BAB II LANDASAN TEORI
II.1. Auditing II.1.1. Pengertian Auditing Agoes. S (2004) mendefinisikan, “ Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis oleh pihak independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya dengan tujuan untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut”(h.2). Mulyadi (2002) mendefinisikan, “ Auditing adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataanpernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta menyampaikan hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan”(h.9). Arens & Loebbecke (2004) mendefinisikan auditing sebagai berikut, “Auditing is the process by which a competent, independent person accumulates and evaluates evidence about quantifiable information related to a specific economic entity for the purpose of determining and reporting on the degree of correspondence between the quantifiable information and established criteria” (p.1).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Auditing adalah suatu proses pengumpulan data/bukti yang kompeten yang dilakukan oleh orang yang independen dan kompeten untuk digunakan sebagai alat dalam penelusuran guna menentukan secara objektif keandalan informasi yang disampaikan oleh manajemen II.1.2 Standar Auditing yang Berlaku Umum Standar auditing merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Standar-standar ini meliputi pertimbangan mengenai kualitas profesional mereka, seperti keahlian dan independensi, persyaratan pelaporan dan bahan bukti. Pedoman utama adalah sepuluh standar auditing atau 10 generally
accepted
auditing standards (GAAS), kesepuluh standar ini, adalah sebagai berikut: Standar Umum 1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor. 2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. 3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Standar Pekerjaan Lapangan 1. Pekerjaan harus dilaksanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
2. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang harus dilakukan. 3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pangajuan pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
Standar Pelaporan 1. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. 2. Laporan audit harus menunjukkan keadaan yang didalamnya prinsip akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dalam hubungannya dengan prinsip akuntansi yang diterapkan dalam periode sebelumnya. 3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit. 4. Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam semua hal yang mana auditor dihubungkan dengan laporan keuangan, laporan audit harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan auditor, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikulnya.
II.1.3. Jenis-jenis Audit Menurut Arens & Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A.A. (2003), mengelompokkan audit menjadi 3 jenis yaitu: 1. Audit Laporan Keuangan Audit laporan keuangan bertujuan menentukan apakah laporan keuangan secara keseluruhan yang merupakan informasi terukur yang akan diverifikasi telah disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu. Umumnya, kriteria itu adalah prinsip akuntansi yang berlaku umum. Asumsi dasar dari suatu audit laporan keuangan adalah bahwa laporan tersebut akan dimanfaatkan kelompok-kelompok berbeda untuk maksud berbeda. 2. Audit Operasional Audit operasional merupakan penelahaan atas bagian manapun dari prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektivitasnya. Umumnya, pada saat selesainya audit operasional, auditor akan memberikan sejumlah saran kepada manajemen untuk memperbaiki jalannya operasi perusahaan. 3. Audit Ketaatan Audit ketaatan bertujuan mempertimbangkan apakah auditi (klien) telah mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang telah ditetapkan pihak yang memiliki otoritas lebih tinggi. Suatu audit ketaatan pada perusahaan swasta, dapat termasuk penentuan apakah para pelaksana akuntansi telah mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh perusahaan, peninjauan tingkat upah untuk menentukan kesesuaian dengan peraturan upah minimum, atau pemeriksaan surat perjanjian dengan bank atau kreditor lain untuk
memastikan bahwa perusahaan tersebut telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku.(h.4)
II.2. Audit Operasional II.2.1. Pengertian Audit Operasional Arens & Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A.A. (2003) mendefinisikan, “ Audit operasional merupakan penelahaan atas bagian manapun dari prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektivitasnya. Umumnya, pada saat selesainya audit operasional, auditor akan memberikan sejumlah saran kepada manajemen untuk memperbaiki jalannya operasi perusahaan”(h.4). Agoes. S (2004) mendefinisikan, “ Pemeriksaan Operasional adalah suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen untuk mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien, dan ekonomis”(h.175). Dari beberapa definisi audit operasional diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian audit operasional secara umum adalah proses penelahaan yang sistematis atas aktivitas suatu kegiatan organisasi untuk mengetahui efisiensi, efektivitas dan ekonomisnya operasi dan mengidentifikasi kemungkinan terjadinya peningkatan atau perbaikkan. Pengertian efisiensi, efektivitas dan ekonomis dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Efisiensi, yaitu bertindak dengan cara yang dapat meminimalkan pemborosan sumber daya dalam melaksanakan suatu kegiatan operasi perusahaan maupun dalam menghasilkan suatu produk atau jasa. 2. Efektivitas, yaitu produk akhir suatu kegiatan operasi telah mencapai tujuannya baik ditinjau dari segi kualitas hasil kerja, kuantitas hasil kerja maupun target batas waktu. 3. Ekonomis, yaitu melakukan aktivitas dengan biaya seminimal mungkin.
II.2.2. Tujuan Audit Operasional Amin Widjaja Tunggal (2001), menjelaskan beberapa tujuan dari audit operasional adalah : 1. Objek dari audit operasional adalah mengungkapkan kekurangan dan ketidakberesan dalam setiap unsur yang diuji oleh auditor operasional dan untuk menunjukkan perbaikan apa yang dimungkinkan untuk memperoleh hasil yang terbaik dari operasi yang bersangkutan. 2. Untuk membantu manajemen mencapai administrasi operasi yang paling efisien. 3. Untuk mengusulkan kepada manajemen cara-cara dan alat-alat untuk mencapai tujuan apabila manajemen organisasi sendiri kurang pengetahuan tentang pengelolaan yang efisien. 4. Audit operasional bertujuan untuk mencapai efisiensi dari pengelolaan. 5. Untuk membantu manajemen, auditor operasional berhubungan dengan setiap fase dari aktivitas usaha yang dapat merupakan dasar pelayanan kepada manajemen. 6. Untuk membantu manajemen pada setiap tingkat dalam pelaksanaan yang efektif dan efisien dari tujuan dan tangggung jawab mereka.(h.12).
II.2.3. Karakteristik Audit Operasional Menurut Amin Widjaja Tunggal (2001) karakteristik audit operasional adalah sebagai berikut: 1. Audit operasional adalah prosedur yang bersifat investigatif. 2. Mencakup semua aspek perusahaan, unit atau fungsi. 3. Yang diaudit adalah seluruh perusahaan, atau salah satu unitmya (bagian penjualan, bagian perencanaan, produksi dan sebagainya), atau suatu fungsi, atau salah satu subklasifikasinya (pengendalian persediaan, sistem pelaporan, pembinaan pegawai dan sebagainya). 4. Penelitian dipusatkan pada prestasi atau keefektifan dari perusahaan/unit/fungsi yang diaudit dalam menjalankan misi, tanggung jawab, atau tugasnya. 5. Pengukuran terhadap keefektifan didasarkan pada bukti/data dan standar. 6. Tujuan utama audit operasional adalah memberikan informasi kepada pimpinan tentang efektif-tidaknya perusahaan, suatu unit, atau suatu fungsi. Diagnosis tentang permasalahan dan sebab-sebabnya, dan rekomendasi tentang langkah-langkah korektifnya merupakan tujuan tambahan.(h.9).
II.2.4. Tahap-tahap Dalam Audit Operasional Tahap-tahap dalam audit operasional menurut Agoes. S (2004) adalah sebagai berikut : 1. Survei Pendahuluan (Preliminary Survey)
Tujuan dari preliminary survey adalah untuk mendapatkan informasi umum dan latar belakang, dalam waktu yang relatif singkat, mengenai semua aspek dari organisasi, kegiatan, program, atau sistem yang dipertimbangkan untuk diperiksa, agar dapat diperoleh pengetahuan atau gambaran yang memadai mengenai objek pemeriksaan. Informasi umum dan latar belakang yang diperlukan, misalnya: Untuk Organisasi: •
Lokasi
•
Manajemen
•
Sejarahnya
•
Jumlah Pegawai
•
Kebijakan Manajemen
•
Kewajiban/aspek hukum
•
Akte pendirian dan perubahan serta pengesahan
•
Kewajiban-kewajibannya
Untuk suatu aktivitas: •
Jenis aktivitas
•
Lokasi
•
Orang yang bertanggung jawab atas aktivitas tersebut
•
Kebijakan yang menyangkut aktivitas
•
Prosedur khusus untuk penyelesaian aktivitas
Untuk suatu program: •
Tujuan program
•
Hubungan antar organisasi/unit yang dibentuk atau digunakan untuk mencapai tujuan tersebut
•
Kebijakan dan prosedur untuk menyelesaikan program tersebut
•
Peraturan-peraturan administrative yang berkaitan dengan program tersebut
2. Penelahaan dan Pengujian atas Sistem Pengendalian Intern (Review and Testing of Management Control System) Tujuan dari penelahaan dan pengujian atas sistem pengendalian intern adalah: •
Untuk mendapatkan bukt-bukti mengenai ketiga elemen dari tentative audit objective dengan melakukan pengetesan terhadap transaksi-transaksi perusahaan yang berkaitan dengan sistem pengendalian manajemen.
•
Untuk memastikan bahwa bukti-bukti yang diperoleh dari perusahaan adalah kompeten jika audit diperluas ke dalam detail examination (pemeriksaan secara rinci). Istilah manajemen yang digunakan mencakup keseluruhan sistem dari organisasi, termasuk perencanaan, kebijakan dan prosedur-prosedur yang ditetapkan dan praktik-praktik yang dijalankan dalam pengelolaan kegiatankegiatan perusahaan. Sistem
pengendaliam
manajemen
mencakup
seluruh
kegiatan-kegiatan
manajemen, baik yang menyangkut akuntansi maupun tidak, baik kegiatan manajemen di dalam maupun di luar manajemen. Dengan mendapatkan bukti-bukti dari masing-masing elemen dari tentative audit objective, auditor dapat menentukan apakah tentative audit objective tersebut dapat dijadikan firm audit objective sebagai dasar untuk melakukan tahap berikutnya (detailed examination). Jika auditor dapat memperoleh bukti-bukti
yang kompeten dalam melaksanakan review and testing of management control system, berarti auditor dapat meyakinkan dirinya mengenai keandalan informasi yang diperoleh dari sistem pengendalian manajemen. 3. Pengujian Terinci Dalam tahapan ini auditor harus mengumpulkan bukti-bukti yang cukup, kompeten, material dan relevan untuk dapat menentukan tindakan-tindakan apa saja yang dilakukan manajemen dan pegawai perusahaan yang merupakan penyimpanganpenyimpangan terhadap criteria dalam firm audit objective, dan bagaimana effects dari penyimpangan-penyimpangan tersebut, dan besar kecilnya effects tersebut yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Bukti-bukti yang dikumpulkan harus diikhtisarkan, masing-masing yang berkaitan dengan criteria, causes dan effects dalam firm audit objective. Dari ikhtisar tersebut harus bisa ditentukan audit findings yang mengakibatkan terjadinya ketidak efisienan dan pemborosan (ketidakhematan), yang diperlukan untuk penyusunan laporan management audit. 4. Pengembangan Laporan Temuan audit harus dilengkapi dengan kesimpulan dan saran dan harus direview oleh audit manager sebelum didiskusikan dengan auditee. Komentar dari auditee mengenai apa yang disajikan dalam konsep laporan harus diperoleh (sebaiknya secara tertulis). Auditee bisa saja berbeda pendapat mengenai temuan dan perbedaan pendapat tersebut harus dicantumkan dalam laporan audit.(h.178)
II.2.5. Perbedaan antara Audit Operasional dengan Audit Keuangan Berdasarkan pendapat Amin Widjaja Tunggal (2001) terdapat beberapa perbedaan antara audit operasional dengan audit keuangan, perbedaannya adalah sebagai berikut: 1. Audit laporan keuangan menguji catatan historis dari kinerja masa lalu sedangkan auditor operasional menilai dan menelaah masa yang lalu, dan juga masa yang akan datang. 2. Audit keuangan melaporkan posisi keuangan organisasi pada suatu tanggal tertentu dan apakah laporan keuangan menyajikan suatu pandangan yang benar dan wajar dari keadaan usaha perusahaan, sedangkan auditor operasional melaporkan kinerja manajemen selama suatu periode tertentu dan mengusulkan cara-cara dan alat-alat untuk mencapai tujuan pada masa yang akan datang, apabila tujuan tersebut belum tercapai. 3. Auditor keuangan tidak mempertanyakan apakah manajemen aktif atau tidak, sedangkan audit operasional menilai aktivitas manajemen dan menyelidiki apakah aktivitas tidak efisien. 4.
Auditor keuangan hanya melihat pada sejarah transaksi keuangan, sedangkan auditor operasional tidak hanya melihat catatan keuangan, tetapi juga bidang operasi dengan tujuan memperbaiki operasi usaha di masa yang akan datang.
5. Pekerjaan auditor operasional mulai di mana pekerja auditor keuangan berakhir. 6. Tujuan auditor operasional mencakup pengujian yang kritikal atas struktur dan bagan organisasi, proses manufakturing, perencanaan dan jadwal produksi, ketaatan terhadap kebijakan perusahaan. Jadi audit operasional dapat diarahkan terhadap
banyak bidang nonfinansial seperti personil dan perekayasaan, sedangkan auditor keuangan terutama memberi perhatian pada aspek keuangan organisasi. 7. Perbedaan yang penting antara audit operasional dan audit keuangan adalah unit dari tolak ukur (unit of measure). Kebanyakan audit keuangan berkonsentrasi pada pengesahaan kewajaran laporan keuangan sesuai dengan prinsip-prisip akuntansi yang berlaku umum seperti yang didefinisikan oleh badan otoritatif dan praktik yang berlaku. Dengan demikian, kriteria untuk menilai jumlah dan pengungkapan yang tercakup dalam laporan keuangan sangat baik didefinisikan. Sebaliknya, pengukuran atau evaluasi efektifitas, efisiensi, ekonomisasi, atau kinerja dalam audit operasional lebih sulit. Tidak ada standar yang berlaku umum (general accepted standards). 8. Hasil audit keuangan sering dilaporkan kepada pihak luar entitas ( seperti, pemegang saham, badan pemerintah, dan publik umum), sedangkan hasil audit operasioanal biasanya dilaporkan kepada manajemen.(h.16).
II.2.6. Hubungan Antara Audit Operasional Dan Pengendalian Intern Menurut pendapat Arens & Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A.A. (2003) hubungan antara audit operasional dengan sistem pengendalian internal adalah sistem pengendalian internal dibentuk untuk membantu mencapai sasaran perusahaan, dan sasaran penting semua organisasi adalah efisiensi dan efektifitas. Tiga hal penting dalam menyusun struktur pengendalian internal yang baik adalah: 1. Keandalan pelaporan keuangan 2. Ketaatan pada hukum dan peraturan yang sudah ditetapkan 3. Efisien dan efektifitas operasional
Masing-masing dari ketiganya ini dapat menjadi bagian audit operasional jika tujuannya adalah operasi yang efisien dan efektif. Ada dua perbedaan penting dalam evaluasi dan pengujian atas pengendalian intern untuk audit keuangan dan operasional: tujuan evaluasi dan pengujian pengendalian intern tersebut, dan ruang lingkup normal dari evaluasi pengendalian intern. Tujuan utama evaluasi atas pengendalian intern pada audit keuangan adalah untuk menentukan luas pengujian audit substantif yang diperlukan. Sedangkan tujuan auditing operasional adalah untuk mengevaluasi efisien dan efektifitas struktur pengendalian intern dan membuat rekomendasi kepada manajemen. Ruang lingkup eveluasi pengendalian intern untuk audit keuangan terbatas pada hal-hal yang mempengaruhi akurasi laporan keuangan, sedangkan audit operasional mencakup setiap pengendalian yang mempengaruhi efisien dan efektifitas.(h.766).
II.3. Sistem Pengendalian Intern II.3.1. Pengertian Sistem Pengendalian Intern Sistem pengendalian intern suatu organisasi terdiri dari kebijakan dan prosedur yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen agar tujuan perusahaan dapat dicapai. Dalam pengertian ini terdapat tiga kata penting: kebijakan, prosedur dan tujuan organisasi. Kebijakan adalah pedoman yang dibuat oleh manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Prosedur adalah langkahlangkah tertentu yang harus dilakukan dalam pelaksanaan suatu kebijakan. Tujuan adalah akhir dari suatu kegiatan, hasil yang diinginkan.
Pengendalian intern terdiri dari lima komponen, yaitu: 1. Lingkungan pengendalian, menetapkan suasana dari suatu organisasi yang mempengaruhi kesadaran akan pengendalian dari orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan pondasi dari semua komponen pengendalian intern lainnya yang menyediakan disiplin dan struktur. 2. Penaksiran resiko, adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap resiko yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk menentukan bagaimana resiko harus dikelola. 3. Aktivitas pengendalian, adalah kebijakan dan prosedur yang membantu manajemen bahwa arahan manajemen dilaksanakan. 4. Informasi dan komunikasi, adalah pengidentifikasian, penangkapan dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggung jawab mereka. 5. Pemantauan, adalah proses yang menentukan kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu. Pengendalian intern yang baik dapat membantu auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan dengan memperhatikan prosedur dan kebijakan untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dan ekonomis perusahaan. Meskipun pengendalian intern tidak menjamin bahwa tidak akan terjadi penyimpangan dan penyelewengan, tetapi adanya pengendalian intern yang baik akan dapat dilakukan perbaikan yang dianggap perlu.
II.3.2. Tujuan Pengendalian Intern
Menurut Mulyadi (2001) dilihat dari tujuannya pengendalian intern dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1. Pengendalian Intern Akuntansi Pengendalian intern akuntansi merupakan bagian dari sistem pengendalian intern, meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Pengendalian intern akuntansi yang baik akan menjamin keamanan kekayaan para investor dan kreditur yang ditanamkan dalam perusahan dan akan menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. 2. Pengendalian Intern Administratif Pengendalian intern administratif meliputi struktur organisasi, metode dan ukuranukuran yang dikoordinasikan terutama untuk mendorong efisiensi dan dipatuhinya kebijakan manajemen. (h.164).
II.4. Internal Control Questionnaire Accounts Receivable Menurut
Holmes & Overmyer (1975 ) internal control questionnaire untuk
piutang dapat diajukan 28 pertanyaan untuk mempelajari sistem dan prosedur piutang serta untuk melakukan evaluasi atas kelemahan-kelemahan yang ada. 28 pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut: Internal Control Questionnaire Accounts Receivable Company
:
Period Covered :
Yes
No
NA
Remarks
1. Are
subsidiary
ledgers
regularly
balanced with the controlling account? 2. Does the client periodically age the accounts? 3. Are delinquent accounts periodically reviewed by a proper official? 4. Are
adequate
doubtful
account
allowances set up? 5. Are uncollectible account write-offs properly approved? 6. After an account has been write-offs as uncollectible,
is
proper
control
exercised in the event of future collection? 7. Are credit adjustments approved by a proper official? 8. Are credit memorandums sequentially numbered? 9. Are all credit memorandum numbers accounted for? 10. Are monthly statements sent to all customers? 11. Are the statements prepared or verified by someone not having access to the cash receipts record or the accounts receivable credits? 12. Are statements mailed by someone other than the account receivable department? 13. Are statements controlled to prevent
interception prior to mailing? 14. Does the client confirm accounts receivable
balances
by
a
person
independent at:
The cashier?
The
accounts
receivable
department?
The credit manager?
15. Is the credit department separated from the accounts receivable keeping? 16. Are disputed items and differences reported by customers handeled by a person other than the cashier or the accounts receivable department? 17. Are unusual discounts and allowances approved by a responsible person? 18. Are
the
duties
of
the
accounts
receivable personnel separated from all cash
receipts
and
disbursements
functions? 19. To pay an accounts receivable credit balance, is proper official approval required? 20. Are
accounts
receivable
personnel
rotated on their jobs? 21. Are all shipments represented by invoices? 22. Does the cash collection division operate as a verification of the work of the accounts receivable department? 23. Does the credit division, in passing on
credit terms and limits, have any connection with?
The sales department?
The
accounts
receivable
department? 24. Are customer credit limits adhered to? 25. If customers are changed in advanced of shipment, is the proper account credited? 26. Are
consignments-out
carried
in
accounts receivable? 27. Are any balances carried as trade accounts receivable, other than trade accounts receivable? 28. If accounts receivable are pledged as loan security, is accounting treatment proper?(p.398)
I.5. Penjualan II.5.1. Pengertian Penjualan Pengertian penjualan menurut Mulyadi (2002) “Penjualan adalah perjanjian antara penjual dan pembeli untuk menyerahkan suatu barang atau jasa yang disertai imbalan. Kegiatan penjualan terdiri dari transaksi penjualan barang dan jasa, baik secara kredit maupun tunai. Dalam transaksi penjualan kredit jika order dari pelanggan telah terpenuhi dengan pengiriman barang atau penyerahan jasa untuk jangka waktu tertentu perusahaan memiliki piutang dari pelanggannya. Fungsi penjualan merupakan salah satu aspek yang memegang peranan penting bagi kelangsungan suatu perusahaan, karena maju
mundurnya perusahaan sangat ditentukan oleh keberhasilan dari operasi penjualan yang dilakukan oleh perusahaan itu sendiri”. (h.204).
II.5.2. Unsur Pengendalian Intern Atas Fungsi Penjualan Kegiatan penjualan terdiri dari transaksi penjualan barang atau jasa, baik secara kredit maupun secara tunai. Menurut Mulyadi (2001) unsur pengendalian intern yang seharusnya ada dalam sistem penjualan tunai adalah: Organisasi 1. Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kas. 2. Fungsi kas harus terpisah dari fungsi akuntansi. 3. Transaksi penjualan tunai harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi kas, fungsi pengiriman, dan fungsi akuntansi. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan 4. Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan menggunakan formulir faktur penjualan tunai. 5. Penerimaan kas diotorisasi oleh fungsi kas dengan cara membubuhkan cap “lunas” pada faktur penjualan tunai dan penempelan pita register kas pada faktur tersebut. 6. Penjualan dengan kartu kredit bank didahului dengan permintaan otorisasi dari bank penerbit kartu kredit. 7. Penyerahan barang diotorisasi oleh fungsi pengiriman dengan cara membubuhkan cap “sudah diserahkan” pada faktur penjualan tunai. 8. Pencatatan ke dalam buku jurnal diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan cara memberikan tanda pada faktur penjualan tunai.
Praktik yang Sehat 9. Faktur
penjualan
tunai
bernomor
urut
tercetak
dan
pemakaiannya
dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan. 10. Jumlah kas yang diterima dari penjualan tunai disetor seluruhnya ke bank pada hari yang sama dengan transaksi penjualan tunai atau hari kerja berikutnya. 11. Penghitungan saldo kas yang ada di tangan fungsi kas secara periodik dan secara mendadak oleh fungsi pemeriksa intern. Sedangkan unsur pengendalian intern terhadap fungsi penjualan kredit adalah sebagai berikut: Organisasi 1. Fungsi penjualan harus terpisah dari fungsi kredit. 2. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penjualan dan fungsi kredit. 3. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi kas. 4. Transaksi penjualan kredit harus dilaksanakan oleh fungsi penjualan, fungsi kredit, fungsi pengiriman, fungsi penagihan, dan fungsi akuntansi. Tidak ada transaksi penjualan kredit yang dilaksanakan secara lengkap hanya oleh satu fungsi tersebut. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan 5. Penerimaan order dari pembeli diotorisasi oleh fungsi penjualan dengan menggunakan formulir surat order pengiriman. 6. Persetujuan pemberian kredit diberikan oleh fungsi kredit dengan membubuhkan tanda tangan pada credit copy (yang merupakan tembusan surat order pengiriman).
7. Pengiriman barang kepada pelanggan diotorisasi oleh fungsi pengiriman dengan cara menandatangani dan membubuhkan cap “sudah dikirim” pada copy surat order pengiriman. 8. Penetapan harga jual, syarat penjualan, syarat pengangkutan barang, dan potongan penjualan berada di tangan Direktur Pemasaran dengan penerbitan surat keputusan mengenai hal tersebut. 9. Terjadinya piutang diotorisasi oleh fungsi penagihan dengan membubuhkan tanda tangan pada faktur penjualan. 10. Pencatatan ke dalam kartu piutang dan ke dalam jurnal penjualan, jurnal penerimaan kas, dan jurnal umum diotorisasi oleh fungsi akuntansi dengan cara memberikan tanda tangan pada dokumen sumber (faktur penjualan, bukti kas masuk, dan memo kredit). 11. Pencatatan terjadinya piutang didasarkan pada faktur penjualan yang didukung dengan surat order pengiriman dan surat muat. Praktik yang Sehat 12. Surat
order
pengiriman
bernomor
urut
tercetak
dan
pemakaiannya
dipertanggungjawabkan oleh fungsi penjualan. 13. Faktur penjualan bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi penagihan. 14. Secara periodik fungsi akuntansi mengirim pernyataan piutang (account receivable statement) kepada setiap debitur untuk menguji ketelitian catatan piutang yang diselenggarakan oleh fungsi tersebut.
15. Secara periodik diadakan rekonsiliasi kartu piutang dengan rekening kontrol piutang dalam buku besar.(h.220)
II.5.3. Sistem Penjualan II.5.3.1. Sistem Penjualan Tunai 1. Fungsi yang Terkait
Fungsi penjualan. Fungsi ini bertanggung jawab untuk menerima order dari pembeli, mengisi faktur penjualan tunai, dan menyerahkan faktur tersebut kepada pembeli untuk kepentingan pembayaran harga barang ke fungsi kas.
•
Fungsi kas. Fungsi ini bertanggung jawab sebagai penerima kas dari pembeli.
•
Fungsi gudang. Fungsi ini bertanggung jawab untuk menyiapkan barang yang dipesan oleh pembeli, serta menyerahkan barang tersebut ke fungsi pengiriman.
•
Fungsi pengiriman. Fungsi ini bertanggung jawab untuk membungkus barang dan menyerahkan barang yang telah dibayar harganya kepada pembeli.
•
Fungsi akuntansi. Fungsi ini bertanggung jawab sebagai pencatat transaksi penjualan dan penerimaan kas dan pembuat laporan penjualan.
2. Informasi yang Diperlukan oleh Manajemen •
Jumlah pendapatan penjualan menurut jenis produk atau kelompok produk selama jangka waktu tertentu.
•
Jumlah kas yang diterima dari penjualan tunai.
•
Jumlah harga pokok produk yang dijual selama jangka waktu tertentu.
•
Nama dan alamat pembeli. Informasi ini diperlukan dalam penjualan produk tertentu, namun pada umumnya informasi nama dan alamat pembeli ini tidak diperlukan oleh manajemen dari kegiatan penjualan tunai.
•
Kuantitas produk yang dijual.
•
Nama wiraniaga yang melakukan penjualan.
•
Otorisasi pejabat yang berwenang.
3. Dokumen yang Digunakan •
Faktur penjualan tunai.
•
Pita register kas (cash register tape).
•
Credit card sales slip.
•
Bill of lading.
•
Faktur penjualan COD (cash on delivery sales).
•
Bukti setor bank.
•
Rekapitulasi harga pokok penjualan.
4. Catatan Akuntansi yang Digunakan •
Jurnal penjualan.
•
Jurnal penerimaan kas
•
Jurnal umum.
•
Kartu persediaan.
•
Kartu gudang
5. Jaringan Prosedur yang Membentuk Sistem •
Prosedur order penjualan. Dalam prosedur ini, fungsi penjualan menerima order dari pembeli dan membuat faktur penjualan tunai untuk memungkinkan pembeli melakukan pembayaran harga barang ke fungsi kas dan untuk memungkinkan fungsi gudang dan fungsi pengiriman menyiapkan barang yang akan diserahkan kepada pembeli.
•
Prosedur penerimaan kas. Dalam prosedur ini, fungsi kas menerima pembayaran harga barang dari pembeli dan memberikan tanda pembayaran (berupa pita register kas dan cap “lunas” pada faktur penjualan tunai) kepada pembeli untuk memungkinkan pembeli tersebut melakukan pengambilan barang yang dibelinya dari fungsi pengiriman.
•
Prosedur penyerahan barang. Dalam prosedur ini, fungsi pengiriman menyerahkan barang kepada pembeli.
•
Prosedur pencatatan penjualan tunai. Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi melakukan pencatatan transaksi penjualan tunai dalam jurnal penjualan dan jurnal penerimaan kas. Disamping itu fungsi akuntansi juga mencatat berkurangnya persediaan barang yang dijual dalam kartu persediaan.
•
Prosedur penyetoran kas ke bank.
Sistem pengendalian intern terhadap kas mengharuskan penyetoran dengan segera ke bank semua kas yang diterima pada suatu hari. Dalam prosedur ini, fungsi kas menyetorkan kas yang diterima dari penjualan tunai ke bank dalam jumlah penuh. •
Prosedur pencatatan penerimaan kas. Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat penerimaan kas ke dalam jurnal penerimaan kas berdasarkan bukti setor bank yang diterima dari bank melalui fungsi kas.
•
Prosedur pencatatan harga pokok penjualan Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi membuat rekapitulasi harga pokok penjualan berdasarkan data yang dicatat dalam kartu persediaan. Berdasarkan rekapitulasi harga pokok penjualan ini, fungsi akuntansi membuat bukti memorial sebagai dokumen sumber untuk pencatatan harga pokok penjualan ke dalam jurnal umum.(h.462)
II.5.3.2. Sistem Penjualan Kredit 1. Fungsi yang Terkait •
Fungsi Penjualan. Fungsi ini bertanggung jawab untuk menerima surat order dari pembeli, mengedit order dari pelanggan untuk menambahkan informasi yang belum ada pada surat order tersebut (seperti spesifikasi barang dan rute pengiriman), meminta otorisasi kredit, menentukan tanggal pengiriman, dan mengisi surat order pengiriman. Fungsi ini juga bertanggung jawab untuk membuat “back order”
pada saat
diketahui tidak tersedianya persediaan untuk memenuhi order dari pelanggan.
•
Fungsi Kredit. Fungsi ini berada dibawah fungsi keuangan yang dalam transaksi penjualan kredit, bertanggung jawab untuk meneliti status kredit pelanggan dan memberikan otorisasi pemberian kredit kepada pelanggan. Karena hampir semua penjualan dalam perusahaan manufaktur merupakan penjualan kredit, maka sebelum order dari pelanggan dipenuhi, harus lebih dahulu diperoleh otorisasi penjualan kredit dari fungsi kredit.
•
Fungsi Gudang. Fungsi ini bertanggung jawab untuk menyimpan barang dan menyiapkan barang yang dipesan oleh pelanggan, serta menyerahkan barang ke fungsi pengiriman.
•
Fungsi Pengiriman. Fungsi ini bertanggung jawab untuk menyerahkan barang atas dasar surat order pengiriman yang diterima dari fungsi penjualan. Fungsi ini bertanggung jawab untuk menjamin bahwa tidak ada barang yang keluar dari perusahaan tanpa ada otorisasi dari yang berwenang. Otorisasi ini dapat berupa surat order pengiriman yang telah ditandatangani oleh fungsi penjualan, memo debit yang ditandatangani oleh fungsi pembelian untuk barang yang dikirimkan kembali kepada pemasok (retur pembelian), surat perintah kerja dari fungsi produksi mengenai penjualan/pembuangan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai lagi.
•
Fungsi Penagihan. Fungsi ini bertanggung jawab untuk membuat dan mengirimkan faktur penjualan kepada pelanggan, serta menyediakan copy faktur bagi kepentingan pencatatan transaksi penjualan oleh fungsi akuntansi.
•
Fungsi Akuntansi. Fungsi ini bertanggung jawab untuk mencatat piutang yang timbul dari transaksi penjualan kredit dan membuat serta mengirimkan pernyataan piutang kepada para debitur, serta membuat laporan penjualan. Fungsi ini juga bertanggung jawab untuk mencatat harga pokok persediaan yang dijual ke dalam kartu persediaan.
2. Informasi yang Diperlukan oleh Manajemen •
Jumlah pendapatan penjualan menurut jenis produk atau kelompok produk selama jangka waktu tertentu.
•
Jumlah piutang kepada setiap debitur dari transaksi penjualan kredit.
•
Jumlah harga pokok produk yang dijual selama jangka waktu tertentu.
•
Nama dan alamat pembeli.
•
Kuantitas produk yang dijual.
•
Nama wiraniaga yang melakukan penjualan.
•
Otorisasi pejabat yang berwenang.
3. Dokumen yang Digunakan •
Surat order pengiriman dan tembusannya.
•
Faktur dan tembusannya.
•
Rekapitulasi harga pokok penjualan.
•
Bukti memorial.
4. Catatan Akuntansi yang Digunakan •
Jurnal penjualan.
•
Kartu piutang.
•
Kartu persediaan.
•
Kartu gudang.
•
Jurnal umum.
5. Jaringan Prosedur yang Membentuk Sistem •
Prosedur order penjualan. Dalam prosedur ini, fungsi penjualan menerima order dari pembeli dan menambahkan informasi penting pada surat order dari pembeli. Fungsi penjualan kemudian membuat surat order pengiriman dan mengirimkannya kepada berbagai fungsi yang lain untuk memungkinkan fungsi tersebut memberikan kontribusi dalam melayani order dari pembeli.
•
Prosedur persetujuan kredit. Dalam prosedur ini, fungsi penjualan meminta persetujuan penjualan kredit kepada pembeli tertentu dari fungsi kredit.
•
Prosedur pengiriman. Dalam prosedur ini, fungsi pengiriman mengirimkan barang kepada pembeli sesuai dengan informasi yang tercantum dalam surat order pengiriman yang diterima dari fungsi pengiriman.
•
Prosedur penagihan. Dalam prosedur ini, fungsi penagihan membuat faktur penjualan dan mengirimkannya kepada pembeli. Dalam metode tertentu faktur penjualan dibuat oleh fungsi penjualan sebagai tembusan pada waktu bagian ini membuat surat order pengiriman.
•
Prosedur pencatatan piutang.
Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat tembusan faktur penjualan ke dalam kartu piutang atau dalam metode pencatatan tertentu mengarsipkan dokumen tembusan menurut abjad yang berfungsi sebagai catatan piutang. •
Prosedur distribusi penjualan. Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mendistribusikan data penjualan menurut informasi yang diperlukan oleh manajemen.
•
Prosedur pencatatan harga pokok penjualan. Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat secara periodik total harga pokok produk yang dijual dalam periode akuntansi tertentu.(h.204)