BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Anggaran 2.1.1.1 Pengertian Anggaran Untuk mendapatkan pengertian yang lebih tepat dan jelas mengenai anggaran, dibawah ini penulis akan mengemukakan beberapa pengertian anggaran yang dikemukakan oleh para ahli yaitu menurut (Garrison & Norren, 2000:402) “Anggaran merupakan alat manajemen yang sangat penting untuk mengkomunikasikan rencana-rencana manajemen didalam suatu organisasi, mengalokasikan sumber daya dan mengkoordinasi
aktivitas.
Secara
umum
anggaran
dimaksud
menggambarkan tentang rencana manajemen secara komprehensif untuk masa yang akan datang dan bagaimana rencana tersebut dapat dicapai dengan baik”. Mulyadi (2001:488) mendefinisikan anggaran (Budget) “sebagai suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif, yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran lain, yang mencakup jangka
waktu
satu
tahun”.
Hansen
dan
Mowen
(2004:354)
mendefenisikan anggaran ”sebagai suatu rencana kuantitatif dalam bentuk
moneter
menerjemahkan
maupun tujuan
dan
nonmoneter strategi
yang
digunakan
perusahaan
dalam
untuk satuan 12
operasional”. Sedangkan menurut Sawyers (2005:80) menyatakan bahwa Anggaran adalah sebuah pernyataan hasil-hasil yang diharapkan yang dinyatakan dalam bentuk numerik. Sebagai sebuah control anggaran menetapkan masukan sumber daya dan hal-hal yang harus dicapai sebagai keluaran dan hasil. Sawyers juga menyatakan bahwa: 1. Orang-orang yang bertanggung jawab untuk memenuhi anggaran hasurlah berpartisipasi dalam penyiapannya. 2. Orang-orang yang bertanggung jawab untuk memenuhi target anggaran haruslah dilengkapi dengan informasi yang memadai yang membandingkan anggaran dengan kejadian-kejadian actual dan memberikan alasan-alasan untuk penyimpangan yang signifikan. 3. Semua anggaran khusus harus cocok dengan keseluruhan anggaran organisasi. 4. Anggaran harus menetapkan tujuan yang dapat diukur: anggaran akan menjadi tidak bermakna kecuali bila manajer tahu apa tujuannya. 5. Anggaran harus membantu mempertajam struktur organisasi karena standar anggaran yang objektif sulit untuk ditetapkan dalam gabungan subsistem yang membingungkan. Oleh karena itu, penganggaran merupakan bentuk disiplin dan koordinasi. Anthony dan Govindarajan (2005:90) anggaran yaitu: “Sebagai sebuah rencana keuangan, biasanya mencakup periode satu tahun dan merupakan alat-alat untuk perencanaan jangka pendek dan pengendalian dalam organisasi”. Karakteristik anggaran adalah kejelasan sasaran anggaran. Adanya sasaran anggaran yang jelas akan memudahkan individu untuk menyusun target-target anggarannya. Selanjutnya, targettarget anggaran yang disusun akan sesuai dengan anggaran yang ingin dicapai organisasi dan berimplikasi pada penurunan senjangan anggaran. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa anggaran merupakan rencana kuantitatif dalam bentuk moneter dan nonmoneter
13
sebagai alat koordinasi, komunikasi, perencanaandan pengendalian laba dalam jangka waktu tertentu. Selain itu juga dapat disimpulkan bahwa anggaran merupakan perencanaan yang terjadi pada jangka pendek secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter dan satuan ukuran lain untuk menunjukan perolehan dan penggunaan sumber-sumber daya organisasi sebagai alat manajemen untuk perencanaan, pengendalian serta penilaian kinerja manajemen dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
2.1.1.2 Fungsi Anggaran Menurut Garisson (2000:404) ”Perusahaan tidak akan mencapai tingkat kesuksesan maksimal
jika tidak
menggunakan
sistem
penganggaran terkoordiansi”. Garrison (2000:404) menyatakan bahwa ”fungsi anggaran adalah pengendalian dan perencanaan, perencanaan mencakup pengembangan tujuan untuk masa depan, sedangkan pengendalian
digunakan
untuk menjamin bahwa seluruh fungsi
manajemen dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya”. Menurut Erlina, dkk (2012:18), beberapa
fungsi
anggaran
dalam manajemen organisasi sector publik antara lain sebagai berikut: 1. Anggaran sebagai alat perencanaan Dengan adanya anggaran, organisasi tahu apa yang harus dilakukan dan ke arah mana kebijakan yang dibuat.
14
2. Anggaran sebagai alat pengendalian Dengan adanya anggaran, organisasi sektor publik dapat menghindari adanya pengeluaran yang terlalu besar (overspending) atau adanya penggunaan dana yang tidak semestinya (misspending). 3. Anggaran sebagai alat kebijakan Melalui anggaran, organisasi sektor publik dapat menentukan arah atas kebijakan
tertentu. Contohnya adalah apa yang dilakukan
perusahaan dalam hal kebijakan fiskal, apakah melakukan kebijakan fiskal ketat atau longgar dengan mengatur besarnya pengeluaran yang direncanakan. 4. Anggaran sebagai alat politik Dalam organisasi sektor publik, melalui anggaran dapat dilihat komitmen pengelola dalam melaksanakan program-program yang telah dijanjikan. 5. Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi Melalui dokumen anggaran komprehensif, sebuah bagian unit kerja atau departemen yang merupakan sub organisasi dapat mengetahui apa yang harus dilakukan dan juga apa yang akan dilakukan oleh bagian/unit kerja lainnya. 6. Anggaran sebagai alat penilai kinerja Anggaran adalah suatu ukuran yang bisa menjadi patokan apakah suatu bagian/unit kerja telah memenuhi target baik berupa terlaksananya aktivitas maupun terpenuhinya efisiensi biaya.
15
7. Anggaran sebagai alat komunikasi Anggaran dapat digunakan sebagai alat komunikasi dengan menjadikan nilai-nilai nominal yang tercantum sebagai target pencapaian. Fungsi anggaran pada suatu perusahaan atau instansi merupakan alat untuk membantu manajemen dalam pelaksanaan fungsi perencanaan, koordinasi, pengawasan, dan juga sebagai pedoman kerja untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
2.1.1.3 Jenis-jenis Anggaran Menurut Nordiawan (2006:50), jenis anggaran sektor publik terbagi lima berdasarkan jenis aktiva, yaitu anggaran operasional dan anggaran modal, berdasarkan status hukumnya, yaitu anggaran tentatif dan anggaran
enacted, berdasarkan pemerintahan, yaitu kekayaan
negara/anggaran dana umum dan anggaran dana khusus, anggaran tetap dan anggaran fleksibel, berdasarkan penyusunannya, yaitu anggaran eksekutif dan anggaran legislatif. 1. Anggaran Operasional dan Anggaran Modal Anggaran operasional adalah digunakan untuk merencanakan kebutuhan dalam menjalankan operasi sehari-hari (waktu satu tahun), sedangkan anggaran modal adalah menunjukkan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas aktiva tetap, seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya.
16
2. Anggaran Tentatif dan Anggaran Enacted Anggaran tentatif adalah anggaran yang tidak memerlukan pengesahan dari lembaga legislatif karena kemunculannya yang dipicu oleh hal-hal yang tidak direncanakan sebelumnya, sedangkan angaran enacted adalah anggaran yang direncanakan kemudian dibahas dan disetujui oleh lembaga legislatif. 3. Anggaran Dana Umum dan Anggaran Dana Khusus Anggaran dana umum adalah digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah yang bersifat umum dan sehari-hari, sedangkan anggaran khusus adalah dicadangkan atau dialokasikan khusus untuk tujuan tertentu. 4. Anggaran Tetap dan Anggaran Fleksibel Anggaran tetap adalah aprosiasi belanja yang sudah ditentukan jumlahnya di awal tahun anggaran, jumlah tersebut tidak boleh dilampaui meskipun ada peningkatan jumlah kegiatan yang dilakukan, sedangkan anggaran fleksibel adalah harga barang atau jasa per unit yang telah ditetapkan, namun jumlah anggaran keseluruhan akan berfluktuasi berpengaruh pada banyaknya kegiatan yang dilakukan. 5. Anggaran Eksekutif dan Anggaran Legislatif Anggaran eksekutif adalah anggaran yang disusun oleh lembaga eksekutif, dalam hal ini pemerintah, sedangkan anggaran legislative adalah anggaran yang disusun oleh lembaga legislative tanpa
17
keterlibatan pihak eksekutif. Sebagai alat bantu manajemen, anggaran perusahaan mempunyai lingkup yang luas. Anggaran perusahaan terdiri dari berbagai macam jenis yang mempunyai kegunaan masing-masing. Agar tidak terkecoh oleh beragam jenis anggaran perusahaan, maka setiap individu di dalam suatu perusahaan dituntut untuk mengetahui bagaimana penggolongan anggaran yang benar sehingga tidak menimbulkan kerancuan dalam penggunaan anggaran.
2.1.1.4 Proses Penyusunan Anggaran Proses penyusunan anggaran pada dasarnya merupakan proses penetapan peran, dimana setiap manajer dalam organisasi diberi peran untuk melaksanakan kegiatan dalam pencapaian sasaran yang ditetapkan dalam anggaran. Menurut Anthony & Govindarajan (2005:86) proses penyusunan anggaran dapat dilakukan dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu: 1. Top-Down Approach (pendekatan dari atas kebawah) Dalam pendekatan ini, proses penyusunan anggaran dimulai dari manajer puncak. Anggaran disusun dan ditetapkan oleh pimpinan dan anggaran harus dilaksanakan bawahan. Anggaran top-down approach mempunyai kelemahan antara lain: kurangnya komitmen bawahan, seringkali tidak dapat dilaksanakan, dan sulit berhasil mencapai tujuan.
18
2. Bottom-Up Approach (pendekatan dari bawah keatas) Dalam pendekatan ini, anggaran disusun berdasarkan hasil keputusan karyawan. Anggaran disusun mulai dari bawahan sampai keatasan. Bawahan diserahkan sepenuhnya untuk menyusun anggaran yang akan dicapai dimasa mendatang. Metode ini digunakan jika karyawan sudah memiliki kemampuan menyusun anggaran dan tidak dikhawatirkan menimbulkan proses yang lama dan berlarut. Meskipun dapat menciptakan komitmen manajemen bawah, namun anggaran bottom-up mempunyai kelemahan sebagai berikut: seringkali tidak mempertimbangkan keselarasan tujuan, kurang terkendali, tujuan yang ingin dicapai terlalu mudah. 3. Participative Budget (anggaran partisipasi) Pendekatan penganggaran yang melibatkan manajer level menengah dalam pembuatan estimasi anggaran disebut participative budget. Anggaran partisipasi merupakan anggaran yang dibuat dengan kerjasama penuh dari manajer pada semua tingkatan. Keberhasilan program anggaran terutama akan ditentukan oleh cara pembuatan anggaran itu sendiri. Proses penyusunan anggaran bisa dari atas kebawah, bias juga sebaliknya, dan ada juga yang menggunakan gabungan dari keduanya. Anggaran yang disusun secara participative merupakan cara efektif untuk memotivasi kinerja bawahan (Hofstede, 1968 dalam Prihandini,2011). Participative budget melibatkan bawahan dalam 19
proses penyusunannya, sehingga bawahan yang kinerjanya diukur berdasarkan anggaran akan termotivasi untuk mencapai kinerja sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam anggaran.
2.1.2 Partisipasi Penyusunan Anggaran 2.1.2.1 Pengertian Partisipasi Penyusunan Anggaran Menurut Brownell (1982) dalam Fazli dan Muslim (2006:6), partisipasi anggaran merupakan suatu proses yang melibatkan individuindividu secara langsung di dalamnya dan mempunyai pengaruh terhadap penyusunan tujuan anggaran yang prestasinya akan dinilai dan kemungkinan akan dihargai atas dasar pencapaian tujuan anggaran mereka. Menurut Anthony dan Govindarajan (2005:93) partisipasi penyusunan anggaran yaitu proses dimana pembuat anggaran terlibat dan mempunyai pengaruh dalam penetuan besar anggaran. Dan mempunyai dua keunggulan yaitu : 1. Tujuan anggaran akan dapat lebih mudah diterima apabila anggaran tersebut berada dibawah pengawasan manajer. 2. Penganggaran partisipasi menghasilkan pertukaran informasi yang efektif antara pembuat anggaran dan pelaksana anggaran yang dekat dengan produk dan pasar. Menurut Robbins (2002:179) ”Partisipasi merupakan suatu konsep dimana bawahan ikut terlibat dalam pengambilan keputusan
20
sampai tingkat tertentu bersama atasannya”. Oleh karena itu, inti dari partisipasi anggaran adalah diperlukan kerjasama antara seluruh tingkatan organisasi. Manajer puncak biasanya kurang mengetahui bagian sehari-hari, sehingga harus mengandalkan informasi anggaran yang lebih rinci dari bawahannya. Dari sisi lain, manajer puncak mempunyai perspektif yang lebih luas atas perusahaan secara keseluruhan yang sangat vital dalam pembuatan anggaran secara umum. Menurut Garrison dan Noreen (2000:409) ”Setiap tingkatan tanggung jawab dalam suatu organisasi harus memberikan masukan terbaik sesuai dengan bidangnya dalam suatu sistem kerjasama penyusunan anggaran”.
2.1.2.2 Manfaat Partisipasi Penyusunan Anggaran Menurut Siegel dan Marconi (1989:139), manfaat dari partisipasi penyusunan anggaran, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Memacu peningkatan moral dan inisiatif untuk mengembangkan ide dan informasi pada seluruh tingkat manajemen. Meningkatkan group cohesiveness yang kemudian meningkatkan kerjasama antarindividu dalam pencapaian tujuan. Terbentuknya group internalization, yaitu penyatuan tujuan individu dan organsiasi. Menghindari tekanan dan kebingungan dalam melaksanakan pekerjaan. Manajer menjadi tanggap pada masalah-masalah subunit tertentu serta memiliki pemahaman yang lebih baik tentang ketergantungan antardepartemen. Dengan
manfaat
tersebut
anggaran
partisipatif
dapat
memungkinkan manajemen puncak untuk memahami masalah yang dihadapi oleh karyawan dan karyawan juga lebih dapat memahami 21
kesulitan yang dihadapi oleh manajemen puncak. Sehingga anggaran partisipatif dapat meningkatkan komitmen para karyawan untuk mencapai tujuan anggaran.
2.1.2.3 Kelemahan Partisipasi dalam Penyusunan Anggaran Hansen
dan
Mowen
(2005:90)
menyatakan
bahwa
”penganggaran partisipasi dapat menyebabkan pembuatan standar yang terlalu tinggi sejak tujuan yang dianggarkan menjadi tujuan manajer”. Menurut Hansen dan Mowen (2004:362) ada 3 masalah yang menjadi kelemahan dalam partisipasi penganggaran antara lain: 1. Pembuatan standar yang terlalu tinggi atau rendah, sejak yang dianggarkan menjadi tujuan manajer. 2. Slack anggaran, adalah perbedaan antara jumlah sumberdaya yang sebenarnya diperlukan untuk menyelesaikan tugas secara efisien dengan jumlah yang
diajukan
oleh manajer yang
bersangkutan untuk mengerjakan tugas yang sama. 3. Pseudoparticipation, yang mempunyai arti bahwa perusahaan menggunakan
partisipasi
dalam
partisipasi
penganggaran
padahal sebenarnya tidak. Dalam hal ini bawahan terpaksa menyatakan diterapkan
persetujuan karena
terhadap
perusahaan
keputusan
membutuhkan
yang
akan
persetujuan
mereka.
22
Menurut Garrison dan Norren (2008:409), setiap tingkatan tanggung jawab dalam suatu organisasi harus memberikan masukan terbaik sesuai dengan bidangnya dalam suatu system kerjasama penyusunan anggaran.
2.1.3 Kejelasan Sasaran Anggaran Kenis dalam Pratiwy (2013:3) mengungkapkan salah satu karakteristik sistem penganggaran adalah kejelasan sasaran anggaran yang menunjukkan sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan dengan jelas dan spesifik agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggung jawab atas pencapaian
sasaran
anggaran
tersebut.
Kejelasan
sasaran
anggaran
berimplikasi pada manajerial untuk menyusun anggaran sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai perusahaan. Ketidakjelasan sasaran anggaran akan menyebabkan pelaksana anggaran menjadi bingung, tidak tenang dan tidak puas dalam bekerja. Hal ini menyebabkan pelaksana anggaran tidak termotivasi untuk mencapai kinerja yang diharapkan. Adanya sasaran yang jelas akan memudahkan dalam menyusun targettarget anggaran. Locke & Latham (1984:3) menyatakan bahwa sasaran adalah apa yang hendak dicapai oleh karyawan. Jadi kejelasan sasaran anggaran akan mendorong manajer lebih efektif dan melakukan yang terbaik dibandingkan dengan sasaran anggaran yang tidak jelas. Dengan kata lain, kejelasan sasaran anggaran diharapkan dapat membantu manajer untuk mencapai tujuan perusahaan sebagaimana
23
tercantum dalam perencanaan anggaran yang juga akan mempengaruhi motivasi sehingga secara logis kinerja dapat meningkat. Menurut Locke dan Latham (1984:27), agar pengukuran sasaran efektif ada tujuh indikator yang diperlukan: 1. Tujuan, membuat secara terperinci tujuan umum atau tugas-tugas yang harus dikerjakan. 2. Kinerja, menetapkan kinerja dalam bentuk pertanyaan yang dapat diukur. 3. Standar, menetapkan standar atau target yang dicapai. 4. Jangka waktu, menetapkan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengerjaan. 5. Sasaran prioritas, menetapkan sasaran yang prioritas. 6. Tingkat kesulitan, menetapkan sasaran berdasarkan tingkat kesulitan dan pentingnya. 7. Koordinasi, menetapkan kebutuhan koordinasi. Keterlibatan manajer dalam penyusunan anggaran akan membuatnya memahami sasaran yang akan dicapai oleh anggaran tersebut, serta bagaimana akan mencapainya dengan menggunakan sumber daya yang ada pada perusahaan. Selanjutnya target-target anggaran yang disusun akan sesuai dengan sasaran yang akan dicapai.
i.
Akuntabilitas Publik 2.1.4.1 Pengertian Akuntabilitas Publik Akuntabilitas
dapat
diartikan
sebagai
kewajiban
pihak
pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, serta mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut (Mardiasmo, 2002:20).
24
2.1.4.2 Jenis-jenis Akuntabilitas Publik Mardiasmo (2002:21) juga menyebutkan bahwa akuntabilitas publik terdiri atas dua macam,yaitu : 1. Akuntabilitas Vertikal (Vertical Accountability) Pertanggungjawaban
vertical
(vertical
accountability)
adalah
pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada kepala departemen, pertanggungjawaban kepala departemen kepada Dewan Direksi, pertanggungjawaban Dewan Direksi kepada Dewan Komisaris dan pertanggungjawaban Dewan Komisaris kepada pemerintah pusat dalam hal ini kementerian BUMN sebagai perwakilan pemerintahan. 2. Akuntabilitas Horizontal (Horizontal Accountibility) Pertanggungjawaban horizontal (horizontal accountability) adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas. Sulistoni (2003) dalam Sopanah dan Wahyudi (2010), perusahaan yang accountable memiliki ciri- ciri sebagai berikut : 1. Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan perusahaan secara terbuka, cepat, dan tepat kepada masyarakat. 2. Mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik. 3. Mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan dan perusahaan. 4. Mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan publik secara proporsional. 5. Adanya sarana bagi publik untuk menilai kinerja perusahaan. Melalui pertanggungjawaban publik, masyarakat dapat menilai derajat pencapaian pelaksanaan program dan kegiatan perusahaan. 25
Menurut Ellwood (1993) dalam buku Mardiasmo (2002:21) terdapat empat dimensi akuntabilitas publikyang harus dipenuhi organisasi sector publik, yaitu: 1.
Akuntabilitas Kejujurandan Akuntabilitas Hukum (Accountibility for Probity and Legality) Akuntabilitas kejujuran (accountability for probity) terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum (legal accountability) terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hokum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.
2.
Akuntabilitas Proses (Process Accountability) Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan
sistem
informasi
akuntansi,
sistem
informasi
manajemen, dan prosedur administrasi. Akuntabilitas proses termanifestasikan melalui pemberian pelayanan publik yang cepat, responsif, dan murah biaya. Pengawasan dan pemeriksaan terhadap pelaksanaan akuntabilitas proses dapat dilakukan, misalnya dengan memeriksa ada tidaknya mark up dan pungutan-pungutan lain diluar yang ditetapkan, serta sumber-sumber inefisiensi dan pemborosan yang menyebabkan mahalnya biaya pelayanan publik dan kelambanan dalam pelayanan.
26
3.
Akuntabilitas Program (Program Accountability) Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.
4.
Akuntabilitas Kebijakan (Policy Accountability) Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban perusahaan, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil perusahaan terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas. Dari perspektif
sistem akuntabilitas, American Accounting
Association (1970) dalam Sadjiarto (2000:141) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa karakteristik pokok sistem akuntabilitas, yaitu: a. Berfokus pada basil (outcomes). b. Menggunakan beberapa indikator yang telah dipilih untuk mengukur kinerja. c. Menghasilkan informasi yang berguna bagi pengambilan keputusan atas suatu program atau kebijakan. d. Menghasilkan data secara konsisten dari waktu ke waktu. e. Melaporkan hasil (outcomes) dan mempublikasikannya secara teratur.
ii.
Pengendalian Akuntansi 2.1.5.1 Pengertian Pengendalian Akuntansi Menurut definisi, pengendalian (control) mengasumsikan bahwa telah ditetapkan suatu rencana tindakan atau standar untuk mengukur prestasi pelaksana. Untuk mencapai tujuan telah ditetapkan bagi 27
perusahaan, pengendalian harus dikembangkan sehingga dapat diambil keputusan yang sesuai rencana. Dalam perusahaan, manajer atau pemilik dapat mengamati dan mengendalikan sendiri semua operasinya, baginya adalah mudah untuk mengamati usaha yang di lakukan para pegawai. Manajer dan pemilik juga memiliki hak untuk mengamati operasi yang dilakukan para pegawai. Hal ini dilakukan untuk secara langsung mengetahui kondisi kinerja pegawai yang bekerja di perusahaannya. Menurut Mulyadi (2001:163), pengendalian akuntansi mencakup struktur organisasi dan seluruh metode yang berhubungan dengan penjagaan terhadap kekayaan perusahaan serta menjamin ketelitian data keuangan. Biasanya system pengendalian ini mencakup sistem otorisasi, pembagian tugas antara pencatat, pemegang atau penjaga barang/harta, dan pemeriksa intern. Pengendalian akuntansi dirancang untuk meyakinkan: 1. Transaksi–transaksi dilaksanakan sesuai dengan persetujuan atau wewenang manajemen, baik yang bersifat umum atau khusus. 2. Transaksi dicatat agar memudahkan: a. Penyiapan laporan keuangan yang sesuai dengan prinsip akuntansi atau kriteria lain yang sesuai dengan tujuan laporan tersebut. b. Mengadakan pertanggungjawaban atas aktiva.
28
3. Penggunaan atas aktiva atau harta diberikan hanya dengan persetujuan manajemen. 4. Jumlah aktiva seperti yang terdapat pada laporan catatan perusahaan dibandingkan dengan aktiva yang ada dan bila terjadi perbedaan, dilakukan tindakan yang tepat.
2.1.5.2 Prinsip-Prinsip Dasar Pengendalian Akuntansi Untuk dapat mencapai tujuan pengendalian akuntansi, suatu perusahaan harus mempunyai enam prinsip dasar menurut Hartadi (1992:130), yaitu: i.
Pemisahaan Fungsi Adanya pemisahan fungsi-fungsi akan dapat mencapai suatu efisiensi pelaksanaan tugas. Selain itu, ditinjau dari sistem pengendalian adanya pemisahan fungsi, akan terdapat suatu cek silang (cross check) secara otomatis atas suatu pekerjaan atau pelaksanaan suatu transaksi. Tujuan utama pemisahan fungsi ialah menghindari dan melakukan pengawasan segera atas kesalahan atau ketidakberesan.
ii.
Prosedur Pemberian Wewenang Tujuan prinsip ini adalah untuk menjamin bahwa transaksi telah diotorisasi oleh pihak yang berwenang. Otorisasi dapat berupa otorisasi umum dan otorisasi khusus. Otorisasi umum menyangkut kondisi umum, misalnya adanya otorisasi terhadap daftar harga standar (yang dibakukan) dan kebijakan kredit untuk penjualan.
29
Otorisasi khusus berhubungan dengan transaksi perorangan, yaitu otorisasi penjualan khusus, penggajian atau transaksi pembelian. Bukti otorisasi khusus adalah adanya dokumentasi pada terjadinya transaksi. iii.
Prosedur Dokumentasi Dokumentasi yang layak adalah penting untuk terciptanya sistem pengendalian akuntansi yang efektif. Dokumentasi memberikan dasar penetapan tanggung jawab untuk pelaksanaan dan pencatatan transaksi. Dokumentasi dapat berbentuk dalam faktur-faktur, voucher-voucher (bukti perintah mengeluarkan uang), tanda tangan, initial/paraf, dan cap persetujuan. Pemberian angka cetak pada setiap jenis
dokumen
adalah
membantu
terciptanya
memelihara
pengawasan transaksi.
iv.
Prosedur dan Catatan Akuntansi Prinsip ini menekankan pencatatan transaksi dalam bagian akuntansi. Tujuan pengendalian ini adalah: Pertama, dapat disisipkan atau dibuatnya catatan-catatan akuntansi yang teliti secara cepat. Kedua, data akuntansi dapat dilaporkan kepada pihak yang menggunakan secara tepat waktu. Di sini diperlukan adanya buku pegangan prosedur akuntansi dan bagan rekening (chart of accounts). Bagan rekening memberi dasar untuk mengadakan klasifikasi transaksi dan membantu penyiapan laporan keuangan.
30
v.
Pengawasan Fisik Pengawasan fisik berhubungan dengan: a. Alat keamanan dan ukuran untuk menyelamatkan aktiva, catatan akuntansi, dan formulir tercetak yang gagal penggunaannya. b. Penggunaan alat yang mekanis dan elektronis dalam pelaksanaan dan pencatatan transaksi. Pengawasan fisik yang berhubungan dengan pelaksanaan transaksi, meliputi cash register yang mekanis dan elektronis.
6. Pemeriksaan Intern Secara Bebas. Prinsip ini dirancang untuk menentukan apakah unsur-unsur yang lain dalam sistem bekerja atau tidak. Agar unsur ini efektif, maka ada tiga syarat: a. Pengawasan dilakukan oleh pihak perusahaan yang bebas dan yang bertanggung jawab untuk data tersebut. b. Pengawasan (monitoring) harus dilakukan pada saat atau waktu yang beralasan dan mendadak (tanpa pemberitahuan terlebih dahulu). c. Penyimpangan harus dilaporkan kepada manajemen dan pihak yang berhak mengambil tindakan perbaikan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengendalian akuntansi mencakup semua aspek dari transaksi-transaksi
31
keuangan, seperti pembayaran kas, penerimaan kas, arus dana, investasi yang bijaksana, dan pengamanan dari penggunaan tidak sah.
2.1.6 Kinerja Manajerial Kinerja (performance) dalam Mahsun gambaran
mengenai
tingkat
et. al (2011:141) adalah
pencapaian
pelaksanaan
suatu
kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu atau kelompok individu. Prawirosentono (2002:120) dalam Jalaluddin dan Bahri (2009) menyebutkan terdapat hubungan eratantara kinerja perorangan dengan kinerja organisasi, dengan kata lain, bila kinerja karyawan baik maka kemungkinan kinerja organisasi juga baik. Mahoney et. al (1963) dalam Natalia (2010) menyebutkan bahwa kinerja manajerial adalah kinerja para individu anggota organisasi dalam kegiatan manajerial, yang diukur dengan menggunakan indikator : 1.
Perencanaan, dalam arti kemampuan untuk menentukan tujuan, kebijakan, dan tindakan/pelaksanaan, penjadwalan kerja penganggaran, merancang prosedur, dan pemrograman. 2. Investigasi, yaitu kemampuan mengumpulkan dan menyampaikan informasi untuk catatan, laporan, danrekening, dan analisis pekerjaan. 3. Pengkoordinasian, yaitu kemampuan melakukan tukar menukar informasi dengan orang lain dibagian organisasi yang lain untuk mengkaitkan dan menyesuaikan program, memberitahukan bagian lain, dan hubungan dengan manajer lain. 4. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk menilai dan mengukur proposal, kinerja yang diamati atau dilaporkan, penilaian pegawai, penilaian catatan hasil, penilaian laporan keuangan, pemeriksaan produk. 32
5.
Pengawasan (supervisi), yaitu kemampuan untuk mengarahkan, memimpin dan mengembangkan bawahan, membimbing, melatih, dan menjelaskan peraturan kerja pada bawahan, memberikan tugas pekerjaan dan menangani bawahan. 6. Pemilihan staff (staffing), yaitu kemampuan untuk mempertahankan angkatan kerja, merekrut, mewawancarai, dan memilih pegawai baru, menempatkan, mempromosikan dan mutasi pegawai. 7. Negosiasi, yaitu kemampuan dalam melakukan pembelian, penjualan atau melakukan kontrak untuk barang dan jasa, menghubungi pemasok, tawar menawar dengan wakil penjual, tawar menawar secara kelompok. 8. Perwakilan (representative), yaitu kemampuan dalam menghadiri pertemuan-pertemuan dengan perusahaan lain, pertemuan perkumpulan bisnis, pidato untuk acara-acara kemasyarakatan, pendekatan kemasyarakatan, mempromosikan tujuan umum perusahaan.
2.2 Penelitian Terdahulu Penilitian ini adalah merupakan replikasi dari penelitian-penelitian terdahulu yaitu penelitian Mbon (2014), penelitian Andriany (2011) dan penelitian Sembiring (2008). Adapun ringkasan dari penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut :
Table 2.1 Penelitian Terdahulu No.
1.
Nama dan Tahun Penelitian Mbon (2014)
Judul Penelitian Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran, Kejelasan Sasaran Anggaran, dan Akuntabilitas Publik
Metode Penelitian Persamaan
Perbedaan
Menggunaka n variable independen yaitu Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran, Kejelasaan
Mengguna kan variable dependen yaitu Kinerja Aparat.
Hasil Penelitian Partisipasi Penyusunan Anggaran, Kejelasan Sasaran Anggaran, dan Akuntabilitas Publik berpengaruh
33
No.
2.
3.
Nama dan Tahun Penelitian
Andriany (2011)
Sembiring (2008)
Judul Penelitian
Metode Penelitian Persamaan Perbedaan
Hasil Penelitian
Terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah
Sasaran Anggaran, dan Akuntabilitas Publik
positif terhadap kinerja aparat Pemerintah Daerah.
Pengaruh Partisipasi Anggaran Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Manajerial Pada Koperasi Karyawan Tirtanadi Medan.
Menggunaka n variable independen yaitu Pengaruh Partisipasi Anggaran.
Pengaruh Partisipasi Anggaran Dan Kejelasan Sasaran Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Motivasi Sebagai Variabel Intervening Pada Kawasan Industri Medan.
Menggunaka n variable independen yaitu Pengaruh Partisipasi Anggaran dan Kejelasan Sasaran Anggaran.
Menggunaka n variable dependen yaitu Kinerja Manajeial.
Sampel yang digunakan pada Pemerintah Daerah. Menggunak an variable independen yaitu Komitmen Organisasi. Sampel yang digunakan pada Koperasi Karyawan Tirtanadi Medan. Menggunak an variable dependen yaitu Kinerja Manajerial Dengan Motivasi Sebagai Variabel Intervening. Sampel yang digunakan pada Kawasan Industri Medan.
Secara Simultan Partisipasi Anggaran dan Komitmen Organisasi berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial Pada Koperasi Karyawan Tirtanadi Medan
Terdapat pengaruh yang signifikan antara Partisipasi Anggaran dan Kejelasan Sasaran Anggaran terhadap Kinerja Manajerial dan memiliki hubungan yang positif
34
2.3 Kerangka Konseptual Iskandar (2008:54), kerangka konseptual menjelaskan secara teoritis model konseptual variabel-variabel penelitian, tentang bagaimana pertautan teori-teori yang berhubungan dengan variable-variabel penelitian yang ingin diteliti, yaitu variabel independen dengan variabel dependen. Partisipasi
anggaran
menggambarkan
keterlibatan
manajer
pusat
pertanggungjawaban mulai dari tingkat bawah, menengah dan tingkat atas dalam proses penyusunan anggaran. Keterlibatan para manajer ini sangat penting dalam upaya memotivasi mereka guna mencapai tujuan perusahaan. Partisipasi merupakan
suatu proses dimana individu-individu terlibat
langsung didalamnya dan mempunyai pengaruh pada penyusunan anggaran. Partisipasi para manajer dalam proses penyusunan anggaran menciptakan terjadinya komunikasi yang baik, interaksi satu sama lain serta bekerja sama dalam team guna mencapai tujuan perusahaan. Sedangkan kinerja merupakan evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan lewat atasan langsung, teman, dirinya sendiri dan bawahan. Adanya sasaran anggaran yang jelas, maka akan mempermudah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tugas organisasi dalam rangka mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah
ditetapkan
sebelumnya.
Ketidakjelasan
sasaran
anggaran
akan
menyebabkan pelaksana anggaran menjadi bingung, tidak tenang, dan tidak
35
puas dalam bekerja. Hal ini menyebabkan kondisi lingkungan yang tidak pasti (Suhartono dan Mochammad, 2006:3). Akuntabilitas Publik merupakan elemen terpenting dan merupakan tantangan utama yang dihadapi para pegawai perusahaan. Akuntabilitas berada dalam ilmu sosial yang menyangkut berbagai cabang ilmu sosial lainnya, seperti ekonomi, administrasi, politik, perilaku, budaya dan juga sangat terkait dengan sikap dan semangat pertanggungjawaban seseorang. Menurut definisi, pengendalian (control) mengasumsikan bahwa telah ditetapkan suatu rencana tindakan atau standar untuk mengukur prestasi pelaksana. Untuk mencapai tujuan telah ditetapkan bagi perusahaan, pengendalian harus dikembangkan sehingga dapat diambil keputusan yang sesuai rencana.
36
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Partisipasi Penyusunan Anggaran (X1) H1 Kejelasan Sasaran Anggaran H2
(X2)
Akuntabilitas Publik (X3)
H2
Kinerja Manajerial
H3
PT. INALUM (Persero)
H4
(Y)
Pengendalian Akuntansi (X4)
H5
2.4 Hipotesis Hipotesis menurut Rochaety (2007:31) merupakan jawaban sementara atas masalah yang akan diteliti. Berdasarkan kerangka konseptual diatas dapat dibuat hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 37
H1 :
Partisipasi penyusunan anggaran secara parsial berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial pada PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero).
H2 :
Kejelasan sasaran anggaran secara parsial berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial pada PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero).
H3 :
Akuntabilitas publik secara parsial berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial pada PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero).
H4 :
Pengendalian akuntansi secara parsial berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial pada PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero).
H5 :
Partisipasi penyusunan anggaran, kejelasan sasaran anggaran, akuntabilitas publik, dan pengendalian akuntansi secara simultan berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial pada PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero).
38