BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perawat Sesuai dengan Kepmenkes RI No. 1239 tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat, perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku (Kusnanto, 2004). Menurut
Depkes RI
(2007), perawat
adalah
seorang yang
telah
dipersiapkan melalui pendidikan untuk turut serta merawat dan menyembuhkan orang yang sakit, usaha rehabilitasi, pencegahan penyakit, yang dilaksanakannya sendiri atau di bawah pengawasan dan supervisi dokter atau suster kepala. Berdasarkan pemaparan Kusnanto (2004) yang mengutip pendapat Doheny pada 1982 mengidentifikasi beberapa elemen peran perawat, meliputi: 1.
Care giver, sebagai pemberi asuhan keperawatan;
2.
Client advocate, sebagai pembela untuk melindungi klien;
3.
Consellor, sebagai pemberi bimbingan/ konseling klien;
4.
Educator, sebagai pendidik klien;
5.
Collaborator, sebagai anggota tim kesehatan yang dituntut untuk dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain;
6.
Coordinator, sebagai koordinator agar dapat memanfaatkan sumbersumber dan potensi klien;
7.
Change agent, sebagai pembaru yang selalu dituntut untuk mengadakan perubahan-perubahan;
Universitas Sumatera Utara
8.
Consultant, sebagai sumber informasi yang dapat membantu memecahkan masalah klien.
Peran perawat pada individu sebagai klien adalah memenuhi kebutuhan dasarnya mencakup kebutuhan biologi, psikologi, sosial, dan spiritual karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, kurangnya kemauan menuju kemandirian pasien. Menurut Virginia Henderson, fungsi yang unik dari perawat adalah membantu individu baik sehat maupun sakit agar dapat menggunakan kekuatan, keinginan, dan pengetahuan yang dimilikinya. Dengan demikian individu tersebut mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari, sembuh dari penyakit, atau meninggal dengan tenang (Nurhidayah, 2010). Perawat merupakan tenaga kerjakategori manual material handling yaitu pekerjaaan yang menggunakan tenaga manusia yang meliputi mengangkat, mendorong, menarik, mengangkut, menaikkan, menurunkan suatu objek dari suatu tempat atau dimensi serta beban tertentu. Salah satu akibat yang ditimbulkan dari manual handling adalah keluhan muskuloskeletal (Tarwaka, dkk. 2004). 2.2 Anatomi Muskuloskeletal Istilah muskuloskeletal terdiri atas dua kata yaitu muskuler dan skeleton. Muskuler artinya otot dan skeleton berarti tulang atau rangka. Secara sederhana muskuloskeletal adalah gabungan dari sistem otot dan rangka yang merekat dengan jaringan penghubung yang berfungsi untuk memudahkan terjadinya gerakan pada manusia. Parker (2007) menyebutkan terdapat 6 bagian utama sistem muskuloskeletal yaitu: tendon (penghubung tulang dan otot), ligamen
Universitas Sumatera Utara
(penghubung antar tulang), fascia (jaringan pelindung organ dalam), kartilago (tulang rawan), tulang, dan otot. 2.2.1 Sistem Rangka Tubuh kita tersusun dari kurang lebih 206 tulang. Tulang merupakan jaringan aktif, dan walau hanya mengandung 22% air, tulang sangat kuat juga ringan dan lentur. Struktur tulang memberikan perlindungan terhadap organ-organ penting dalam tubuh seperti jantung, paru, otak. Tulang berfungsi juga memberi bentuk serta tempat melekatnya otot sehingga tubuh kita dapat bergerak, di samping itu tulang berfungsi sebagai penghasil sel darah merah dan sel darah putih (tepatnya di sumsum tulang) dalam proses yang disebut hematopoesis. Tempat dua tulang berhubungan disebut sendi atau artikulasi. 2.2.2 Sistem Otot Tubuh pria dewasa biasanya mengandung sekitar 640 otot, yang meliputi hampir dua perlima berat tubuhnya. Jumlah yang sama terdapat pada tubuh wanita dengan proporsi yang lebih kecil. Otot membentang di sebuah sendi dan meruncing pada setiap ujungnya menjadi tendon berserat yang melekat ke tulang. Perlekatan otot yang lebih stabil biasanya lebih dekat ke pusat tubuh, disebut origo. Ujung ini hanya bergerak sedikit bila otot berkontraksi. Ujung lain, insersio, berada di tepian tubuh dan lebih banyak bergerak. Tubuh memiliki tiga jenis utama jaringan otot. Yang biasa kita sebut “otot” adalah otot rangka. Sebagian besar otot ini melekat ke tulang dan menghasilkan gerakan tubuh. Otot rangka juga dikenal sebagai otot sadar, karena kita mengendalikan gerakan otot ini secara sadar, atau dikenal sebagai otot lurik,
Universitas Sumatera Utara
karena tampilan mikroskopiknya. Jenis kedua yaitu otot polos, yang terdapat di dinding bagian tubuh seperti saluran napas, lambung, dan pembuluh darah. Otot ini disebut otot tak sadar, karena otot ini bekerja secara otomatis dan tanpa kita sadari. Jenis ketiga yaitu otot jantung yang membentuk dinding jantung. 2.2.3 Jaringan Penghubung Tendon, fascia, ligamen, dan kartilago merupakan jaringan penghubung yang berfungsi untuk menyokong tubuh, mengirimkan gaya, dan mengontrol kesatuan struktur tubuh. Jaringan penghubung tersusun atas sejumlah sel dan sebuah matriks ekstraseluler. Matriks ekstraseluler tersusun atas serabut dan ground substance. Terdapat 2 jenis serabut yaitu serabut elastik dan serabut kolagen. Serabut kolagen lebih banyak ditemukan di jaringan penghubung dibandingkan dengan serabut elastik. Serabut kolagen memiliki daya renggang yang tinggi dan tahan terhadap perubahan bentuk. Sebaliknya serabut elastik hanya memiliki daya renggang yang kecil. Proporsi susunan kedua serabut ini mempegaruhi sifat mekanik dari jaringan penghubung. 2.3 Keluhan Muskuloskeletal Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan sendi, ligamen, dan tendon. Keluhan hingga
kerusakan
inilah
yang
biasanya
diistilahkan
dengan
keluhan
musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal (Grandjean, 1993; Lemasters, 1996; Tarwaka, dkk, 2004).
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Definisi Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan mulai dari keluhan sangat ringan sampai berat. Apabila otot menerima beban secara berulang dan dalam waktu lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu; 1) Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis dan dapat segera hilang apabila pembebanan dihentikan, 2) Keluhan menetap (irreversible), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Sakit pada otot masih dirasakan walaupun pembebanan kerja telah dihentikan. Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot tidak akan terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar 15%-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982; Grandjean, 1993. Dikutip dari buku Tarwaka, dkk, 2004).
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Faktor-Faktor Penyebab Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal menurut Peter Vi (2000) dalam Tarwaka, dkk (2004) antara lain: a.
Peregangan otot berlebihan
Peregangan otot yang berlebihan terjadi pada saat pekerja melakukan aktivitasnya dengan pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan menahan beban yang berat. Peregangan otot ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kegiatan umum otot. Apabila aktivitas tersebut sering dilakukan maka akan mempunyai resiko besar terjadinya cedera otot skeletal. b.
Aktivitas berulang
Aktivitas berulang adalah aktivitas yang dilakukan secara terus-menerus. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus-menerus tanpa memperoleh kesempatan relaksasi. c.
Sikap kerja tidak alamiah
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya, misalnya pergerakan tangan mengangkat, punggung terlalu membungkuk, dan kepala terangkat. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah terjadi karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja.
Universitas Sumatera Utara
d.
Faktor penyebab sekunder
Faktor-faktor penyebab sekunder yang dapat mengakibatkan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) seperti; 1) tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak, 2) getaran dengan frekuensi tinggi yang akan menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot, 3) mikroklimat, paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan, dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot (Astrand & Rodhl, 1997; Wilson & Corlett, 1992; Tarwaka, dkk, 2004). e.
Penyebab kombinasi
Risiko terjadinya keluhan otot skeletal akan meningkat apabila dalam melakukan tugasnya, pekerja dihadapkan pada beberapa faktor risiko dalam waktu bersamaan. Beberapa ahli menjelaskan bahwa ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi terjadinya keluhan otot skeletal seperti umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, dan ukuran tubuh. Usia merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinnya keluhan muskuloskeletal. Chaffin (1979) dan Guo et all (1995) dalam Suratun dkk. (2008) menyatakan bahwa pada umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja 25-26 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 25 tahun dan akan meningkat seiring umur bertambah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan otot maksimal terjadi pada saat umur 20-29 tahun. Selanjutnya terus terjadi penurunan sejalan dengan bertambahnya umur. Pada saat mencapai
Universitas Sumatera Utara
60 tahun kekuatan otot menurun sampai 20% dan risiko keluhan otot akan meningkat. Kekuatan otot akan berbeda sesuai dengan usia dan jenis kelamin di maan secara fisiologis kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria yaitu sekitar 2/3 dari kekuatan pria, sehingga secara umum daya tahan otot pria lebih tinggi dibandingkan wanita. Kebiasaan merokok akan menyebabkan penurunan kapasitas paru-paru, sehingga kemampuan mengkonsumsi oksigen menurun yang menyebabkan tingkat kesegaran tubuh menurun. Orang yang merokok akan merasakan cepat lelah saat melakukan aktivitas karena kandungan oksigen di dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi penumpukkan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan dengan bertambahnya aktivitas fisik. Setiap orang memiliki kemampuan dan kekuatan fisik yang berbeda, apabila aktivitas kerja melebihi kapasitas kemampuan kekuatan fisik maka akan menyebabkan gangguan pada otot skeletal. Ukuran tubuh seperti berat badan, tinggi badan, dan masa tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal. Dari beberapa penelitian terungkap bahwa pada orang yang lebih gemuk akan mempunyai risiko 2.5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang kurus, khususnya untuk laki-laki. Pada tubuh yang tinggi umumnya sering menderita sakit punggung tetapi tubuh tinggi tidak mempengaruhi keluhan pada leher, bahu, dan pergelangan tangan. Tubuh yang tinggi pada umumnya memiliki bentuk
Universitas Sumatera Utara
tulang yang langsing sehingga secara biomekanik rentan terhadap beban tekan dan rentang terhadap tekukan, sehingga mempunyai risiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya keluhan otot skeletal. 2.3.3 Jenis-JenisKeluhan Muskuloskeletal Jenis-jenis keluhan muskuloskeletal antara lain: a.
Sakit leher, peningkatan tegangan otot atau mialgia, leher miring, atau kaku leher.
b.
Nyeri punggung, gejala nyeri punggung yang spesifik seperti herniansi lumbal, artritis, ataupun spasme otot.
c.
Carpal tunnel syndrom, kumpulan gejala yang mengenai tangan dan pergelangan tangan yang diakibatkan iritasi dan nervus medianus. Keadaan ini disebabkan oleh aktivitas berulang yang menyebabkan penekanan pada nervus medianus.
d.
De quervains tenosynovitis, penyakit ini mengenai pergelangan tangan, ibu jari, dan terkadang lengan bawah disebabkan oleh inflamasi tenosinovium dan dua tendon yang berada di ibu jari dan pergelangan tangan. Gejala yang timbul antara lain rasa sakit pada sisi ibu jari lengan bawah yang dapat menyebar ke atas dan ke bawah.
e.
Thoracic outlet syndrom, merupakan keadaan yang mempengaruhi bahu, lengan, dan tangan yang ditandai dengan nyeri, kelemahan, dan mati rasa pada daerah tersebut.
f.
Tennis elbow, suatu keadaan inflamasi tendon ekstensor, tendon yang berasal dari siku, lengan bawah berjalan keluar ke pergelangan tangan.
Universitas Sumatera Utara
g.
Low back pain, salah satu keluhan muskuloskeletal yang paling sering mempengaruhi kadang-kadang hingga 80%. Umumnya rasa sakit di punggung bawah pada satu atau kedua belah bagian hingga kadangkadang memperluas ke bokong atau paha. Terjadi apabila ada penekanan pada daerah lumbal, yaitu L4 dan L5. Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan posisi tubuh membungkuk ke depan, maka akan terjadi penekanan pada diskus (Soedirman dan Suma’mur, 2014).
2.4 Workplace Stretching-Exercise Berbagaipenelitian telah dilakukan dalam upayamengatasi penyakit akibat kerja khususnya terkait keluhan muskuloskeletal demi meningkatkan kesehatan dan produktivitas pekerja. Salahsatuupayayang dapat dilakukan untukmencegah dan mengurangikeluhan muskuloskeletal akibatkerja adalahdenganmelakukan Workplace Stretching-Exercise(WSE)
yang didesaindengan
prinsipgerakan
peregangan otot, yaitu suatu usaha untukmemperpanjang ototistirahat/ relaksasi (Alter, 2003). BerdasarkanhasilpenelitianWaikar&Bradshaw
(1995)
terhadap203tenagakerja(sedentary work)pada level manajerial, staf, dan tenaga teknis,
diperoleh
hasil
bahwa
sebagian
besar
mengalami
keluhan
muskuloskeletal. Para tenaga kerja ini selanjutnya mengikuti program quick exercises.Hasil dari penelitian ini adalah sebagian
besar dari responden
mengalami penurunan keluhan muskuloskeletal. Penelitian dalam negeri yang dilakukan oleh Wahyono & Saloko(2006) terhadap 64 pekerja wanita bagian sewing yang mengalami keluhan muskuloskeletal, diperoleh hasil bahwa terdapat
Universitas Sumatera Utara
pengaruh pemberian latihan peregangan terhadap keluhan muskuloskeletal. Upaya pencegahan dalam penelitian ini difokuskan pada latihan stretching sederhana namun teratur dalam periode waktu tertentu yang dapat dilakukan seorang petugas perawat tanpa mengganggu aktivitas pekerjaannya. Desain stretching yang dianjurkan dapat dilakukan hampir di semua tempat dan di setiap waktu. Dalam latihan stretching, tidak dibutuhkan peralatan, pakaian, ataupun keterampilan khusus. Seorang pekerja bahkan dapat melakukan stretching sambil melakukan aktivitas yang lain; saat berada dalam suatu pertemuan, sambil menerima telepon, atau sembari menunggu komputer memproses informasi. (Anderson, 2010). Stretching adalah latihan fisik yang paling simpel. Latihan stretching yang dilakukan secara teratur dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1.
Mengurangi ketegangan otot
2.
Memperbaiki sirkulasi
3.
Mengurangi kegelisahan, stres, dan kelelahan
4.
Memperbaiki kewaspadaan mental
5.
Menurunkan risiko celaka
6.
Mempermudah melakukan pekerjaan
7.
Menyelaraskan pikiran dengan tubuh
8.
Menjadikan perasaan lebih baik
Universitas Sumatera Utara
2.5 Pengukuran Keefektifan WSE Evaluasi terhadap keefektifan Workplace Stretching-Exercise(WSE) sebagai upaya pencegahan perlu dilakukan untuk mengetahui apakah upaya pencegahan yang dilakukan berhasil atau tidak serta tidak menimbulkan permasalahan baru. Untuk evaluasi digunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM). Kuesioner yang sama digunakan sebelum intervensi (pre intervensi) dan sesudah intervensi (post intervensi). Kedua hasil dari kuesioner tersebut dibandingkan untuk mengetahui apakah tujuan dari stretching, yaitu workplace stretching-exercise (WSE) memberi efek terhadap penurunan keluhan perawat sehubungan dengan muskuloskeletal, tercapai. 2.6 Kerangka Konsep
Pretest Keluhan Muskuloskeletal
Posttest Keluhan Muskuloskeletal
Workplace Stretching Exercise
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Sebelum intervensi dilaksanakan, dilakukan pengukuran dengan kuesioner Nordic Body Map (NBM), kemudian diberikan perlakuan berupa stretching terhadap perawat. Setelah program intervensi dilaksanakan, dilakukan pengukuran kembali dengan alat ukur yang sama. Hasil kedua pengukuran tersebut dianalisis untuk melihat efek dari intervensi yang diberikan.
Universitas Sumatera Utara