BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bahan Pangan Menurut UU RI No.7 tahun 1996, yang dimaksud dengan pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Mengingat definisi pangan mempunyai cakupan yang luas, maka upaya utuk mencegah pangan dari kemungkinan tercemar, baik dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia merupakan suatu keharusan (Ditjen POM, 2008). Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena di dalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, perkembangbiakan dan menghasilkan energi untuk kepentingan berbagai kegiatan dalam kehidupan. Bahan makanan terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Bahan makanan dapat juga menjadi media pertumbuhan yang baik bagi berbagai macam mikroba. Mikroba dapat membusukkan protein, memfermentasikan karbohidrat dan menjadikan minyak dan lemak berbau tengik. Meskipun banyak mikroba tidak berbahaya bagi manusia, beberapa mikroba pencemar dapat mengakibatkan kerusakan, dan
yang lain
menimbulkan penyakit atau menghasilkan racun yang mengakibatkan keracunan makanan (Waluyo, 2004). 2.2. Nasi Kuning Nasi kuning adalah makanan khas Indonesia. Makanan ini terbuat dari beras yang dimasak bersama dengan kunyit dengan aau tanpa santan dan rempah-renpah. Dengan ditambahkannya bumbu-bumbu dan santan, nasi kuning memiliki rasa yang lebih gurih daripada nasi putih. Nasi kuning adalah adalah salah satu variasi dari nasi putih yang sering digunakan sebagai tumpeng. Tumpeng adalah cara penyajian nasi kuning beserta lauk-pauknya dalam bentuk kerucut, karena itu disebut pula “nasi tumpeng”. Cara penyajian nasi khas ini biasanya disajikan pada saat kenduri, atau perayaan suatu peristiwa penting seperti syukuran kelahiran, pernikahan, selamatan, tunangan, dll. Meskipun demikian, masyarakat Indonesia mengenal kegiatan ini secara umum. Tumpeng biasa disajikan diatas tampah (wadah tradisional) dan dialasi daun pisang (Anonim, 2008). 2.3. Kunyit Kunyit (Curcuma domestica Val) termasuk salah satu tanaman rempah dan obat. Habitat asli tanaman ini meliputi wilayah Asia, khususnya Asia Tenggara. Tanaman ini kemudian mengalami persebaran kedaerah IndoMalaysia, Indonesia, Australia bahkan Afrika. Hampir setiap orang Indonesia dan India serta bangsa Asia umumnya pernah mengonsumsi tanaman rempah ini, baik sebagai pelengkap bumbu masakan, seperti nasi kuning, rendang, bumbu kari maupun jamu untuk menjaga kesehatan dan atau menyembuhkan penyakit (Nugroho, 1998).
Kunyit (Curcuma domestica Val) adalah tanaman obat – obatan yang berumur tahunan (Anonim, 2008). Kunyit mengandung senyawa yang berkhasiat obat, yang disebut kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin. Rimpang kunyit kering mengandung kurkuminoid sekitar 10%, kurkumin 1-5% dan sisanya terdiri dari demetoksikurkumin serta bisdemetoksikurkumin. Selain itu rimpang kunyit juga mengandung minyak atsiri (volatile oil) 1-3%, lemak 3%, karbohidrat 30%, protein 8%, pati 45-55%, dan sisanya terdiri dari vitamin C, garam-garam mineral seperti zat besi, fosfor dan kalsium. Di dalam minyak atsiri (volatile oil) ini terdapat bau karakteristik dan rasa yang tajam. Bau dan rasa dipengaruhi dan bersal dari beberapa zat yang terdapat di dalam minyak tersebut (Nugroho, 1998). Komponen pada rimpang kunyit secara umum adalah minyak atsiri (3%) mengandung furmeol, sineol, zingiberin, borneol, karvon dan kurkumin. Kunyit merupakan golongan keluarga jahe yang banyak digunakan terutama di Negara Asia. Sebagai pewarna alami, kunyit lebih aman dan sehat. Saat ini industri makanan lebih banyak menggunakan pewarna kuning sintesis ketimbang alami. Zat dalam rimpang kunyit berkhasiat untuk menghambat atau membunuh mikroba. Kurkumin yang memberi warna kuning pada rimpang dikenal bersifat antibakteria (Anonim,2008). Kurkumin adalah pigmen kuning alami didalam kunyit, diisolasi dari tumbuhan curcuma longa, yang berkisar antara 3-4% terkandung dalam kunyit. Orang-orang di negara bagian Asia Selatan dan Tenggara, telah menggunakan kunyit selama berabad-abad sebagai rempah-rempah penyedap
rasa dan pemberi warna kuning. Kunyit menjadi rempah-rempah yang penting bagi umat manusia ketika telah dilakukan penelitian bahwa dengan penambahan bubuk kunyit pada makanan awal akan menjaga kesegaran nilai gizi makanan tersebut. Kunyit adalah suatu zat tambahan yang akan memperlama kerusakan dari makanan (Joe, Vijaykumar & Lokesh, 2004). 2.4. Mikrobiologi Pangan Pertumbuhan mikroba di dalam makanan dapat mengakibatkan berbagai perubahan fisik maupun kimiawi yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi lagi. Apabila hal ini terjadi, produk pangan tersebut dinyatakan sebagai bahan pangan yang busuk dan ini merupakan penyia-nyiaan terhadap sumber gizi yang berharga. Tingkat pencemaran dari suatu makanan ditentukan oleh jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan. Hal ini akan menentukan daya
simpan
dari
produksi
tersebut
ditinjau
dari
kerusakan
oleh
mikroorganisme, dan keamanan produk dari mikkroorganisme ditentukan oleh jumlah spesies patogenik yang terdapat pada pangan (Buckle,1987). Mikroba dalam makanan mendatangkan kerugian, bila kehadirannya merubah nilai organoleptik yang tidak dikehendaki, menurunkan berat atau volume, menurunkan nilai gizi, merubah bentuk dan susunan senyawa, serta menghasilkan toksin membahayakan. Karena itu sejak bahan baku, selama proses, selama penyimpanan selalu diusahakan untuk tidak dikenai mikrobamikroba yang merugikan. Kerusakan yang paling umum terjadi pada makanan adalah pembusukan.
2.5. Mikroba Penyebab Kerusakan Dan Keracunan Makanan Jenis
mikroba
yang
terdapat
dalam
makanan
meliputi
bakteri,
kapang/jamur dan ragi yang dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang tidak diinginkan seperti penampilan, tekstur, rasa dan bau dari makanan. Tumbuhnya jamur atau bakteri di dalam bahan pangan dapat mengubah komposisi bahan pangan. Beberapa mikroba dapat menghasilkan enzim aktif yang dapat menghidrolisa pati. Di samping itu beberapa mikroba dapat menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisa selulosa atau dapat memfermentasi gula, sedangkan mikroba lainnya menghasilkan enzim yang dapat menghidrolisa lemak yang mengakibatkan terjadinya ketengikan atau merusak protein dan menghasilkan bau busuk. Beberapa mikroba tersebut dapat membentuk lender, gas, busa, warna yang menyimpang, asam, racun dan lain-lainnya. Jika makanan mengalami kontaminasi secara spontan dari udara, maka di dalam makanan tersebut terdapat pertumbuhan campuran dari beberapa jenis mikroba. Jika dibandingkan dengan bakteri, jamur berukuran lebih besar dan lebih kompleks. Beberapa jamur tumbuh seperti bulu atau rambut yang disebut “ mycelia” dan pada ujungnya berbentuk seperti buah yang disebut konidia dan mengandung spora jamur. Jamur mempunyai spora yang berwarna khas, misalnya berwarna hijau atau hitam pada roti busuk, berwarna merah jingga pada oncom, atau berwarna putih dan hitam pada tempe. Perbedaan warna ini disebabkan karena perbedaan warna konidia atau sporanya (Winarno, Fardiaz srikandi & Fardiaz dedi, 1980).
2.6. Tinjauan Mengenai Jamur Jamur merupakan organisme eukariotik yang mempunyai inti sel, memproduksi spora, tidak mempunyai klorofil sehingga tidak dapat berfotosintesis, berkembangbiak secara seksual dan aseksual, mempunyai bagian tubuh berbentuk filament dengan dinding sel yang mengandung selulosa atau khitin bahkan keduanya. Jamur tergolong Eumycota (Eumycetes) dan dibedakan menjadi empat kelas yaitu Phycomycetes yang dibedakan menjadi Zygomycetes dan Oomycetes; Ascomycetes; Basidiomycetes dan Deuteromycetes. Jamur terdiri dari thallus yang tersusun dari filament bercabang yang disebut hifa dan kumpulan dari hifa disebut miselium. Hifa tumbuh dari spora yang melakukan germinasi membentuk suatu tuba germ yang akan tumbuh terus membentuk filament yang panjang dan bercabang yang disebut hifa, kemudian seterusnya akan membentuk masa hifa yang disebut miselium. Berdasarkan struktur hifa maka jamur dikelompokkan menjadi (a) hifa tidak bersekat atau nonseptat dengan inti sel tersebar disepanjang hifa yaitu kelas Phycomycetes dan (b) hifa bersekat atau septet yang membagi hifa dalam mangan – mangan, dimana setiap mangan mempunyai satu atau lebih inti sel yaitu Ascomycetes, Basidiomycetes dan Deuteromycetes (Fardiaz, 1992). Jamur merupakan Thallopytes (divisi II, Thallopyta, tumbuhan yang tidak dapat dibedakan batang, akar dan daunnya ). Eumycetes disebut sebagai jamur sesungguhnya karena tidak mempunyai klorofil. Sel jamur seperti sel pada tumbuhan yang lebih tinggi dengan inti terlihat, dinding sel dengan ketebalan yang berbeda dan sitoplasma yang mengandung banyak komponen (Pelczar &
Reid, 1958). Jamur dapat mensintesis protein dengan mengambil sumber karbon dari karbohidrat (misalnya glukosa, sukrosa dan maltosa), sumber nitrogen dari bahan organic atau anorganik dan mineral dari substratnya. Jamur mempunyai ciri-ciri yang spesifik seperti berikut : 1. Mempuyai inti sel 2. Memproduksi spora 3. Tidak mempunya klorofil 4. Dapat berkembang biak secara seksual maupun aseksual 5. Beberapa mempunyai bagian-bagian tubuh berbentuk filamen dengan dinding sel yang mengandung selulosa atau khitin atau keduanya (Fardiaz, 1992). Jamur terdiri atas dua golongan yaitu kapang dan khamir. Perbedaan utama adalah bahwa khamir merupakan sel tunggal sedangkan kapang bersel ganda. Rhizopus sp adalah jenis kapang (Lay, 1994). 2.6.1. Karakteristik Fisiologi jamur Dengan mengetahui nutrisi dan morfologi jamur merupakan dasar untuk mengetahui ekologi jamur dan aspek ekologinya terhadap kerusakan yang disebabkan oleh jamur. Karakteristik oleh jamur yaitu kebutuhan jamur akan : 1. Kelembapan dan aktivitas air Air berperan dalam reaksi metabolik didalam sel dan merupakan alat pengangkut zat gizi atau bahan buangan kedalam dan keluar sel, jika air mengalami kristalisasi dan membentuk es atau terikat secara kimia dalam gula atau garam maka air tersebut tidak dapat digunakan lagi. Jamur bersifat heterotrofik, memerlukan selapis air disekitar hifanya
unuk tumbuh sehingga jika bersaing dengan mokroorganisme lain maka jamur akan kalah. Jumlah air dalam makanan disebut aktivitas air (aw) merupakan perbandinga tekanan uap pelarut (umumnya air), sebanding dengan kelembapan relative (RH) dari udara atmosfir. 2. Suhu Suhu mempengaruhi pertumbuhan organisme melalui (a) kenaikan suhu membuat kecepatan metabolism meningkat dan pertumbuhan dipercepat dan (b) suhu terlalu tinggi atau terlalu rendah membuat pertumbuhan terhenti, komponen sel menjadi tidak aktif dan sel akan mati. Kebanyakan kapang bersifat mesofilik sehingga tumbuh baik pada suhu ruangan dengan suhu optimal 25-30oC dan suhu minimum sekitar 5oC. hifa jamur dapat tumbuh pada suhu yang ekstrim (Frazier & Westhoff, 1988). 3. Oksigen dan pH Jamur dan kapang bersifat aerobik sehingga pertumbuhannya memerlukan oksigen. Sel jamur dapat didapar, pernafasan endogen pada medium eksternal yang berbeda berada pada rentang 5-8, teta[I umumnya pada pH asam. Pernafasan eksogen dan pertumbuhan hifa dipengaruhi oleh perubahan pH eksternal dimana mekanisme yang sesungguhnya belum diketahui. Karbondioksida sebanyak 10% dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur (Frazier & Westhoff, 1988).
4. Makanan Mikroorganisme memerlukan suplai makanan untuk sumber energy dan menyediakan unsure kimian dasar untuk pertumbuhan sel. Jamur dan kapang mempunyai enzim hidrolotik, beberapa mempunyai enzim amylase, pektinase, proteinase, dan lipase untuk mencerna bahan makanan (Fardiaz, 1992). 2.7. Mengukur Daya Tahan Simpan Makanan Dalam pengujian mutu suatu bahan pangan diperlukan berbagai uji yang mencakup uji fisik, uji kimia, uji mikrobiologi dan uji organoleptik. Uji mikrobiologi merupakan salah satu uji yang penting, karena selain dapat menduga daya tahan simpan suatu makanan, juga dapat digunakan sebagai indikator sanitasi makanan atau indikator keamanan pangan. Pengujian mikrobiologi diantaranya meliputi uji kuantitatif untuk menentukan mutu dan daya tahan suatu makanan. Uji kuantitatif yang dilakukan terhadap pangan terutama adalah untuk menghitung jumlah mikroba. Dalam menghitung jumlah mikroba pada bahan pangan maka diperlukan metode – metode tertentu. Salah satu metode yang sering digunakan adalah metode hitungan cawan yang meliputi metode tuang, metode sebar dan metode tetes. Selain itu ada juga uji kualitatif bakteri patogen untuk menentukan tingkat keamananannya, dan uji bakteri indicator untuk mengetahui tingkat sanitasi makanan tersebut (Fardiaz, 1993). 2.8. Pemeriksaan Organoleptik pada Makanan Organoleptik berasal dari kata organ yang berarti tubuh, bagaimana keadaan tubuh makanan dan leptik yang berarti gerakan. Maka pemeriksaan
organoleptik yaitu pemeriksaan dengan memakai gerakan – gerakan tubuh seperti: melihat, meraba, mencium, mengaduk atau mencicipi yang diarahkan pada kondisi / keadaan tubuh makanan seperti tekstur, kekenyalan, kepadatan dan keutuhan, bau, rasa dan aroma seperti penampilannya. Setiap jenis makanan yang baik mempunyai tubuh yang baik, utuh serta terlihat kuat, berwarna segar dan tidak berlendir (Ditjen POM, 1992). 2.9. Angka Lempeng Total Metode kuatitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada pada suatu sampel, umumnya dikenal dengan Angka Lempeng Total (ALT). Uji Angka Lempeng Total dan lebih tepatnya ALT aerob mesofil atau anaerob mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat diamati secara visual berupa angka dalam koloni (cfu) per ml/g atau koloni/100ml. Prinsip pengujian Angka Lempeng Total menurut metode Analisis Mikrobiologi (MA PPOM 61/MIK/06) yaitu pertumbuhan koloni bakteri aerob mesofil setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng agar dengan cara tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai. Pada pengujian Angka Lempeng Total menggunakan PDF (Pepton Dilution Fluid) sebagai pengencer sampel dan menggunakan PCA (plate Count Agar) sebagai media padatnya. Digunakan juga pereaksi khusus Tri Phenyl Tetrazalin Chlotide 0,5 % (TTC) (BPOM, 2008). Keuntungan dari metode pertumbuhan agar atau metode uji Angka Lempeng Total adalah apat mengetahui jumlah mikroba yang dominan. Keuntungan lainnya dapat diketahui adanya mikroba jenis lain yang terdapat dalam sampel.