6
BAB II TELAAH PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Ada beberapa pengertian atau definisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli. Definisi pajak menurut para ahli antara lain : 1. Prof. Dr. Rochmat Soemitro,SH Mengatakan pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 2. Prof. Dr. M. J. H. Smeets Menyatakan pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakan, tanpa ada kalanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. 3. Mr. Dr. N. J. Feldmann Menyatakan bahwa pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa ( menurut normanorma yang ditetapkannya secara umum ), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum. 4. Deutsche Reichs Abgaben Ordnung Mengatakan bahwa pajak adalah bantuan uang secara insidental atau secara periodik (dengan tidak ada kontraprestasinya), yang dipungut oleh badan yang bersifat umum (negara), untuk memperoleh pendapatan, dimana terjadi suatu tatsbestand (sasaran pemajakan), yang karena undang-undang telah menimbulkan utang pajak. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1) adalah :
6
nomor
36
7
Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Pengertian pajak
penghasilan
menurut
Mardiasmo
(2009:162)
adalah: Pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. 2.1.2 Subyek Pajak Sedangkan pengertian subjek pajak menurut Suandy (2011:43) adalah pihak-pihak pajak.
(orang
Subjek pajak
yang
maupun
badan)
yang
telah
memenuhi
akan
dikenakan
syarat-syarat
objektif
sehinggga kepadanya diwajibkan pajak disebut wajib pajak. Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan ciri-ciri pajak menurut Suandy (2011:10) yaitu : 1. Pajak dipungut berdasarkan / dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan. 2. Dalam
pembayaran
pajak
tidak
dapat
kontraprestasi langsung secara individual
ditunjukkan yang diberikan
adanya oleh
pemerintah. 3. Pajak
dipungut
oleh
negara
maupun pemerintah daerah.
baik
oleh
pemerintah
pusat
8
4. Pajak
diperuntukkan
yang bila dari dipergunakan 5. Pajak dapat
bagi
pengeluaran-pengeluaran
pemasukannya
masih
pemerintah,
terdapat
surplus,
untuk membiayai public investment. digunakan
sebagai
alat untuk
mencapai tujuan
tertentu dari pemerintah. 6. Disamping mempunyai fungsi sebagai alat untuk memasukkan dana dari rakyat kedalam kas negara (fungsi bugeter), pajak juga mempunyai fungsi lain, yakni fungsi mengatur. Secara umum yang termasuk subjek pajak menurut Suandy (2011:44) adalah : 1.
Orang Pribadi Kedudukan orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
ber Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
merupakan
subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang
berhak yaitu ahli waris 3.
Badan Badan sebagai subjek pajak adalah suatu bentuk usaha atau non usaha yang meliputi : a) Perseroan terbatas b) Perseroan komanditer c) Badan Usaha Milik Negara
9
d) Yayasan e) Lembaga f) Dana Pensiun g) Firma h) Persekutuan 4. Bentuk Usaha Tetap Bentuk
Uasaha
Tetap
(BUT)
adalah
dipergunakan oleh orang pribadi di
Indonesia
atau
menjalankan
usaha
yang
yang tidak bertempat tinggal
atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan, didirikan
bentuk
tidak
usaha
atau
juga
bertempat kedudukan atau
badan di
yang
tidak
Indonesia
untuk
melakukan kegiatan di Indonesia. Yang
tidak termasuk subjek pajak PPh pasal 21 menurut Suandy (2011:48) adalah : 1.
Kantor perwakilan negara asing
2.
Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan, atau pejabatpejabat lain dari orang-orang
negara
asing,
demikian
juga
dengan
yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama-sama dengan mereka, dengan persyaratan bukan sebagai warga negara
Indonesia, serta
tidak
menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya selama di Indonesia. 3.
Organisasi-organisasi
Internasional
yang
ditetapkan
oleh
10
Menteri Keuangan, dengan syarat : a) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut b) Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggotanya. 4.
Pejabat perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan syarat : a) Bukan warga negara Indonesia b) Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia. Pemotongan
pekerjaan, jasa, atau apapun
yang
pajak
atas
kegiatan
penghasilan dengan
nama
sehubungan
dengan
dan
bentuk
dalam
diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri wajib dilakukan (pasal
21
ayat
1
Undang-Undang
No.36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan ) oleh : 1. Pemberi
kerja
yang
membayar
gaji,
upah,
honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai. 2. Bendahara
pemerintah
yang
membayar
gaji,
upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. 3. Dana
pensiun
atau
badan
lain
yang
membayarkan
uang
11
pensiun dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun. 4. Badan
yang
membayar
honorarium
atau
pembayaran
lain
sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas. 5. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan. 2.1.3 Obyek Pajak Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal
dari
Indonesia
maupun
dari
luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun ( pasal 4 Undang- undang no. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan ) termasuk : 1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau honorarium, komisi,
diperoleh termasuk bonus,
gaji,
upah, tunjangan,
gratifikasi,
uang
pensiun,
atau
pekerjaan
atau
kegiatan,
dan
imbalan dalam bentuk lainnya. 2. Hadiah
dari
undian
atau
penghargaan. 3. Laba usaha 4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
12
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak. 6. Bunga
termasuk
premium,
diskonto,
dan
imbalan
karena
jaminan pengembalian utang. 7. Dividen, dengan nama dan
dalam bentuk apapun, termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. 8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak 9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta 10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala 11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah 12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing 13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva 14. Premi asuransi 15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib
Pajak
yang menjalankan
usaha atau
pekerjaan bebas 16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak 17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah 18. Imbalan bunga 19. Surplus Bank Indonesia
13
2.1.4 Yang tidak termasuk Obyek Pajak Yang tidak termasuk dalam objek pajak penghasilan menurut Undang- undang Pajak Penghasilan no.36 tahun 2008 pasal 4 ayat (3) adalah: 1. Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat
yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia 2. Harta
hibahan
yang
diterima
oleh
garis keturunan
lurus
satu derajat,
keluarga badan
sedarah
dalam
keagamaan,
badan
pendidikan, badan sosial termasuk 1
Yayasan
2
Koperasi
3 Warisan 4 Pembayaran dari perusahaan asuransi 5
Dividen atau bagian laba
6 Iuran 7 Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun 8 Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer 9
Penghasilan
yang
diterima
atau
modal ventura berupa bagian laba
diperoleh
perusahaan
14
10 Beasiswa Penghasilan
yang dipotong PPh pasal 21
termasuk pula
penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh : 1.
Bukan Wajib Pajak
2.
Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final
3. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit) 2.1.5 Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP ) Penghasilan tidak kena pajak adalah batas penghasilan bagi Wajib Pajak
orang
pribadi
yang
dikenai
pajak
penghasilan.
Besarnya
PTKP tergantung dari status pribadi karyawan dan jumlah
anggota
keluarga
yang ditanggung oleh
Wajib
bersangkutan pada masa tahun pajak. Besarnya PTKP
Pajak
yang
( Penghasilan
Tidak Kena Pajak ) setahun yang berlaku tahun 2012 adalah : 1. Rp 15.840.000 ( lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi 2. Rp 1.320.000 ( satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah ) untuk tambahan Wajib Pajak yang kawin 3. Rp 15.840.000 ( lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 1
15
4. Rp 1.320.000 ( satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah ) tambahan untuk
setiap anggota
keluarga sedarah
dan
keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 ( tiga ) orang untuk setiap keluarga. Revisi PTKP ( Penghasilan Tidak Kena Pajak ) setahun yang berlaku Januari 2013 adalah : 1. Rp 24.300.00 ( dua piluh empat juta tiga ratus ribu rupiah ) untuk diri wajib pajak sendiri 2. Rp 2.025.000 ( dua juta dua puluh lima ribu rupiah ) untuk tambahan wajib pajak yang kawin 3. Rp 24.300.000 ( dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah ) untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami 4. Rp 2.025.000 ( dua juta dua puluh lima ribu rupiah ) untuk tambahan setiap anggota keluarga yang sedarah dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 ( tiga ) orang anak untuk setiap keluiarga.
16
Tabel 2.1 Tarif Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000
5%
Diatas Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000
15 %
Diatas Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000
25 %
Diatas Rp 500.000.000
30 %
Sumber : Pasal 17 UU No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan 2.1.6 Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak Penghasilan setahun dihitung dengan cara mengalikan Penghasilan
Kena
Pajak
dengan
tarif
pajak
sebagaimana
diatur
dalam Undang-undang PPh pasal 17. Untuk menghitung PPh dapat digunakan rumus sebagai berikut : 1.
Pajak Penghasilan ( Wajib Pajak Orang Pribadi ) = Penghasilan Kena Pajak x tarif pasal 17 = ( Penghasilan netto – PTKP ) x tarif pasal 17 = {( Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh ) PTKP } x tarif pasal 17
2.
Pajak Penghasilan ( Wajib Pajak Badan ) = Penghasilan Kena Pajak x tarif pasal 17 = Penghasilan netto x tarif pasal 17
17
= ( Penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh ) x tarif pasal 17 Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 25 %.
2.1.7 Metode Perencanaan Pajak Ada 3 metode yang memiliki nilai plus dalam rangka mengefisienkan beban perusahaan yakni : 1. Gross Method (PPh Pasal 21 ditanggung sendiri oleh karyawan). Suatu
metode
menanggung umumnya
pemotongan sendiri jumlah
dipotong
langsung
pajak pajak dari
dimana
karyawan
penghasilannya,
pada
gaji karyawan. Perhitungan
metode ini adalah hal yang hampir sebagian besar dilakukan perusahaan karena mungkin tidak terlalu rumit bagi perusahaan atau mungkin memang cocok dengan keadaan perusahaan (siklus hidup perusahaan). 2. Net Method (PPh Pasal 21 ditanggung Perusahaan) Merupakan
metode
pemotongan
pajak
dimana
perusahaan
menanggung pajak karyawannya. 3. Gross Up Method (Tunjangan pajak yang digross up) Suatu metode pemotongan pajak dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak yang jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak yang akan dipotong dari karyawan. Berikut ini rumusan gross up,
18
dimana formula gross up PPh Pasal 21 terbagi dalam 4 (empat) lapisan tentang Penghasilan Kena Pajak (PKP) sesuai dengan tarif pasal 17 UU PPh (Tarif Progresif), yaitu :
PKP s.d Rp. 50.000.000
: PKP
X
5%
0.95 PKP di atas Rp. 50.000.000- Rp. 250.000.000,-
: (PKP x 15%) - Rp. 5 Juta 0.85
PKP di atas Rp. 250.000.000-Rp. 500.000.000,- : (PKP x 25%) - Rp. 30 Juta 0.75 PKP di atas Rp. 500.000.000
: (PKP x 30%) - Rp. 55 Juta 0.70
Pada prinsipnya Gross Up adalah untuk mencari tunjangan pajak yang jumlahnya sama dengan pajak yang terutang. Karena besarnya tunjangan pajak yang diberikan perusahaan
dimasukan sebagai
penghasilan yang dicantumkan dalam SPT PPh Pasal 21 maka atas seluruh tunjangan pajaknya dapat dibiayakan (deductible).
2.1.8 Perencanaan Pajak ( Tax Planning ) Suatu perencanaan pajak yang tepat merupakan hasil dari tindakan penghematan
atau tax
saving dan
penghindaran
pajak
atau tax
avoiadance. Zain (2008) mengidentifikasi pajak dengan perencanaan pajak dan mendefinisikan sebagai berikut:
19
Perencanaan pajak adalah tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefisiensi jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoiadance) dan bukan penyelundupan pajak (tax evasion) yang merupakan tindak pidana fiskal yang tidak akan ditoleransi Perencanaan pajak berfungsi sebagai mengestimasi jumlah pajak dimasa yang akan datang yang dibayar secara formal maupun material, dan melakukan efisiensi pajak tidak semata-mata dengan menghindari pajak, tetapi juga menghindari sanksi-sanksi atas kesalahan dan kelalaian atas pelaksanaan kewajiban pajak. Fungsi
pelaksanaan
pajak
dilakukan
dengan
melaksanakan
hasil
perencanaan pajak baik dari aspek formal maupun material sebaik mungkin. Zain (2008) mengemukakan tindakan yang harus diambil dalam
rangka
penstrukturan
perencanaan yang
pajak terebut
terkait
dengan
berupa
tindakan
konsekuensi pajak,
maka
langkah-langkah yang harus mendapatkan perhatian dalam penyusunan perencanaan pajak
dan
merupakan komponen-komponen sistem
manajemen, adalah: 1. Menetapkan sasaran atau tujuan perencanaan pajak yang meliputi: a) Usaha-usaha mengefisienkan beban pajak yang masih dalam ruang lingkup
pemajakan
dan
tidak
melanggar
ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. b) Memahami segala ketentuan administratif, sehingga terhindar
20
dari pengenaan
sanksi-sanksi,
baik
sanksi
administrasi
maupun sanksi pidana. c) Melaksanakan
secara
perundang- undangan
efektif
segala
perpajakan
ketentuan
yang
peraturan
terkait
dengan
pelaksanaan pemasaran, pembelian dan fungsi keuangan, seperti pemotongan dan pemungutan pajak. 2. Situasi sekarang dan identifikasi pendukung dan penghambat tujuan, yang terdiri dari: a) Identifikasi faktor lingkungan perencanaan pajak jangka panjang. Fakto ini
umumnya memiliki
eksplisit terdapat dan
sifat
melekat
permanen
pada
yang
ketentuan
secara
peraturan
perundang-undangan perpajakan. Faktor tersebut merupakan parameter-parameter yang berpengaruh terhadap
perencanaan
jangka panjang. b) Etika kebijakan perusahaan dan ketentuan yang jelas mengenai fungsi dan
tanggung
jawab
manajemen
perpajakan
serta
memiliki manual tentang ketentuan dan tata cara perpajakan yang berlaku bagi seluruh personil perusahaan. c) Strategi
dan
perencanaan
perencanaan perusahaan,
pajak baik
yang
terintegrasi
perencanaan
dengan
perusahaan
jangka pendek maupun jangka panjang. 2.1.9 Tahapan Perencanaan Pajak Tahapan-tahapan agar perencanaan pajak dapat berjalan sesuai
21
tujuan menurut Suandy (2008:13) adalah sebagai berikut : 1.
Menganalisa informasi yang ada Pada
tahap
ini
perencanaan
pajak
harus
menganalisis
dan
mempertimbangkan semua aspek yang mungkin terlibat dalam perencanaan pajak.
Pertimbangan
ini
menimbang
segala
kemungkinan keberhasilan maupun kegagalan dalam pelaksanaan perencanaan pajak. 2.
Membuat satu model atau lebih rencana pajak Model diperlukan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai perhitungan lebih
perencanaan
pajak.
Sebaiknya
model
dibuatkan
dari satu agar dapat dibandingkan dan lebih dapat terukur
keuntungan dan kerugiannya. Sehingga
perencanaan
pajak
dapat
memilih alternatif-alternaitf yang tersedia. 3.
Evaluasi perencanaan pajak Mengevaluasi
dengan
analisa
keuangan
suatu
perencanaan
pajak misalnya bagaimana perencanaan pajak mempengaruhi beban pajak, laba kotor atau pengeluaran lain jika alternatif-alternatif dipilih atau dijalankan. 4.
Mencari kelemahan dan memperbaiki kembali Dari
berbagai
harus melihat
alternatif
yang
telah
dibuat,
perencana
pajak
potensi kerugian atau potensi keuntungan yang akan
diperoleh. Keputusan untuk menjatuhkan pilihan satu alternatif kadang
membawa kondisi pada potensi
kerugian
yang
akan
22
diperoleh. 5.
Memutakhirkan rencana pajak suatu undang-undang seringkali mengalami perubahan demikian pula dengan undang-undang perpajakan. Perubahan ini akan membawa dampak bagi perencana pajak secara keseluruhan. Tugas dari perencana pajak untuk melihat kembali rancangan yang telah dibuat untuk menyesuaikan dengan perubahan undang-undang tersebut. Motivasi pajak
yang
mendasari
(tax planning)
dilakukannya
umumnya
suatu
bersumber
perencanaan
dari
tiga
unsur
perpajakan menurut Suandy (2011.17) , yaitu sebagai berikut: 1. Kebijakan perpajakan (tax policy) Tax policy merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Dari berbagai aspek tax policy terdapat faktor-faktor yang mendorong dilakukannya tax planning, yaitu pajak apa yang akan dipungut, siapa yang akan dijadikan subjek pajak, apa yang merupakan
objek
pajak,
berapa besarnya tarif pajak dan bagaimana prosedurnya. 2. Undang-undang perpajakan (tax law) Dalam pelaksanaannya, Undang-undang selalu diikuti dengan ketentuan- ketentuan lain, termasuk Undang-undang perpajakan yang
diikuti
Presiden, Pajak.
oleh Peraturan
Keputusan Dengan
Pemerintah,
Keputusan
Menteri Keuangan, Keputusan
banyaknya
ketentuan tersebut,
Dirjen
membuka
23
celah
bagi
wajib
pajak
untuk
menganalisis kesempatan
guna perencanaan pajak yang baik. minimalkan potensi
kerugian
tersebut. 3. Administrasi perpajakan (tax administration) Indonesia
masih
mengalami
kesulitan
dalam
melaksanakan
administrasi perpajakan secara memadai. Hal ini mendorong perusahaan untuk melakukan perencanaan
pajak
yang
baik
agar terhindar dari sanksi administrasi maupun pidana karena perbedaan
penafsiran
antara
fiskus
dan wajib pajak, luasnya
aturan perpajakan dan sistem informasi yang belum efektif. 2.1.10 Manajemen Pajak Manajemen pajak menurut Zain (2008:34) adalah : Sebagai sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Secara teoritis, tax planning merupakan bagian dari fungsi-fungsi manajemen pajak yang terdiri dari: planning, implementation dan control. Apabila
dihubungkan
perencanaan memenuhi
dengan
fungsi-fungsi
kewajiban
spesifik
perpajakan
(tax
manajemen, planning)
termasuk ke dalam salah satu fungsi-fungsi spesifik manajemen, yaitu fungsi
planning
dimana dalam menetapkan
proses
menetapkan
perencanaan penyusutan strategi penghematan pajak, manajer terlebih dahulu harus memikirkan dengan matang sasaran dan tindakan didasarkan
pada
penelitian
dan
pengumpulan
yang
ketentuan peraturan
perpajakan, sehingga manajer dapat memenuhi kewajiban perpajakan
24
perusahaan secara lengkap, benar dan tepat waktu. Apabila perencanaan pajak (tax planning)
perusahaan
kelemahan-kelemahan, maka
tidak
sumber
baik
atau
daya yang
memiliki
dimiliki
perusahaan tidak dapat dimanfaatkan secara
optimal.
mengakibatkan
yang sebenarnya
terjadinya
pemborosan
Hal
oleh tersebut dapat
dicegah. Apabila pemborosan tersebut terjadi terus-menerus, maka penghasilan perusahaan lama
kelamaan
akhirnya
dapat bersaing
tidak
akan
semakin dengan
menurun
yang
kompetitornya,
pada
sehingga
kelangsungan hidup perusahaan menjadi terancam.
2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya tahun 2010, diteliti oleh Arifin dengan “ Tax Planning dan Penerapannya terhadap upaya
skripsi berjudul
meningkatkan kinerja perusahaan pada PT.X”. Secara garis besar penelitian ini merupakan studi usaha
dagang.
Penelitian
kasus
pada
perusahaan
tersebut mengacu
pada
di bidang pembahasan
perencanaan kinerja perusahaan. Hasil penelitian tersebut memberikan kesimpulan bahwa kinerja perusahaan berhubungan langsung dengan perencanaan
pajak,
dengan
adanya
perencanaan
pajak kinerja
perusahaan dapat lebih ditingkatkan. Sedangkan penelitian yang dilakukan penulis mengacu pada pembahasan PPh 21 yang dalam perencanaan pajak berdampak pada penghematan pajak pada laporan
perusahaan. Kedua penelitian ini
25
dilakukan dagang.
pada perusahaan dibidang yang sama yaitu perusahaan
26
2.3 Kerangka Konseptual
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
LAPORAN KEUANGAN PT. Skev Sejahtera
Tanpa Tax Planning
Dengan Tax Planning Undang-undang Pajak Pengahasilan No 36 Tahun 2008
Pajak Penghasilan Tanpa Tax Planning
Pajak Penghasilan Dengan Tax Planning
EFISIENSI
Sumber data : Olahan penulis
27
Kerangka
konseptual
yang
dapat
dijabarkan
sebagai
panduan
untuk
memecahkan masalah penelitian dalam skripsi ini diwakili oleh bagan alur. Dasar
penelitian
ini
dalam
melakukan
tax
planning
adalah
laporan
keuangan PT. Skev Sejahtera yaitu laporan laba rugi. Laporan laba rugi tersebut akan dianalisa dan dibandingkan hasilnya antara laporan laba rugi
tanpa
tax planning dengan laba rugi dengan tax planning. Sehingga
dihasilkan pajak penghasilan terutang yang sesuai dengan perencanaan