BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pajak 2.1.1 Definisi Pajak Beberapa ahli memberikan pengertian yang berbeda-beda mengenai pajak itu sendiri. Perbedaan tersebut didasari oleh perbedaan sudut pandang dari masingmasing individu. Menurut Rochmat Soemitro (dalam Sari, 2013:34), menjelaskan bahwa: “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.” Kemudian definisi pajak menurut P.J.A Adriani (dalam Sari,2013:34), menjelaskan bahwa: “Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturanperaturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk
6
7
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”. Sedangkan pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 adalah: “Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pajak merupakan iuran yang dipaksakan oleh penguasa (pemerintah) kepada Wajib Pajak (yang telah ditentukan undang-undang), yang digunakan untuk membiayai keperluan perbelanjaan pemerintah. 2.1.2 Jenis Pajak Menurut Mardiasmo (2011:5) pajak dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu menurut golongannya, sifatnya dan lembaga pemungutnya. a. Menurut Golongannya 1. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan.
8
2. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.Contoh: Pajak Pertambahan Nilai. b. Menurut Sifatnya 1. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan. 2. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. c. Menurut Lembaga Pemungutnya 1. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea Materai. 2. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas: a) Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. b) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.
9
2.1.3 Fungsi Pajak Dalam bukunya yang berjudul Konsep Dasar Perpajakan, Diana Sari memberikan penjelasan bahwa fungsi pajak mempunyai dua fungsi utama yaitu fungsi penerimaan (budgeter) dan fungsi mengatur (reguler). a. Fungsi penerimaan (budgeter) memberikan pengertian bahwa pajak sebagai alat (sumber) untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya dalam kas negara dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran negara yaitu pengeluaran rutin dan pembangunan. b. Fungsi mengatur (reguler) yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di bidang keuangan misalnya mengadakan perubahan tarif, memberikan pengecualian-pengecualian, keringanan-keringanan yang khusus ditujukan kepada masalah tertentu.
Selain dua fungsi utama tersebut, terdapat fungsi lainnya, yaitu: a. Fungsi stabilitas Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. b. Fungsi redistribusi pendapatan Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan.
10
c. Fungsi demokrasi Pajak yang sudah dipungut oleh negara merupakan wujud sistem gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak.
2.1.4 Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga sistem (Mardiasmo, 2011: 7), yaitu sebagai berikut: a. Official Assessment System, adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. b. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang
sepenuhnya
kepada
Wajib
Pajak
untuk
menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. c. Withholding System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
11
2.1.5 Cara Pemungutan Pajak Waluyo (2011:16) menjelaskan bahwa cara pemugutan pajak didasari oleh tiga stelsel, yaitu: a. Stelsel Nyata (Riil Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, setelah penghasilan yang sesungguhnya dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini lebih realistis. Kelemahannya pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui). b. Stelsel Anggapan (Fictif Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undangundang, sebagai contoh: penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak didasarkan pada keadaan yang sebenarnya. c. Stelsel Campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang
12
sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus melunasi kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil maka kelebihannya dapat diminta kembali.
2.1.6 Penggolongan Jenis Pajak Menurut Siti Kurnia (2010:50) terdapat perbedaan atau penggolongan serta jenis-jenis pajak. Pembedaan atau pengolongan tersebut didasarkan pada suatu kriteria yaitu : a. Siapa yang membayar pajak b. Siapa yang pada akhirnya memikul beban pajak c. Apakah beban pajak dapat dilimpahkan/dialihkan kepada pihak lain d. Siapa yang memungut pajak e. Sifat-sifat yang melekat pada pajak yang bersangkutan f. Pajak dikenakan atas apa
2.1.7 Definisi Wajib Pajak Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa: “Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
13
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.”
2.2
Pemeriksaan Pajak
2.2.1. Pengertian Pemeriksaan Pajak Pengertian pemeriksaan menurut Pasal 1 ayat (25) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai berikut : “Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”. Pemeriksaan menurut KMK-545/KMK.04/2000, SE-03/PJ.7/2010, SE-06/PJ.7/2005, KEP-142/PJ./2005 adalah sebagai berikut : “ Serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
14
2.2.2 Sasaran Pemeriksaan Yang menjadi sasaran pemeriksaan maupun penyidikan adalah untuk mencari adanya: 1. Interpretasi undang-undang yang tidak benar. 2. Kesalahan hitung. 3. Penggelapan secara khusus dari penghasilan. 4. Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya, yang dilakukan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. 2.2.3. Tujuan Pemeriksaan Menurut Aristanti (2011:294) tujuan dilakukannya pemeriksaan wajib pajak dapat dikarenakan berbagai macam, yaitu : 1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan : a.
Surat Pemberitahuan Tahunan lebih bayar.
b.
Surat Pemberitahuan Tahunan rugi.
c.
Surat Pemberitahuan Tahunan tidak atau terlambat disampaikan.
d.
Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria yang ditentukkan oleh Dirjen Pajak untuk diperiksa.
e.
Ada indikasi tidak dipenuhi kewajiban perpajakan selain kewajiban pada huruf b.
2. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
15
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka: a. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan; b. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; c. Pengukuhan atau pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; d. Wajib Pajak mengajukan keberatan; e. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Perhitungan Penghasilan Neto; f. Pencocokkan data dan/atau alat keterangan; g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil; h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak; i. Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk tujuan lain selain huruf a sampai dengan huruf h.
2.2.4
Jenis Pemeriksaan Pajak Menurut Nur Hidayat (2013:34) apabila dikelompokan sesuai jenisnya maka
pemeriksaan pajak dapat dilaksanakan berdasarkan jenis pemeriksaan seperti berikut : 1. Pemeriksaan Rutin Pemeriksaan rutin adalah pemeriksaan yang bersifat rutin yang dilakukan terhadap wajib pajak yang berhubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya.
16
2. Pemeriksaan Kriteria Seleksi Pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib pajak badan atau wajib pajak orang pribadi yang terpilih berdasarkan skor risiko tingkat kepatuhan secara komputerisasi. 3. Pemeriksaan Khusus Pemeriksaan yang secara khusus dilakukan terhadap wajib pajak sehubungan dengan adanya data, informasi, laporan, atau pengaduan yang berkaitan dengan wajib pajak tersebut, atau untuk memperoleh data atau informasi untuk tujuan tertentu lainnya. 4. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi Pemeriksaan yang dilakukan terhadap cabang, perwakilan, pabrik dan atau tempat usaha pada umumnya berbeda lokasinya dengan wajib pajak domisili. 5. Pemeriksaan Tahun Berjalan Pemeriksaan yang dilakukan dalam tahun berjalan terhadap wajib pajak untuk jenis-jenis tertentu atau untuk seluruh jenis pajak dapat dilakukan terhadap wajib pajak domisili atau wajib pajak lokasi. 6. Pemeriksaan Bukti Permulaan Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. 7. Pemeriksaan Terintegrasi
Pemeriksaan yang dilakukan secara terkoordinasi dari dua atau lebih unit
17
atau lebih unit pelaksana pemeriksaan pajak terhadap beberapa wajib pajak yang memiliki hubungan kepemilikan, penguasaan, pengelolaan usaha, dan atau hubungan secara financial. 8. Pemeriksaan untuk Tujuan Penagihan Pajak Pemeriksaan
untuk
tujuan
penagihan
(delinquenct
audit)
adalah
pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan data mengenai harta wajib pajak atau penanggung pajak yang dapat merupakan objeksitas, sehubungan dengan adanya tunggakan pajak yang penagihannya akan dilakukan sesuai dengan undang-undang penagihan dengan surat paksa (Undang-undang No. 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 19 Tahun 2000). 9. Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang Pindah Tempat Usahanya a.
Menguji kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi semua kewajiban perpajakannya selama terdaftar di kantor pelayanan pajak yang lama.
b.
Wajib pajak pindah tempat terdaftarnya karena berubah status atau pindah alamat.
c.
Wajib pajak badan atau wajib pajak orang pribadi yang menjalakan usaha atau melakukan pekerjaan bebas, dalam tahun atau tahuntahun pajak yang belum pernah diperiksa.
d. Wajib pajak BUT atau wajib pajak luar negeri yang terdapat indikasi akan bubar atau meninggalkan Indonesia.
18
10. Pemeriksaan Ulang a. Terdapat indikasi bahwa wajib pajak sedang/telah melakukan tindak pidana perpajakan. b.Terdapat
data
baru
semula
belum
terungkap
yang
dapat
mengakibatkan penambahan jumlah pajak terutang. c. Sebab-sebab lain berdasarkan instruksi Direktur Jenderal Pajak. 11.
Pemeriksaan
Pajak
dan
Pengambilan
Pendahuluan
Kelebihan
Pembayaran Pajak Pemeriksaan pajak dapat dilakukan terhadap wajib pajak yang termasuk dalam kelompok wajib pajak dengan kriteria tertentu yang diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.
2.2.5 Wewenang Pemeriksaan Pajak Menurut ketentuan KMK NOMOR 545/KMK.04/2000) dalam buku Aristanti (2011:296) pemeriksaan pajak tidak boleh sembarangan dalam melakukan pemeriksaan, berikut terdapat beberapa wewenang dalam hal pemeriksaan pajak : 1. Dalam hal Pemeriksaan Lapangan a. Memeriksa dan atau meminjam buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen pendukung lainnya termasuk keluaran atau media komputer perangkat elektronik pengolahan data lainnya.
19
b. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak yang diperiksa. c. Memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat penyimpanan dokumen, uang, barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan usaha wajib pajak dan/atau tempat-tempat lain yang dianggap penting serta melakukan pemeriksaan di tempat-tempat tersebut. d. Melakukan penyegelan tempat atau ruangan tersebut pada huruf c, apabila wajib pajak atau wakil atau kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan dimaksud, atau tidak ada di tempat pada saat pemeriksaan dilakukan. e. Meminta keterangan dan atau data yang diperlakukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa. 2. Dalam hal Pemeriksaan Kantor a. Memeriksa dan atau meminjam buku-buku dan catatan-catatan wajib pajak. b. Meminta keterangan lisan dan atau tertulis dari wajib pajak yang diperiksa. c. Meminta keterangan dan atau bukti-bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa.
20
2.2.6
Jangka Waktu Penyelesaian Pemeriksaan Jangka waktu pelaksanaan pemeriksaan menurut Waluyo (2013:69)
ditetapkan sebagai berikut : 1. Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tanggal wajib pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan 2. Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pmeriksaan. 3. Apabila dalam Pemeriksaan Lapangan ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer princing dan/atau transaksi khusus lain. 4. Dalam hal pemeriksaan dilakukan berdasarkan kriteria pemeriksaan pajak. Dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada butir 1, 2, dan 3 di atas, harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
21
2.2.7
Norma Pemeriksaan Pajak Pemeriksaan dilakukan dengan berpedoman pada Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak, Pemeriksaan, dan Wajib Pajak.
1. Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak. a. Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak dalam Rangka Pemeriksaan lapangan adalah sebagai berikut: 1) Pemeriksa Pajak harus memiliki Tanda Pengenal Pemeriksa dan dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan pada waktu melakukan pemeriksaan; 2) Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan secara tertulis tentang akan dilakukan pemeriksaan kepada Wajib Pajak; 3) Pemeriksa Pajak wajib memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan kepada Wajib pajak; 4) Pemeriksa Pajak wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang akan diperiksa; 5) Pemeriksa Pajak wajib membuat Laporan Pemeriksaan Pajak; 6) Pemeriksa pajak wajib memberitahu secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi Wajib Pajak; 7) Pemeriksa Pajak wajib memberi petunjuk kepada Wajib Pajak mengenai penyelenggaraan pembukuan atau pencantatan dan petunjuk
22
lainnya mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan
pemeriksaan
penyelenggaraan
yang
pembukuan
dilakukan atau
dengan
pencatatan
dan
tujuan
agar
pemenuhan
kewajiban perpajakan dalam tahun-tahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 8) Pemeriksa Pajak wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari WP paling lambat 14 hari sejak selesainya pemeriksaan; 9) Pemeriksa Pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan. b. Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Pemeriksa Pajak dalam rangka Pemeriksaan kantor: 1) Pemeriksa Pajak, dengan menggunakan surat panggilan yang ditandatangani oleh Kepala Kantor yang bersangkutan, memanggil Wajib Pajak untuk datang ke Dirjen Pajak yang ditunjuk dalam rangka pemeriksaan; 2) Pemeriksa Pajak wajib menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan kepada Wajib pajak yang akan diperiksa; 3) Pemeriksa Pajak wajib membuat Laporan pemeriksaan Pajak;
23
4) Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan; 5) Pemeriksa Pajak wajib memberi petunjuk kepada Wajib Pajak mengenai penyelenggaraan pembukuan atau pencatatan dan petunjuk lainnya mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan
pemeriksaan
penyelenggaraan
yang
pembukuan
dilakukan atau
dengan
pencatatan
dan
tujuan
agar
pemenuhan
kewajiban perpajakan dalam tahun-tahun selanjutnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 6) Pemeriksa Pajak wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen pendukung lainnya yang dipinjam dari WP paling lambat 7 hari sejak selesainya pemeriksaan; 7) Pemeriksa Pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka pemeriksaan. 2. Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan adalah sebagai berikut: a. Pemeriksaan dapat dilakukan oleh seorang atau lebih Pemeriksa Pajak; b. Pemeriksaan dilaksanakan di kantor Direktorat jenderal Pajak, di kantor Wajib Pajak atau di kantor lainnya atau di pabrik atau di tempat usaha atau
24
di tempat pekerjaan bebas atau di tempat tinggal atau di tempat lain yang ditentukan oleh Dirjen Pajak; c. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila dipandang perlu dapat dilanjutkan di luar jam kerja; d. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan; e. Laporan
Pemeriksaan
pajak
disusun
berdasarkan
Kertas
Kerja
pemeriksaan; f. Hasil Pemeriksaan Lapangan yang seluruhnya disetujui Wajib Pajak atau kuasanya, dibuatkan surat pernyataan tentang persetujuan tersebut dan ditandatangani oleh Wajib Pajak yang bersangkutan atau kuasanya; g. Terhadap temuan sebagai hasil Pemeriksaan lengkap yang tidak atau tidak seluruhnya disetujui oleh Wajib Pajak, dilakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan dibuatkan Berita Acara hasil Pemeriksaan; h. Berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak, diterbitkan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak, kecuali pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan penyidikan. 3. Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Wajib pajak adalah sebagai berikut: a. Dalam hal Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak berhak meminta kepada Pemeriksa untuk memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan tanda Pengenal pemeriksa;
25
b. Wajib pajak berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan; c. Dalam hal Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan; d. Wajib Pajak wajib memenuhi permintaan peminjaman buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk kelancaran pemeriksaan dan memberikan keterangan dalam jangka waktu paling lama 7 hari sejak tanggal surat permintaan, dan apabila permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak, maka pajak yang terutang dapat dihitung secara jabatan; e. WP berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak rincian yang berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan SPT; f. Wajib Pajak atau kuasanya wajib menandatangani surat pernyataan persetujuan apabila seluruh hasil pemeriksaan disetujui; g. Dalam hal Pemeriksaan Lengkap, Wajib Pajak atau kuasanya wajib menandatangani
Berita
Acara
Hasil
Pemeriksaan
apabila
hasil
pemeriksaan tersebut tidak atau tidak seluruhnya disetujui; h. Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan, Wajib Pajak wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
26
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No.16 Tahun 2000.
2.2.8 Pedoman Pemeriksaan Pajak Pedoman pemeriksaan pajak menurut Diana Sari (2013:235) meliputi: 1. Pedoman Umum adalah sebagai berikut: a. Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang 1) Telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak; 2) Bekerja dengan jujur, bertanggungjawab, penuh pengabdian, bersifat terbuka, sopan, dan objektif, serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela; 3) Menggunakan keahliannya secara cermat dan seksama serta memberikan gambaran yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tentang Wajib Pajak. b. Temuan
hasil
pemeriksaan
dituangkan
dalam
kertas
Kerja
Pemeriksaan sebagai bahan untuk menyusun Laporan Pemeriksaan Pajak.
27
2. Pedoman pelaksanaan Pemeriksaan adalah sebagai berikut a. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan dengan pengawasan yang seksama; b. Luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh, yang harus dikembangkan dengan bukti yang kuat dan berkaitan melalui pencocokan data, pengamatan, Tanya jawab, dan tindakan lain berkenaan dengan pemeriksaan. Lalu menyusun program pemeriksaan yaitu memuat prosedur dan tehnik pemeriksaan yang akan dilakukan. Prosedur dan tehnik pemeriksaan di sini terbatas pada hal-hal yang ada kaitannya dengan identifikasi masalah yang telah ditentukan, sehingga isi program pemeriksaan diharapkan tidak terlalu panjang. Program pemeriksaan tidak perlu dilakukan seperti di Kantor Akuntan Publik yang biasanya dibuat lengkap. Program pemeriksaan pajak cukup memuat prosedur dan tehnik pemeriksaan untuk tiap-tiap masalah yang akan diperiksa saja. Walaupun prosedur dan tehnik pemeriksaan yang dicantumkan dalam program pemeriksaan sangat terbatas, seorang pemeriksa pajak harus menguasai prosedur dan tehnik pemeriksaan yang lengkap, baik dengan metode langsung maupun metode tidak langsung.
28
c. Pendapat dan kesimpulan Pemeriksa Pajak harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan, dan berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 3. Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak adalah sebagai berikut: a. Laporan Pemeriksaan Pajak disusun secara rinci, ringkas, jelas, memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, memuat kesimpulan Pemeriksaan Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan, dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait. b. Laporan Pemeriksaan Pajak yang berkaitan dengan pengungkapan penyimpangan Surat Pemberitahuan harus memperhatikan Kertas Kerja Pemeriksaan antara lain mengenai: 1) Berbagai faktor perbandingan; 2) Nilai absolut dari penyimpangan; 3) Sifat dari penyimpangan; 4) Petunjuk atau temuan adanya penyimpangan; 5) Pengaruh penyimpangan; 6) Hubungan dengan permasalahan lainnya. c. Laporan Pemeriksaan Pajak harus didukung oleh daftar yang lengkap dan rinci sesuai dengan tujuan pemeriksaan.
29
2.2.9
Langkah-langkah Pemeriksaan Pajak
Menurut Erly Suandy (2011) langkah-langkah pemeriksaan adalah sebagai berikut :
1.
Program dan Norma Pemeriksaan Pajak
2.
Teknik Pemeriksaan:
1. Menelusuri data 2. Mencari data 3. Mengumpulkan data 4. Mengolah data
3.
Prosedur Pemeriksaan:
1. Mengevaluasi 2. Menganalisis angka-angka 3. Menguji keterkaitan 4. Memanfaatkan berbagai data dan informasi dari pihak ketiga (pihakpihak terkait) 5. Menguji kebenaran fisik 6. Menjumlahkan kembali angka-angka ke bawah dan ke samping 7. Mengadakan inspeksi 8. Melakukan verifikasi 9. Menguji kebenaran serta keabsahan dan keaslian dokumen 10. Mengadakan konfirmasi dengan pihakpihak terkait 11. Melakukan wawancara dengan Wajib Pajak
30
4.
Metode Pemeriksaan:
- Langsung: Menguji kebenaran angka-angka SPT melalui penelusuran laporan keuangan, neraca, buku besar/pembantu, buku harian, dokumen pendukung. - Tidak Langsung: Menganalisis: 1. Laporan keuangan tahun berjalan dan tahun sebelumnya 2. Transaksi tunai 3. Transaksi bank 4. Sumber-sumber serta penggunaan dana 5. Kekayaan bersih 6. Satuan volume penjualan dalam laporan penjualan 7. Arus produksi pada tahun yang diperiksa 8. Laba kotor tahun yang diperiksa 9. Penyusutan asset 10. Biaya hidup Wajib Pajak 11. Dan lain-lain yang dianggap perlu oleh pemeriksa
5.
Hasil Pemeriksaan:
Laporan hasil pemeriksaan: 1. Tingkat kepatuhan administratif 2. Tingkat kepatuhan materil maupun yuridis formal 3. Selisih koreksi
(Erly Suandi;2011)
31
2.2.10 Hak-hak dan Kewajiban Wajib Pajak Apabila Dilakukan Pemeriksaan Hak-hak Wajib Pajak dalam pemeriksaan antara lain: 1. Meminta Surat Perintah Pemeriksaan 2. Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa 3. Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan 4. Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT 5. Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan Kewajiban Wajib Pajak Dalam Pemeriksaan adalah: 1. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor; 2. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak. Khusus untuk Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik; 3. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan member bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan; 4. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
32
5. Meminjamkan Kertas Kerja Pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor; 6. Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.
2.3
Kepatuhan Wajib Pajak
2.3.1
Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak Pengertian kepatuhan pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:138),
menyatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Kepatuhan Wajib Pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak dalam Siti Kurnia Rahayu (2010 : 138) menjelaskan bahwa sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana: a. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan b. mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas c. menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar d. membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
33
2.3.2 Jenis-jenis Kepatuhan Menurut Mardiasmo (2011:5) terdapat dua macam kepatuhan, yaitu: a. kepatuhan formal Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam UndangUndang Perpajakan. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT). b. kepatuhan material Kepatuhan material adalah keadaan dimana Wajib Pajak secara substantive memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan material dapat melalui kepatuhan formal.
Menurut Tania Lestari yang dikutip dari buku Siti Kurnia Rahayu (2010), kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari: 1. Kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri 2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali surat pemberitahuan (SPT) 3. Kepatuhan dalam menghitung dan pembayaran pajak terutang 4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
34
2.3.3 Kriteria Wajib Pajak Patuh Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 yang diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003 jo Keputusan Dirjen Pajak Nomor 550 tahun 2000, Wajib Pajak dimasukkan dalam kategori wajib pajak patuh apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: a. tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir b. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir; c. dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%; wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir di audit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian,
atau
pendapat
mempengaruhi laba rugi fiskal”.
dengan
pengecualian
sepanjang
tidak
35
2.3.4 Wajib Pajak Patuh Penetapan Wajib Pajak Patuh dilakukan oleh Kepala Kantor Direktorat Jenderal Pajak setelah menerima daftar nominative Wajib Pajak Patuh dari Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Januari dan mengirimkan penetapan Wajib Pajak patuh kepada : a. Kepala KPP tempat Wajib Pajak domisili terdaftar; b. Kepala KPP tempat Wajib Pajak lokasi terdaftar; c. Kepala Kantor Wilayah atasan KPP tempat Wajib Pajak lokasi terdaftar. Penetapan Wajib Pajak patuh tersebut berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun kalender. 2.3.5 Pencabutan Wajib Pajak Patuh Surat Penetapan Wajib Pajak patuh dicabut oleh Kepala Wilayah setelah mempertimbangkan usulan Kepala Kantor Pelayanan Pajak dalam hal memenuhi kriteria pembetulan, yaitu : a. Terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindak penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; b. Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa lebih dari 3 (tiga) Masa Pajak untuk semua jenis pajak; c. Dalam hal Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa tidak lebih dari 3 (tiga) Masa Pajak, terdapat penyampaian SPT Masa yang lewat dari batas
36
waktu penyampaian SPT Masa masa berlaku berikutnya; d. Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa untuk 2 (dua) Masa Pajak atau lebih berturut-turut untuk semua jenis pajak; atau e. Dalam suatu Masa Pajak, ternyata tidak memenuhi kriteria tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan dalam jangka watu 10 (sepuluh) tahun terakhir sejak Masa Pajak yang bersangkutan.
2.4
Kerangka Pemikiran Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan adalah tujuan utama dari pemeriksaan pajak, sehingga dari hasil pemeriksaan akan diketahui tingkat kepatuhan wajib pajak, bagi wajib pajak yang tingkat kepatuhannya
tergolong
rendah,
diharapkan
dengan
dilakukannya
pemeriksaan dapat memberikan motivasi positif agar untuk masa-masa selanjutnya menjadi lebih baik. Oleh karena itu, pemeriksaan pajak juga sekaligus sebagai sarana pembinaan dan pengawasan terhadap wajib pajak.
Masalah kepatuhan wajib pajak adalah masalah penting di seluruh dunia, baik bagi negara maju maupun di negara berkembang karena jika wajib pajak tidak patuh akan menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaran, pengelakan, penyelundupan dan pelalaian pajak, yang pada akhirnya tindakan tersebut akan menyebabkan penerimaan pajak negara akan berkurang. Administrasi perpajakan di Indonesia masih perlu diperbaiki,
37
dengan perbaikan diharapkan wajib pajak lebih termotivasi dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, dengan alat untuk mencapai suatu sistem telah diperbaiki maka faktor-faktor lain akan terpengaruh (Siti Kurnia Rahayu, 2010:140). Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010 : 139) pada prinsipnya kepatuhan perpajakan adalah tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu Negara. Predikat Wajib Pajak patuh dalam arti disiplin dan taat tidak sama dengan Wajib Pajak yang berpredikat pembayar pajak dalam jumlah besar, tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan jumlah nominal setoran pajak yang dibayarkan kepada kas Negara. Karena pembayar pajak terbesar sekalipun belum tentu menuhi kriteria sebagai Wajib Pajak patuh, meskipun memberikan kontribusi besar pada Negara, jika masih memiliki tunggakan maupun keterlambatan penyetoran pajak maka tidak dapat diberi predikat Wajib Pajak patuh. Dengan adanya pemeriksaan pajak, fiskus dapat menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak serta tujuan lain dalam rangka melakukan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan diharapkan pemeriksaan pajak dapat memberikan dampak terhadap kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak, dengan tetap mengacu
38
pada profesionalisme kerja pemeriksa pajak, sesuai dengan tata cara pemeriksaan di bidang perpajakan. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dituangkan dalam suatu skema kerangka pemikiran sebagai berikut:
Wajib Pajak
Kewajiban
Pemeriksaan Pajak
Gambar Kepatuhan Wajib2.1 Pajak Badan
Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
39
2.5
Penelitian Terdahulu Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang dapat menjadi bahan
perbandingan untuk penulis dalam melakukan penelitian ini, diantaranya: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Peneliti/Tahun 1 Tania Lestari/ 2011
Judul Pengaruh
Berdasarkan
Pemeriksaan Pajak bahwa Terhadap
Hasil hasil perhitungan
pemeriksaan
pajak
diperoleh
berpengaruh
signifikan terhadap tingkat kepatuhan Wajib
Kepatuhan
Wajib Pajak Badan, maka diperoleh thitung sebesar
Pajak Badan Dalam 5,163 ttabel sebesar 2,048 dan memiliki tingkat Memenuhi
signifikansi 0,000 < 0,05 maka pada tingkat
Kewajiban
kekeliruan 5% H0 ditolak dan Ha diterima.
Perpajakan” (studi Pemeriksaan
pajak
memiliki
pengaruh
kasus pada Kantor terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan Pelayanan (KPP)
2
Anisha Dodih/2011
Pajak sebesar 48,8% dan sisanya 51,2% dipengaruhi Pratama oleh variabel lain diluar variabel pemeriksaan
Sumedang.)
pajak.
Pengaruh
Pengaruh pelaksanaan pemeriksaan pajak
Pelaksaan
terhadap
tingkat
kepatuhan
wajib
pajak
Pemeriksaan Pajak memiliki hubungan yang tergolong “sedang”
40
Terhadap
Tingkat dan diterima. Tingkat kepatuhan wajib pajak
Kepatuhan
Wajib tidak semua dipengaruhi dari pelaksanaan
Pajak
Orang pemeriksaan pajak, namun dipengaruhi oleh
Pribadi
(Studi variabel lain yang tidak dimasukkan dalam
Kasus pada Kantor penelitian ini seperti sistem administrasi Pelayanan Pratama
Pajak perpajakan, pelayanan, penegakan hukum Bandung perpajakan, dan tarif pajak.
Cibeunying) 3
Dwi Rahayu (2011)
Analisis Pengaruh Tindakan
pemeriksaan
yang
dilakukan
Pemeriksaan Pajak berpengaruh terhadap perilaku Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan
dalam hal memenuhi kewajibannya melakukan Wajib pengisian SPT secara benar.
Pajak (Studi Kasus pada Pelayanan
Kantor Pajak
Pratama Semarang Selatan)
41
2.6
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dikemukakan hipotesis yang
akan diuji dalam penelitian ini yaitu, sebagai berikut: Ha : Pelaksanaan pemeriksaan pajak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Badan.
42
43
44