BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Tinjauan Teori
2.1.1
Pengertian Auditing Audit atau pemeriksaan dalam arti luas bermakna evaluasi terhadap suatu
organisasi, sistem, proses, atau produk. Audit dilaksanakan oleh pihak yang kompeten, objektif, dan tidak memihak, yang disebut auditor. Tujuannya adalah untuk melakukan verifikasi bahwa subjek dari audit telah diselesaikan atau berjalan sesuai dengan standar, regulasi, dan praktik yang telah disetujui dan diterima. Menurut (Agoes, 2012), auditing adalah: “Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.” Menurut (Arens, et al., 2014), auditing merupakan: “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person.” Jadi, audit merupakan proses sistematik dengan mengumpulkan dan mengevalusi secara objektif mengenai informasi atau pernyataan tentang tindakan atau kejadian ekonomi untuk menilai tingkat kesesuaian antara informasi atau pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan yang kemudian hasilnya dikomunikasikan kepada pemakai laporan keuangan.
10
11
2.1.2
Standar Auditing Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) merupakan Asosiasi Profesi Akuntan
Publik yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang memiliki kewenangan salah satunya menyusun dan menetapkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Kewenangan tersebut dijalankan oleh Dewan SPAP. SPAP merupakan acuan yang ditetapkan menjadi ukuran mutu yang wajib dipatuhi oleh Akuntan Publik dalam pemberian jasanya. IAPI melalui Dewan SPAP mengadopsi standar internasional yang ditetapkan oleh International Federation of Accountants (IFAC) menjadi SPAP berbasis standar internasional, dimana SPAP versi sebelumnya yaitu SPAP 31 Maret 2011 berbasis US GAAS. Dewan SPAP telah menyelesaikan adopsi untuk beberapa standar, yaitu Kode Etik Profesi Akuntan Publik (Kode Etik), Standar Pengendalian Mutu 1 (SPM 1), Kerangka untuk Perikatan Asurans, Standar Audit (SA) dan Standar Perikatan Reviu (SPR) dan sedang melanjutkan standar-standar yang lain. (http://iapi.or.id/detail/63-spap) Menurut Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) (2011) standar auditing adalah panduan audit atas laporan keuangan historis. Standar auditing berkaitan dengan tidak hanya kualitas profesional auditor namun juga berkaitan dengan pertimbangan yang digunakan dalam pelaksanaan auditnya dan dalam laporannya. Menurut Tuanakotta (2015) terdapat enam struktur dan sistematika ISA, yaitu: 1. Introduction (Pengantar) Seksi ini memuat informasi tentang tujuan, lingkup dan pokok bahasan dari ISA tersebut, di samping pembahasan tentang apa-apa yang diharapkan dari auditor dan pihak-pihak lain yang secara spesifik disebut dalam ISA tersebut.
12
2. Objective (Tujuan) Setiap ISA memuat pernyataan yang jelas tentang tujuan auditor mengenai halhal yang dibahas dalam ISA tersebut. Untuk mencapai tujuan dari masingmasing ISA yang relevan, dalam perencanaan dan pelaksanaan auditnya, dengan memperhatikan hubungan atau keterkaitan di antara ISAs. ISA 200.21 (a) mewajibkan auditor untuk: a. Menentukan apakah setiap prosedur audit di samping yang diwajibkan ISAs memang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan ISAs; dan b. Mengevaluasi apakah bukti audit yang cukup dan tepat sudah diperoleh. 3. Definition (Definisi) Sebagai penegasan, ISA yang bersangkutan mencantumkan istilah-istilah yang berkenaan dengan hal-hal yang dibahasnya. Definisi dalam suatu ISA mungkin juga ada dalam ISA yang lain, dan definisi itu dicantumkan lagi karena masalahnya berkaitan. Definisi ini diberikan untuk penerapan dan penfsiran yang konsisten dari berbagai ISAs. Pencantuman definisi dalam ISAs tidak dimaksudkan untuk meniadakan atau mengabaikan istilah (yang sama dengan makna berbeda) yang digunakan dalam undang-undang atau ketentuan perundang-undangan. 4. Requirements (Persyaratan/Ketentuan) Setiap tujuan (objective) didukung oleh penjelasan mengenai persyaratan yang diwajibkan. Kewajiban ini senantiasa dinyatakan dengan frasa “the
13
auditor shall” atau “auditor wajib”. Dalam konteks yang lain, Requirements juga bermakna ketetapan (di samping persyaratan dan kewajiban). 5. Application and Other Explanatory Material (Penerapan dan Materi Penjelasan Lain) Seksi ini menjelaskan lebih lanjut persyaratan/kewajiban dari ISA tersebut, dan petunjuk untuk melaksanakan persyaratan/kewajiban tersebut. Secara khusus, seksi ini dapat: a. Menjelaskan lebih tepat makna dari suatu persyaratan/kewajiban atau apa yang ingin dicakup; b. Mencantumkan pertimbangan-pertimbangan yang spesifik untuk entitas kecil; dan c. Memasukkan contoh prosedur yang mungkin tepat dalam situasi yang dihadapi. Namun, prosedur yang sebenarnya dipilih auditor, ditentukan oleh penerapan kearifan profesionalnya pada situasi yang dihadapi dan risiko yang dinilainya mengenai kemungkinan salah saji yang material. Meskipun petunjuk ini tidak dengan sendirinya merupakan kewajiban, namun ia relevan untuk penerapan yang tepat dari kewajiban/persyaratan suatu ISA. Seksi ini juga dapat memberikan informasi latar belakang mengenai masalah yang dibahas dalam ISA tersebut. 6. Appendices (Lampiran) Appendices merupakan bagian dari seksi terdahulu (Application and Other Explanatory Material). Tujuan dan maksud digunakannya suatu appendix
14
dijelaskan dalam batang tubuh dari ISA yang bersangkutan, atau dalam judul dan pengantar dari appendix itu sendiri.
2.1.2.1 Standar Berbasis Prinsip Standar-standar terbitan IFAC adalah standar berbasis prinsip (principles-based standards), yang merupakan perubahan dari SPAP sebelumnya yang berbasis aturan (rules-based standards). Dalam standar berbasis aturan (rules-based standards), lembaga yang menetapkan standar (standard-setting body) menetapkan langkah demi langkah dengan banyak petunjuk teknis yang diharapkan membantu auditor mencapai tujuan. Ada dua sifat yang membedakan standar berbasis aturan dari standar berbasis prinsip. Pertama, standar berbasis aturan sangat rumit dan memberi kesan tepat. Kedua, standar berbasis aturan mengekang kearifan profesional.
2.1.2.2 Struktur dan Sistematika ISA Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia yang berbasis ISA tahun 2013 terdiri atas tujuh standar yaitu: 1. Standar 200-299 General Priciples and Responsibilities Standar ini menjelaskan bahwa tanggung jawab keseluruhan dari auditor independen ketika melakukan audit laporan keuangan sesuai dengan ISA. Secara khusus, itu menetapkan tujuan keseluruhan auditor independen, dan menjelaskan sifat dan ruang lingkup audit dirancang untuk memungkinkan auditor independen
15
untuk memenuhi tujuan tersebut dalam menyetujui tanggung jawab ketentuan keterlibatan audit manajemen, auditor khusus mengenai prosedur pengendalian mutu untuk audit laporan keuangan, untuk menyiapkan dokumentasi audit, kecurangan dalam audit laporan keuangan, mengingat undang-undang dan peraturan, pemeriksaan tata kelola perusahaan dari laporan keuangan, dan berkomunikasi secara tepat dengan dibebankan dengan tata kelola dan manajemen kekurangan dalam pengendalian internal. 2. Standar 300-499 Risk Assessment and Response to Assessed Risks Standar ini menjelaskan bahwa tanggung jawab auditor dalam perencanaan audit atas laporan keuangan, mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji material dalam laporan keuangan, menerapkan konsep materialitas dalam perencanaan dan pelaksanaan audit, desain dan melaksanakan tanggapan terhadap risiko salah saji material,
mempertimbangkan
bagaimana
penggunaan
entitas
organisasi
mempengaruhi layanan pengendalian internal entitas, dan mengevaluasi dampak dari salah saji yang diidentifikasi dalam audit dan salah saji tidak dikoreksi. Pertimbangan tambahan dalam perikatan audit tahun pertama diidentifikasi secara terpisah dan untuk mengidentifikasi dan menilai risiko kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan, melalui pemahaman atas entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internal entitas. 3. Standar 500-599 Audit Evidence Standar ini menjelaskan tentang hal yang merupakan bukti audit dalam suatu audit laporan keuangan, dan berkaitan dengan tanggung jawab auditor untuk merancang
16
dan melaksanakan prosedur audit untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat untuk memungkinkan penarikan kesimpulan memadai yang menjadi basis opini auditor, sehubungan dengan aspek-aspek tertentu dari persediaan, litigasi dan klaim yang melibatkan entitas, dan informasi segmen dalam audit, sebuah prosedur auditor konfirmasi eksternal untuk memperoleh bukti audit tepat, auditor menggunakan prosedur konfirmasi eksternal untuk memperoleh bukti audit yang tepat, tanggung jawab auditor berkaitan dengan membuka saldo dalam perikatan audit awal, auditor menggunakan prosedur analitis sebagai prosedur substantif, dan memutuskan untuk menggunakan contoh audit dalam melakukan prosedur audit. 4. Standar 600-699 Using Work of Others Standar ini berkaitan dengan pertimbangan khusus yang berlaku untuk kelompok audit, terutama mereka yang melibatkan komponen auditor, tanggung jawab auditor eksternal yang berkaitan dengan pekerjaan auditor internal ketika auditor eksternal telah ditentukan, dan tanggung jawab auditor berkaitan dengan pekerjaan individu atau organisasi di bidang keahlian selain akuntansi atau auditi, ketika pekerjaan tersebut digunakan untuk membantu auditor dalam memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat. Standar Audit ini tidak mengatur hal-hal yang berkaitan dengan kondisi ketika auditor internal secara individual menyediakan bantuan langsung kepada auditor eksternal dalam pelaksanaan prosedur audit.
17
5. Standar 700-799 Audit Conclusions and Reporting Standar ini berkaitan pertimbangan tanggung jawab auditor untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan, mengungkapkan dengan jelas pendapat yang telah dimodifikasi dengan tepat untuk laporan keuangan yang diperlukan, komunikasi tambahan dalam laporan auditor jika auditor menganggap perlu untuk menarik perhatian untuk masalah atau hal-hal yang disajikan atau diungkapkan dalam laporan keuangan yang penting sehingga mereka merupakan dasar bagi pemahaman tentang pengguna laporan keuangan, tanggung jawab auditor atas informasi lain dalam dokumen yang berisi laporan keuangan yang telah diaudit dan auditor melaporkannya, dan tanggung jawab auditor atas informasi lain dalam dokumen yang berisi laporan keuangan auditan dan laporan auditor terkait. Dalam hal tidak terdapat ketentuan khusus dalam perikatan, opini auditor tidak mencakup informasi lain dan auditor tidak memiliki tanggung jawab khusus untuk menentukan apakah informasi lain tersebut telah disajikan dengan tepat. Namun, auditor tetap harus membaca informasi lain tersebut karena kredibilitas laporan keuangan auditan dapat terganggu oleh ketidakkonsistensian material antara laporan keuangan audit dan informasi lain tersebut. 6. Standar 800-899 Specialized Area Standar ini berkaitan dengan pertimbangan khusus yang relevan dengan audit atas laporan keuangan dan disesuaikan seperlunya jika doterapkan dalam audit atas informasi keuangan historis lainnya. Laporan keuangan tunggal atau unsur, akun atau item dari laporan keuangan, keterlibatan laporan keuangan yang berasal dari
18
laporan keuangan yang telah diaudit sesuai dengan SPA oleh auditor sama terlibat dalam pelaporan laporan keuangan dan tanggung jawab auditor berkaitan dengan keterlibatan untuk melaporkan laporan keuangan yang berasal dari laporan keuangan yang diaudit sesuai dengan Standar Audit oleh auditor yang sama.
2.1.3
Tipe Audit Menurut Arens, et al. (2014) akuntan publik melakukan tiga jenis utama audit,
yang terbagi kedalam tiga kategori: 1. Audit laporan keuangan (financial statement audit) Sebuah audit laporan keuangan dilakukan untuk menentukan apakah laporan keuangan (informasi yang diverifikasi) dinyatakan sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
Audit
laporan
keuangan
mencakup
penghimpun
dan
pengevaluasian bukti mengenai laporan keuangan suatu entitas dengan tujuan untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai kriteria yang telah ditentukan yaitu Prinsip Akuntansi Yang Berlaku Umum (PABU). 2. Audit kepatuhan (compliance audit) Sebuah audit kepatuhan dilakukan untuk menentukan apakah auditee mengikuti prosedur tertentu, aturan, atau peraturan yang ditetapkan oleh beberapa otoritas yang lebih tinggi. Audit kepatuhan mencakup penghimpun dan pengevaluasian bukti dengan tujuan untuk menentukan apakah kegiatan
19
financial maupun operasi tertentu dari suatu entitas sesuai dengan kondisikondisi, aturan-aturan, dan regulasi yang telah ditentukan. 3. Audit operasional (operational audit) Audit operasional mengevaluasi efisiensi dan efektivitas dari setiap bagian dari prosedur operasi organisasi dan metode. Pada penyelesaian audit operasional, manajemen biasanya mengharapkan rekomendasi untuk meningkatkan operasi. Audit operasional meliputi penghimpunan dan pengevaluasian bukti mengenai kegiatan operasional organisasi dalam gubungannya dengan tujuan pencapaian efisiensi, efektivitas, maupun kehematan (ekonomis) operasional.
2.1.4
Macam-Macam Auditor Menurut Arens, et al. (2014) Orang atau kelompok yang melaksanakan audit dapat
dikelompokan sebagai berikut: 1. Auditor Independen (KAP) Kantor Akuntan Publik bertanggung jawab para audit atas laporan keuangan historis yang dipublikasikan dari semua perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa saham, mayoritas perusahaan besar lainnya, serta banyak perusahaan berskala kecil dan organisasi non komersil. Audit tersebut terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai informasi keuangan seperti kreditur, investor, calon kreditur, calon investor, dan instansi pemerintah (terutama instansi pajak).
20
2. Auditor Pemerintah (Government Accountability Office Auditors) Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja pada instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintah atau pertanggungjawaban yang ditujukan kepada pemerintah. Mayoritas tanggung jawab auditor pemerintah sama dengan tanggung jawab dari akuntan publik. Sebagian besar informasi keuangan yang disediakan oleh berbagai badan pemerintah telah diaudit oleh audit pemerintah. 3. Auditor Intern (Internal Auditor) Auditor intern adalah auditor yang dipekerjakan pada masing-masing perusahaan untuk melakukan audit manajemen yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, serta menentukan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi. Auditor internal dipekerjakan oleh semua jenis organisasi untuk mengaudit manajemen. Beberapa staf audit internal terdiri dari hanya satu atau dua karyawan melakukan audit kepatuhan rutin. Banyak auditor internal yang terlibat dalam audit operasional atau memiliki keahlian dalam mengevaluasi sistem komputer. Mayoritas auditor intern terlibat dan harus berada pada posisi yang independen terhadap organisasi sepanjang masih terdapat hubungan antara pemberi kerja dan pekerja. Audit intern menyediakan informasi yang amat bernilai bagi pihak manajemen dalam
21
proses pembuatan keputusan yang berkaitan dengan efektifitas operasi perusahaan. 4. Auditor Pajak (Internal Revenue Agents) Auditor pajak adalah auditor yang melaksanakan audit atas pajak penghasilan dari wajib pajak untuk menentukan apakah mereka telah memenuhi undangundang perpajakan yang berlaku. Audit ini merupakan jenis audit kepatuhan. Pajak penghasilan yang diaudit oleh auditor ini sangatlah beragam, mulai dari perhitungan pajak sederhana bagi individu yang bekerja pada seorang pemberi kerja saja serta hanya memperoleh pengurangan pajak standar hingga perhitungan pajak yang sangat kompleks pada perusahaan multinasional. Masalah perpajakan meliputi pembayaran
pajak oleh wajib pajak
perseorangan, pajak hadiah, pajak bumi dan bangunan, pajak penghasilan perusahaan, pajak untuk dana perwalian serta, dan seterusnya. Seorang auditor yang terlibat salah satu area audit ini harus memiliki pengetahuan perpajakan serta keahlian audit yang cukup agar dapat melaksanakan suatu audit yang efektif. 2.1.5
Jenis Pendapat Audit Auditor sebagai pihak yang independen didalam pemeriksaan laporan keuangan
suatu perusahaan, akan memberikan pendapt kewajaran laporan keuangan yang diauditnya. Standar Internasional Audit (ISA) mengharuskan pembuatan laporan setiap kali kantor akuntan publik dikaitkan dengan laporan keuangan. Bagian dari laporan audit yang merupakan informasi utama dalam laporan audit adalah pendapat. Menurut Standar
22
ISA 700 A11 ada lima syarat pernyataan pendapat auditor yang digolongkan pada dua bagian: 1. Tidak Dimodifikasi a. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian Jika auditor telah melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar auditing yang ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), seperti yang terdapat dalam standar profesional akuntan publik, dan telah mengumpulkan bahan-bahan pembuktian (audit evidence) yang cukup mendukung opininya, serta tidak menentukan adanya kesalahan material atas penyimpangan, maka auditor dapat memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian. b. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa yang Ditambahkan dalam Laporan Audit Bentuk Baku Pendapat ini diberikan jika terdapat keadaan tertentu yang mengharuskan auditor menambahkan paragraf penjelas (atau bahasa penjelas lain) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian yang dinyatakan oleh auditor. Keadaan tersebut meliputi: a. Pendapat wajar sebagai didasarkan atas laporan auditor independen lain. b. Untuk mencegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaan-keadaan yang luar biasa, laporan keuangan menyimpang dari suatu standar akuntansi yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. c. Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas
23
namun setelah mempertimbangkan rencana manajemen berkesimpulan bahwa rencana manajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu telah memadai. d. Di antara dua periode akuntansi terdapat suatu perubahan material dalam penggunaan standar akuntansi atau dalam metode penerapannya. e. Keadaan tertentu yang berhubungan dengan laporan audit atas laporan keuangan komparatif. f. Informasi lain dala suatu dokumen yang berisi laporan keuangan yang diaudit secara material tidak konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. 2. Dimodifikasi a. Pendapat Wajar Dengan Pengecualian Pendapat ini dinyatakan bilamana ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkungan audit yang menyebabkan auditor berkesimpulan bahwa ia tidak dapat menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian dan ia berkesimpulan tidak menyatakan tidak memberikan pendapat. Jika auditor menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian, ia harus menjelaskan semua alasan yang menguatkan semua alasan yang menguatkan dalam satu atau lebih paragraf terpisah yang dicantumkan sebelum paragraf pendapat. Ia harus juga mencantumkan bahwa pengecualian yang sesuai dan menunjuk ke paragraf penjelas di dalam paragraf pendapat.
24
b. Pendapat Tidak Wajar Pendapat ini dinyatakan bila, menurut pertimbangan auditor, berdasarkan bukti audit yang cukup dan tepat yang telah diperoleh, menyimpulkan bahwa kesalahan penyajian, baik secara individual maupun kolektif. Apabila auditor menyatakan pendapat tidak wajar, ia harus menjelaskan dalam paragraf terpisah sebelum paragrafpendapat dalam laporannya (a) semua alasan yang mendukung pendapat tidak wajar, dan (b) dampak utama hal yang menyebabkan pemberian pendapat tidak wajar terhadap posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas dan arus kas, jika secara praktis untuk dilaksanakan. Jika dampak tersebut tidak dapat ditentukan secara beralasan, laporan audit harus menyatakan hal itu. c. Pendapat Tidak Memberikan Pendapat Auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat yang mendasari opini auditor, dan auditor menyimpulkan bahwa kemungkinan dampak kesalahan penyajian yang tidak terdeteksi terhadap laporan keuangan, jika ada, dan bersifat material. Dalam kondisi yang sangat jarang terjadi dan melibatkan lebih dari satu ketidakpastian, auditor menyimpulkan bahwa meskipun telah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat tentang setiap ketidakpastian tersebut, adalah tidak mungkin untuk merumuskan opini atas laporan keuangan karena interaksi yang potensial dari ketidakpastian tersebut.
25
Jika pernyataan tidak memberikan pendapat disebabkan pembatasan lingkup audit, auditor harus menunjukkan dalam paragraf terpisah semua alasan substantif yang mendukung pernyataan tersebut ia harus menyatakan bahwa lingkup auditnya tidak memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Audit tidak harus menunjukkan prosedur yang dilaksanakan dan tidak harus menjelaskan karakteristik auditnya dalam suatu paragraf (yaitu, paragraf lingkup audit dalam laporan auditor bentuk baku).
2.1.6
International Standards on Auditing (ISA) International Standards on Auditing (ISA) merupakan standar audit yang berbasis
pada risiko. Indonesia sendiri menggunakan ISA pada awal tahun 2013. Dalam audit berbasis risiko, auditor menggunakan kearifan profesional dalam pelaksanaan audit dan lebih menekankan pada professional judgment (Tuanakotta, 2013). Professional judgment adalah penerapan hasil pelatihan, pengetahuan, dan pengalaman yang relevan dalam batas-batas standar audit, akuntansi dan etik, ketika membuat keputusan mengenai pilihan yang tepat dalam keadaan yang dihadapi pada suatu penugasan audit (Tuanakotta, 2013).
Menurut Tuanakotta (2013) terdapat tiga langkah audit berbasis risiko yaitu: 1. Risk Assessment Melaksanakan prosedur penilaian risiko untuk mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan.
26
2. Risk Response Merancang dan melaksanakan prosedur audit selanjutnya yang menanggapi risiko (salah saji material) yang telah diidentifikasi dan dinilai, pada tingkat laporan keuangan dan asersi. 3. Reporting Merumuskan pendapat berdasarkan bukti audit yang diperoleh dan membuat dan menerbitkan laporan yang tepat, sesuai kesimpulan yang ditarik.
Dan manfaat audit berbasis resiko menurut Tuanakotta (2013) diantaranya: 1. Flesksibilitas Waktu Karena prosedur penilaian risiko tidak menguji transaksi dan saldo secara rinci, prosedur itu dapat dilaksanakan jauh sebelum akhir tahun. Ini dapat menyeimbangkan beban kerja secara merata sepanjang tahun dan juga memberi waktu yang cukup bagi klien untuk menanggapi temuan mengenai kelemahan pengendalian intern. 2. Upaya Tim Audit Terfokus pada Area Kunci Dengan memahami di mana risiko salah saji material bisa terjadi dalam laporan keuangan, auditor dapat mengarahkan tim audit ke hal-hal yang berisiko tinggi dan mengurangi pekerjaan pada tingkat resiko rendah. Dengan demikian sumber daya/staf audit dimanfaatkan sebaik-baiknya.
27
3. Prosedur Audit Terfokus pada Resiko Prosedur audit selanjutnya dirancang untuk menanggapi risiko yang dinilai. Oleh karena itu, uji rincian yang hanya menanggapi risiko secara umum, akan dapat dikurangi secara signifikan atau bahkan sama sekali dihilangkan. 4. Pemahaman atas Pengendalian Internal Pemahaman terhadap pengendalian intern memungkinkan auditor mengambil keputusan yang tepat, untuk menguji/tidak menguji efektifnya pengendalian intern. 5. Komunikasi Tepat Waktu Pemahaman terhadap pengendalian intern yang meningkat, memungkinkan auditor mengidentifikasi kelemahan dalam pengendalian intern, yang sebelumnya tidak diketahui. Mengkomunikasikan kelemahan dalam pengendalian intern kepada manajemen secara tepat waktu memungkinkan entitas mengambil tindakan yang tepat.
2.2
Pengalaman Auditor
2.2.1
Pengertian Pengalaman Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015) pengalaman adalah sesuatu yang
pernah dijalani, dirasakan, ditanggung dsb. Jadi, pengalaman adalah gabungan dari semua yang dialami, dijalani dan dirasakan melalui secara berulang ulang dengan sesama benda, alam, keadaan, gagasan dan penginderaan.
28
2.2.2
Pengertian Pengalaman Auditor Agoes (2012) menjelaskan mengenai pengalaman auditor adalah: “Pengalaman auditor adalah auditor yang mempunyai pemahaman yang lebih baik. Mereka juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasar.” Dari kutipan tersebut dapat dinyatakan bahwa pengalaman auditor adalah
kemampuan yang berupa pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki seorang auditor atau akuntan pemeriksa untuk belajar dari kejadian-kejadian sebelumnya yang berkaitan dengan seluk beluk audit atau pemeriksaan. Di bidang audit pengalaman auditor merupakan faktor penting yang penting yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Pengalaman audit adalah pengalaman yang dimiliki oleh seorang auditor dalam melakukan audit atas laporan keuangan suatu entitas. Semakin bepengalaman seorang auditor maka dia akan semakin mampu dalam menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam tugas-tugas yang kompleks, termasuk dalam melakukan pemeriksaan. Pengalaman auditor akan semakin berkembang dengan bertambahnya pengalaman audit, diskusi mengenai audit dengan rekan sekerja, pengawasan dan review oleh akuntan senior, mengikuti program pelatihan dan penggunaan standar auditing. Auditor yang berpengalaman juga dapat membuat perolehan bukti audit yang lebih baik dalam tugas profesional dibanding dengan yang tidak berpengalaman. Seorang auditor yang berpengalaman akan semakin peka dalam memahami setiap informasi yang relevan sehubungan dengan perolehan bukti audit yang akan
29
dikeluarkannya. Selain itu, auditor juga semakin peka dengan kesalahan penyajian laporan keuangan dan semakin memahami hal-hal yang terkait dengan kesalahan yang ditemukan tersebut. (Ansori, 2013) Selain itu menurut Trianevant (2014) menjelaskan bahwa ada 2 dimensi pengalaman, yaitu: 1. Lamanya auditor bekerja di bidang audit, dan 2. Banyaknya penugasan audit yang pernah ditangani.
2.3
Profesionalisme
2.3.1
Pengertian Profesionalisme Profesionalisme sering diartikan sebagai keahlian seseorang dalam mengerjakan
sesuatu dengan baik sesuai dengan profesinya. Dalam hal ini profesional pada kegiatan mengevaluasi dan menilai secara bebas mengenai aktivitas perusahaan yang dilaksanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan dalam pengertian umum, seseorang dikatakan profesional jika memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standar baku di bidang profesi yang bersangkutan, dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi etika profesi yang ditetapkan. Sikap profesional tercermin pada pelaksanaan kualitas yang merupakan karakteristik atau tanda suatu profesi. (Haryono, 2012) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015) profesionalisme adalah: “Kualitas, mutu dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi”
30
Sedangkan menurut Arens dkk. (2014) pengertian profesionalisme, yaitu: “Profesional means a responbility for conduct that extended beyond satisfying individual responsibilities and beyond the requirement of our society law an regulation.” Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa profesionalisme merupakan tanggung jawab berperilaku yang lebih dan sekedar tanggung jawab yang dibebankan padanya dan lebih dari sekedar memenuhi undang-undang dan peraturan masyarakat. Maka auditor dikatakan profesionalisme apabila auditor telah mengakui tanggung jawabnya terhadap masyarakat, terhadap klien, dan terhadap rekan seprofesi, termasuk untuk berperilaku yang terhormat dan menghasilkan bukti audit yang berkualitas. Septiant (2014) mengembangkan konsep profesionalisme dari level individual yang digunakan untuk profesionalisme eksternal auditor, meliputi lima dimensi: 1. Pengabdian pada profesi (dedication), yang tercermin dalam dedikasi profesionalmelalui penggunaan pengetahuandan kecakapan yang dimiliki. Sikap ini adalah ekspresi dari penyerahan diri secara total merupakan komitmen pribadi, dan sebagai kompensasi utama yang diharapkan adalah kepuasan rohaniah dan kemudian kepuasan material. 2. Kewajiban sosial (social obligation), yaitu pandangan tentang pentingnya peran profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat ataupun oleh profesional karena adanya pekerjaan tersebut. 3. Kemandirian (autonomy demands), yaitu suatu pandangan bahwa seorang profesional harus mampu membuat keputusan sendiritantpa tekanan dari pihak lain.
31
4. Keyakinan terhadap peraturan profesi (belief in self-regulation), yaitu suatu keyakinan bahwa yang berwenang untuk menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, dan bukan pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka. 5. Hubungan dengan sesama profesi (professional community affiliation), berarti menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk organisasi formal dan kelompok-kelompok kolega informal sebagai sumber ide utama pekerjaan.
2.3.2
Konsep Profesionalisme Konsep profesionalisme yang dikembangkan oleh Rasibo (2015) dapat digunakan untuk mengukur profesionalisme, yakni melihat sikap dan prilakunya. Terdapat lima dimensi dalam profesionalisme, yakni: 1. Pengabdian pada profesi Pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan, bukan hanya alat untuk mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani, baru kemudian materi.
32
2. Kewajiban sosial Kewajiban sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan profesi dan manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut. 3. Kemandirian Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, dan bukan anggota profesi). Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional. 4. Keyakinan terhadap peraturan profesi Keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka. 5. Hubungan dengan sesama profesi Hubungan dengan sesama profesi adalah menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesional. (Rasibo, 2015)
2.4
Perolehan Bukti Audit
2.4.1
Pengertian Bukti Audit Pengertian bukti audit menurut Messier, Glover and Prawitt (2014) adalah: “Audit evidence is the information used by the auditor in arriving at the conclusions on which the audit opinion is based, and it includes the information
33
contained in the accounting records underlying the financial statements and other information.” Menurut Arens et.al (2014) bukti audit adalah: “Evidence was defined to determine whether the information being audited is stated in accordance with the established criteria. The information varies greatly in the extent to which it persuades the auditor whether financial statements are fairly stated. Evidence includes information that is highly persuasive, such as the auditor’s count of marketable securities, and less persuasive information, such as responses to question of client employees.” Jadi, bukti audit merupakan suatu informasi yang diperoleh auditor selama penugasan audit dalam perumusan kesimpulan hasil audit di mana opini audit didasarkan, dan itu termasuk informasi yang terdapat dalam catatan akuntansi guna mendasari laporan keuangan dan informasi lainnya.
Messier dkk. (2014) Mengemukkan bahwa terdapat tiga konsep dari bukti audit yang penting untuk memahami pelaksanaan audit: Sifat Bukti Audit Sifat bukti mengacu pada bentuk atau jenis informasi, yang meliputi catatan akuntansi dan informasi lain yang tersedia. catatan akuntansi termasuk catatan entri awal dan catatan pendukung, seperti cek dan catatan transfer dana elektronik, faktur, kontrak, buku besar umum dan anak perusahaan, jurnal, dan penyesuaian lainnya atas laporan keuangan yang tidak tercermin dalam jurnal resmi dan catatan seperti lembaran kerja dan lembar kerja mendukung alokasi biaya, perhitungan, rekonsilisasi, dan pengungkapan. Untuk beberapa entitas, catatan akuntansi dan informasi lainnya mungkin hanya tersedia dalam bentuk elektronik. Dengan demikian, dokumen sumber seperti perintah
34
pembelian, daftar muatan, faktur, dan cek diganti dengan pesan elektronik atau gambar elektronik. Dalam kasus tersebut, elektronik mungkin ada di hanya titik tertentu dalam waktu dan mungkin tidak dpt nanti. Ini mungkin membutuhkan auditor untuk memilih item sampel beberapa kali selama tahun daripada di akhir tahun. Kecukupan dan Kelayakan Bukti Audit Kecukupan adalah ukuran kuantitas bukti audit. Kelayakan adalah ukuran kualitas bukti audit. Kecukupan dan kesesuaian bukti audit saling terkait. auditor harus mempertimbangkan kedua konsep ketika menilai risiko dan merancang prosedur audit. Kuantitas bukti audit yang diperlukan dipengaruhi oleh risiko salah saji material dan oleh kualitas bukti audit yang dikumpulkan. Dengan demikian, semakin besar risiko salah saji material, bukti audit lebih mungkin akan diperlukan untuk memenuhi tes audit. Dan semakin tinggi kualitas bukti, bukti kurang yang mungkin diperlukan untuk memenuhi tes audit. Dengan demikian, ada hubungan terbalik antara kecukupan dan kesesuaian bukti audit. Dalam kebanyakan kasus, auditor bergantung pada bukti yang persuasif daripada meyakinkan di menyatakan pendapat atas satu set laporan keuangan. Oleh karena itu, sifat dari bukti yang diperoleh oleh auditor jarang memberikan jaminan mutlak tentang sebuah pernyataan. Bukti dianggap tepat ketika memberikan informasi yang relevan dan dapat diandalkan.
35
1) Relevansi Relevansi bukti audit mengacu pada hubungannya dengan pernyataan yang diuji. Jika auditor bergantung pada bukti yang tidak terkait dengan pernyataan, ia dapat mencapai kesimpulan tentang sebuah pernyataan. Sebuah prosedur audit yang normal untuk pengujian pernyataan ini adalah untuk melacak sampel dokumen pengiriman (seperti daftar muatan) untuk faktur penjualan terkait dan entri dalam penjualan jurnal. Jika sampel auditor populasi faktur penjualan yang dikeluarkan selama periode tersebut, bukti tidak akan berhubungan dengan situasi kelengkapan. Kesimpulan berdasarkan populasi faktur penjualan tidak akan didasarkan pada bukti yang relevan untuk menguji asersi kelengkapan. 2) Keandalan Keandalan bukti mengacu apakah jenis tertentu dari bukti dapat reliedupon untuk sinyal keadaan sebenarnya dari sebuah pernyataan. Keandalan bukti dipengaruhi oleh sumber dan sifatnya dan tergantung keadaan individu di bawah yang diperoleh:
Sumber independen di luar entitas. Bukti yang diperoleh auditor dari sumber independen di luar entitas biasanya dilihat sebagai lebih dapat diandalkan dibandingkan bukti yang diperoleh semata-mata dari dalam entitas. Dengan demikian, konfirmasi eksternal dari saldo bank entitas diterima langsung oleh auditor akan dilihat sebagai lebih dapat diandalkan dibandingkan pemeriksaan saldo kas yang tercatat dalam buku besar. Selain itu, bukti yang diperoleh dari entitas, tetapi yang telah dilakukan verifikasi oleh
36
sumber independen, dipandang sebagai lebih dapat diandalkan dibandingkan bukti yang diperoleh semata-mata dari dalam entitas.
Efektivitas pengendalian internal. Tujuan utama dari sistem entitas pengendalian internal adalah untuk menghasilkan informasi yang dapat dipercaya untuk membantu pengambilan keputusan manajemen. Sebagai bagian dari audit, efektivitas pengendalian internal dinilai. Ketika auditor menilai pengendalian internal yang efektif (yang mengendalikan risiko rendah), bukti yang dihasilkan oleh sistem akuntansi dipandang sebagai terpercaya. Sebaliknya, jika kontrol internal dinilai tidak efektif (yaitu, risiko pengendalian tinggi), bukti dari sistem akuntansi tidak akan dianggap dapat diandalkan. Dengan demikian, semakin efektif pengendalian internal entitas, semakin jaminan itu menyediakan sekitar keandalan bukti audit.
Pengetahuan langsung pribadi Auditor. Bukti yang diperoleh langsung oleh auditor umumnya dianggap lebih dapat diandalkan. Dalam kasus tersebut, auditor mungkin perlu keterampilan dan pengetahuan spesialis untuk membantu dengan audit persediaan.
Bukti dokumenter. Bukti Audit lebih dapat diandalkan ketika ada dalam bentuk dokumenter, apakah kertas, elektronik, atau media lainnya. Dengan demikian, catatan tertulis dari rapat dewan direksi lebih handal daripada representasi lisan berikutnya dari hal-hal yang dibahas.
Dokumen asli. Bukti Audit yang disediakan oleh dokumen asli lebih handal daripada bukti audit yang disediakan oleh fotokopi atau faksimil. pemeriksaan auditor untuk asli, salinan ditandatangani perjanjian sewa lebih handal daripada fotokopi.
37
Evaluasi Bukti Audit Kemampuan untuk mengevaluasi bukti tepat adalah keterampilan penting auditor harus mengembangkan. Evaluasi yang tepat dari bukti mensyaratkan bahwa auditor memahami jenis bukti yang tersedia dan kehandalan relatif mereka. Auditor harus mampu menilai ketika jumlah yang cukup sesuai bukti telah diperoleh untuk menentukan kewajaran asersi manajemen. Dalam mengevaluasi bukti, auditor harus teliti dalam mencari bukti dan berisi di evaluasi. Untuk menggambarkan, dalam mengevaluasi respon manajer kredit untuk penyelidikan audit, auditor harus tidak mengizinkan faktor pribadi untuk mempengaruhi evaluasi respon.
2.4.2
Prosedur Bukti Audit Auditor melakukan prosedur bukti audit untuk mengumpulkan bukti mengenai
apakah tiap asersi manajemen yang relevan telah didukung. Keputusan penting yang dihadapi para auditor adalah menentukan jenis dan jumlah bukti audit yang tepat, yang diperlukan untuk memenuhi keyakinan bahwa komponen laporan keuangan klien dan keseluruhan laporan telah disajikan secara wajar, bahwa klien menyelenggarakan pengendalian internal yang efektif atas pelaporan keuangan. Ada empat keputusan mengenai bukti apa yang harus dikumpulkan dan berapa banyak, yaitu: 1. Prosedur audit yang akan digunakan 2. Berapa ukuran sampel yang akan dipilih untuk prosedur tersebut 3. Item-item mana yang akan dipilih dari populasi
38
4. Kapan melaksanakan prosedur tersebut. Berdasarkan prosedur bukti audit mana yang akan digunakan dalam audit, auditor dapat memilih jenis bukti mana yang akan dikumpulkan. Menurut Arens (2014) jenisjenis bukti terdiri dari delapan jenis, sebagai berikut: 1. Pemeriksaan fisik (physical examination) Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan secara langsung atau inspeksi yang dilakukan auditor umumnya atas akun aktiva berwujud. Pemeriksaan fisik merupakan jenis bukti yang relatif dapat diandalkan yang melibatkan auditor menginspeksi atau menghitung aktiva berwujud. 2. Konfirmasi (confirmation) Konfirmasi adalah jenis khusus dari tanya jawab. Konfirmasi merupakan proses mendapatkan representasi informasi atau kondisi yang ada secara langsung dari pihak ketiga yang independen berupa respon lisan atau tertulis untuk memverifikasi keakuratan informasi yang diajukan oleh auditor. Konfirmasi ada dua jenis yaitu konfirmasi positif dan negatif. Konfirmasi positif meminta si penerima untuk memberikan respon dalam semua situasi. Sedangkan konfirmasi negatif meminta penerima untuk merespon hanya bila informasinya tidak benar, dan tidak ada pengujian tambahan yang dilaksanakan bila respons tidak diterima. 3. Dokumentasi (documentation) Dokumentasi adalah inspeksi oleh auditor atas dokumen dan catatan klien untuk mendukung informasi yang tersaji, atau seharusnya tersaji, dalam laporan keuangan. Dokumentasi dapat diklasifikasi menjadi internal dan ekstenal. Dokumen internal adalah
39
dokumen yang disiapkan dan digunakan dalam organisasi klien dan disimpan tanpa pernah disampaikan kepada pihak luar. Dokumen eksternal adalah dokumen yang ditangani oleh seseorang di luar organisasi klien yang merupakan pihak yang melakukan transaksi, tetapi dokumen tersebut saat ini berada di tangan klien atau dengan segera dapat diakses oleh klien. 4. Prosedur analisis (analytical procedures) Prosedur analisis merupakan evaluasi menggunakan perbandingan dan hubungan untuk menilai apakah saldo akun atau data lainnya tampak wajar dibandingkan dengan harapan auditor. 5. Wawancara dengan klien (inquiries of the client) Wawancara adalah upaya untuk memperoleh informasi secara lisan maupun tertulis dari klien sebagai respons atas pertanyaan yang diajukan oleh auditor. Wawancara merupakan prosedur audit penting yang digunakan secara ekstensif selama audit dan sering merupakan pelengkap dalam melakukan prosedur audit lainnya. 6. Rekalkulasi (recalculation) Rekalkulasi terdiri atas pemeriksaan keakuratan matematis atas dokumen atau catatan klien. Mengecek kembali perhitungan klien terdiri dari pengujian ilmu hitung akurasi akurasi klien dan termasuk prosedur seperti memperluas faktur penjualan dan persediaan, menambahkan jurnal dan anak catatan, dan memeriksa perhitungan beban penyusutan dan beban dibayar di muka.
40
7. Pelaksanaan ulang (reperformance) Pelaksanaan ulang adalah pengujian independen yang dilakukan auditor atas prosedur atau pengendalian akuntansi klien, yang semula dilakukan sebagai bagian dari sistem akuntansi dan pengendalian internal klien, baik secara manual atau melalui penggunaan teknik audit berbantuan komputer (TABK). 8. Observasi (observation) Observasi adalah penggunaan indera untuk menilai aktivitas klien. Jenis bukti audit ini kurang dapat diandalkan karena risiko personil klien akan mengubah perilakunya akibat kehadiran auditor.
2.4.3
Program Bukti Audit Menurut Rittenberg, Johnstone dan Gramling (2010), program bukti audit
menentukan prosedur yang sebenarnya harus dilakukan dalam mengumpulkan bukti audit dan digunakan untuk merekam berhasil menyelesaikan setiap langkah. Program audit adalah bagian paling penting dari dokumentasi dalam perikatan audit dan memberikan cara yang efektif untuk:
Pengorganisasian dan mendistribusikan pekerjaan audit.
Pemantauan proses audit dan kemajuan.
Mencatat pekerjaan audit yang dilakukan.
Meninjau kelengkapan dan persuasif dari prosedur yang dilakukan.
41
2.5
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu terkait dengan judul penelitian “Pengaruh
Pengalaman Audit dan Profesionalisme Terhadap Perolehan Bukti Audit (Studi Kasus di Beberapa Kantor Akuntan Publik di Kota Bandung” yang akan diteliti, antara lain sebagai berikut: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian
Judul
Alat Uji
Persamaan
Perbedaan
Hasil
Variabel X1 (Pengalaman), Variabel X2 (Profesionalisme), Variabel Y (Bukti Audit)
Variabel X3 (Resiko Audit)
Pengalaman audit secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap pengumpulan bukti audit kompeten yang cukup, profesionalisme auditor berpengaruh signifikan terhadap pengumpulan bukti audit kompeten yang cukup, resiko audit berpengaruh signifikan secara parsial terhadap pengumpulan bukti audit kompeten yang cukup, pengalaman auditor, profesionalisme dan resiko audit secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pengumpulan bukti audit kompeten yang cukup.
Analisis Novi Fitriani, 2014 Univesitas Widyatama (Bandung)
Pengaruh Pengalaman, Profesionalisme, dan Resiko Audit Terhadap Bukti Audit Kompeten yang Cukup
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda
42
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (lanjutan) Penelitian
Judul
Alat Uji
Persamaan
Perbedaan
Hasil
Profesionalisme, kompetensi, independensi dan akuntabilitas secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit, Profesionalisme, kompetensi, independensi dan akuntabilitas bersama sama (simultan) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit Tekanan Ketaatan berpengaruh negatif terhadap audit judgment. Tekanan Anggaran Waktu berpengaruh negatif terhadap audit judgment. Kompleksitas tugas berpengaruh terhadap audit judgment. Pengetahuan berpengaruh positif terhadap audit judgment. Pengalaman berpengaruh positif terhadap audit judgment.
Analisis Rizki Merdekawati Haryono, 2012 Universitas Widyatama (Bandung)
Pengaruh Profesionalisme, Kompetensi, Independensi, Akuntabilitas Terhadap Kualitas Audit
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda
Variabel X1 (Profesionalisme)
Variabel X2 (Kompetensi), Variabel X3 (Independensi), Variabel X4 (Akuntabilitas), Variabel Y (Kualitas Audit)
Elisabeth Tielman M. A. 2011. Semarang.
Pengaruh Tekanan Ketaatan, Tekanan Anggaran Waktu, Kompleksitas Tugas, Pengetahuan dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment.
Penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan dengan metode eksperimen
Variabel X5 (Pengalaman Auditor)
Variabel X1 (Tekanan Ketaatan), Variabel X3 (Kompleksitas Tugas), Variabel X2 (Tekanan Anggaran Waktu), Variabel X4 (Pengetahuan), Variabel Y (Audit Judgment)
43
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (lanjutan) Penelitian
Judul
Alat Uji
Persamaan
Perbedaan
Hasil
Profesionalisme auditor berpengaruh signifikan terhadap audit judgment. Kompleksitas tugas berpengaruh signifikan terhadap audit judgment. Pengalaman auditor berpengaruh signifikan terhadap audit judgment. Pengalaman berpengaruh positif terhadap penggunaan professional judgment auditor dalam evaluasi bukti audit, Kompetensi auditor berpengaruh positif terhadap penggunaan professional judgment dalam evaluasi bukti audit, kompetensi auditor, dan Maka semakin rendah kemampuannya dalam menggunakan professional judgment. Keahlian audit berpengaruh signifikan terhadap audit judgment. Pengalaman audit tidak berpengaruh signifikan terhadap audit judgment. Risiko audit tidak berpengaruh signifikan terhadap audit judgment. Kompleksitas tugas tidak berpengaruh signifikan terhadap audit judgment.
Analisis Rizsqi Puspitasari, 2014 Universitas Widyatama Bandung (Indonesia)
Pengaruh Profesionalisme, Kompleksitas Tugas, dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda
Variabel X1 (Profesionalisme), Variabel X3 (Pengalaman Audit).
Variabel X2 (Kompleksitas Tugas), Variabel Y (Audit Judgment)
Harmita Amaliana, 2014 Universitas Sebelas Maret (Surakarta)
Pengaruh Pengalaman dan Kompetensi Terhadap Penggunaan Professional Judgement Auditor dalam Evaluasi Bukti Audit
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda
Variabel X1 (Pengalaman)
Variabel X2 (Kompetensi), Variabel Y (Professional Judgement Auditor dalam Pengevaluasian Bukti Audit)
Ahmad Salim Ansori, 2013. Universitas Widyatama Bandung (Indonesia)
Pengaruh Keahlian Audit, Pengalaman Audit, Resiko Audit, dan Kompleksitas Tugas Terhadap Audit Judgment.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda
Variabel X2 (Pengalaman Audit)
Variabel X1 (Keahlian Audit), Variabel X3 (Resiko Audit), Variabel X4 (Kompleksitas Tugas), Variabel Y (Audit Judgment)
44
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (lanjutan) Penelitian
Judul
Alat Uji
Persamaan
Perbedaan
Hasil
Gender berpengaruh terhadap audit judgment pada sebelas Kantor Akuntan Publik. Orientasi tujuan berpengaruh terhadap audit judgment pada sebelas Kantor Akuntan Publik. Self-efficacy berpengaruh terhadap audit judgment pada sebelas Kantor Akuntan Publik. Pengalaman berpengaruh terhadap audit judgment pada sebelas Kantor Akuntan Publik. Kompetensi auditor berpengaruh positif terhadap professional judgment dalam evaluasi bukti audit, Profesionalisme auditor berpengaruh positif terhadap professional Judgment dalam evaluasi bukti audit, Pengalaman auditor berpengaruh positif terhadap professional judgment dalam pengevaluasian bukti audit, dan Kompetensi, profesionalisme, dan pengalaman auditor secara simultan berpengaruh terhadap professional judgment dalam evaluasi bukti audit.
Analisis Marsha Trianevant, 2014 Universitas Widyatama Bandung (Indonesia)
Pengaruh Gender, Orientasi Tujuan, Self-Efficacy, dan Pengalaman Terhadap Audit Judgment
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda
Variabel X4 (Pengalaman Audit)
Variabel X1 (Gender), Variabel X2 (Orientasi Tujuan), Variabel X3 (Self-Efficacy), Variabel Y (Audit Judgment)
Nurmalasari Rasibo, 2015 Universitas Hasanuddin (Makassar)
Pengaruh Kompetensi, Profesionalisme, dan Pengalaman Terhadap Professional Judgement Auditor dalam Pengevaluasian Bukti Audit
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda
Variabel X2 (Profesionalisme), Variabel X3 (Pengalaman)
Variabel X1 (Kompetensi), Variabel Y (Professional Judgement Auditor dalam Pengevaluasian Bukti Audit)
45
2.6
Kerangka Pemikiran Berikut ini terdapat kerangka pemikiran mengenai pengaruh pengalaman audit dan
profesionalisme terhadap perolehan bukti audit dapat dilihat pada gambar 2.1 kerangka pemikiran:
Pengalaman Auditor (X1) 3 Perolehan Bukti Audit (Y) Profesionalisme (X2) Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.7
Hipotesis Penelitian
2.7.1
Hubungan Pengalaman Auditor terhadap Perolehan Bukti Audit Di bidang audit pengalaman auditor merupakan faktor penting yang penting yang
dibutuhkan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Pengalaman audit adalah pengalaman yang dimiliki oleh seorang auditor dalam melakukan audit atas laporan keuangan suatu entitas. Semakin bepengalaman seorang auditor maka dia akan semakin mampu dalam menghasilkan kinerja yang lebih baik dalam tugas-tugas yang kompleks, termasuk dalam melakukan pemeriksaan. Seorang auditor yang berpengalaman akan semakin peka dalam memahami setiap informasi yang relevan sehubungan dengan perolehan bukti audit yang akan dikeluarkannya. Selain itu, auditor juga semakin peka dengan kesalahan penyajian laporan
46
keuangan dan semakin memahami hal-hal yang terkait dengan kesalahan yang ditemukan tersebut. (Ansori, 2013) Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh (Rasibo, 2015) yang menyatakan bahwa pengalaman auditor berpengaruh positif terhadap professional judgment auditor dalam pengevaluasian bukti audit. Cara memandang dan menanggapi informasi yang diperoleh selama melakukan pemeriksaan antara auditor yang memiliki pengalaman yang banyak dengan yang pengalamannya masih kurang akan berbeda, begitu pula dalam memberikan kesimpulan audit terhadap obyek yang diperiksa. Semakin banyak pengalaman seorang auditor maka judgment-nya akan semakin tepat, dalam memberikan pandangan dan tanggapan tentang informasi yang terdapat dalam laporan keuangan akan semakin baik. Berdasarkan pembahasan tersebut, maka hipotesis yang terbentuk adalah: H1: Pengalaman audit berpengaruh terhadap Perolehan Bukti Audit.
2.7.2
Pengaruh Profesionalisme terhadap Perolehan Bukti Audit Profesionalisme merupakan prilaku dasar yang harus dimiliki oleh seorang yang
melakukan pekerjaan apapun. Perilaku profesional yang tinggi merupakan sebuah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan profesi. Profesionalisme auditor berpengaruh positif terhadap professional judgment auditor dalam pengevaluasian audit evidence (Rasibo, 2015). Berdasarkan pembahasan tersebut, maka hipotesis yang terbentuk adalah: H2: Profesionalisme berpengaruh terhadap Perolehan Bukti Audit.
47
2.7.3
Hipotesis Hipotesis adalah dugaan sementara yang perlu diuji kebenarannya. Berdasarkan
kerangka pemikiran diatas, hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H01
: Pengalaman Auditor tidak berpengaruh terhadap Perolehan Bukti Audit.
Ha1
: Pengalaman Auditor berpengaruh terhadap Perolehan Bukti Audit.
H02
: Profesionalisme tidak berpengaruh terhadap Perolehan Bukti Audit.
Ha2
: Profesionalisme berpengaruh terhadap Perolehan Bukti Audit.
H03
: Pengalaman Auditor dan Profesionalisme tidak berpengaruh terhadap Perolehan Bukti Audit.
Ha3
: Pengalaman Auditor dan Profesionalisme berpengaruh terhadap Perolehan Bukti Audit.