BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pemahaman Teori Perpajakan
2.1.1 Pengertian Pajak Terdapat banyak pengertian pajak yang dikemukakan oleh para ahli. Pengertian pajak menurut para ahli memberikan definisi yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya definisi tersebut mempunyai tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga mudah dipahami. Pengertian pajak menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R. Dalam Zain (2008:11) menyatakan bahwa: “pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang diterapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.” Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. yang dikutip oleh Mardiasmo (2011:3) menyatakan bahwa: “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbale balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan jasa yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Menurut P.J.A Andriani dalam Waluyo (2011:2) pengertian pajak adalah sebagai berikut: “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”
11
12
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, adalah sebagai berikut; 1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. 2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintaha pusat maupun pemerintah daerah. 4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari
pemasukannya
masih
terdapat
surplus,
dipergunakan
untuk
membiayai public investment. 5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.
2.1.1.1 Fungsi Pajak Dari pengertian pajak yang telah dijelaskan oleh beberapa para ahli diatas, secara teoritis dan praktis dapat dilihat bahwa pajak memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan negara dan masyarakat. Menurut Waluyo (2008:6) terdapat dua fungsi pajak, yaitu: 1. Fungsi Penerimaan (Budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan
pengeluaran-pengeluaran
pemerintah.
Sebagai
contoh:
dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
13
2. Fungsi Mengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang social dan ekonomi. Sebagai contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah.
2.1.1.2 Jenis Pajak Menurut Mardiasmo (2011:50) pajak dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu menurut golongannya, sifatnya dan lembaga pemungutnya. 1. Menurut Golongannya a. Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan. b. Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai. 2. Menurut Sifatnya a. Pajak Subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.
14
b. Pajak Objektif yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 3. Menurut Lembaga Pemungutannya c. Pajak Pusat Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai. d. Pajak Daerah Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri dari: a. Pajak Provinsi Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaran Bermotor. b. Pajak Kabupaten/Kota Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.
15
2.1.1.3 Tata Cara Pemugutan Tata cara pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2014:4) terdiri dari: 1. Stelsel Pajak a. Stelsel Nyata (real stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak , yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui). b. Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan keadaan yang sesungguhnya. 2. Asas Pemungutan a. Asas Domisilis (asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal
16
dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri. b. Asas Sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. c. Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. 3. Sistem Pemungutan a. Official Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan yang member wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya: 1. Wewenang untuk menuntukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. 2. Wajib Pajak bersifat pasif. 3. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh pajak. b. Self Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
17
Cirri-cirinya: 1. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. 2. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung , memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. 3. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasai. c. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Cirinya adalah wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
2.1.1.4 Konsep Tarif Pajak Pemungutan pajak tidak terlepas dari keadilan. Keadilan dapat menciptakan keseimbangan social yang sangat penting untuk mensejahterakan masyarakat. Dalam penetapan tarif pun harus berdasarkan keadilan. Dimana perhitungan pajak yang terutang menggunakan tarif pajak (Waluyo, 2010). Pada praktiknya, dikenal beberapa jenis pengenaan tarif yaitu: 1. Tarif Proposional atau Sebanding Tarif proposional adalah tarif yang berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak terutang
18
proposional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak (Mardiasmo, 2011). Contoh: Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPn) sebesar 10% 2. Tarif Progresif Tarif progresif adalah suatu tarif yang persentasenya semakin besar bila jumlah yang harus dikenakan pajak semakin besar (Mardiasmo, 2011). Penggunakan tarif ini menyebabkan penerima penghasilan yang lebih tinggi dapat mendistribukan penghasilan kepada penerima penghasilannya kepada penerima penghasilan yang lebih rendah melalui pembayaran pajak. Contoh: Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri berdasarkan pasal 17 ayat (1) huruf a, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. 3. Tarif Degresif Tariff degresif adalah tariff yang besar persentasenya semakin kecil bila jumlah yang dikenakan pajak semakin besar (Mardiasmo, 2011). 4. Tarif Tetap Tarif tetap adalah tariff pajak yang besarnya tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap (Mardiasmo, 2011). Contoh: tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nominal berapapun.
19
2.1.2
Pajak Daerah
2.1.2.1 Pengertian Pajak Daerah Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahnun 2000 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Pajak Daerah adalah: “Iuran Wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.” Sedangkan pengertian Pajak Daerah menurut Prof. Dr. Raharjo Adisasmita (2009:72) dalam bukunya Pembiayaan Pembangunan Daerah, mengemukakan bahwa: “Pajak Daerah adalah kewajiban penduduk masyarakat menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada daerah disebabkan suatu keadaan, kejadian atau perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai suatu sanksi atau hukum.”
2.1.2.2 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 mengatur dengan jelas bahwa untuk dapat dipungut pada suatu daerah, setiap jenis pajak daerah harus ditetapkan dengan peraturan daerah. Peraturan daerah tentang suatu pajak tidak dapat berlaku surut dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum atau ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi.
20
2.1.2.3 Isi Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah Peraturan Daerah tersebut sekurang-kurangnya mengatur mengenai: a. Nama, objek, dan subjek pajak; b. Dasar pengenaan, tarif, dan cara perhitungan pajak; c. Wilayah pemungutan; d. Masa Pajak; e. Penetapan Pajak;
2.1.2.4 Sistem Pemungutan dan Pemungut Pajak Daerah Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 menetapkan sistem pemungutan pajak untuk setiap Pajak Daerah adalah: 1. Sistem Pemungutan Pajak Daerah Pemungutan Pajak Daerah saat ini menggunakan tiga sistem pemungutan pajak. Sebagaimana tertera dibawah ini: a. Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak; b. Ditetapkan oleh kepala daerah; c. Dipungut oleh pemungut pajak. 2. Pemungut Pajak Daerah Dimungkinkan kerjasama dengan pihak ketiga dalam proses pemungutan pajak, antara lain: a. Percetakan formulir perpajakan; b. Pengiriman surat-surat kepada Wajib Pajak; c. Penghimpunan data objek dan subjek pajak;
21
Untuk Wajib Pajak, sesuai dengan ketetapan kepala daerah maupun yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak: a. Diterbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) b. Surat Keputusan Pembetulan; c. Surat Keputusan Keberatan d. Putusan Banding sebagai dasar pemungutan dan penyetoran pajak.
2.1.2.5 Jenis-Jenis Pajak Daerah Jenis-jenis Pajak Daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tebagi menjadi dua yaitu pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Pembagi ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing jenis pajak daerah pada wilayah administrasi Provinsi atau Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut ditetapkan jenis-jenis pajak daerah yaitu terdiri dari: 1. Jenis Pajak Provinsi terdiri atas: a. Pajak Kendaraan Bermotor Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. Kendaraan Bermotor adalah semua kendraan beroda beserta gandengnya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energy tertentu menjadi tenaga gerak kendraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam
22
operasinya menggunakan roda dan motor tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air. b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor. d. Pajak Air Permukaan Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. Air Permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di darat. e. Pajak Rokok Pajak rook adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah.
23
2. Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas: a. Pajak Hotel Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel adalah fasilitas penyelia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubug pariwisata, wisma pariwisata, persinggahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumas kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). b. Pajak Restoran Pajak restoran adalah pajak atau pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/catering. c. Pajak Hiburan Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran. d. Pajak Reklame Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum
24
terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum. e. Pajak Penerangan Jalan Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. g. Pajak Parkir Pajak Parkir adalah pajak atas atau penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. h. Pajak Air Tanah Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. i. Pajak Sarang Burung Walet Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung wallet.
25
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Pertokoan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Pertokoan adalah pajak atas bumi
dan/atau
bangunan
yang
dimiliki,
dikuasai,
dan/atau
dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atau perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.
2.1.3
Pajak Kendaraan Bermotor
2.1.3.1
Dasar Hukum Pajak Kendaraan Bermotor Pajak kendaraan bermotor menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah adalah “Pajak Kendaran Bermotor adalah Pajak atas Kepemilikan dan/atau penguasaan kendraan Bermotor”, sedangkan kendaraan bermotor adalah: “Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energy tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat besar yang dalamoperasinta menggunakan roda dan motor yang tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air”.
26
2.1.3.2 Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor adalah nilai jual kendaraan bermotor dan bobot yang mencerminkan kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor tersebut. Nilai jual kendaraan bermotor sesuai dengan harga pasar kendaraan bermotor, jenis kendaraan bermotor, merk kendaraan bermotor, tahun pembuatan kendaraan bermotor, berat total kendaraan bermotor, serta dokumen impor jenis kendaraan tertentu. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 5 Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor adalah hasil perkalian dari dua unsur pokok: a. Nilai Jual Objek Pajak, dan b. Bobot yang menerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor. Bobot kendaraan bermortor mencerminkan kadar kerusakan jalan dan pencemaran lingkungan di dasarkan pada tekanan gandar kendaraan, jenis bahan bakar kendaraan bermotor, dan jenis-jenis penggunaan, tahun pembuatan, serta cirri-ciri kendaraan bermotor. Khusus kendaraan bermotor yang digunakan diluar jalan umum, termasuk alat-alat besar serta kendaraan di air, dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor adalah
Nilai Jual Kendaraan Bermotor. Nilai Jual Kendaraan Bermotor
ditentukan berdasarkan Harga Pasaran Umum Atas Suatu Kendaraan Bermotor. Harga Pasaran Umum sebagaimana dimaksud adalah harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai sumber data akurat.
27
Berdasarkan Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 Pasal 7 ayat (1) tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) ditetapkan sebagai beikut: 1. Tarif PKB pribadi ditetapkan sebagai berikut: a. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama sebesar 1,75% (satu koma tujuh puluh lima persen) b. Untuk kepemilikan kedua roda empat (empat) kedua dan seterusnya didasarkan atas nama dan alamat yang sama sesuai dengan tanda pengenal diri , ditetapkan secara progresif sebagai berikut: 1. PKB kepemilikan kedua, sebesar 2,25% 2. PKB kepemilikan ketiga, sebesar 2,75% 3. PKB kepemilikan keempat, sebesar 3,25%; dan 4. PKB kepemilikan kelima dan seterusnya, sebesar 3,75% c. Untuk kepemilikan kendaraan bermotor roda dua atau roda tiga, kedua dan seterusnya, didasarkan atas namadan alamat yang sama sesuai dengan tanda pengenal diri, ditetaapkan secara progresif sebagai berikut: 1. PKB kepemilikan kedua, sebesar 2,25% 2. PKB kepemilikan ketiga, sebesar 2,75% 3. PKB kepemilikan keempat, sebesar 3,25%; dan 4. PKB kepemilikan kelima dan seterusnya, sebesar 3,75% 2. Penerapan tarif Pajak Kendaraan Bermotor Progresif tidak berlaku bagi Kendaraan Bukan Umum yang dimiliki oleh Badan, Pemerinta/Pemerintah Daerah/TNI/Polri dan kendaraan umum.
28
3. Tarif Pajak Kendaraan angkutan umum ditetapkan sebesar 1% (satu persen). 4. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor ambulance, pemadam kebakaraan, social keagamaan, lembaga social dan keagamaan ditetapkan sebesar 0,5% (nol koma lima persen). 5. Tarif
Pajak
Kendaraan
Bermotor
Pemerintah/Peemerintah
Daerah/TNI/Polri ditetapkan sebesar 0,5% (nol koma lima persen). 6. Tarif Pajak Kendaraan Bemotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan sebesar 0,2% (nol, dua persen). Tata cara pelaksanaan pengenaan pajak progresif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
2.1.3.3 Objek Pajak Kendaraan Bermotor Objek
Pajak
Kendaraan
Bermotor
adalah
kepemilikan
dan/atau
penguasaan Kendaraan Bermotor. Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alatalat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen.
29
2.1.3.4 Subjek Pajak Kendaraan Bermotor Subjek Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi, Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri yang memiliki dan/atau menguasai Kendaraan Bermotor. Sementara itu wajib Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi, Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polro yang memiliki dan/atau menguasai Kendaraan Bermotor dan/atau Kendaraan khusus atau alat-alat berat dan besar. Yang bertanggungjawab terhadap pembayaran pajak kendaraan bermotor adalah: 1. Orang yang bersangkutan, yaitu sebagai pemilik sesuai dengan hak kepemilikkannya. 2. Orang atau badan yang memperoleh kuasa dari pemilik kendaraan bermotor. 3. Ahli waris yaitu orang atau badan yang ditunjuk dengan surat wasiat atau yang ditetapkan sebagai ahli waris berdasarkan kesepakatan dan atas putusan pengadilan.
2.1.3.5 Wajib Pajak Kendaraan Bermotor Wajib pajak baik perorangan atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor yang jumlah pajaknya sebagian atau seluruhnya belum dilunasi oleh pemilik lama, maka pihak yang menerima penyerahan tersebut juga bertanggung jawab terhadap pelunasan pajaknya.
30
2.1.3.6 Masa Pajak Kendaraan Bermotor Masa pajak adalah 12 (dua belas) bulan berturut-turut yang merupakan tahun pajak terhitung sejak tanggal pendaftaran. Pajak kendaraan bermotor yang karena satu hal dan hal lain masa pajaknya tidak sampai 12 (dua belas) bulan, maka dapat dilakukan restitusi: a. Terhadap kendaraan bermotor mutasi keluar daerah dalam Provinsi Jawa Barat dilakukan kompensasi. b. Terhadap kendaraan bermotor mutasi keluar daerah diluar Provinsi Jawa Barat dilakukan restitusi. c. Bagian bulan yang melebihi 14 (empat belas) hari dihitung satu bulan penuh.
2.1.3.7 Cara Perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor Besaran pokok PKB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan PKB adalah sesuai dengan rumus berikut: = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak Pajak Terutang = Tarif Pajak x (NJKBxBobot) Berdasarkan
contoh
perhitungan
dasar
pengenaan
pajak
yang
dikemukakan diatas dapat dihitung besarnya pajak terutang yaitu: Untuk mobil Mercedes Bens C180 automatic tahun pembuatan 2000 besarnya PKB yang terutang adalah 1,75%xRp. 290.000.000 = Rp. 5.075.000
31
2.1.4
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)
2.1.4.1 Pengertian BBNKB Siahaan (2009:209) mengemukakan bahwa Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas peyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua belah pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan bermotor sebagai akibat perjanjian dua belah pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi, karena jual beli, tukar meukar, hibah, warisan atau pemasukan ke dalam badan usaha. Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan disemua jenis jalan darat, dan digerakan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen. 2.1.4.2 Dasar Hukum Pemungutan BBNKB Dalam masa transisi pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dewasa ini, pemungutan BBNKB di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas ,dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar hukum pemungutan BBNKB pada suatu Provinsi adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
32
2. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. 4. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
2.1.4.3 Objek Pajak BBNKB Objek pajak BBNKB adalah penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor. Penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor merupakan penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar-menukar, hibah, warisan, atau pemasukan kedalam badan usaha. Penguasaan kendaraan bermotor melebihi dua belas bulan dapat dianggap sebagai penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor. Termasuk dalam pengertian kendaraan bermotor adalah pemasukan kendaraan bermotor dari luar negeri untuk dipakai secara tetap di Indonesia, kecuali dalam keadaan dibawah ini: a. Penyerahan kendaraan beremotor untuk dipakai sendiri oleh orang pribadi yang bersangkutan. b. Penyerahan kendaraan bermotor untuk diperdagangkan. c. Penyerahan kendaraan bermotor untuk dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia. Pengecualian ini tidak dikeluarkan kembali dari wilayah pabean Indonesia.
33
d. Penyerahan kendaraan bermotor digunakan untuk pameran, penelitian, contoh, dan kegiatan olahraga bertaraf internasional.
2.1.4.4 Subjek Pajak dan Wajib Pajak BBNKB Pada BBNKB subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor. Sedangkan wajib pajak BBNKB adalah orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor. Jika wajib pajak berupa badan, maka kewaiban pajaknya diwakili oleh pengurus atau kuasa badan tersebut. Dengan demikian, pada BBNKB subjek pajak sama dengan wajib pajak yaitu orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor.
2.1.4.5 Dasar Pengenaan BBNKB Dasar penerimaan pajak BBNKB adalah nilai jual kendaraan bermotor (NJKB), yang juga digunakan dalam ketentuan Pajak Kendaraan Bermotor. NJKB sebagaimana dimaksudkan di sini adalah Nilai Jual Kendaraan Bermotor yang tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Tabel Perhitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. NJKB ditetapkan dengan keputusan gubernur berdasarkan tabel yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
34
2.1.4.6 Tarif BBNKB Tarif BBNKB ditentukan berdasarkan tingkat penyerahan objek pajak yang terjadi dan jenis kendaraan bermotor yang diserahkan. Tingkat penyerahan kendaraan bermotor meliputi penyerahan pertama (yang kendaraan baru) serta penyerahan kedua dan selanjutnya (yang berarti penyerahan atas kendaraan bekas). Besaran tarif BBNKB ditetapkan dengan peraturan daerah. Peraturan daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Pasal 24, besaran tarif BBNKB masing-masing sebagai berikut: 1. Penyerahan pertama untuk Kendaraan Bermotor: a. Orang Pribadi 10% b. Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri 10% c. Kendaraan Bermotor angkutan umum d. Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar 0,75% 2. Tarif BBNKB atas penyerahan kedua dan selanjutnya ditetapkan sebesar: a. Kendaraan Bermotor orang pribadi 1% b. Badan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI dan Polri 1% c. Kendaraan Bermotor angkutan umum 1% d. Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar 0,075%
2.1.4.7 Cara Perhitungan BBNKB Besaran pokok BBNKB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan BBNKB adalah sesuai dengan rumus berikut:
35
= Tarif Pajak X Dasar Pengenaan Pajak Pajak Terutang = Tarif Pajak X Nilai Jual Kendaraan Bermotor
2.2
Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian
Judul
Harist Agung
Santika Widyadhani
Fina Ekawati
2010
2011
2013
Penerapan
Pajak Analisis
Progresif
Terhadap Kebijakan
Wajib Pajak Kendaraan Kendaraan
Formulasi Evaluasi
Sistem
Pajak Pengendalian Bermotor Manajemen
Bermotor Berdasarkan Progresif di Provinsi Pemungutan
Pajak
Peraturan daerah No.9 DKI Jakarta
Kendaraan
Tahun 2010 Tentang
Bermotor
Pajak Daerah
Pendapatan Daerah
Dinas
Sulawesi Utara Tujuan
Untuk
mengetahui 1. Untuk mengetahui Untuk
dampak dari Penerapan proses Pajak
Progresif kebijakan
formulasi apakah
mengetahui penerapan
PKB sistem pengendalian
Terhadap Wajib Pajak Progresif Provinsi DKI manajemen
pada
Kendaraan Bermotor di Jakarta
pajak
Kantor Malang
Samsat
pemungutan
Kota 2. Untuk mengetahui kendaraan bermotor persiapan
yang telah
efektif
dan
36
dilakukan pemerintah efisien DKI
Jakarta
sehubungan
dengan
penerapan
pajak
kendaraan Hasil
Penerapan
pajak 1.
Penelitian
progresif
untuk kebijakan
kendaraan
Proses
formulasi Sistem pengendalian pajak manajemen
bermotor kendaraan
bermotor pemungutan
pajak
menimbulkan
dampak progresif di provinsi kendaraan bermotor
positif
negatif. DKI Jakarta melewati yang
dan
Dampak yaitu
diterapkan
positifnya beberapa tahap yaitu sudah efektif dan berkurangnya tahap
jumlah
perencanaan, efisien hal ini dapat
kendaraan penyusunan,
dilihat
dandampak negatifnya pembahasan, evaluasi adanya adalah
dengan visi
masyarakat dan persetujuan oleh misi,
melakukan
Kementrian
penyelundupan hukum.
Negeri dan Kementrian organisasi, Keuangan
program-
Dalam program,
struktur
penetapan penyusunan
pengesahan pengundangan penyebarluasan. 2.
dan
Persiapan
serta anggaran,
dan
dan laporan pertanggungjawaban yang yang baik dan jelas
dilakukan sehubungan serta
hasil
37
dengan
penerapan pemungutan
pajak
kendaraan yang
bermotor antara
melampaui
progresif target. lain
adalah
perbaikan
sistem,
sosialisasi
dan
pembuatan Gubernur
peraturan tentang
pelaksanaan pemungutan
pajak
kendaraan bermotor.
2.3
PKB
Kerangka Pemikiran Akibat penerapan tarif progresif pajak kendaraan bermotor (PKB) yang
harus dibayar oleh wajib pajak semakin besar. Pada kenyataannya banyak wajib pajak yang telah menjual kendaraannya dan hanya memiliki satu kendaraan saja tetapi tetap terkena tarif pajak progresif. Hal ini dapat terjadi terhadap wajib pajak pasif, lain halnya dengan wajib pajak aktif tidak akan terkena tarif pajak progresif dengan cara wajib pajak yang aktif tersebut membuat laporan dan memberi pernyataan kepada pihak Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan/Samsat yang menyatakan bahwa kendaraan yang dimilikinya tersebut telah dijual. Sehingga petugas CPDP/Samsat melakukan pemblokiran terhadap nomor polisi kendaraan yang bersangkutan untuk kendaraan yang telah dijual agar tidak terkena tarif pajak
38
progresif. Hal ini membuat pembeli kendaraan harus melakukan balik nama terhadap kendaraan bekas yang telah dibeli oleh penjual. Akibat penerapan pajak progresif maka penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) akan meningkat, peningkatan BBNKB dapat terjadi di daerah asal kendaraan itu atau di luar daerah asal kendaraan itu dijual. Maka peneliti ingin meneliti Perbedaan Sebelum dan Setelah Diterapkan Pajak Progresif Kendaraan Bermotor Terhadap Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Bekas Di Cabang Pelayanan Dinas Pendapatan Provinsi Wilayah Kota Bandung II.
39
Penerapan tarif Pajak Progresif Kendaraan Bermotor
Wajib Pajak Aktif
Wajib Pajak Pasif
Wajib Pajak membuat laporan dan memberikan pernyataan bahwa kendaraan telah dijual
Wajib pajak dikenakan tarif progresif Pajak Kendaraan Bermotor
Petugas Samsat melakukan pemblokiran nomor polisi Pembeli kendaraan bekas wajib melakukan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Penerimaan BBNKB Bekas semakin meningkat
Di daerah Asal
Di luar daerah Asal
Penerapan tarif Progresif PKB terhadap Penerimaan BBNKB di CPDP Provinsi Wilayah Kota Bandung II
Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan BBNKB di CPDP Provinsi Wilayah Kota Bnadung II
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
40
2.4
Hipotesis Penelitian Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan ada atau tidaknya pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen, dimana hipotesis nol (H0) yaitu suatu hipotesisi tentang tidak adanya hubungan umumnya diformulasikan untuk ditolak. Sedangkan, hipotesis alternatif (Ha) merupakan hipotesis yang diajukan penelitian ini, masingmasing hipotesis tersebut dijabarkan sebagai berikut: H0 : Pajak Progresif Kendaraan Bermotor tidak berpengaruh signifikan terhadap Penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor II. Ha : Pajak Progresif Kendaraan Bermotor berpengaruh signifikan terhadap Penerimaan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor II.