negara yang demokratis. Saat ini, prinsip pembelajaran yang dikembangkan dalam Pendidikan
Kewarganegaraan
Menurut
Wahab
dan
Supriyana
sebagaimana dikutip Mukhamad Murdiono (2012: 35-36) sudah bergeser dari prinsip “what to think” yang lebih bersifat indoktrinasi kearah yang lebih menekankan aspek kebebasan, keterbukaan dan jati diri serta lebih berorientasi pada nilai-nilai demokratis, yaitu
prinsip “how to think”.
20
Prinsip ini lebih menekankan pada kemampuan untuk berpikir kritis sebagai salah satu aspek penting dalam kehidupan yang demokratis. Pembelajaran yang demokratis memberikan ruang yang seluas–luasnya bagi siswa untuk terbiasa berpikir kritis dan sistematis. Pada prinsip yang pertama, yaitu prinsip “what to think” apa yang akan dipelajari di kelas telah disiapkan, disusun, dan diterapkan oleh pemerintah. Sekolah tinggal menyampaikan apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui guru. Materi yang akan diberikan kepada siswa sudah dipersiapkan sedemikian rupa sehingga ketika pembelajaran selesai diharapkan pengetahuan dan perilaku siswa terbentuk sesuai dengan keinginan pemerintah yang sedang berkuasa (Negara). Materi yang dikembangkan diambil dari berbagai sumber formal seperti UUD, UU, dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Materi tersebut diberikan kepada siswa untuk mendoktrin dari segi politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang tujuannya untuk mempermudah pencapaian tujuan yang diharapkan oleh pemerintah. Guru diprinsip ini hanya berfungsi sebagai juru bicara pemerintah yang sedang berkuasa, sedangkan siswa tidak memiliki kebebasan untuk bertindak dan berfikir secara kritis. Pada prinsip pembelajaran yang menggunakan pendekatan how to think, siswa dikembangkan kemampuannya untuk bertindak dan berpikir kritis. Dalam pendekatan yang kedua ini, guru tidak lagi berperan sebagai juru bicara dari pemerintah yang sedang berkuasa tetapi guru bertindak sebagai
tenaga
pendidik
profesional
yang
tidak
hanya
sekedar
21
melaksanakan kurikulum saja, melainkan juga ikut serta dalam mengembangkan kurikulum. Guru sebagai pengembang kurikulum memiliki pengetahuan, kemampuan/ kompetensi untuk dapat mendorong anak berpikir, berusaha dengan kemampuannya untuk dapat mencoba, mengemukakan pikiran dan pendapatnya Pada prinsip yang kedua sesuai dengan, strategi pembelajaran yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran kewarganegraan adalah strategi pembelajaran yang lebih bersifat dialogis-kritis, pengalaman langsung (direct experiences), kolaboratif, kooperatif dan pembelajaran aktif. Strategi
pembelajaran
seperti
ini
menekankan
pada
tiga
ranah
pembelajaran yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik (Mukhamad Murdiono, 2012: 37) Strategi
yang
baru
dikembangkan
dalam
pembelajaran
kewarganegaraan adalah pembelajaran aktif. Menurut Melvin L. Silberman (2009: 9) pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok dan memberinya tugas di mana mereka saling tergantung satu dengan yang lain untuk menyelesaikan pekerjaan, dengan itu akan timbul proses pembelajaran yang lebih aktif sehingga siswa lebih mudah untuk memahami, berusaha untuk memecahkan masalah dan berguna dalam kehidupan sehari–hari. Siswa condong menjadi lebih menarik dalam belajar karena melakukannya dengan teman–teman sekelas. Sekali terlibat, siswa juga memiliki
22
keperluan untuk bercakap–cakap mengenai apa yang siswa alami dengan yang lain, yang mengarahkan pada hubungan selanjutnya. Salah satu dari pembelajaran aktif yang biasa diterapkan dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah melalui metode pembelajaran active learning tipe quiz team. Metode ini masih jarang digunakan dalam kegiatan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Tipe quiz team itu sendiri menurut Melvin L. Silberman (2009: 163) yaitu metode pembelajaran yang digunakan dalam meningkatkan kemampuan tanggung jawab siswa terhadap apa yang mereka pelajari melalui cara yang menyenangkan dan tidak menakutkan. Dengan melalui metode active learning tipe quiz team ini diharapkan siswa lebih memahami materi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang mereka pelajari dan lebih aktif tanpa harus merasa bosan saat pembelajaran berlangsung. 5. Metode Ceramah Biasanya
guru
mencapai
tujuan
instruksionalnya
dengan
menggunakan kata–kata. Seorang guru mengorganisasikan kegiatan verbalnya itu sebaik–baiknya agar dapat menolong siswanya belajar. salah satu cara yang dipergunakan guru dalam proses pembelajaran yaitu menggunakan metode ceramah. Menurut Wina Sanjaya (2009: 147) metode ceramah dapat diartikan sebagai cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada sekelompok siswa. Ceramah merupakan metode yang paling banyak digunakan oleh guru. Biasanya guru menggunakan teknik ceramah bila memiliki tujuan
23
agar siwa mendapatkan informasi tentang suatu pokok atau persoalan tertentu (Roestiyah, 2008: 137). Sedangkan menurut W. James Popham& Evi L. Baker (1992: 80) mendefinisikan ceramah sebagai suatu penyajian informasi secara lisan baik yang formal dan berlangsung selama 45 menit maupun yang informal dan hanya berlangsung selama 5 menit. Dengan demikian jika melihat penjelasan dari para ahli mengenai pengertian ceramah dapat disimpulkan ceramah merupakan suatu metode pembelajaran untuk menyajikan informasi yang dilakukan secara lisan dan ceramah merupakan metode pembelajan yang banyak digunakan oleh guru selama proses pembelajaran. Dalam melaksanakan metode ceramah terdapat empat langkah pemakaian metode ceramah antara lain: tahap persiapan ceramah, tahap awal ceramah, tahap pengembangan ceramah, tahap akhir ceramah. Adapun tahap-tahapnya adalah sebagai berikut: Pertama, tahap persiapan ceramah mencakup, pengorganisasi isi pelajaran yang akan diceramahkan, mempersiapkan penguasaan isi pelajaran yang akan digunakan dalam ceramah. Kedua, tahap awal ceramah mencakup peningkatan hubungan guru siswa, peningkatan perhatian siswa, peningkatan pokok–pokok isi ceramah. Ketiga, tahap pengembangan ceramah mencakup memberi ketrampilan secara singkat dan jelas, mempergunakan papan tulis, menerangkan kembali dengan menggunakan istilah atau kata-kata yang lebih jelas, memperinci dan memperluas keadaan, memberi balikan (feed
24
back) sebanyak–banyaknya selama berceramah, mengatur alokasi waktu ceramah. Keempat, tahap akhir ceramah (Etin Solihatin, 2012: 124) 6. Kelebihan dan kelemahan metode ceramah Setiap metode pembelajaran pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan, itu sama halnya dengan metode ceramah tidak dapat dikatakan baik buruk, ceramah harus dinilai menurut tujuan penggunaannya. Menurut Wina Sanjaya (2009: 148) kelebihan metode ceramah yaitu: Pertama, ceramah merupakan metode yang murah dan mudah untuk dilakukan. Murah dalam hal ini dimaksudkan proses ceramah proses ceramah tidak memerlukan peralatan-peralatan yang lengkap, berbeda dengan metode yang lain seperti demonstrasi atau peragaan. Sedangkan mudah maksudnya ceramah hanya mengandalkan suara guru, dengan demikian tidak terlalu memerlukan persiapan yang rumit. Kedua, ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya, materi pelajaran yang banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokok-pokoknya oleh guru dalam waktu yang singkat. Ketiga, ceramah dapat meberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan. Artinya, guru dapat mengatur pokok-pokok materi yang mana perlu ditekankan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Keempat, ceramah dapat membut guru mengontrol keadaan kelas karena sepenuhnya kelas menjadi tanggung jawab guru yang memberikan ceramah. Dan yang terakhir, organisasi kelas dengan menggunakan cermah dapat diatur menjadi lebih sederhana. Ceramah tidak memerlukan setting kelas yang beragam, atau tidak memerlukan
25
partisipan-partisipan yang rumit. Asal siswa dapat menempati tempat duduk untuk mendengarkan guru, maka ceramah sudah dapat dilakukan. Metode ceramah jika dilihat dari sisi kelebihannya bisa dilihat pada penjelasan di atas, dapat dijadikan bahan pertimbangan. Namun, metode ceramah di samping beberapa kelebihan di atas, ceramah juga memiliki beberapa kelemahan, di antaranya: pertama, materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru. Kedua, ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme. Verbalisme adalah penyakit yang sangat mungkin disebabkan oleh proses ceramah. Oleh karena itu, dalam proses penyajiannya guru hanya mengandalkan bahasa verbal dan siswa hanya mengandalkan kemampuan auditifnya. Selanjutnya, disadari bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang tidak sama, termasuk dalam kerjasama menangkap materi pembelajaran melalui pendengarannya. Ketiga, guru yang kerang memiliki kemampuan yang bertutur baik, ceramah sering dianggap sebagai metode yang membosankan. Keempat, melalui ceramah sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum (Wina Sanjaya, 2009: 148149). Berdasarkan penjelasan mengenai kelebihan dan kelemahan metode ceramah dapat disimpulkan bahwa metode ceramah ini kurang melibatkan peran siswa dalam proses pembelajaran, metode ini lebih terpusat kepada
26
guru sehingga siswa kurang aktif dalam mengikuti proses kegiatan belajar yang mengakibatkan siswa lebih cenderung pasif. B. Metode Pembelajaran Active Learning tipe Quiz Team 1. Pengertian Metode Pembelajaran Aktif (Active Learning) Metode pembelajaran merupakan suatu pendekatan pembelajaran guna menciptakan suasana belajar yang lebih aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan. Metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan seorang guru dalam menjalankan fungsinya dan merupakan alat untuk mencapai tujuan (Hamzah dan Nurdin Mohamad, 2011: 7). Sedangkan menurut Agus Suprijono (2013: 111) metode pembelajaran aktif untuk mengarahkan atensi siswa terhadap materi yang akan dipelajarinya. Selain itu, Zainal Arifin (2012: 24) mengemukakan metode pembelajaran merupakan cara guru menyampaikan maateri pelajaran, seperti ceramah, tanya jawab, diskusi, pemecahan masalah, dan sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan metode pembelajaran aktif adalah cara yang digunakan oleh guru untuk mengarahkan atensi pserta didik ke dalam materi yang akan dipelajari, sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai. Adapun kriteria yang digunakan antara lain: kesesuaiannya dengan kompetensi dasar dan hasil belajar, kesesuaiannya dengan kondisi kelas atau sekolah, kesesuaiannya dengan tingkat perkembangan peserta didik, kemampuan guru dalam menggunakan metode; dan waktu yang tersedia (Zainal Arifin, 2012: 24). Oleh karena itu, guru sebaiknya memperhatikan
27
dalam pemilihan dan penetuan metode sebelum kegiatan belajar mengajar dilaksanakan di kelas. Namun
dengan
berkembangnya
pendidikan,
metode
pembelajaran tidak hanya yang terpusat kepada guru, namun berkembang mengarah pada siswa yang lebih aktif. Salah satunya metode pembelajaran yang bisa digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran adalah metode pembelajaran aktif (active learning). Menurut Uno hamzah sebagaimana dikutip Hamzah dan Nurdin Mohamad (2011: 76) untuk menciptakan pembelajaran aktif yaitu siswa belajar dari pengalamannya, selain siswa harus belajar memecahkan masalah yang dia peroleh. Siswa dapat belajar dengan baik dari pengalaman. Siswa belajar dengan cara melakukan, menggunakan indera, menjelajahi lingkungan, baik lingkungan berupa benda, tempat serta peristiwa–peristiwa di sekitar siswa. Keterlibatan yang aktif dengan objek–objek ataupun gagasan–gagasan tersebut dapat mendorong aktivitas mental mereka untuk berpikir, menganalisa, menyimpulkan, dan mental pemahaman konsep baru dan mengintegrasikannya dengan konsep yang sudah mereka ketahui sebelumnya Menurut Melvin L. Silberman (2009: XXII) pembelajaran aktif merupakan
sebuah
kesatuan
sumber
kumpulan
strategi-strategi
pembelajaran yang komprehensif. Belajar aktif meliputi berbagai cara untuk membuat siswa aktif sejak awal melalui aktivitas-aktivitas yang
28
membangun kerja kelompok dan dalam waktu singkat membuat siswa berpikir tentang materi pelajaran. Mode mengajar dan belajar aktif menciptakan gabungan yang paling bagus untuk siswa sekarang. Agar lebih efektif, guru hendaknya menggunakan hal–hal berikut: diskusi kelompok kecil dan proyek (penelitian), presentasi kelas dan berdebat, latihan pengalaman, pengalaman lapangan, simulasi dan studi kasus (Melvin L. Silberman, 2009: 8). Selain itu, menurut Hamzah dan Nurdin Mohamad (2011: 78) pembelajaran aktif adalah pada saat siswa aktif terlibat langsung dan siswa peduli dengan pendidikan mereka sendiri. Siswa harus didorong untuk
berpikir,
menganalisa,
membentuk
opini,
praktik
dan
mengaplikasikan pembelajaran dan bukan hanya sekedar menjadi pendengar pasif atas apa yang disampaikan guru, tetapi guru benar-benar mengarahkan suasana pembelajaran itu agar siswa benar–benar ikut terlibat dalam proses pembelajaran. Dalam kaitan ini, guru mengajak siswanya agar dapat melibatkan pembelajaran bersama ataupun membentuk grup belajar untuk mendorong pembelajaran antar siswa. Selain itu pembelajaran aktif dapat juga dilakukan dengan basis individu ataupun grup besar. Peran guru dalam hal ini juga dapat membantu siswa menghubungkan apa yang mereka pelajari di sekolah dengan apa yang mereka lakukan atau
29
akan lakukan dikehidupan nyata (Hamzah dan Nurdin Mohamad, 2011: 78) Selain itu, Melvin L. Silberman (2009: XXVII) mengemukakan bahwa pembelajaran aktif berisi cara–cara menyimpulkan suatu kelas sehingga siswa merefleksikan apa yang telah siswa pelajari dan mempertimbangkan bagaimana menerapkannya dimasa yang akan datang. Fokusnya tidak pada apa yag telah anda beritahukan kepada siswa, tetapi apa yang telah siswa ambil dari guru. Teknik–teknik tersebut dirancang untuk siswa mampu melakukan salah satu atau lebih dari yang sebagai berikut ini: review (pengulangan), self assessment (penilaian diri sendiri), future planning (perencanaan masa yang akan datang), Expression of final sentiments (pengungkapan sentimen– sentimen akhir). Review (pengulangan) yaitu mengingatkan dan merangkum apa yang telah dipelajari. Pada bagian ini, membantu siswa dalam mengingat materi yang telah diajarkan oleh guru. Self assessment (penilaian diri sendiri) yaitu mengevaluasi perubahan-perubahan dalam hal pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan atau perilaku-perilaku. Dalam bagian ini siswa dapat mengevaluasi sendiri seberapa jauh perubahan pada dirinya sendiri apa-apa saja yang telah siswa dapat dan yang telah siswa lakukan. Future planning (perencanaan masa yang akan datang) yaitu menentukan bagaimana siswa akan meneruskan kegiatan belajarnya
30
setelah kelas selesai. Siswa di sini diharapkan dapat mencari pengetahuan
tidak
hanya
di
dalam
kelas
tetapi
dapat
lebih
mengembangkan di luar kelas agar pengetahuan yang didapat lebih maksimal. Expression of final sentiments (pengungkapan sentimentsentimen akhir) yaitu mengkomunikasikan pikiran–pikiran, perasaan– perasaan, dan perhatian–perhatian siswa–siswi yang dimiliki pada akhir kelas. 2. Jenis-Jenis Metode Pembelajaran Aktif Jenis-jenis metode pembelajaran aktif seperti yang dikemukakan oleh Agus Suprijono (2013: 113) adalah sebagai berikut: a. Learning Start With A Question b. Plantet Question (Pertanyaan Rekayasa) c. Team Quiz (Kelompok Kuis) d. Modeling the way e. Silent Demonstration f. Practice-Rehearsal pairs g. Reflektif, dan lain sebagainya. 3. Quiz Team Quiz team merupakan metode pembelajaran yang dikembangkan oleh Melvin L. Silberman sebagai active learning atau pembelajaran aktif. Melvin L silberman (2009: 163) quiz team
adalah teknik ini
31
meningkatkan kemampuan tanya jawab siswa terhadap apa yang mereka pelajari melalui cara yang menyenangkan dan tidak menakutkan. Langkah-langkah dalam pembelajaran quiz team menurut Melvin L. Silberman (2009: 163) adalah sebagai berikut: Pertama, pilihlah topik yang dapat dipresentasikan dalam tiga atau empat bagian. Kedua, bagilah siswa menjadi tiga atau empat tim. Ketiga, jelaskan bentuk sesinya dan mulailah presentasi. Batasi presentasi sampai 10 menit atau kurang. Keempat, minta tim A menyiapkan kuis yang berjawaban singkat. Kuis ini tidak memakan waktu lebih dari lima menit untuk persiapan. Tim B dan C memanfaatkan waktu untuk meninjau catatan mereka. Kelima, tim A menguji anggota tim B. Jika tim B tidak bias menjawab, maka tim C diberi kesempatan untuk menjawabnya. Keenam, tim A melanjutkan ke pertanyaan selanjutnya kepada anggota tim C, dan ulangi prosesnya. Ketujuh, ketika kuis selesai, lanjutkan dengan bagian kedua pelajaran anda, dan tunjukan tim B sebagai pemimpin kuis. Kedelapan, setelah tim B menyelesaikan ujian tersebut, lanjutkan dengan bagian ketiga dan tentukan tim C sebagai pemimpin kuis. Variasi dalam langkah-langkah pembelajarannya bisa juga dengan memberikan kesempatan kepada tim ini untuk menyiapkan pertanyaan kuis dari yang mereka seleksi ketika mereka menjadi pemimpin atau bias menggunakan satu pelajaran yang berkelanjutan, bagilah siswa ke dalam dua tim lalu di akhir pelajaran biarkan kedua tim saling memberi kuis satu sama lain.
32
C. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Belajar Kata motivasi berasal dari kata “motif” yang diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Aktif pada saat-saat tertetu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak (Sardiman, 2010: 73). Menurut Dedi Supriadi (2005: 86) motivasi merupakan modal yang sangat penting untuk belajar. Tanpa ada motivasi, proses belajar akan kurang berhasil. Meskipun seseorang memiliki kecakapan yang tinggi, siswa akan kurang berhasil dalam belajarnya jika motivasinya lemah. Selain itu, menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 80) motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menyebut kekuatan mental yang mendorong terjadinya belajar tersebut sebagai motivasi belajar. Dengan demikian melihat penjelasan dari para ahli dpat disimpulkan motivasi merupakan suatu dorongan yang terjadi pada individu untuk melakukan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Motivasi belajar merupakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri seorang siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang akan menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2010: 75). Menurut Dimyati dan
33
Mudjiono (2009: 80) motivasi belajar adalah seorang siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Artinya kekuatan mental itu berupa keinginan, perhatian, kemauan, atau cita-cita. Selain itu, menurut Hamzah B.Uno (2008: 23) motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswi yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indicator atau unsur yang mendukung. Berdasarkan definisi dari beberapa ahli mengenai motivasi belajar, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar merupakan suatu dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswi yang memberikan semangat, perhatian, kemauan, Keinginan dan cita-cita untuk belajar guna untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu, motivasi belajar untuk siswa sangatlah penting karena sebagai pendorong siswa untuk lebih giat dalam belajar agar memperoleh tujuan yang ingin dicapainya dalam belajar yaitu memperoleh prestasi yang bagus. 2. Fungsi Motivasi Belajar Motivasi mempunyai fungsi yang sangat penting dalam suatu kegiatan, akan mempengaruhi kekuatan dari kegiatan tersebut, tetapi motivasi dipengaruhi oleh tujuan. Makin tinggi dan berarti suatu tujuan yang ingin dicapai oleh siswa, makin besar motivasinya, dan makin besar motivasi akan makin kuat kegiatan dilaksanakan. Fungsi motivasi menurut Sardiman (2010: 85) yaitu : a. Mendorong manusia untuk berbuat. Motivasi disini diartikan sebagai penggerak dari setiap kegiatan yang akan dilakukan manusia.
34
b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi motivasi dalam belajar yaitu sebagai pendorong seseorang untuk belajar, mengarahkan dan menentukan tujuan apa yang ingin dicapai, tetapi juga harus mampu meyeleksi perbuatan-perbuatan apa saja yang harus dilakukan dalam belajar sehingga diharapkan hasil belajar yang dicapai oleh siswa akan lebih maksimal. 3. Ciri – ciri Motivasi Belajar Siswa yang memiliki kemauan untuk belajar untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai pasti memiliki ciri-ciri. Ciri-ciri motivasi belajar menurut Sardiman (2010: 83) antara lain : a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selelsai). b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya). c. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah “untuk orang dewasa (misalnya masalah pembangunan agama, politik, ekonomi, keadilan, pemberantas korupsi, penentangan terhadap setiap tindakan criminal, amoral, dan sebagainya). d. Lebih senang bekerja mandiri. e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif). f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalu sudah yakin akan sesuatu). g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu. h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
35
Apabila seseorang memiliki ciri-ciri seperti di atas, berarti orang itu selalu memiliki motivasi yang kuat cukup kuat dalam meraih tujuannya. Di mana dalam penelitian ini, memiliki motivasi belajar yang tinggi di dalam diri siswa berarti siswa akan tekun dalam mengerjakan tugas, ulet dalam memecahkan suatu permasalahan dan hambatan secara mandiri. Dengan demikian, adanya usaha yang tekun dan adanya motivasi, maka siswa yang beajar akan menghasilkan prestasi yang baik, karena intensitas motivasi seorang siswa akan sangat menetukan tingkat pencapaian belajarnya. Selain itu, menurut Nana Sudjana (2006: 61) keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dalam motivasi belajar yang ditunjukkan oleh para siswa pada saat melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut: a. b. c. d.
Minat dan perhatian siswa terhadap pelajaran Semangat siswa untuk melakukan tugas-tugas belajarnya Tanggung jawab siswa dalam mengerjakan tugas-tugas belajarnya Reaksi yang ditunjukkan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru e. Rasa senang dan puas dalam mengerjakan tugas yang diberikan. 4. Bentuk Motivasi Belajar Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan belajar di sekolah. Bentuk–bentuk motivasi menurut (Sardiman, 2010: 92-95) adalah sebagai berikut : memberi angka, hadiah,
saingan
atau
kompetisi,
ego-Involvement,
memberi
ulangan,
mengetahui hasil, pujian, hukuman, hasrat untuk belajar, minat, dan tujuan yang diakui.
36
Penjelasan masing-masing bentuk motivasi di atas
dapat duraikan
sebagai berikut: Pertama, memberi angka. Angka yang dimaksud adalah sebagai simbol atau nilai yang diperoleh dari kegiatan belajar siswa. Angka atau nilai yang baik mempunyai potensi yang sangat kuat bagi para siswa untuk memberikan dorongan motivasi. Tetapi ada juga siswa yang belajar hanya ingin mengejar naik kelasnya saja. Hal ini menunjukkan motivasi yang didapat kurang berbobot, sehingga langkah yang harus ditempuh oleh seorang guru untuk seorang siswa mendapatkan motivasi yang berbobot yaitu dengan bagaimana cara memberikan angka-angka agar dapat dikaitkan dengan values yang terkandung di dalam setiap pengetahuan yang diajarkan kepada para siswa sehingga tidak sekedar kognitif tetapi juga ketrampilan dan afeksinya. Kedua, hadiah. Hadiah dapat juga sebagai pendorong motivasi siswa. Hadiah diberikan kepada siswa yang berprestasi yang biasanya mendapatkan rangking satu, dua atau tiga dari siswa lainnya. Dalam pendidikan, anak didik yang berprestasi tinggi juga memperoleh predikat sebagai anak teladan. Ketiga, saingan atau kompetisi. Saiangan atau kompetisi ini dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong siswa agar mereka bersemangat dalam belajar. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Keempat, menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai suatu tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertahankan harga diri, adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup penting. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan
37
menjaga harga dirinya. Kelima, dengan memberikan ulangan bisa dijadikan sebagai motivasi, siswa biasanya mempersiapkan diri dengan belajar jauh-jauh hari untuk menghadapi ulangan dengan harapan dengan belajar akan mendapatkan nilai yang maksimal. Oleh karena itu, ulangan merupakan strategi yang cukup baik untuk memotivasi siswa agar lebih giat dalam belajar. Keenam, dengan mengetahui hasil belajar, apalagi terdapat kemajuan, akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Seorang siswa apabila mengetahu grafik hasil belajarnya meningkat, maka motivasi di dalam diri siswa untuk terus belajar, dengan satu harapan hasilnya terus meningkat. Ketujuh, pujian ini merupakan bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus motivasi yang baik. Oleh karena itu, supaya pujian merupkan motivasi, pemberiannya harus tepat.
Dengan
pujian
yang
tepat
akan
menciptakan
suasana
yang
menyenangkan dan membangkitkan motivasi belajar serta sekaligus akan membangkitkan harga diri. Kedelapan, pemberikan hukuman sebagai reinforcement yang negative tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bias menjadi alat motivasi. Secara tepat dan bijak yang dimaksud disini sebagai hukuman yang mendidik dan bertujuan memperbaiki sikap perbuatan siswa yang dianggap salah. Sehingga dengan hukuman yang diberikan itu siswa tidak mengulangi kesalahan atau pelanggaran. Kesembilan, hasrat untuk belajar berarti ada unsur kesengajaan yang tumbuh dari dalam diri siswa untuk belajar lebih giat. Hasrat yang tumbuh dari dalam diri siswa itu memiliki motivasi untuk berkembang mempelajari suatu bidang ilmu, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik. Kesepuluh, minat sangat erat kaitannya dengan
38
motivasi sehingga apabila dalam diri siswa terdapat minat dalam suatu hal, maka hal ini akan dapat menumbuhkan motivasi yang tinggi. Dan yang terakhir rumusan tujuan yang diakui merupakan alat motivasi yang sangat penting. Dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna dan menguntungkaan, maka akan timbul semangat untuk terus belajar. Bentuk-bentuk motivasi yang dikemukakan oleh Sardiman di atas menunjukkan bahwa banyak sekali bentuk-bentuk motivasi yang bisa dimanfaatkan. Hanya yang penting bagi seorang guru adanya bermacammacam motivasi itu dapat dikembangkan dan diarahkan untuk dapat melahirkan hasil belajar yang maksimal yaitu pestasi belajar. dalam menumbuhkan
motivasi
seseorang
harus
bisa
mengembangkan
dan
mengarahkan agar dapat menghasilkan hasil belajar yang maksimal yaitu prestasi belajar. D. Tinjauan Prestasi belajar 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan merupkan mata pelajaran yang wajib diajarkan disetiap jenjang pendidikan dari SD-SMP-SMA dan perguruan tinggi. Kehadiran program Pendidikan Kewarganegaraan dalam kurikulum sekolah di Indonesia sangat penting, hal ini sesuai dengan pengertian Pendidikan Kewarganegaraan dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 menjelaskan bahwa mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah : Mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga Negara Indonesia yang cerdas,
39
trampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh pancasila dan UUD 1945 Dalam Permendiknas tersebut dijelaskan bahwa mata pelajaran mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga Negara
Indonesia
yang
cerdas,
terampil,
dan
berkarakter
yang
diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945. Implementasi ditingkat satuan pendidikan dijabarkan lebih rinci dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di setiap jenjang pendidikan (Mukhamad Murdiono, 2012: 44-45) Menurut Samsuri sebagaimana dikutip Mukhamad Murdiono (2012: 45) Pendidikan Kewarganegaraan yang dikembangkan dalam standar
isi
juga
mengarah
kepada
paradigma
baru
Pendidikan
Kewarganegaraan yang dikembangkan pada kurikulum sebelumnya. Apabila dilihat dari unsur materi pembelajaran, tampak bahwa topik kajian yang di dalam standar isi terdapat pergeseran paradigma, terutama untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Pergeseran paradigma ini membawa harapan sekaligus tantangan bagi pengembangan pendidikan kewaganegaraan yang demokratis seperti sudah dipraktikkan disejumlah Negara demokratis Menurut Cholisin (2005: 1) pendidikan kewarganegaraan (civic education) merupakan komponen pendidikan demokrasi yang sangat penting, karena menanamkan kepada warga Negara untuk lebih
40
berpartisipasi dalam kehidupan publik. Partisipasi tersebut terutama dalam menggunakan
hak
dan
tanggung
jawabnya
dengan
pengetahuan
(knowledge) dan ketrampilan (skill) yang dibutuhkan. Selain itu, menurut Numan Sumantri (2001: 299) Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber–sumber pengetahuan lainnya, pengaruh–pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap, dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian jika melihat penjelasan di atas, dapat disimpulkan
bahwa
Pendidikan
Kewargangeraan
pendidikan dengan kajian pada demokrasi politik
adalah
program
dibekali dengan
pengetahuan (knowledge) dan ketrampilan (skill) agar dapat membentuk warga Negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak–hak dan kewajibannya untuk menjadi warga Negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945. 2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan Setiap masing–masing mata pelajaran pasti memilki tujuan dan fungsi yang ingin dicapai. Begitu juga dengan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut Lampiran Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar
41
Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut : a. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain. d. Berinteraksi dengan bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Dari kompetensi di atas, tampak bahwa warga negara disamping memiliki Pendidikan Kewarganegaraan (civic knowledge), juga harus memiliki kompetensi ketrampilan (civic skill) yang meliputi ketrampilan intelektual dan berpartisipasi. Kedua ketrampilan tersebut dikembangkan dalam membentuk karakter kewarganegaraan (civic disposition) yang demokratis. Karakter kewarganegaraan, seperti keharuan/ memiliki perasaan kasihan terutama bagi mereka yang tidak beruntung, jujur, menghormati hak-hak orang lain, keberadaban, keteguhan hati, peka terhadap masalah-masalah publik, anti otoritarisme dan sebagainya. Selain itu, menurut Numan Sumantri (2001: 279) tujuan umum pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah mendidik warga negara agar menjadi warga negara yang baik, yang dapat dilukiskan dengan warga negara yang patriotik, toleran, setia terhadap bangsa dan negara, beragama, demokratis, pancasila sejati. Menyimak maksud dan tujuan dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memiliki dan sejalan dengan tiga fungsi pokok
42
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana pengembangan warga negara yang demokratis, yakni pengembangan kecerdasan warga negara (civic intelligence), membina tanggung jawab warga negara (civic responsibility), dan mendorong partisipasi warga negara (Winarno, 2013 : 19) 3. Ruang Lingkup Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam standar isi Pendidikan Kewarganegaraan 2006, materi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sekolah disebut sebagai ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan. Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan ada delapan (8) meliputi: 1) persatuan dan kesatuan bangsa; 2) norma; hukum dan persatuan; 3) hak asasi manusia; 4) kebutuhan warga negara; 5) konstitusi negara; 6) kekuasaan dan politik; 7) pancasila; dan 8) globalisasi dengan jabarannya masing–masing. a. Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebangsaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan. b. Norma, hokum dan peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tat tertib disekolah, norma yang berlaku dimasyarakat, peraturan–peraturan daerah, norma–norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, system hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional. c. Hak asasi manusia meliputi: hak dan kewajiban anak, hak, dan kewajiban anggota masyarakat dan perlindungan HAM. d. Kebutuhan warga negara meliputi: hidup gotong-royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara. e. Konstitusi negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitisi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi
43
f. Kekuasaan dan politik, meliputi: pemerintah desa dan kecamatan, pemerintah daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan system politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi g. Pancasila meliputi: kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan pancasila sebagai dasar negara, pengalaman nilai–nilai pancasila dalam kehidupan sehari–hari, pancasila sebagai ideologi terbuka. h. Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi (Winarno, 2013: 28-29) Materi dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang kajian yang bersifat interdisipliner, artinya materinya dijabarkan dari beberapa disiplin ilmu antara lain ilmu politik, ilmu negara, ilmu hukum tata negara, hukum, sejarah, ekonomi, moral, dan filsafat (Winarno, 2013: 29). Jadi Pendidikan Kewarganegaraan bukan semata-mata hanya mengajarkan pasal-pasal UUD. Hal-hal tersebut memang perlu sekali dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, tetapi pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan juga harus mencerminkan hubungan perilaku warga negara dalam kehidupan sehari-hari. 4. Prestasi Belajar a. Pengertian Prestasi Belajar Proses belajar yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahan-perubahan
antara
lain:
dalam
bidang
pengetahuan/
pemahaman, dalam bidang ketrampilan, dalam bidang nilai dan sikap. Adanya perubahan itu tampak dalam prestasi belajar yang dihasilkan oleh siswa terhadap pertanyaan/ persoalan/ tugas yang diberikan oleh
44
guru. Prestasi belajar itu berbeda–beda sifatnya, tergantung dari bidang yang di dalamnya siswa menunjukkan prestasi, misalnya dalam bidang pengetahuan atau pemahaman (bidang kognitif). Guru di sekolah yang memegang mata pelajaran harus mengadakan evaluasi terhadap hasil belajar siswa dengan menggunakan alat evaluasi. Alat evaluasi itu biasanya menggunakan suatu tes yang disusun oleh guru sendiri. Dalam tes tersebut siswa dituntut untuk memberikan prestasi-prestasi tertentu, berdasarkan prestasi-prestasi itu guru akan mengetahui apakah hasil belajar yang diharapkan sudah tercapai (Winkel, 1983: 102-103) Menurut Menurut Muhibin Syah (2013: 197) prestasi belajar merupakan tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Hal ini berarti, seorang siswa dikatakan mempunyai prestasi belajar jika berhasil mencapai apa yang yang telah ditetapkan oleh program yang ada, sebagai contoh suatu sekolah menetapkan tujuan keberhasilan seorang siswa jika siswa tersebut mampu mencapai KKM yang telah ditentukan oleh sekolah. Selain itu, menurut Zaenal Arifin (2012: 13) prestasi belajar merupakan suatu yang penting untuk mengetahui dan memahami prestasi belajar siswa, baik secara perorangan maupun secara kelompok, sebaba fungsi prstasi belajar tidak hanya sebagai indikator keberhasilan dalam bidang studi tertentu, tetapi juga sebagai indikator kualitas institusi pendidikan.
45
Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran serta usaha belajar dalam menguasai pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan selama proses belajar yang biasanya ditunjukan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru. b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Menurut
Dalyono
(2007:
55-60)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain : faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa faktor yang berasal dari dalam diri siswa, terdiri dari faktor kesehatan, inteligensi dan bakat, minat dan motivasi, dan cara belajar. Pertama, kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan belajar. Bila sesorang selalu tidak sehat, sakit kepala, demam, pilek, batuk dan sebagainya, dapat mengakibatkan tidak bergairah untuk belajar. Demikian halnya jika kesehatan rohani (jiwa) kurang baik, misalnya mengalami gangguan pikiran, perasaan kecewa karena suatu konflik, orang tua atau karena sebab lainnya, ini dapat menganggu atau mengurangi semangat belajar. Kedua, intelegensi dan bakat. Seseorang yang memiliki intelegensi baik (IQ-nya tinggi) umumnya mudah belajar dan hasilnya cenderung baik. Sebaliknya siswa yang integensinya rendah, cenderung mengalami kesukaran dalam belajar, lambat pikir sehingga prestasi belajarnya rendah. Bakat, juga besar pengaruhnya dalam menentukan
keberhasilan
belajar.
Selanjutnya,
bila
seseorang
46
mempunyai integensi tinggi dan bakatnya ada dalam bidang yang dipelajai, maka akan lancar dan sukses bila dibandingkan dengan orang yang memiliki bakat saja tetapi intelegensinya rendah. Demikian pula, jika dibandingkan dengan siswa yang intelegensinya tinggi tetapi bakatnya tidak ada dalam bidang tersebut. Ketiga, minat dan motivasi. Minat dapat timbul karena daya tarik dari luar dan juga datang dari hati sanubari. Minat yang besar terhadap sesuatau merupakan modal yang besar artinya untuk mencapai/ memperoleh benda atau tujuan yang diminati itu. Keempat, cara belajar. Cara belajar siswa juga mempengaruhi pencapaian hasil belajarnya. siswa yang belajar perlu memperhatikan teknik, faktor fisiologis, psikologi, dan ilmu kesehatan agar memperoleh hasil yang memuaskan. Faktor eksternal berupa faktor yang berasal dari luar diri siswa, terdiri dari faktor keluarga, sekolah, masyarakt, dan lingkungan sekitar. Pertama, keluarga. Keluarga adalah ayah, ibu, dan anak-anak family yang menjadi penghuni rumah. Pencapaian hasil belajar seseorang dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pendidikan orang tua, besar kecilnya penghasilan, cukup atau kurang perhatian dan bimbingan orang tua, rukun atau tidaknya kedua orang tua, akrab atau tidaknya hubungan orang tua dengan anak-anak, tenang atau tidaknya situasi dalam rumah dan ada atau tidaknya peralatan/ media belajar, semua itu turut mempengaruhi pencapaian hasil belajar anak. Kedua, keadaan
sekolah
tempat
belajar
turut
mempengaruhi
tingkat
47
keberhasilan belajar. kualitas guru, metode mengajar guru, kesesuaian kurikulum
dengan
kemampuan
siswa,
keadaan
fasilitas
atau
perlengkapan di sekolah, keadaan ruangan, jumlah murid per kelas, pelaksanaan tata tertib sekolah, dan sebagainya. ketiga, masyarakat. Keadaan masyarakat juga menentukan prestasi belajar. Bila disekitar tempat tinggal terdiri dari orang-orang yang berpendidikan, terutama anak–anaknya rata-rata bersekolah tinggi dan mempunyai moral yang baik, maka hal ini akan mendorong anak untuk giat belajar. Keempat, lingkungan sekitar. Keadaan lingkungan, bangunan rumah, suasana sekitar, keadaan lalu lintas, iklim turut mempengaruhi prestasi belajar. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang siswa meliputi dua fakor yaitu faktor internal yaitu faktor dari dalam diri seseorang tersebut dan factor eksternal yaitu faktor dari luar diri. Faktor internal sendiri meliputi kesehatan, intelegensi, minat atau motivasi, dan cara belajar, sedangkan faktor eksternal meliputi keluarga, sekolah, lingkungan dan masyarakat. E. Penelitian yang Relevan Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Pertama, penelitian dari Maisaroh, S.E.,MSi dan Rostrieningsih, S.Pd pada tahun 2010. Penelitian ini merupakan jurnal yang diterbitkan oleh jurusan Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta yang berjudul “Peningkatan
hasil
belajar
siswa
dengan
menggunakan
metode
48
pembelajaran Active Learning tipe Quiz Team pada mata pelajaran Ketrampilan Dasar Komunikasi di SMK Negeri 1 Bogor. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan hasil belajar dengan menggunakan metode pembelajaran Active Learning tipe Quiz Team. Perbedan penelitian ini terletak pada jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas sedangkan peneliti menggunakan jenis penelitian eksperimen dengan model quiz team. Kedua, penelitian dari SD Putri, T Subroto dan W Sunarto pada tahun 2013. Penelitian ini merupakan jurnal yang diterbitkan oleh jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang yang berjudul “ Pengaruh Metode Aktif tipe Team Quiz berbantuan Question Card terhadap hasil belajar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran kimia dengan menggunakan menggunakan metode aktif tipe Team Quiz berbantuan Question Card berpengaruh terhadap hasil belajar kimia siswa kelas XI IPA. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang diteliti penulis adalah pada metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian Eksperimen. Namun, perbedaannya terletak pada variabel yaitu pada penelitian ini terdapat dua variabel bebas dan satu variabel terikat namun variabel yang digunakan oleh peneliti menggunakan satu variabel bebas dan dua variabel terikat. F. Kerangka Berfikir SMP Negeri 1 Turi kelas VIII terdapat 4 kelas yaitu VIIIA, VIIIB, VIIIC dan VIIID dengan total jumlah keseluruhan siswa yaitu 100 siswa.
49
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan yaitu satu variabel bebas dan dua variabel terikat. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan biasanya menggunakan metode konvensional yaitu metode ceramah.Pada pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan kelas VIII, ditemukan permasalahan mengenai rendahnya motivasi belajar dan prestasi belajar siswa. Untuk mengatasi permasalahan yang timbul pada proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di atas yaitu rendahnya motivasi belajar dan prestasi belajar siswa, maka diperlukan suatu metode pembelajaran alternatif yang lebih meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam penelitian ini untuk mengatasasi permasalahan tersebut peneliti mengguanakan metode pembelajaran active learning tipe quiz team. Pembelajaran dengan metode active learning tipe quiz team merupakan pembelajaran aktif yang membentuk kelompok menjadi 3 atau 4 kelompok. Setiap kelompok saling bekerja sama untuk membuat pertanyaan dan saling bekerja sama dalam memecahkan masalah yang diajukan oleh kelompok lain, kemudian pada saat permainan berlangsung, setiap anggota berlomba–lomba untuk mengumpulkan poin untuk kelompoknya sehingga siswa akan lebih aktif dalam proses pembelajaran dan lebih mendorong motivasi belajar siswa. Setelah ditentukan kelas kontrol dan kelas eksperimen, kemudian dilakukan pretest untuk mengetahui kemampuan awal kedua kelas tersebut. Siswa dikedua kelas juga diminta untuk mengisi kuesioner motivasi belajar yang bertujuan untuk mengetahui kondisi motivasi belajar siswa di kelas
50
eksperimen dan kontrol. Kemudian kelas eksperimen diberi perlakuan (treatment) dengan metode pembelajaran active learning tipe quiz team, dan kelas control tetap menggunakan metode ceramah.
Setelah dilakukan
perlakuan kedua kelas dilakukan posttest untuk mengetahui prestasi belajar pada kelas eksperimen setelah
pemberian metode pembelajaran active
learning tipe quiz team pda proses pembelajaran di kelas eksperimen dan di kelas kontrol setelah pemberian metode ceramah. Hasil dari pretest dan posttest yang diperoleh dari tes prestasi belajar, data kondisi awal dan akhir motivasi belajar yang diperoleh dari kuesioner selanjutnya dianalisis menggunakan uji-t untuk menguji hipotesis penelitian sehingga dapat ditarik kesimpulan dari hasil perhitungan tersebut. G. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ada pengaruh positif penggunaan metode pembelajaran active learning tipe quiz team terhadap motivasi belajar siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Turi 2. Ada pengaruh positif penggunaan metode pembelajaran active learning tipe quiz team terhadap prestasi belajar siswa kelas VIII di SMP Negeri 1 Turi.
