BAB II TELAAH PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Pajak Banyak definisi atau batasan pajak, Pajak merupakan faktor penunjang penghasilan di Indonesia, untuk memahami hal tersebut maka perlu terlebih dahulu untuk memahami tentang pengertian pajak itu sendiri. Menurut Mardiasmo (2011:1) definisi pajak adalah “ Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat di paksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale (kontraprestasi) yang langsung dapat di tunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum” Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H dalam bukunya Dasar-Dasar hukum pajak dan pajak pendapatan, mendefinisikan pajak sebagai berikut: “ Pajak sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa-jasa timbal (kontra-prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum” Sedangkan menurut pasal 1 Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. “ Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
6
7
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa cirri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah sebagai berikut : 1. Iuran rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak adalah Negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 2. Berdasarkan undang-undang. Yaitu pajak yang dipungut atau berdasarkan dengan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat di paksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturanperaturan dan tidak mendapatkan prestasi kembali secara langsung. 2.1.2 Jenis-Jenis Pajak Jenis-jenis pajak menurut direktorat jenderal pajak Indonesia : 1. Pajak penghasilan 2. Pajak bumi dan bangunan 3. Bae materai 4. Pajak pertambahan nilai atau PPN dan atas penjualan barang mewah atau PPNBM
8
5. Bea perolehan hak tanah atau bangunan atau BPHTB (sumber data dari web direktorat jendral pajak) Dari garis besar jenis pajak yang ada adalah sebagai berikut : Jenis pajak di bedakan menjadi 3 bagian yaitu: 1. Berdasarkan pihak yang menanggung di bagi menjadi 2 yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung. 2. Berdasarkan pihak yang memungut pajak dibagi menjadi dua yaitu pajak negara dan pajak daerah. 3. Berdasarkan sifatnya dibagi menjadi pajak obyektif dan pajak subyektif. 2.1.3 Pengertian Pajak Penghasilan Dalam undang-undang Nomor 7 tahun 1983 yang mengalami empat kali perubahan yaitu undang-undang no 12 tahun 1991, undang-undang nomor 10 tahun 1994, undang-undang no 17 tahun 2000 dan terakhir undang-undang no 36 tahun 2008. Undang-undang pajak penghasilan ini mengalami beberapa kali perubahan dan berpengaruh positif pada perkembangan ekonomi. Tujuan dari penyempurnaan
undang-undang
pajak
penghasilan
adalah
untuk
lebih
memberikan kemudahan kepada wajib pajak dan untuk menunjang kebijaksanaan pemerintah. Berikut ini pengertian pajak penghasilan : Berdasarkan pasal 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan jo UU Nomor 12/1991 jo UU Nomor 10/1994 jo UU Nomor 17/2000 jo UU Nomor 36/2008, mendefinisikan pajak penghasilan sebagai berikut:
9
” Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak” Ketentuan umum tentang pajak penghasilan menurut Undang-Undang perpajakan No. 36 Tahun 2008 menyatakan bahwa pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau di perolehnya dalam tahun pajak. 2.1.4. Tarif Pajak Pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan terhadap laba perusahaan yang sering disebut penghasilan kena pajak (PKP) atau laba kena pajak. Ketentuan undang-undang PPh Pasal 17 ayat (1), mengatur besarnya tarif pajak penghasilan yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia sebagai berikut : Untuk wajib pajak badan dalam negeri dan BUT, tarif pajak untuk wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) sebesar 28% (dua puluh delapan persen). Tarif tersebut menjadi 25% (dua puluh lima persen) mulai berlaku tahun 2010. Wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor dan di perdagangkan di bursa efek Indonesia dan memenuhi persyaratan lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah dari pada
10
tarif sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf a yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah. Wajib pajak dalam negeri dengan peredaran brutonya dalam satu tahun sampai dengan 50,000,000,000 mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan 4,800,000,000 (Pasal 31 E UU PPh). 2.1.5 Subjek Pajak dan Objek Pajak 2.1.5.1 Subjek Pajak Subjek pajak akan dikenakan pajak penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Undang-undang pajak penghasilan mengatur pajak atas penghasilan (laba) yang diterima atau diperoleh baik orang pribadi maupun badan. Berdasarkan undangundang PPh pasal 2 ayat (1) No. 36 Tahun 2008, yang menjadi subjek pajak adalah: a. Orang pribadi Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia atau luar Indonesia. b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak penunjukkan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tetap dilaksanakan.
11
c. Badan Badan terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan nama bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif. d. Bentuk Usaha Tetap Yang dimaksud dengan Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak betempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. 2.1.5.2 Objek Pajak Penghasilan Yang menjadi objek pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau di peroleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. 2.1.5.2.1 Pengecualian Penghasilan Tidak semua penghasilan merupakan objek Pajak Penghasilan. Undangundang pajak penghasilan mengecualikan beberapa penghasilan yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan. Pengecualian ini di atur di Undang-undang PPh
12
Pasal 4 ayat (3). Berikut ini merupakan penghasilan-penghasilan yang bukan objek pajak penghasilan: a.
1) Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat. 2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat.
b. Warisan. c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal. d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah. e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi bea siswa. f. Deviden atau bagian laba yang diterima atau di peroleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: 1) Deviden berasal dari cadangan laba yang di tahan; dan 2) Bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang menerima deviden, kepemilikan saham pada badan yang memberikan deviden paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari
13
jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut. g. Iuran yang diterima atau di peroleh dana pensiun yang pendiriannya telah di sahkan oleh menteri keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidangbidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. i. Bagian laba yang diterima atau di peroleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi. j. Bunga obligasi yang diterima atau di peroleh perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha. k. Penghasilan yang diterima atau di peroleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: 1) Merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang di tetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 2) Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia. 2.1.5.2.2 Pajak Penghasilan Final Pajak penghasilan yang bersifat final adalah pajak atas penghasilan tertentu dimana mekanisme pemajakannya telah di anggap selesai pada saat dilakukan pemotongan, pemungutan atau penyetoran sendiri oleh wajib pajak yang
14
bersangkutan.
Pertimbangan-pertimbangan
yang
mendasari
diberikannya
perlakuan khusus ini adalah kesederhanaan dalam pemungutan pajak, keadilan, serta pemerataan dalam pengenaan pajaknya agar tidak menambah beban administrasi baik bagi wajib pajak maupun Direktorat Jendral Pajak. Pajak penghasilan yang bersifat final diantaranya adalah: 1. Penghasilan dari Hadiah Undian 20 % x jumlah bruto 2.
Bunga Deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat BI sebesar 20% x nilai penghasilan bruto
3.
Penghasilan hak atas tanah dan bangunan oleh wajib pajak real estate 2 % x nilai penjualal dan 5 % x nilai penjualan lainnya.
4. Penjualan saham di bursa efek, penjualan saham pendiri 0,6 % x nilai transaksi dari penjualan saham biasa 0,1% x nilai transaksi. 5. Usaha Jasa Kontruksi sebesar 2 % x nilai jasa pelaksana kontruksi, 4% x nilai jasa perencanaan konstruksi dan jasa pengawasan konstruksi. 6. Penghasilan pelayaran dalam negeri 1,2 % x peredaran bruto. 2.1.6 Biaya Fiskal Biaya fiskal merupakan biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. Pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 Undang-undang No. 36 Tahun 2008 adalah: a. Biaya yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan usaha , antara lain :
15
1. Biaya pembelian bahan baku 2. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang. 3. Bunga, sewa dan royalti 4. Biaya perjalanan 5. Biaya pengolahan limbah 6. Premi asuransi 7. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 8. Biaya administrasi dan 9. Biaya pajak kecuali pajak penghasilan b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 dan pasal 11A c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan e. Kerugian selisih kurs mata uang asing f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia g. Biaya beasiswa, magang dan pelatihan
16
h. Piutang yang nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: 1.
Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial
2. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jendrel Pajak; dan 3. Telah diserahkan penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang Negara atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutag/pembebasan hutang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa hutangnya telah dihapuskan untuk jumlah hutang tertentu ; 4. Syarat sebagaimana dimaksudkan angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan pitang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf k, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan i. Sumbangan
dalam
rangka
penanggulangan
bencana
nasional
yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah k. Biaya pengembangan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah
17
m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olah raga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah 2.1.7 Rekonsiliasi fiskal Dalam laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal terdapat perbedaan, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya. Agar tidak terjadi perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal diperlukan rekonsiliasi laporan keuangan. Hal-hal yang menyebabkan adanya koreksi fiskal adalah : 1. Adanya perbedaan SAK dan UU perpajakan antara lain: a. Perbedaan konsep pendapatan Dalam hal-hal tertentu apa yang dianggap pendapatan menurut SAK adalah bukan pendapatan menurut UU perpajakan misalnya penerimaan berupa deviden dianggap pendapatan menurut SAK tetapi bukan pendapatan menurut UU perpajakan, sisa cadangan kerugian piutang untuk bank, leasing, asuransi menurut SAK bukan pendapatan sedangkan dari segi pajak hal itu di anggap pendapatan. b. Perbedaan konsep biaya Biaya Menurut SAK adalah semua pengorbanan ekonomis dalam rangka memperoleh barang atau jasa, sedangkan biaya menurut pajak adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pengeluaran-pengeluaran yang ada hubungannya langsung dengan perolehan penghasilan.
18
2. Adanya penghasilan yang telah dipotong atau dikenakan PPh final sehingga penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari laporan laba rugi komersial (dikoreksi). Perbedaan antara laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal dikelompokkan dalam : 1. Perbedaan waktu (timing difference) Perbedaan waktu adalah perbedaan yang bersifat sementara karena adanya ketiaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara peraturan perpajakan dengan standar akuntansi keuangan. Contoh : biaya penyusutan dan biaya amortisasi 2. Perbedaan tetap (permanent difference) Perbedaan tetap adalah perbedaan yang terjadi karena pada peraturan perpajakan menghitung laba fiskal berbeda dengan perhitungan laba menurut standar akuntansi keuangan. 2.1.8 Kredit Pajak Kredit pajak adalah memperhitungkan pajak penghasilan yang telah dibayar atau di pungut dimuka dengan jumlah pajak yang terhutang pada akhir tahun pajak. Sebagaimana telah diketahui bahwa wajib pajak dalam negeri dikenakan pajak pada saat penghasilan diperoleh atau diterima dan bersifat tidak final (dapat sebagai kredit pajak) terkait dengan PPh pasal 21, pasal 22 dan pasal 23. Sedangkan segala bentuk penghasilan yang sudah dikenakan pajak yang bersifat final tidak boleh di perlakukan sebagai kredit pajak.
19
2.1.9 Perencanaan Pajak 2.1.9.1 Pengertian Perencanaan Pajak Meminimalkan beban pajak perusahaan dapat dilakukan dengan berbagai cara, pada umumnya perencanaan pajak mengacu pada suatu proses untuk merekayasa usaha wajib pajak dan transaksi wajib pajak agar hutang pajak berada pada jumlah yang seminimal mungkin. Perencanaan pajak adalah suatu cara yang dapat di manfaatkan oleh wajib pajak dalam melakukan manajemen perpajakan usaha atau penghasilannya, namun perlu diperhatikan bahwa perencanaan pajak yang dimaksudkan adalah perencanaan pajak tanpa melakukan pelanggaran konstitusi atau Undang-undang perpajakan yang berlaku. 2.1.9.2 Tujuan Perencanaan Pajak Menurut Erly Suandy (2011:6) Tujuan dari perencanaan pajak adalah menyiasati agar beban pajak dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak, karena pajak merupakan unsur penting untuk di bagikan kepada pemegang saham ataupun untuk di investasikan kembali. 2.1.9.3 Jenis-jenis Perencanaan Pajak Jenis perencanaan pajak dibagi menjadi 2: 1) Perencanan pajak nasional (national tax planning) Perencanaan pajak nasional adalah perencanaan pajak yang hanya memperhatikan undang-undang domestik.
20
2) Perencanaan pajak internasional (International tax planning) Perencanaan pajak internasional adalah perencanaan pajak yang selain memperhatikan
undang-undang
domestik
juga
harus
memperhatikan
perjanjian pajak (tax treaty) dari negara yang terlibat. 2.1.9.4 Aspek-Aspek dalam Perencanaan Pajak 1) Aspek formal dan administratif a) Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP). b) Menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan. c) Memotong dan/atau memungut pajak. d) Membayar pajak e) Menyampaikan Surat Pemberitahuan 2) Aspek Material Basis penghitungan pajak adalah objek pajak. Dalam rangka mengoptimalkan alokasi sumber dana, perusahaan akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak lebih dan tidak kurang. Untuk itu objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap. 2.1.9.5 Tahapan dalam Membuat Perencanaan Pajak 1.
menganalisi informasi yang ada ( Analysis of the existing data base ).
Tahapan pertama dari proses pembuatan tax planning adalah menganalisis komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek, menghitung seakurat mungkin beban pajak yang harus ditanggung. Ini hanya bisa dilakukan
21
dengan mempertimbangkan masing-masing elemen dari pajak baik secara sendirisendiri maupun secara total pajak yang harus dirumuskan sebagai perencanaan pajak yang paling efisien penting juga memperhitungkan kemungkinan besarnya penghasilan suatu proyek dan pengeluaran-pengeluaran lain diluar pajak yang mungkin terjadi. Untuk itu perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor baik dari segi internal maupun external yaitu: a. Fakta yang relevan Dalam arus globalisasi serta tingkat persaingan yang semakin kompetitif maka seorang manajer perusahaan dalam melakukan perencanaan pajak untuk perusahaannya dituntut harus benar-benar menguasai situasi yang dihadapi, baik dari segi internal maupun eksternal dan selalu dimutakhirkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi agar perencanaan pajak dapat dilakukan secara tepat dan menyeluruh terhadap situasi maupun transaksi-transaksi yang mempunyai dampak dalam perpajakan. b. Faktor pajak Dalam menganalisis setiap permasalahan yang dihadapi dalam penyusunan perencanaan pajak adalah tidak terlepas dari dua hal yang berkaitan dengan faktor-faktor pajak yaitu menyangkut setiap tipe perpajakan nasional yang dianut oleh suatu negara dan sikap fiskus dalam menafsirkan peraturan perpajakan baik undang-undang domestik maupun manca negara. c. Faktor non pajak lainnya Beberapa faktor bukan pajak yang relevan untuk diperhatikan dalam penyusunan suatu perencanaan pajak antara lain:
22
1) Masalah badan hukum Pemilihan bentuk badan usaha yang diusulkan sering dibuat sebagai fungsi dari pada seluruh peraturannya ( baik untuk pajak maupun bukan pajak) dalam rangka administrasi pembentukan dan pembubarannya. 2) Masalah uang dan nilai tukar Dalam ruang lingkup perencanaan pajak yang bersifat internasional, masalah nilai tukar mata uang mempunyai dampak yang besar terhadap finansial suatu perusahaan. Nilai tukar mata uang yang berfluktuasi atau tidak stabil memberikan resiko usaha yang cukup tinggi. 3) Masalah pengendalian devisa
2. Membuat suatu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak (design of one or more possible tax plans) Perencanaan pajak dibuat agar dapat mengoptimalkan kinerja perusahaan pada tahun berikutnya dengan menggunakan data pada tahun sebelumnya. Dengan adanya data pada tahun sebelumnya maka perencanaan pajak dapat dibuat dengan mempertimbangkan pajak apa saja yang dikenakan pada perusahaan pada tahun sebelumnya, pada penelitian ini data yang digunakan adalah laporan keuangan tahun 2011 dan 2012 selanjutnya membuat alternatif pengakuan pajak pada tahun berikutnya sehingga dapat meminimalkan pajak pada tahun berikutnya.
23
3. Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak ( evaluating a tax plan) Perencanaa pajak sebagai suatu perencanaan merupakan bagian kecil dari seluruh perencanaan strategi perusahaan, oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak. Evaluasi tersebut meliputi : a)
Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan,
b)
Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan dan berhasil dengan baik,
c)
Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan tetapi gagal,
Perencanaan pajak yang dibuat harus sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku agar perusahaan tidak dikenakan sanksi yang dapat menambah beban perusahaan. 4. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak (debugging the tax plan) Hasil suatu perancanaan pajak bisa dikatakan baik atau tidaknya tentu harus di evaluasi melalui bebagai rencana yang dibuat dengan demikian keputusan yang terbaik atas suatu perencanaan pajak harus sesuai dengan bentuk transaksi dan tujuan operasi perbandingan berbagai rencana harus dibuat sebanyak mungkin sesuai bentuk perencanaan pajak yang di inginkan. Kadang suatu rencana harus diubah mengingat adanya perubahan peraturan perundangan. Walaupun diperlukan penambahan biaya atau kemungkinan keberhasilan sangat kecil. Sepanjang masih besar kemungkinan penghematan pajak yang diperoleh, rencana tersebut harus tetap dijalankan, karena bagaimanapun juga kerugian yang ditanggung merupakan kerugian minimal.
24
5. Memutakhirkan rencana pajak (updating the tax plan) Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah berjalan, namun juga masih perlu mempertimbangkan setiap perubahan yang terjadi baik undang-undang maupun pelaksanaannya di negara dimana aktivitas tersebut dilakukan yang mungkin mempunyai dampak terhadap komponen dari suatu perjanjian yang berkenaan dengan perubahan yang terjadi diluar negeri atas berbagai macam pajak maupun aktivitas informasi bisnis yang tersedia sangat terbatas. Pemutakhiran dari suatu rencana adalah konsekuensi yang perlu dilakukan sebagaimana dilakukan oleh masyarakat yang dinamis. Dengan memberikan perhatian terhadap perkembangan yang akan datang maupun situasi yang terjadi saat ini. Seorang manajer akan mampu mengurangi akibat yang merugikan dari adanya perubahan dan pada saat yang bersamaan mampu mengambil kesempatan untuk memperoleh manfaat yang potensial.
2.1.9.6 Alternatif-alternatif dalam mengefisiensikan Beban PPh Badan Ada beberapa alternatif yang biasa digunakan dalam mengefisiensikan beban PPh Badan antara lain : 1)
Pembukuan, cash basis atau accrual basis Perbedaan antara accrual basis dan cash basis menurut perpajakan adalah terletak pada biaya administrasi dan biaya umum. Pada accrual basis biaya administrasi dan umum dibebankan pada saat pembayaran maka dari sisi efisiensi pajak lebih menguntungkan memilih accrual basis.
25
2) Pengelolaan transaksi yang berkaitan dengan pemberian kesejahteraan kepada karyawan. Strategi efisiensi PPh badan yang berkaitan dengan biaya keehteraan karyawan tergantung dari kondisi perusahaan. 3) Pemilihan metode penilaian persediaan Untuk efisiensi pajak terutama dalam kondisi inflasi maka metode rata-rata (average method) akan menghasilkan harga pokok penjualan yang lebih tinggi dibanding dengan metode FIFO. Harga pokok penjualan yang lebih tinggi akan mengakibatkan laba kotor menjadi lebih kecil sehingga penghasilan kena pajak juga menjadi semakin kecil. 4) Pemilihan sumber dana dalam pengadaan aktiva tetap Untuk pengefisiensian pajak dalam hal pengadaan aktiva tetap dapat dilakukan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi (finace lease/capital lease). Keuntungannya adalah jangka waktu lebih pendek dari umur aktiva dan pembayaran leasing dapat dibiayakan seluruhnya (lebih cepat daripada dibiayakan melalui penyusutan jika dibeli langsung) 5) Pemilihan metode penyusutan aktiva tetap dan amortisasi aktiva tidak berwujud Dua metode yang digunakan adalah metode garis lurus dan metode saldo menurun. Untuk efisiensi pajak perlu untuk melihat kondisi perusahaan jika perusahaan dalam kondisi laba yang tinggi maka metode saldo menurun menguntungkan tetapi jika perusahaan dalam keadaan rugi maka lebih baik memilih metode garis lurus.
26
Tabel 2.1 Metode penyusutan Tarif Penyusutan
Kelompok Harta Masa Manfaat Berwujud
Garis Lurus
Saldo Menurun
I.Bukan Bangunan Kelompok 1
4 tahun
25%
50%
Kelompok 2
8 tahun
12,5%
25%
Kelompok 3
16 tahun
6,25%
12,5%
Kelompok 4
20 tahun
5%
10%
Permanen
20 tahun
5%
Tidak permanen
10 tahun
10%
II. Bangunan
(sumber : UU No.36 Tahun 2008)
6) Transaksi yang berkaitan dengan withholding tax 7) Optimalisasi pengkreditan pajak yang telah dibayar 8) Pemohonan penurunan pembayaran lump-sump (PPh Pasal 25 Bulanan). 2.2 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang meneliti tentang upaya meminimalkan beban pajak antara lain sebagai berikut :
27
1. Hikmatul Majidah (2013) dengan judul “ Implementasi Tax Planning Dalam Upaya Meningkatkan Kinerja Perusahaan Pada CV. Soehendro ” Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa tax planning yang baik dapat dijadikan suatu upaya dalam melaksanakan kewajiban perpajakan pada perusahaan secara efektif dan efisien sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku tujuan yang ke dua adalah menjelaskan faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan dalam menentukan tax planning agar berjalan dengan baik sehingga implementasinya dapat menunjang upaya perusahaan meningkatkan kinerjanya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dengan metode pengumpulan data wawancara dan dokumentasi yang kemudian diinterprestasikan dan di analisis untuk diambil kesimpulannya. Dari hasil analisis, dengan menerapkan tax planning sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku maka CV. Soehendro dapat memahami perbedaan yang signifikan antara laporan laba rugi sebelum dan sesudah penerapan tax planning, perusahaan juga dapat meminimalkan beban pajak penghasilan yang terhutang, hal ini dapat menguntungkan perusahaan karena sisa uang dari penghematan tersebut dapat dialokasikan untuk keperluan-keperluan lain. 2. Nurul Hidayati (2013) dengan judul “ Analisis Perencanaan Pajak Penghasilan Badan Untuk Meminimalkan Beban Pajak Di PT. Wijaya Prima Baja Indonesia” yang berlokasi di Jl. Raya Pelem Watu No. 9 Blok 1B, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah perencanaan pajak yang dilakukan oleh PT. Wijaya Prima Baja Indonesia dapat membantu pihak manajemen memperoleh informasi yang
28
akurat terkait dengan pengambilan keputusan yang terkait dengan pembayaran pajak. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan observasi atau pengamatan di lokasi perusahaan, studi kepustakaan, wawancara dengan pihak yang berhubungan dan juga dokumentasi. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa natura yang diganti dengan tunjangan yang diberikan bersamaan dengan gaji akan lebih baik, karena natura yang diganti dengan tunjangan dapat menjadi pengurang penghasilan bruto sehingga bisa mengurangi laba perusahaan dan bisa memperkecil pajak terhutang di perusahaan. 2.3 Kerangka Konseptual Perencanaan pajak adalah tindakan terstruktur atas kegiatan/transaksi yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya. Penekanannya pada pengendalian setiap transaksi yang mengandung konsekuensi pajak. Berikut ini penjelasan mengenai kerangka konseptual yang dapat dijabarkan sebagai tuntunan untuk memecahkan masalah dalam penelitian ini , diwakili oleh bagan alur. Dasar penelitian ini dalam melakukan tax planning adalah melalui laporan keuangan yaitu laporan laba rugi, laporan tersebut akan dianalisa dan hasilnya akan dibandingkan antara laporan keuangan laba rugi yang dilakukan tax planning berdasarkan undang-undang pajak penghasilan yang berlaku dalam hal ini undang-undang PPh No 36 tahun 2008 dan tanpa tax planning. Dari analisa dan perbandingan yang pada akhirnya akan diketahui pengaruh atas pajak penghasilan yang akan dibayarkan oleh perusahaan setelah adanya tax planning. Menurut Undang – Undang Pajak Penghasilan No. 36 tahun 2008, besarnya pajak
29
penghasilan sama dengan penghasilan kena pajak (taxable income) dikalikan dengan tarif pajak. Semakin besar laba kena pajak, maka semaki besar pula pajak yang harus ditanggung, juga semakin tinggi tarif pajak yang harus dibayar wajib pajak tersebut. Sesuai dengan Pasal 1 angka (9) Undang – Undang No. 36 tahun 2008, pajak terhutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau bagian tahun pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Penghitungan pajak terhutang wajib pajak badan adalah: 1. Menentukan laba bruto yang diperoleh perusahaan dalam satu tahun pajak 2. Menentukan laba bruto dengan biaya – biaya yang menurut Peraturan Perpajakan dapat dikurangkan. 3. Mengkoreksi
kemungkinan
pembebanan
biaya
yang
bersifat
menambah/mengurangi penghasilan kotor. 4. Hasil pengurangan biaya – biaya tersebut mempunyai laba netto sebelum pajak, atau disebut juga dengan laba kena pajak atau Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP ini mempunyai dasar penghitungan besarnya pajak terhutang. Untuk mencapai tujuan tersebut, perencaan pajak dapat melakukan penghindaran pajak (tax avoidance) dengan mempertimbangkan aspek – aspek perencanaan pajak sebagai langkah peningkatan kepatuhan dan efisiensi pajak, yang meliputi : proyeksi perpajakan, kebijakan akuntansi, bentuk usaha pengawasan/pemeriksaan
perpajakan,
dan
aspek
ketentuan
peraturan
30
perpajakan lainnya. Strategi tax planning mengefisiensikan beban pajak tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Mengambil keuntungan dari berbagai pilihan bentuk badan hukum (legal entity) yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan jenis usaha. 2. Memilih lokasi perusahaan yang akan didirikan. 3. Mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau semaksimal mungkin dari berbagai pengecualian, potongan atau pengurangan atas penghasilan kena pajak yang diperbolehkan oleh undang-undang. 4. Mendirikan perusahaan ada yang sebagai profit center dan ada yang hanya berfungsi sebagai cost center. 5. Memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk uang atau natura dan kenikmatan (fringe Benefit) dapat sebagai salah satu pilihan untuk menghindari lapisan tarif maksimum (shif to lower bracket)
6. Pemilihan metode penilaian persediaan 7. Untuk pendanaan aktiva tetap dapat mempertimbangkan sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) di samping pembelian langsung karena jangka waktu leasing umumnya lebih pendek dari umur aktiva dan pembayaran leasing dapat dibiayakan seluruhnya.
Untuk lebih jelasnya, alur berpikir di atas dijelaskan melalui gambar diagram kerangka konseptual yang dapat dijabarkan sebagai tuntunan untuk memecahkan masalah penelitian dalam penelitian ini, berikut ini gambar kerangka konseptual untuk lebih jelasnya :
31
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Laporan Keuangan
Laporan Laba Rugi
CV. Dwi Artha Berjaya
Evaluasi Tax Planning UU PPh No 36 Tahun 2008
Koreksi Fiskal
Kesimpulan