BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Bank syariah
2.1.1 Pengertian Bank Syariah Menurut UU perbankan nomor 10 tahun 1998, pengertian bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk kredit dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan yang dimaksud perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan usahanya Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba, serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional. Ditinjau dari segi imbalan atau jasa penggunaan dana, baik simpanan maupun pinjaman, bank dapat dibedakan menjadi : 1. Bank Konvensional Yaitu bank yang dalam aktivitasnya; baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam persentase tertentu dari dana untuk suatu periode tertentu.
Universitas Sumatera Utara
2. Bank Syariah Yaitu bank yang dalam aktivitasnya; baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan atau mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah. Pada dasarnya ketiga fungsi utama perbankan adalah : 1. Menerima titipan dana, 2. Meminjamkan uang 3. Jasa pengiriman uang Ketiga fungsi tersebut boleh dilakukan, kecuali bila dalam melaksanakan fungsi perbankan melakukan hal-hal yang dilarang syariah. Dalam praktik perbankan konvensional yang dikenal saat ini, fungsi tersebut dilakukan berdasarkan system bunga. Bank Konvensional memang tidak serta merta identik dengan riba, namun kebanyakan praktik bank konvensional dapat digolongkan sebagai transaksi ribawi. Dalam definisi riba: sebab (illat) atau tujuan (hikmah) perlarangan riba diidentifikasi praktik perbankan konvensional yang tergolong riba. Riba fadl ditemui dalam transaksi jual beli valuta asing yang tidak dilakukan secara tunai. Riba nasi’ah dapat ditemui dalam transaksi pembayaran kredit dan pembayaran tabungan/ deposito/ giro. Riba jahiliyah dapat ditemui dalam transaksi kartu kredit yang tidak dibayar penuh tagihannya Maka jelas bahwa perbankan konvensional bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah dalam melaksanakan beberapa kegiatannya. Karena itu perlu upaya untuk memperkenalkan produk dan praktik perbankan yang berdasarkan prinsip syariah. 2.2 Pengertian Bank Perkreditan Rakyat ( BPR )
Universitas Sumatera Utara
Bank Perkreditan Rakyat ( BPR ) menurut Undang-Undang ( UU ) Perbankan No.7 tahun 1992, adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan / atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Seangkan pada UU Perbankan No.10 tahun 1998, disebutkan bahwa BPR adalah lembaga keuangan bank melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasar prinsip syariah. Pelaksanaan BPR yang melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah selanjutnya
diatur
menurut
Surat
Keputusan
Direktur
Bank
Indonesia
No.31/36/KEP/DIR/1999 tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam hal ini, secara teknis BPR syariah bisa diartikan sebagai lembaga keuangan yang operasinya menggunakan prinsip-prinsip syariah islam. 2.3 Sejarah Berdirinya BPR Syariah Status hukum BPR diakui prtama kali dalam pakto tanggal 27 Oktober 1988, sebagai bagian dari Paket Kebijakan Keuangan, Moneter, dan Perbankan. Secara historis, BPR adalah penjelmaan dari banyak lembaga keuangan, seperti Bank Desa, Bank Pasar, Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK) dan atau lembaga lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Sejak dikeluarkan UU No.7 tahun 1992 tentang pokok perbankan, keberadaan lembaga-lembaga keuangan tersebut diperjelas melalui izin menteri keuangan. Berdirinya BPR Syariah tidak bisa dilepaskan dari pengaruh berdirinya lembaga-lembaga keungan
tersebut.
Lebih
jelasnya
keberadaan
BPR
Syariah
dipertegas dengan munculnya pemikiran untuk mendirikan bank syariah pada tingkat nasional. Bank syariah yang dimaksut adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang
Universitas Sumatera Utara
berdiri tahun 1992. Namun jangkauan BMI terbatas pada wilayah-wilayah tertentu, misalnya di kabupaten, kecamatan dan desa. Oleh karena itu peran BPR Syariah diperlukan untuk menangani masalah keuangan masyaraat di wilayah tersebut. 2.3.1 Tujuan BPR Syariah Adapun tujuan yang dikehendaki BPR Syariah adalah: 1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat islm, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah yang pada umumnya berada dipedesaan. 2. Menambah lapangan kerja terutama ditingkat kecamatan, sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi. 3. Membina semagat ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka meningkatkan pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang memadai. Untuk mencapai tujuan operasionalisasi BPR Syariah tersebut diperlukan strategi operasional sebagai berikut: 1. BPR Syariah tidak bersifat menunggu terhadap datangnya fasilitas, melainkan bersifai aktif dengan melakukan sosialisasi kepada usaha-usaha yang berskala kecil yang perlu dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek bisnis yang baik. 2. BPR Syariah memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uangnya jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala menengah dan kecil. 3. BPR Syariah mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yang akan dideri pembiayaan. 2.3.2 Usaha – Usaha BPR Syariah
Universitas Sumatera Utara
Pada dasarnya, sebagai lembaga keuangan syariah, BPR Syariah dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bank- bank umum syariah. Dalam usaha pengerahan dana masyarakat, BPRS dapat memberikat jasa-jasa keuangan dalam bentuk, antara lain: 1. Simpanan Amanah Disebut simpanan amanah, sebab dalam hal bank penerima titipan amanah dari nasabah. Disebut dengan titipan amanah karena bentuk perjanjian adalah wadiah,yaitu titipan yang tidak menanggung risiko. Namun denikian bank akan memberikan bonus dari bagi hasil keuntungan yang diperoleh bank melalui pembiayaan kepada nasabah. 2. Tabungan Wadiah Dalam tabungan ini bank menerima tabungan dari nasabah dalam bentuk tabungan bebas. Sedangkan akad yang diikat oleh bank dengan nasabah dalam bentuk wadiah. Titipan nasabah tersebut tidak menanggung risiko kerugian, dan bank memberikan bonus kepada nasabah. Bonus tabungan wadiahitu dapat diperhitungkan secara harian dan dibayarkan kepada nasabah oada setiap bulan. 3. Deposito Wadiah Mudharabah Dalam produk ini bank menerima deposito berjangka dari nasabahnya. Akad yang dlakukan ada yang berbentuk wadiah dan dapat pula berbentuk mudharabah. Lazimnya jangka waktu deposito ini adalah 1, 2, 6, 12 bulan dan seterusnya sebagai bentuk penyertaan modal (sementara). Maka nasabah / deposan mendapat bonus keuntungan dari bagi hasil yang diperoleh bank dari pembiayaan / kredit yang dilakukannya kepada nasabah-nasabah lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Fasilitas pengerahan dana tersebut juga dapat dipergunakan untuk menitipkan sedekah, infak, zakat, aqiqah, tabungan haji, tabungan kurban, tabungan pendidikan, tabungan kepemilikan kendaraan, tabungan kepemilikan rumah, bahkan bisa juga untuk sarana penitipan dana-dana mesjid, dana pesantren, yayasan dan lain sebagainya. Sementara, dalam menyalurkan dana masyarakat BPR Syariah dapat memberikan jasa-jasa keuangan seperti: 1
Pembiayaan Mudharabah Dalam pembiayaan ini, bank mengadakan akad dengan nasabah (pengusaha). Bank menyediakan pembiayaan modal usaha bagi proyek yang dikelola oleh pengusaha. Keuntungan yang diperoleh akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang telah diikat oleh bank dan pengusaha tersebut.
2
Pembiayaan Musyarakah Dalam pembiayaan ini, bank dengan pengusaha mengadakan perjanjian. Bank dan pengusaha berjanji bersama-sama membiayaai suatu proyek yang juga dikelola secara bersama-sama. Keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebut akan dibagi sesuai dengan penyertaan masing-masing pihak.
3
Pembiayaan Bai’Bithaman Ajil Dalam pembiayaan ini, bank mengikat perjanjian dengan nasabah. Bank menyediakan dana untuk pembelian sesuatu barang / aset yang dibutuhkan oleh nasabah guna mendukung usaha atau proyek yang sedang diusahakan.
Namun begitu, sesuai UU Perbankan No. 10 tahun 1998, BPR Syariah hanya dapat melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1
Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2
Memberikan kredit.
3
Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4
Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lainnya. Pembatasan usaha BPR Syariah secara lebih tegas dijelaskan dalam pasal 27 SK
Direktur BI No.32/36/KEP/DIR/1999. Menurut surat keputusan ini, kegiatan operasional BPR Syariah adalah: 1
Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi: a. transaksi jual-beli berdasarkan prinsip: - Murabaha - Istisna - Ijarah - Salam - jual beli lainnya b. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip: - Mudharabah - Musyarakah - bagi hasil lainnya c. Pembiayaan lain berdasarkan prinsip: - Rahn
Universitas Sumatera Utara
- Qardh Dibanding bank umum syariah, kegiatan operasional yang dapat dilakukan BPR Syariah lebih terbatas.BPR Syariah dilarang untuk: - Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing, - Melakukan penyertaan modal, - Melakukan usaha peransuransian.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kredit ( Pembiayaan ) Pengertian kredit menurut undang-undang perbankan No.10 tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu. Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak pinjaman melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sementara kredit dalam Bank syariah disebut dengan pembiayaan. Dimana pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan tujuan atau kesepakatan antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk megembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kredit atau pembiayaan dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya dapat diukur denga uang. Yang membedakan kredit yang diberikan oleh Bank konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh Bank syariah adalah terletak pada keuntungan yang diharapkan. Bagi Bank konvensional keuntungan yang diperoleh melalui bunga, sedangkan bagi Bank syariah berupa imbalan. 2.4.1 Jenis-jenis Pembiayaan Dalam Bank syariah pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Menurut
sifat
penggunaannya,
pembiayaan
dapat
dibagai
menjadi:
a. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
produksi, perdagangan dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, maupun investasi b. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk dipakai memenuhi kebutuhan. Menurut
keperluannya,
pembiayaan
produktif
dapat
dibagi
menjadi:
a. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan antaranya: peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi; dan
maupun untuk
keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. b. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu. • .
Pembiayaan modal kerja Bank syariah dapat membantu memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja
tersebut, bukan dengan meminjamkan uang, melainkan dengan menjalin hubungan partnership dengan nasabah, di mana bank bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal), sedangkan nasabah sebagai pengusaha (mudharib). Skema pembiayaan semacam ini disebut dengan mudharanah (trust financing). Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang disepakati. Setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil (yang belum dibagikan) yang menjadi bagian bank.
a. Pembiayaan Likuiditas (Cash Financing)
Universitas Sumatera Utara
Pembiayaan ini pada umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang timbul akibat terjadinya ketidaksesuaian (mismatched) antara cash inflow dan cash outflow pada perusahaan nasabah Bank syariah dengan pembiayaan ini menyediakan fasilitas dalam bentuk qardh timbal balik atau yang disebut compensating balance. Melalui fasilitas ini nasabah harus membuka rekening giro, dan bank tidak memberikan bonus atas giro tersebut. Bila nasabah mangalami situasi mismatched, nasabah dapat menarik dana melebihi saldo yang tersedia sehingga menjadi negatif sampai maksimum jumlah yang disepakati dalam akad. Atas fasilitas ini, bank tidak dibenarkan meminta imbalan apa pun, kecuali sebatas biaya administrasi pengelolaan fasilitas tersebut.
b. Pembiayaan piutang (receivable Financing)
Kebutuhan pembiayaan ini timbul pada perusahaan yang menjual barangnya dengan kredit, tetapi baik jumlah maupun jangka waktunya melebihi kapasitas modal kerja yang dimilikinya
Bagi bank syariah, untuk kasus pembiayaan piutang seperti tersebut di atas hanya dapat dilakukan dalam bentuk al qardh di mana bank tidak boleh meminta imbalan, kecuali biaya administrasi. Untuk kasus anjak piutang, bank dapat memberikan fasilitas pengambil-alihah piutang, yaitu yang disebut hiwalah. Tetapi untuk fasilitas ini pun bank tidak dibenarkan meminta imbalan kecuali biaya layanan atau biaya administrasi dan biaya penagihan. Dengan demikian, bank syariah meminjamkan uang (qardh) sebesar piutang yang tertera dalam dokumen piutang (wesel tagih atau promes) yang diserahkan kepada bank tanpa potongan. Hal itu adalah bila ternyata pada saat jatuh tempo hasil tagihan itu digunakan untuk melunasi hutang nasabah kepada bank. Tetapi bila ternyata
Universitas Sumatera Utara
piutang tersebut tidak ditagih, maka nasabah harus membayar kembali hutangnya itu kepada bank. Selain itu, sebagian ulama memberikan jalan keluar berupa pembelian surat hutang ( bai’ al dayn ), tetapi sebagian ulama melarangnya
c. Pembiayaan Persediaan (Inventory Financing)
Bank syariah mempunyai mekanisme tersendiri untuk me-menuhi kebutuhan pendanaan persediaan tersebut, yaitu antara lain dengan menggunakan prinsip jual-beli (al bai’) dalam dua tahap. Tahap pertama, bank mengadakan (membeli dari suplier secara tunai) barang-barang yang dibutuhkan oleh nasabah. Tahap kedua, bank menjual kepada nasabah pembeli dengan pembayaran tangguh dan dengan mengambil keuntungan yang disepakati bersama, antara bank dengan nasabah. •
Pembiayaan Investasi Pembiayaan investasi diberikan kepada para nasabah untuk keperluan investasi,
yaitu keperluan penambahan modal guna mengadakan rehabilitasi, perluasan usaha, ataupun pendirian proyek baru.
Ciri-ciri pembiayaan investasi adalah: 1. Untuk pengadaan barang-barang modal; 2. Mempunyai perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah; 3. Berjangka waktu menengah dan panjang
Pada umumnya, pembiayaan investasi diberikan dalam jumlah besar dan pengendapannya cukup lama. Oleh karena itu, perlu disusun proyeksi arus kas (projected cash flow) yang mencakup semua komponen biaya dan pendapatan sehinga akan dapat
Universitas Sumatera Utara
diketahui berapa dana yang tersedia setelah semua kewajiban terpenuhi. Kemudian, barulah disusun jadwal amortisasi yang merupakan angsuran (pembayaran kembali) pembiayaan. •
Pembiayaan konsumtif
.Bank syariah dapat menyediakan pembiayaan komersil untuk pemenuhan kebutuhan barang konsumsi dengan menggunakan:
1. Al bai’ bi tsaman ajil (salah satu bentuk murabahah) atau jual-beli dengan angsuran 2. Al ijarah al muntahia bit tamlik atau sewa beli
3.Al musyarakah mutanaqhishah atau descreasing participation, dimana secara bertahap bank menurunkan jumlah partisipa-sinya
4. Ar Rahn untuk memenuhi kebutuhan jasa.
Pembiayaan konsumsi tersebut di atas lazim digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sekunder. Sedangkan kebutuhan primer pada umumnya tidak dapat dipenuhi dengan pembiayaan komersil. Seseorang yang belum mampu memenuhi kebutuhan pokoknya tergolong fakir atau miskin, dan oleh karena itu ia wajib diberikan zakat atau shadaqah, atau maksimal diberikan pinjaman kebajikan (al qardh al hasan), yaitu pinjaman dengan kewajiban pengembalian pinjaman pokoknya saja, tanpa imbalan apa pun.
2.5 Prinsip Bagi Hasil Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank Islam secara keseluruhan. Berdasarkan prinsip ini, bank
Universitas Sumatera Utara
Islam akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Dengan penabung bank akan berfungsi sebagai mudharib (pengelola), sedangkan penabung bertindak sebagai shahibul maal (penyandang dana). Antara keduanya diadakan akad mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan masing-masing pihak. Sedangkan dengan pengusaha/peminjam dana, banksyariah berfungsi sebagai shahibul maal sementara pengusaha sebagai mudharib dengan mengelola dana bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip bagi hasil ini adalah mudharabah dan musyarakah, lebih jauh prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Skema kemitraan Bank Syariah
penabung
Bank
Shahibul Maal
Nasabah peminjam
Shahibul Maal
Akad mudharabah
Akad : Mudharabah, musyarakah Murabahah, bai as-salam dll.
Sumber: Antonio, 2001: 138
Besarnya bagi hasil (Profit Sharing) ini ditentukan di awal perjanjian. Berbeda dengan bunga, prosentase bagi hasil ini belum tentu sama tiap bulannya. Sedangkan nominal yang diterima tentunya menyesuaikan dengan besarnya keuntungan yang didapat oleh peminjam itu sendiri. Konsekuensi dari konsep ini adalah adanya untung dan rugi. Jika hasil usaha peminjam menunjukkan keuntungan yang besar, maka bagi hasilnya pun akan besar dan sebaliknya jika keuntungan kecil atau bahkan merugi maka pihak peminjam harus ikut pula menanggung kerugian tersebut. 2.5.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi bagi hasil Terdapat Faktor-faktor internal yang mempengaruhi tingkat bagi hasil. Yaitu: Faktor Langsung Diantara faktor-faktor langsung (direct factors) yang mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah investment rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio).
Universitas Sumatera Utara
a. Investment rate merupakan persemtase aktual dana yang diinvestasikan dari total dana. Jika bank menentukan investment rate sebesar 80 persen, hal ini berarti 20 persen dari total dana akan dialokasikan untuk memenuhi likuiditas. b. Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan menggunakan salah satu metode ini : -
rata-rata saldo minimum bulanan,
-
rata-rata total saldo harian.
Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan, akan menghasilkan jumlah dana aktual yang digunakan. c. Nisbah (profit sharing ratio) -
salah satu ciri al-mudharabah adalah nisbah yang harus ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian.
-
Nisbah antara satu bank dan bank lainnya dapat berbeda.
-
Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu bank, misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.
-
Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dan account lainnya sesuai dengan besarnya dana dan jatuh temponya.
Faktor tidak langsung a. Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah -
Bank dana nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya (profit and sharing). Pendapatan yang dibagihasilkan merupakan pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya.
Universitas Sumatera Utara
-
Jika semua biaya ditanggung bank, hal ini disebut revenue sharing.
b. Kebijakan akunting (prinsip dan metode akunting) Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya. 2.6 Hasil Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini penulis ingin melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembiayaan di BPR Syariah Medan. Dan melihat seberapa besar factorfaktor tersebut dapat mempengaruhi pembiayaan. Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan Erna Rachmawati (2004) dari Universitas Padjajaran Bandung dalam periode 1993-2003 yang meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya simpanan mudharabah perbankan syariah di Indonesia dalam jangka panjang dan pendek. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Error Correction Mechanism untuk melihat adanya indikasi pengaruh Gross Domestic Product, jumlah kantor, tingkat bagi hasil bank syariah, dan tingkat suku bunga bank konvensional terhadap simpanan mudharabah perbankan syariah. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa GDP berpengaruh negatif terhadap simpanan mudharabah secara signifikan hanya dalam jangka pendek, Kenaikan pendapatan diikuti dengan penurunan jumlah simpanan mudharabah, kantor cabang dan kantor cabang pembantu bank syariah secara signifikan berpengaruh positif terhadap simpanan mudharabah dalam jangka panjang dan jangka pendek, dan tingkat bagi hasil secara signifikan berpengaruh positif terhadap simpanan mudharabah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, Tingkat suku bunga, walaupun menunjukkan hubungan positif, secara statistik
Universitas Sumatera Utara
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap simpanan mudharabah di Indonesia baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Rani Widya Lestari (2006) yang meneliti mengenai preferensi dan permintaan masyarakat terhadap produk-produk bank syariah (Studi kasus Bank BTN Syariah dan Bank BNI Syariah), hasil dari penelitian ini yaitu persepsi masyarakat tentang bunga mempengaruhi keputusan masyarakat dalam memilih bank syariah, sedangkan untuk variabel fasilitas, variasi atau pilihan produk dan pelayanan bank syariah juga mempengaruhi preferensi masyarakat terhadap produk bank syariah. Lalu menurut penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh Erik Rio Indrawan (2006) yang meneliti mengenai pengaruh tingkat bagi hasil dan suku bunga terhadap simpanan mudharabah (studi kasus di BPR syariah Bangun Drajat Warga Yogyakarta). Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa tingkat bagi hasil berpengaruh tidak signifikan terhadap volume simpanan mudharabah di BPRS syariah Yogyakarta, sedangkan tingkat suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume simpanan mudharabah di BPRS syariah.
Universitas Sumatera Utara