BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lembaga Keuangan Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tentang pokok-pokok perbankan, yang dimaksud Lembaga Keuangan adalah semua badan yang melalui kegiatan-kegiatan di bidang keuangan menarik uang dari dan menyalurkan uang tersebut kembali ke masyarakat. Secara garis besar lembaga keuangan dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: a. Lembaga Keuangan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahunn 1992 tentang perbankan) b. Lembaga Keuangan Non Bank. Sebagaimana bank, Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKNB) ini juga berfungsi sebagai pengumpul dan penyalur dana dari dan ke masyarakat, yang bertujuan untuk menunjang pengembangan pasar uang dan modal serta membantu permodalan perusahaan-perusahaan. Akan tetapi, lembaga keuangan non bank tidak dapat secara langsung menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan dan deposito berjangka. Lembaga keuangan non bank hanya memfokuskan pada salah satu kegiatan keuangan saja. Misalnya perusahaan leasing menyalurkan dana dalam menyalurkan dana dalam bentuk pinjaman jangka pendek dengan jaminan barang
bergerak. Secara garis besar, lembaga keuangan non bank dapat dikelompokkan menjadi: Asuransi, Dana Pensiun, Pegadaian, Pasar Uang, dan Reksadana. Untuk menjadi suatu perusahaan asuransi yang layak harus memiliki 6 macam prinsip dasar, yaitu: insurable interest, utmost good faith, proximate cause, indemnity,subrogation dan contribution. a. Insurable interest, yaitu hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan, antara anda dengan obyek yang diasuransikan dan dapat diakui secara hukum. b. Utmost good faith, yaitu suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap, semua fakta yang material (material fact) mengenai sesuatu yang akan diasuransikan baik diminta maupun tidak. c. Proximate cause, yaitu suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya suatu intervensi yang mulai dan secara aktif dari sumber yang baru da independen. d. Indemnity, yaitu suatu mekanisme di mana perusahaan asuransi menyediakan kompensasi financial dalam upaya menempatkan anda dalam posisi keuangan yang anda miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian (KUHD Pasal 252, 253 dan dipertegas dalam Pasal 278). e. Subrogation, Yaitu pengalihan hak tuntut dari nasabah kepada perusahaan asuransi setelah klaim dibayar. f. Contribution, yaitu suatu perusahaan asuransi untuk mengajak perusahaan asuransi lainnya untuk sama-sama menanggung, tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap tertanggung dalam memberikan indemnity.
2.2 Asuransi Salah satu penanggulangan resiko melalui pembiayaan adalah dengan mengasuransikan suatu resiko kepada perusahaan asuransi. Cara ini dianggap sebagai metode yang efektif dalam upaya penanggulangan resiko yang diakibatkan oleh ketidakpastian dalam suatu perencanaan. Asuransi telah berkembang menjadi bidang usaha/bisnis yang menarik dan mempunyai peranan penting dalam kehidupan ekonomi maupun pembangunan ekonomi terutama di bidang pendanaan. Ada beberapa definisi tentang asuransi seperti: a. Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian:”Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan nama pihak penanggung mengakibatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”. b. Asuransi adalah transaksi pertanggungan yang melibatkan dua pihak, tertanggung dan penanggung (Djojosoedarso,2003). c. Menurut Mehr dan Cammark (Djojosoedarso,2003); asuransi adalah alat social untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah yang memadai unit-unit yang terkena resiko, sehingga kerugian individual mereka secara objektif dapat diramalkan.
d. Menurut C.Arthur William Jr dan Richard M Heins (Djojosoedarso,2003); bahwa asuransi dilihat dari dua sudut pandang, yaitu: Asuransi adalah suatu pengamanan terhadap kerugian financial yang dilakukan oleh seorang penanggung. Asuransi adalah suatu persetujuan dengan mana dua atau lebih orang atau badan mengumpulkan dana untuk menanggulangi kerugian financial. 2.2.1 Jenis Usaha Asuransi Sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, maka usaha perasuransian dapat dibagi menjadi 2, yaitu: a. Usaha asuransi yang terdiri dari: Asuransi kerugian (non life insurance) Asuransi jiwa (life insurance) Reasuransi (reinsurance) b. Usaha penunjang usaha asuransi yang terdiri dari: Pialang asuransi Pialang reasuransi Penilai kerugian asuransi Konsultan aktuaria Agen asuransi Menurut jenis bidang yang ditangani asuransi dikelompokkan menjadi: a. Asuransi jiwa; pada hakikatnya merupakan suatu bentuk kerjasama antara orang-orang yang menghindarkan atau minimal mengurangi resiko yang diakibatkan oleh resiko kematian; resiko hari tua dan resiko kecelakaan.
b. Asuransi kecelakaan diri yaitu usaha untuk melindungi resiko financial akibat kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat/luka yang sifat dan tempatnya ditentukan oleh dokter. c. Asuransi sosial; merupakan asuransi yang menyediakan jaminan sosial bagi anggota masyarakat baik secara lokal, regional ataupun Nasional. d. Asuransi sosial tenaga kerja yaitu perlindungan sosial bagi tenaga kerja yang dijalankan melalui pola mekanisme asuransi yang dikelola oleh perum ASTEK. e. Asuransi Kesehatan yaitu asuransi yang memberikan santunan kesehatan kepada seseorang (tertanggung) berupa sejumlah uang untuk biaya pengobatan dan perawatan. f. Asuransi
kesehatan
penumpang
yaitu
asuransi
yang
mengelola
perlindungan sosial dalam kecelakaan penumpang dan lalu lintas jalan. g. Asuransi
kebakaran
yaitu
pertanggungan
yang
menjamin
kerugian/kerusakan atas harta benda yang diakibatkan kebakaran. h. Asuransi Kredit yaitu pertanggungan yang diberikan kepada pemberi kredit (bank, Lembaga Keuangan) terhadap resiko kredit. i. Asuransi Rekayasa (engineering insurance) adalah pertanggungan yang diterapkan pada proyek-proyek pembangunan yang berhubungan dengan rekayasa. j. Asuransi perusahaan yang meliputi pertanggungan terhadap: Asuransi pengiriman uang, penyimpanan uang, penggelapan uang dan pencurian uang.
k. Asuransi tanggung gugat yang dijamin adalah kewajiban untuk bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pihak lain. l. Asuransi transportasi adalah asuransi yang berkenaan dengan barangbarang dalam transit atau barang-barang yang sedang ditangani perusahaan pengangkutan. 2.2.2 Manfaat Asuransi Asuransi memberikan manfaat bagi tertanggung, penanggung, dan pemerintah. Manfaat yang diterima tertanggung baik sebagai individu atau sebagai pengusaha dari jasa asuransi, yaitu: a. Rasa aman dan perlindungan b. Pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil c. Polis asuransi dapat dijadikan memperoleh kredit dan dapat dijadikan sebagai kelengkapan memperoleh kredit d. Berfungsi sebagai tabungan dan sumber pendapatan. Asuransi dapat memberikan manfaat bagi penanggung untuk mendorong peningkatan kegiatan usaha serta memperoleh keuntungan. Asuransi dapat memberikan manfaat kepada pemerintah, yaitu: a. Mendorong peningkatan investasi di berbagai bidang usaha b. Mendorong peningkatan kesempatan kerja c. Meningkatkan penerimaan pajak
2.2.3 Tujuan Asuransi Tujuan dari Asuransi atau Pertanggungan adalah sebagai berikut: a. Tujuan Ganti Rugi
Ganti rugi yang diberikan oleh penanggung kepada tertanggung apabila tertanggung menderita kerugian yang dijamin oleh polis, yang bertujuan untuk mengembalikan tertangung dari kebangkrutan sehingga ia masih mampu berdiri seperti sebelum menderita kerugian. Jadi tertanggung hanya boleh memperoleh ganti rugi sebesar kerugian yang dideritanya, artinya tertanggung tidak boleh mencari keuntungan (speklasi) dari asuransi. Bagitu juga dengan penanggung, ia tidak boleh mencari keuntungan atas interst yang ditanggungnya, kecuali memperoleh balas jasa atau premi. b. Tujuan tertanggung adalah sebagai berikut : Untuk memperoleh rasa tentram dan aman dari resiko yang dihadapinya atas kegiatan usahanya atas harta miliknya. Untuk mendorong keberanianya mengikatkan usaha yang lebih besar dengan resiko yang lebih besar pula, karena risiko yang benar itu diambil oleh penanggung. c. Tujuan penanggung dibagi 2 (dua), yaitu : Tujuan Umum, yaitu : memperoleh keuntungan selain menyediakan lapangan kerja, apabila penanggung membutuhkan tenaga pembantu. Tujuan Khusus, adalah : o
Meringankan resiko yang yang dihadapi oleh para nasabah atau para tertanggung dengan mangambil alih risiko yang dihadapi.
o
Menciptakan rasa tentram dan aman dikalangan nasabahnya, sehingga lebih berani mengikatkan usaha yang lebih besar.
o
Mengumpulkan dana melalui premi yang terkumpul sedikit demi sedikit dari para nasabahnya sehingga terhimpun dana besar yang dapat digunakan untuk membiayai pembagian Bangsa dan Negara.
2.2.4. Sifat Asuransi Asuransi atau pertanggungan di Indonesia sebenarnya berasal dari hukum Berat, baik dalam pengertian maupun dalam bentuknya. Asuransi sebagai bentuk hukum di Indonesia yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mempunyai beberapa sifat sebagai berikut: (W irjono Projodikoro, 1994) a. Sifat Perjanjian Semua asuransi berupa perjanjian tertentu (Boyzondere Over Komst), yaitu suatu pemufakatan antara dua pihak atau lebih dengan maksud akan mencapai suatu tujuan, dimana seorang atau lebih berjanji terhadap seorang lain atau lebih (pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). b.
Sifat timbal balik (Weder Kerige) Persetujuan asuransi atau pertanggungan merupakan suatu persetujuan timbal balik (Weder Kerige Overeen Komst), yang berarti bahwa masing-masing pihak berjanji akan melakukan sesuatu bagi pihak lain. Pihak terjamin berjanji akan membayar uang premi, pihak penjamin berjanji akan membayar sejumlah uang (uang asuransi) kepada pihak terjamin, apabila suatu peristiwa tertentu terjadi.
c. Sifat Konsensual Persetujuan asuransi atau pertangungan merupakan suatu persetujuan yang bersifat konsensual, yaitu sudah dianggap terbentuk dengan adanya kata sepakat antara kedua belah pihak (pasal 251 KURD). d.
Sifat Perkumpulan
Jenis asuransi yang bersifat perkumpulan (Vereeninging ) adalah asuransi saling menjamin yang terbentuk diantara para terjamin selaku anggota. Asuransi seperti ini disebutkan dalam pasal 286 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) yang menyatakan bahwa asuransi itu takluk pada persetujuannya dan peraturannya. Perkumpulan asuransi diatur dalam Pasal 1635, 1654 dan 1655 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), yang dapat disimpulkan bahwa perkumpulan asuransi saling menjamin merupakan “Zadelijk Lichaam” yang artinya asuransi dalam masyarakat dapat bertindak selaku orang dan dapat mengadakan segala perhubungan hukum dengan orang lain secara sah. Perkumpulan asuransi dapat bertindak kedalam dan keluar, yaitu kedalam dapat mengadakan persetujuan asuransi dengan para anggota selaku terjamin, dan keluar dengan perbuatan hukum lainnya, persetujuan ini takluk pada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), baik dengan anggota sendiri maupun dengan orang lain. e. Sifat Perusahaan Asuransi yang mengatur sifat perusahaan adalah asuransi secara premi dimana diadakan antara pihak penjamin dan pihak terjamin, tanpa ikatan hukum diantara terjamin dengan orang lain yang juga menjadi pihak terjamin terhadap si penjamin. Dalam hal ini pihak penjamin biasanya bukan seorang individu, melainkan suatu badan yang bersifat perusahaan, yang memperhitungkan untung rugi dalam tindakannya. 2.2.5. Polis dan Premi di dalam Asuransi a. Polis Asuransi
Suatu perjanjian asuransi atau pertanggungan bersifat konsensual (adanya kesepakatan), harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta antara pihak yang mengadakan perjanjian. Pada akta yang dibuat secara tertulis itu dinaman “polis”. Jadi, polis adalah tanda bukti perjanjian pertanggungan yang merupakan bukti tertulis. Pada perjanjian asuransi atau pertanggungan antara para pihak, seorang penanggung harus menyerahkan polis kepada tertanggung dalam jangka waktu sebagai berikut: Bila perjanjian dibuat seketika dan langsung antara penanggung dan tertanggung yang dikuasakan tertanggung, maka polis yang telah ditandatangani oleh penanggung harus duserahkan kepada tertanggung dalam tempo 24 jam (pasal 259 KUHD). Jika pertanggungan dilakukan mulai makelar asuransi (broker), maka polis yang telah ditandatangani oleh penanggung harus diserahkan kepada tertangung paling lama dalam tempo 8 (delapan) hari (pasal 260 KUHD). Fungsi Umum Polis, adalah : Perjanjian pertanggungan (Contract Of Indonesia) Sebagai bukti jaminan diri penanggung kepada tertanggung untuk mengganti kerugian yang mungkin dialami oleh tergugat akibat peristiwa yang tidak diduga sebelumnya dengan prinsip : o
Untuk mengembalikan tertanggung kepada kedudukannya semula sebelum mengalami kerugian; atau
o
Untuk mengindarkan tertanggung dari kebangkrutan (Toial Collapse)
Bukti pembayaran premi asuransi oleh tertanggung kepada penanggung sebagai balas jasa atas jaminan penanggung. Isi polis pada Umumnya dalam Asuransi Sesuai dengan peraturan Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), dengan pengecualian terhadap asuransi atau pertanggungan jiwa, terdapat 8 (delapan) syarat diantaranya yaitu Hari ditutupnya perjanjian pertanggungan yang menutup pertanggungan, atas namanya sendiri atau atas tanggungan orang ketiga. Uraian yang jelas mengenai benda pertangungan atau obyek yang dijamin Jumlah pertanggungan, untuk mana diadakan jaminan (uang asuransi) Bahaya-bahaya yang ditanggung oleh penanggung Saat mulai dan akhir tenggang waktu, dalam mana didakan jaminan oleh penjamin. Jumlah uang Premi yang harus dibayar oleh si terjamin Keterangan tambahan yang perlu diketahui oleh penjamin dan janji-janji khusus yang diadakan oleh kedua belah pihak. b. Premi Asuransi Pengertian premi dalam asuransi atau pertanggungan adalah kewajiban tertanggung, dimana hasil dari kewajiban tertanggung akan digunakan oleh penangung untuk mengganti kerugian yang diderita tertanggung. Premi biasanya ditentukan dalam suatu presentase dari jumlah pertanggungan, dimana dalam presentase menggambarkan penilaian penanggung
terhadap resiko yang ditanggungnya, penilaian penanggung berbeda-beda, akan tetapi hal ini dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran. Fungsi dari premi merupakan harga pembelian dari tanggungan yang wajib diberikan oleh penanggung atau sebagai imbalan resiko yang diperalihkan pertanggungan dibuat, kecuali pertanggungngan saling menanggung. Sedangkan mengenai pembayaran premi, biasanya dibayar tunai pada saat perjanjian pertanggungan ditutup. Tetapi jika premi diperjanjikan dengan anggaran maka premi dibayar pada permulaan tiap-tiap waktu angsuran. Kriteria premi asuransi adalah: a. dalam bentuk sejumlah uang b. dibayar lebih dahulu oleh tertanggung c. sebagai imbalan pengalihan risiko d. dihitung berdasarkan persenase terhaddap nilai risiko yang dialihkan c. Jumlah premi yang harus dibayarkan. Penetapan tingkat premi asuransi harus didasarkan pada perhitungan analisis risiko sehat. Besarnya jumlah premi yang harus dibayar oleh tertanggung ditentukan berdasarkan peniliaian risiko yang dipikul oleh penanggung. Dalam praktiknya penetapan besarnya jumlah premi itu diperjanjikan oleh tertanggung dan penanggung secara layak dan dicantumkan dalam polis. Besarnya jumlah premi dihitung sedemikian rupa, sehingga dengan penerimaan premi dari beberapa tertanggung, penanggung berkemampuan membayar klaim ganti kerugian kepada tertanggung yang terkena peristiwa yang menimbulkan kerugian.
Dalam jumlah premi yang harus dibayar oleh tertanggung juga termasuk biaya yang berkenaan dengan pengadaan asuransi itu. Rincian yang dapat dikalkulasikan dalam jumlah premi adalah: a. Jumlah persentase dari jumlah yang diasuransikan b. Jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh penanggung, misalnya biaya materai, biaya polis. c. Kurtase untuk pialang jika asuransi diadakan melalui pialang. d. Keuntungan bagi penanggung dan jumlah cadangan. Menurut ketentuan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 73 tahun 1992, premi harus ditetapkan padda tingkat yang mencukupi, tidak berlebihan, dan tidak diterapkan secara diskriminatif. Tingkat premi dinilai tidak mencukupi apabila: a. sedemikian rendah sehingga sangat tidak sebanding dengan manfaat yang diperjanjikan dalam polis asuransi yang bersangkutan. b. Penerapan tingkat premi secara berkelanjutan akan membahayakan tingkat solvabilitas perusahaan. c. Penerapan tingkat premi secara berkelanjutan akan dapat merusak iklim kompetisi yang sehat. Tingkat premi dinilai berlebihan apabila sedemikian tinggi, sehingga sangat tidak sebanding dengan manfaat yang diperjanjikan dalam polis asuransi yang bersangkutan. Penerapan tingkat premi dinilai bersifat diskriminatif apabila tertanggung dengan luas pengadaan yang sama serta dengan jenis dan tingkat risiko yang sama dikenakan tingkat premi yang berbeda.
2.2.6. Subyek dan Obyek Asuransi a.
Subyek Asuransi Dalam tiap-tiap persetujuan selalu ada 2 (dua) macam subyek, yaitu di satu
pihak seorang atau badan hukum mendapat badan kewajiban untuk sesuatu, dan dilain pihak ada seorang atau suatu badan hukum yang mendapat hak atas pelaksanaan kewajiban itu, maka dalam tiap-tiap persetujuan selalu ada pihak berkewajiban dan pihak berhak. Dengan demikian, para pihak dalam perjanjian pertanggungan yaitu penanggung dan tertanggung. Jadi berdasarkan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. (KUHD) bisa disimpulkan bahwa ada dua pihak yang berperan sebagai subyek asuransi, yaitu : Pihak tertanggung, yaitu pihak yang mempunyai harta benda yang diancam bahaya. Pihak ini bermaksud untuk mengalihkan resiko atas harta bendanya, atas peralihan resiko tersebut pihak tertanggung mempunyai kewajiban untuk membayar premi. Pihak penanggung, yakni pihak yang mau menerima resiko atas harta benda orang lain, dengan suatu kontra prestasi berupa premi. Dengan demikian apabila terjadio peristiwa yang mengakibatkan keinginan penanggnglah yang memberi ganti rugi b. Obyek Asuransi Yang dipergunakan pada umumnya adalah harta benda seseorang atau tepatnya milik atas harta benda, misalnya ; rumah, bangunan, perhiasan dan benda berharga lainnya. Dalam hal ini dikatakan bahwa yang pertanggungkan adalah sama dengan benda pertanggungan.
Disamping itu bisa terjadi bahwa obyek pertanggungan tidak sama dengan benda pertanggungan.
Contohnya
asuransi
kendaraan
bermotor,
benda
pertanggungannya adalah tanggung jawab pemilik pabila kendaraan itu membuat celaka orang lain. Jadi ada 3 (tiga) hal yang dapat didipertanggungkan (obyek asuransi), yaitu : Risiko pribadi, yaitu kehidupan dan kesehatan. Hak milik atas benda Tanggung jawab atau kewajiban yang harus dipikul seseorang. Obyek pertanggungan dikenal pula dengan sebutan “Kepintangan”. kepentingan merupakan unsur utama dalam pertanggungan Pasal 250 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menyebutkan bahwa bila pada waktu pertanggungan seorang tertanggung tidak mempunyai kepentingan atas benda yang dipertanggungkan, penanggung tidak wajib memberi ganti rugi. Mengingat pentingnya obyek pertanggungan tersebut maka tidak setiap kepentingan dapat dipertanggungkan. Agar dapat dipertanggungkan, kepentingan yang dimaksud harus memenuhi syarat tertentu. Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menyatakan, bahwa yang dapat menjadi obyek asuransi ialah semua kepentingan yang : Dapat dinilai dengan sejumlah uang Dapat diancam oleh macam bahaya Tidak dikecualikan oleh undang-undang Ada kalanya diadakan asuransi terhadap kemungkinan orang menderita karena tidak mendapat untung dalam suatu perusahaan. Dalam hal ini tidak ada suatu benda berwujud, yang akan musnah atau akan ada kerusakan dan
sebagainya. Jadi selama persetujuan asuransi berjalan, tidak ada suatu benda yang terlihat sebagai barang yang terkena suatu macam bahaya.(W irjono Prof Jodikoro,1994) a. Benda Pertanggungan Jika seorang pemilik rumah mempertanggungkan rumahnya terhadap bahaya kebakaran, maka disini benda pertanggungannya ialah apa yang menjadi obyek dari bahaya itu, yaitu rumahnya. Kerugian yang timbul disebabkan terbakarnya rumah. Sebagai akibat kebakaran rumah, maka pemilik menderita suatu kehilangan yang akan diganti kerugiannya oleh penanggung dan rumah itulah benda yang terkena. Dalam hal ini benda pertanggungannya jatuh bersamaan dengan pokok pertanggungannya. b. Kepentingan Yang Tidak Jatuh Bersamaan Dengan Benda Pertanggungan Ada
pertanggungan
dimana
benda
pertanggungannya
dan
pokok
pertanggungannya tidak jatuh bersama. Pokok pertanggungan berbeda dengan benda pertanggungan, walaupun sering dikemukakan bahwa pokok penanggungan dan benda pertanggungan itu adalah identik. Kepentingan adalah obyek pertanggungan dan merupkan hak subyektif yang mungkin akan lenyap atau berkurang karena terjadinya suatu peristiwa tak tentu atau tidak pasti. Unsur kepentingan adalah unsur mutlak harus ada pada tiap-tiap pertanggungan, baik pada saat ditutupnya pertanggungan maupun pada saat terjadinya evenemen. Molengraff mendefenisikan bahwa yang dimaksud dengan kepentingan ialah harta kekayaan atau sebagian dari harta kekayaan tertanggung yang dipertanggungkan
yang mungkin diserang bahaya. Definisi Molengraff ini menunjuk langsung pada benda, yakni harta kekayaan. Namun hal ini sulit dijelaskan pada pertanggungan kendaraan bermotor dengan WA (Wettelijke Annsprakelijkeheid), yaitu pertanggungan tanggung jawab menurut hukum. Pada pertentangan jenis ini yang merupakan kepentingan ialah kewajiban tertanggung menurut hukum terhadap kerugian pada pihak ketiga. Jadi singkatnya menurut Purwosutjipto, S.H., kepentingan adalah hak dan kewajiban tertanggung yang dipertanggungkan.
2.3 Pendidikan dan Pembangunan Ekonomi Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UUD RI;6). Pendidikan menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Kompetensi atau standar kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak (Mulyasa, 2001). Mardhapi (2001) memberikan batasan atandar kompetenssi yaitu batas dan arah kemampuan yang harus dimiliki dan dapat dilakukan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran suatu mata pelajaran tertentu. Cakupan materi yang terkandung pada setiap standar kompetensi cukup luas terkait dengan konsep yang ada dalam suatu mata pelajaran. Pendidikan
berbasis kompetensi ini berimplikasi terhadap pengembangan silabus dan system pengujian berbasis kemampuan dasar. Kemampuan dasar yakni kemampuan minimal (pengetahuan, keterampilan dan sikap) yang harus dimiliki siswa dalam mempelajari mata pelajaran atau bidang studi tertentu. Kompetensi standar merupakan standar atau bakuan kinerja yang harus dicapai ketika siswa harus menyelesaikan suatu mata pelajaran tertentu. Setiap standar kompetensi dijabarkan menjadi beberapa kemampuan dasar yang merupakan perincian lebih lanjut dari standar kompetensi tersebut. Perumusan kemampuan dasar menurut Sutiman (2001), dapat menggunakan katakata kerja misalnya: menunjukkan, menghitung, menggambarkan, menentukan, menyusun, menyimpulkan, mengevaluasi, merumuskan, membuat, menganalisis, mensintesis dan sebagainya yang merupakan tingkah laku hasil belajar yang dapat diamati (observable) dan diukur (measurable). Silabus disusun dengan mengacu kepada kompetensi standar dan kemampuan dasar. Silabus inilah yang dijadikan acuan untuk merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran, dimana pihak sekolah dan para guru mempunyai
tugas
menentukan
indicator
pencapaian
kemampuan
dasar.
Pengembangan kemampuan dasar menjadi sejumlah indicator dan pengembangan indicator menjadi soal ujian harus mengikuti prosedur tertentu (Azra, 2002). Mangkunegara (2003) menyatakan bahwa tingkat pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan-tujuan umum. Demikian pula Hariandja (2002) menyatakan
bahwa tingkat pendidikan seorang karyawan dapat meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki produktivitas perusahaan. Konsekuensi dunia pendidikan dengan sektor ekonomi masyarakat Indonesia memiliki hubungan yang erat, di mana kedua kkomponen lembaga tersebut merupakan asset Negara yang memerlukan pengelolaan secara hati-hati dan cermat. Secara lebih khusus hubungannya menyangkut modal fisik, tenaga kerja dan kemajuan teknologi yang merupakan faktor produksi pokok sebagai masukan (input) dalam produksi pendapatan nasional. Semakin besar jumlah tenaga kerja, berarti laju pertumbuhan penduduk tinggi dan semakin besar pendapatn nasional akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Perhatian terhadap faktor manusia menjadi bagian yang utama yang berkaitan dengan perkembangan dalam ilmu ekonomi pembangunan dan sosiologi. Para ahli di kedua bidang tersebut umumnya sepakat pada bahwa manusia merupakan modal utama yang berperan secara signifikan, bahkan lebih penting dari pada faktor teknologi, dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Modal manusia tersebut tidak hanya menyangkut kuantitas tetapi yang jauh lebih penting adalah dari segi kualitas. Di antara berbagai aspek ini, pendidikan dianggap memiliki peranan paling penting dalam menentukan kualitas manusia. Melalui pendidikan, manusia diharapkan dapat membangun keberadaan hidupnya dengan lebih baik. Implikasinya, semakin tinggi pendidikan, hidup manusia akan semakin berkualitas. Dalam kaitannya dengan perekonomian secara umum (nasional), semakin tinggi kualitas hidup suatu bangsa, semakin tinggi tingkat pertumbuhan dan kesejahteraan bangsa tersebut.
Menurut Tobing (2001) dewasa ini berkembang paling tidak tiga perspektif secara teoritis yang menjelaskan hubungan antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi, yakni teori modal manusia, teori alokasi dan teori reproduksi strata sosial. Teori modal manusia menjelaskan proses di mana pendidikan memiliki pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi. Teori ini mendominasi literature pembangunan ekonomi dan pendidikan pada pasca perang dunia kedua sampai pada tahun 70-an. Termasuk para pelopornya adalah pemenang hadiah Nobel ilmu ekonomi Gary Schultz (dalam Tobing, 2001), juga pemenang hadiah Nobel ekonomi atas penelitiannya tentang masalah ini. Argumen yang disampaikan pendukung teori ini adalah manusia yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, yang diukur juga dengan lamanya waktu sekolah, akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik disbanding yang pendidikannya lebih rendah. Apabila upah mencerminkan produktivitas, maka semakin banyak orang yang memiliki pendidikan tinggi, semakin tinggi produktivitas dan hasilnya ekonomi nasional akan tumbuh lebih tinggi Pada tahun 70-an, teori ini mendapat kritik tajam. Argument yang disampaikan adalah tingkat pendidikan tidak selalu sesuai dengan kualitas pekerjaan, sehingga orang yang berpendidikan tinggi ataupun rendah tidak berbeda produktivitasnya dalam menangani pekerjaan yang sama. Juga ditekankan bahwa dalam ekonomi modern sekarang ini, angkatan kerja yang berkeahlian tinggi tidak begitu dibutuhkan lagi karena perkembangan teknologi yang sangat cepat dan proses produksi yang semakin dapat disederhanakan. Dengan demikian, orang berpendidikan rendah tetapi mendapat pelatihan (yang memakan periode jauh lebih pendek dan sifatnya nonformal) akan memiliki
produktivitas relatif sama dengan orang berpendidikan tinggi dan formal. Argumen ini diformalkan dalam suatu teori yang dikenal dengan teori alokasi atau persaingan status yang mendapat dukungan dari Lester Thurow, 1974, john Meyer, 1997 dan Randall Collins, 1979 (sebagaimana dituangkan oleh Tobing, 2001). Teori persaingan status ini memperlakukan pendidikaan sebagai suatu lembaga social yang salah satu fungsinya mengalokasikan personil secara social menurut strata pendidikan. Keinginan mencapai status lebih tinggi menggiring orang untuk mengambil pendidikan lebih tinggi. Meskipun orang-orang berpendidikan tinggi memiliki proporsi lebih tinggi dalam pendapatan nasional, tetapi peningkatan proporsi orang yang berpendidikan lebih tinggi dalam suatu bangsa tidak akan secara otomatis meningkatkan ekspansi ataupun pertumbuhan ekonomi. Teori pertumbuhan kelas atau strata sosial berargumen bahwa fungsi utama pendidikan adalah menumbuhkan struktur kelas dan ketidakseimbangan social. Pendidikan pada kelompok elit lebih menekankan studi-hal-hal klasik, kemanusiaan dan pengetahuan lain yang tidak relevan dalam pembangunan ekonomi masyarakat. Romer (Tobing, 2001) menyatakan bahwa, modal mannusia merujuk pada stok pengetahuan dan keterampilan berproduksi seseorang. Pendidikan adalah salah satu cara dimana individu meningkatkan modal manusianya. Semakin tinggi pendidikan seseorang, diharapkan stok modal manusianya semakin tinggi. Oleh karena modal manusia, seperti dikemukakan di atas memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi, maka implikasinya pendidikan juga memiliki hubungan positif dengan produktivitas atau pertumbuhan ekonomi.penggalian
ilmu penegatahuan dan teknologi. Karena dari pendidikan akan diperoleh pengembangan sumber daya manusia melalui penelitian dan pengembangan informasi yang ada, karena pada hakikatnya, pengetahuan yang sama sekali tidak dapat diimplementasikan dalam kehidupan manusia akan mubazir. Oleh karena itu aspek penelitiaan dan penngembangan SDM menjadi salah satu agenda utama bagi suatu bangsa karena apabila bangsa tersebut berkeinginan untuk hidup sejajar dengan bangsa-bangsa lain maka kualitas pendidikan harus ditingkatkan. Secara implisit, pendidikan sangat bermanfaat dalam menyumbang 2.4 Konsumsi dan Fungsi Konsumsi Konsumsi adalah pembelanjaan atas barang-barang dan jasa-jasa yang dilakukan oleh rumah tangga dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan pembelanjaan tersebut. Pembelanjaan masyarakat atas makanan, pakaian, dan barang-barang kebutuhan mereka yang lain digolongkan pembelanjaan atau konsumsi. Barang-barang yang diproduksi untuk digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dinamakan barang konsumsi. (Dumairy, 1996). Fungsi konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan di antara tingkat konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatan disposebel) perekonomian tersebut. Fungsi konsumsi dapat dinyatakan dalam persamaan : C = a + bY Dimana a adalah komsumsi rumah tangga ketika pendapatan nasional adalah 0, b adalah kecondongan konsumsi marginal, c adalah tingkat konsumsi dan y adalah tingkat pendapatan nasional.
Ada dua konsep untuk mengetahui sifat hubungan antara pendapatan disposibel dengan konsumsi dan pendapatan disposibel dengan tabungan yaitu konsep kecondongan mengkonsumsi dan kecondongan menabung. Kecondongan mengkonsumsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu kecondongan mengkonsumsi marginal dan kecondongan mengkonsumsi rata-rata. Kecondongan mengkonsumsi marginal dapat dinyatakan sebagai MPC (berasal dari istilah Inggrisnya Marginal Propensity to Consume), dapat didefenisikan sebagai perbandingan di antara pertambahan konsumsi (ΔC) yang dilakukan dengan pertambahan pendapatan disposebel (ΔYd) yang diperoleh. Nilai MPC dapat dihitung dengan menggunakan formula : 𝑀𝑃𝐶 =
∆C
∆Yd
Kecondongan mengkonsumsi rata-rata dinyatakan dengan APC (Average
Pronpensity to Consume), dapat didefinisikan sebagai perbandingan di antara tingkat pengeluaran konsumsi (c) dengan tingkat pendapatan disposebel pada ketika konsumen tersebut dilakukan (Yd), Nilai APC dapat dihitung dengan menggunakan formula : 𝐴𝑃𝐶 =
C Yd
Kecondongan menabung dapat dibedakan menjadi dua yaitu kecondongan menabung marginal dan kecondongan menabung rata-rata. Kecondongan menabung marginal dinyatakan dengan MPS (Marginal Propensity to Save) adalah perbandingan di antara pertambahan tabungan (ΔS) dengan pertambahan pendapatan (ΔYd). Nilai MPS dapat dihitung dengan menggunakan formula : 𝑀𝑃𝑆 =
∆S
∆Yd
Kecondongan menabung rata-rata dinyatakan dengan APS (Average Propensity to Save), menunjukkan perbandingkan di antara tabungan (S) dengan pendapatan disposebel (Yd). nilai APS dapat dihitung dengan menggunakan formula (Sukirno, 2003) :
2.4.1 Teori Konsumsi
𝐴𝑃𝑆 =
S Yd
a. Teori Konsumsi John Maynard Keynes Dalam teorinya Keynes mengandalkan analis statistic, dan juga membuat dugaan-dugaan tentang konsumsi berdasarkan intropeksi dan observasi casual. Pertama dan terpenting Keynes menduga bahwa, kecendrungan mengkonsumsi marginal (marginal propensity to cosume) jumlah dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. Kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah krusial bagi rekomendasi kebijakan Keynes untuk menurunkan pengangguran yang kian meluas. Kekuatan kebijakan fiscal, untuk mempengaruhi perekonmian seperti ditunjukkan oleh pengganda kebijakan fiscal muncul dari umpan balik antara pendapatan dan konsumsi. Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan, yang di sebut kecendrungan mengkonsumsi rata-rata (average propensity to cosume), turun ketika pendapatan naik. Keynes percaya bahwa tabungan adalah kemewahan, sehingga ia berharap orang kaya menabung dalam proporsi yang lebih tinggi dari pendapatan mereka ketimbang orang miskin. Ketiga, Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Keynes menyatakan bahwa pengaruh tingkat bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori.
Kesimpulannya bahwa pengaruh jangka pendek dari tingkat bunga terhadap pengeluaran individual dari pendapatannya bersifat sekunder dan relative tidak penting. Berdasarkan tiga dugaan ini, fungsi konsumsi Keynes sering ditulis sebagai (Mankiw, 2003) : C = C + cY,
C > 0, 0 < c < 1
Keterangan : C = konsumsi Y = pendapatan disposibel C = konstanta c = kecendrungan mengkonsumsi marginal C
C=Y saving E
a + bY
Cg
C
disaving
Yeq
Y
Gambar 2.1. Kurva Konsumsi secara singkat di bawah ini beberapa catatan mengenai fungsi konsumsi Keynes (Reksoprayitno, 2006) :
a. Variabel nyata adalah bahwa fungsi konsumsi Keynes menunjukkan hubungan antara penadapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi yang keduanya dinyatakan dengan menggunakan tingkat harga konstan. b. Pendapatan yang terjadi disebutkan bahwa pendapatan nasional yang menetukan besar kecilnya pengeluaran konsumsi adalah pendapatan nasional yang terjadi atau current national income. c. Pendapatan absolute disebutkan bahwa fungsi konsumsi Keynes variable pendapatan nasionalnya perlu diiterpretasikan sebagai pendapatan nasional absolute, yang dapat dilawankan dengan pendapatan relative, pendapatan permanen dan sebagainya. d. Bentuk fungsi komsumsi menggunakan fungsi konsumsi dengan bentuk garis lurus. Keynes berpendapat bahwa fungsi konsumsi berbentuk lengkung. b. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Permanen (Milton Friedman) Teori dengan hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh M Friedman. Menurut teori ini pendapatan masyarakat dapat digolongkan menjadi 2 yaitu pendapatan permanen (permanent income) dan pendapatan sementara (transitory income). Pengertian dari pendapatan permanen adalah: a. Pendapatan yang selalu diterima pada setiap periode tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya, misalnya pendapatan dari gaji, upah. b. Pendapatan yang diperoleh dari semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang (yang menciptakan kekayaan). Pengertian pendapatan sementara adalah pendapatan yang tidak bias diperkirakan sebelumnya (Mangkoesoebroto, 1998). Friedman menganggap pula
bahwa tidak ada hubungan antara pendapatan sementara dengan pendapatan permanen, juga antara konsumsi sementara dengan konsumsi permanen, maupun konsumsi sementara dengan pendapatan sementara. Sehingga MPC dari pendapatan sementara sama dengan nol yang berarti bila konsumen menerima pendapatan sementara yang positif maka tidak akan mempengaruhi konsumsi. Demikian pula bila konsumen menerima pendapatan sementara yang negative maka tidak akan mengurangi konsumsi (Suparmoko, 1991). c. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Siklus Hidup Teori dengan hipotesis siklus hidup dikemukakan oleh Franco Modigliani. Franco Modigliani menerapkan bahwa pola pengeleuaran konsumsi masayarakat mendasarkan kepada kenyataan bahwa pola penerimaan dan pola pengeluaran konsumsi seseorang pada umumnya dipengaruhi oleh masa dalam siklus hidupnya. Karena orang cenderung menerima penghasilan/pendapatan yang rendah pada usia muda, tinggi pada usia menengah dan rendah pada usia tua, maka rasio tabungan akan berfluktuasi sejalan dengan perkembangan umur mereka yaitu orang muda akan mempunyai tabungan negative (dissaving), orang berumur menengah menabung dan membayar kembali pinjaman pada masa muda mereka, dan orang usia tua akan mengambil tabungan yang dibuatnya di masa usia menengah. Selanjutnya Modigliani menganggap penting peranan kekayaan (assets) sebagai penentu tingkah laku konsumsi. Konsumsi akan meningkat apabila terjadi kenaikan nilai kekayaan seperti karena adanya inflasi maka nilai rumah dan tanah meningkat, karena adanya kenaikan harga surat-surat berharga, atau karena peningkatan dalam jumlah uang beredar. Sesungguhnya dalam kenyataan
orang menumpuk kekayaan sepanjang hidup mereka, dan tidak hanya oranng yang sudah pension saja. Apabila terjadi kenaikan dalam nilai kekayaan, maka konsumsi akan meningkat atau dapat dipertahankan lebih lama. Akhirnya hipotesis siklus kehidupan ini akan berarti menekan hasrat konsumsi, menekan koefisien pengganda, dan melindungi perekonomian dari perubahn-perubahan yang tidak diharapkan, seperti perubahan dalam investasi, ekspor, maupun pengeluaran-pengeluaran lain (Suparmoko, 1991). d. Teori Konsumsi dengan Hipotesis Pendapatan Relatif James Dusenberry dalam Reksoprayitno (2000) mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ditentukan terutama oleh tingginya pendapatan yang pernah dicapainya. Pendapatan berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi pengeluaran untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi, terpaksa mengurangi besarnya saving. Apabila pendapatan bertambah maka konsumsi mereka juga akan bertambah, tetapi bertambahnya tidak terlalu besar. Sedangkan saving akan bertambah besar dengan pesatnya. Kenyataan ini terus kita jumpai sampai tingkat pendapatan tertinggi yang telah kita capai tercapai kembali. Sesudah puncak dari pendapatan sebelumnya telah
dilalui,
bertambahnya
maka
tambahan
pengeluaran
pendapatan
untuk
konsumsi,
akan
banyak
sedangkan
menyebabkan di
lain
pihak
bertambahnya saving tidak begitu cepat (Reksoprayitno, 2000). Dalam teorinya, Dusenberry dalam Reksoprayitno (2000) menggunakan dua asumsi yaitu:
a. Selera sebuah rumah tangga atas bang konsumsi adalah interdependen. Artinya pengeluaran konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pengeluaran yang dilakukan oleh orang sekitarnya. b. Pengeluaran konsumsi adalah irreversible. Artinya pola pengeluaran seseorang pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan (Mangkoesoebroto, 1998). 2.4.2 Fungsi Tabungan Tabungan atau penabungan dapat didefinsikan sebagai bagian daripada pendapatan nasional per tahunnya yang tidak dikonsumsi. Dengan menggunakan singkatan dapat kita tulis: S=Y–C
Kalau persamaan diatas kita hubungkan dangan persamaan umum fungsi konsumsi, kita akan menemukan persamaan umum daripada fungsi tabungan. S=Y–C C = a + bY Maka S = Y – (a + bY) = Y – a – bY S = (1 – b) Y – a
2.4.3 Marginal propensity to save dan average propensity to save Kalau fungsi konsumsi mengenal marginal propensity to consume dan average propensity to consume, fungsi tabungan juga mengenal marginal
propensity to save dan average propensity to save. Yang dimaksud dengan marginal propensity to save adalah perbandingan antara bertambahnya tabungan dengan bertambahnya pendapatan nasional yang mengakibatkan bertambahnya tabungan tersebut. Oleh karena itu perumusannya ialah: MPS = ∆S / ∆Y
Untuk fungsi tabungan berbentuk garis lurus besarnya marginal propensity to save pada semua tingkat pendapatan nasional adalah sama. Yang dimaksud dengan average propensity to consume adalah perbandingan antara besarnya besarnya tabungan pada suatu tingkat pendapatan nasional dengan besarnya pendapatan nasional bersangkutan. Jadi formulanya: APSn = Sn / Yn Perlu diperhatikan bahwa untuk fungsi konsumsi berbentuk garis lurus fungsi tabungannya pun akan berbentuk garis lurus juga. Untuk fungsi tabungan garis lurus ini, besarnya average propensity to save berbeda-beda tergantung pada tinggi-rendahnya pendapatan nasional. Semakin tinggi tingkat pendapatan nasional, semakin besar pula average propensity to save-nya. Pada tingkat-tingkat pendapatan nasional break-even, angka average propensity to save mempunyai tanda negatif. Sebaliknya, pada tingkat-tingkat pendapatan nasional break-even, average propensity to save angkanya akan selalu positif. Sedangkan pada tingkat pendapatan break-even, angka average propensity to save-nya akan sama dengan nol, oleh karena, seperti di atas telah kita terangkan, yang dimaksud dengan tingkat pendapatan break-even ialah tingkat pendapatan nasional dimana seluruh pendapatan digunakan untuk konsumsi, yang berarti bahwa pada tingkat
pendapatan break-even besarnya tabungan sama dengan nol. 2.4.4 Hubungan antara MPC dengan MPS, APC dengan APS Hubungan antara marginal propensity to consume dengan
marginal
propensity to save dapat kita nyatakan sebagai berikut. MPC + MPS = 1 Atau dengan cara lain: MPC = 1 – MPS MPS = 1 – MPC Pembuktian dari perumusan tersebut adalah sebagai berikut: Y =C+S Maka: ∆Y = ∆C + ∆S Kalau ruas kanan dan ruas kiri masing-masing dibagi dengan ∆Y, maka hasilnya: ∆Y ∆C + ∆S = ∆Y ∆Y ∆C ∆S 1= + ∆Y ∆Y 1 = MPC + MPS Hubungan antara average
propensity to consume dengan average
propensity to save adalah mirip dengan hubungan antara marginal propensity to consume dengan marginal propensity to save, yaitu: APCn = APSn + 1 atau APCn = 1 – APSn APSn = 1 – APCn
pembuktiannya adalah: Y=C+S ini berarti: Yn = Cn + Sn Kalau ruas kanan dan ruas kiri masing-masing dibagi dengan Yn, maka hasilnya:
Yn Cn + Sn = Yn Yn Cn Sn 1 = + Yn Yn 1 = APCn + APSn
2.5 Teori Permintaan 2.5.1 Pengertian Permintaan Seseorang dalam usaha memenuhi kebutuhannya, pertama kali yang akan dilakukan adalah pemilihan atas berbagai barang dan jasa yang dibutuhkan. Selain itu juga dilihat apakah harganya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Jika harganya tidak sesuai, maka ia akan memilih barang dan jasa yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Perilaku tersebut sesuai dengan hukum permintaan (Samuelson & Nordhaus, 1992), yang mengatakan bahwa bila harga suatu barang atau jasa naik, maka jumlah barang dan jasa yang diminta konsumen akan mengalami penurunan. Dan sebaliknya bila harga dari suatu barang atau jasa turun, maka jumlah barang dan jasa yang dimintai konsumen akan mengalami kenaikan (ceteris paribus). Permintaan suatu barang di pasar akan terjadi apabila konsumen mempunyai keinginan (willing) dan kemampuan (ability) untuk membeli , pada tahap konsumen hanya memiliki keinginan atau kemampuan saja maka permintaan suatu barang belum terjadi, kedua syarat willing dan ability harus ada untuk terjadinya permintaan (Turner, 1971) dalam (Salma, 2004). Teori permintaan menerangkan sifat dari permintaan pembeli pada suatu komoditas (barang dan jasa) dan juga menerangkan hubungan antara jumlah yang diminta dan harga serta pembentukan kurva permintaan (Sugiarto, 2005). Dalam teori permintaan beberapa istilah perlu diketahui seperti permintaan, hukum
permintaan, daftar permintaan, kurva permintaan, permintaan dan jumlah barang yang diminta dan sebagainya. Permintaan/ demand adalah sejumlah barang atau jasa yang diminta oleh konsumen pada beberapa tingkat harga pada suatu waktu tertentu dan pada tempat atau pasar tertentu (Palutturi, 2005). Menurut Lipsey (1990), demand adalah jumlah yang diminta merupakan jumlah yang diinginkan. Jumlah ini adalah berapa banyak yang akan dibeli oleh rumah tangga pada harga tertentu suatu komoditas, harga komoditas lain, pendapatan, selera, dan lain-lain. Fungsi permintaan menunjukan hubungan antara kuantitas suatu barang yang diminta dengan semua faktor yang mempengaruhinya: harga, pendapatan, selera dan harapan-harapan untuk masa mendatang (Arsyad, 1991). Hubungan antara harga satuan komoditas (barang dan jasa) yang mau dibayar pembeli dengan jumlah komoditas tersebut dapat disusun dalam suatu tabel yaitu daftar permintaan. Data yang diperoleh dari daftar permintaan tersebut dapat digunakan pula untuk menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu komoditas dengan jumlah komoditas tersebut yang diminta dalam suatu kurva permintaan. Perlu dibedakan antara permintaan dan jumlah barang yang diminta. Permintaan adalah keseluruhan daripada kurva permintaan sedangkan jumlah barang yang diminta adalah banyaknya permintaan pada suatu tingkat harga tertentu (Sugiarto, 2005). Kurva permintaan dapat bergeser ke kiri atau ke kanan sebagai efek faktor bukan harga. Secara umum faktor penentu permintaan yaitu harga barang itu sendiri, harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut, pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat, corak distribusi pendapatan
dalam masyarakat, cita rasa masyarakat, jumlah penduduk, dan ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang (Palutturi, 2005). Elastisitas
permintaan
merupakan
suatu
ukuran
kuantitatif
yang
menunjukkan besarnya pengaruh perubahan harga atau faktor-faktor lainnya terhadap perubahan permintaan suatu komoditas. Secara umum elastisitas permintaan dapat dibedakan menjadi elastisitas permintaan terhadap harga (price elasticity of demand), elastisitas permintaan terhadap pendapatan (income elasticity of demand), dan elastisitas permintaan silang (cross price elasticity of demand). Elastisitas permintaan terhadap harga, mengukur seberapa besar perubahan jumlah komoditas yang diminta apabila harganya berubah. Jadi elastisitas permintaan terhadap harga adalah ukuran kepekaan perubahan jumlah komoditas yang diminta terhadap perubahan harga komoditas tersebut dengan asumsi ceteris paribus. Nilai elastisitas permintaan terhadap harga merupakan hasil bagi antara persentase perubahan harga. Nilai yang diperoleh tersebut merupakan suatu besaran yang menggambarkan sampai berapa besarkah perubahan jumlah komoditas yang diminta apabila dibandingkan dengan perubahan harga (Sugiarto, 2005). 2.5.2 Faktor Penentu Permintaan Permintaan seseorang atau suatu masyarakat atas suatu barang ditentukan oleh banyak faktor. Diantara faktor – faktor tersebut yang terpenting adalah: a. Harga barang itu sendiri Jika harga suatu barang semakin murah, maka permintaan konsumen terhadap barang itu akan bertambah. Begitu juga sebaliknya, jika harga
suatu barang semakin mahal, maka permintaan konsumen terhadap barang itu akan menurun. (Mandala Manurung, 2004). b. Harga barang lain yang mempunyai kaitan erat dengan barang tersebut 1. Barang pengganti (barang subtitusi) sekiranya harga barang pengganti bertambah murah maka barang yang digantikannya akan mengalami pengurangan atau penurunan dan sebaliknya. 2. Barang
pelengkap
(barang
komplementer),
kenaikan
atau
penurunan permintaan barang yang dilengkapinya. 3. Barang netral, perubahan terhadap permintaan salah satu barang tidak akan mempengaruhi permintaan barang lainnya. c. Pendapatan rata-rata masyarakat dan rumah tangga Pendapatan para pembeli merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan corak permintaan terhadap berbagai barang. Perubahan pendapatan selalu menimbulkan perubahan permintaan berbagai jenis barang. d. Cita rasa masyarakat Cita rasa mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap keinginan masyarakat untuk membeli barang-barang. e. Jumlah penduduk Pertambahan
penduduk
tidak
dengan
sendirinya
menyebabkan
pertambahan permintaan. Tetapi biasanya pertambahan penduduk diikuti oleh perkembangan dalam kesempatan kerja. Dengan demikian lebih banyak orang yang menerima pendapatan dan ini menambah daya beli dalam masyarakat. Pertambahan daya beli ini akan menambah permintaan.
f. Ramalan mengenai keadaan di masa mendatang Perubahan-perubahan yang diramalkan mengenai keadaan pada masa yang akan dating dapat mempengaruhi permintaan. Ramalan para konsumen bahwa harga-harga akan menjadi bertambah tinggi pada masa depan akan mendorong mereka untuk membeli lebih banyak pada masa kini, untuk menghemat pengeluaran pada masa yang akan dating. Sebaliknya, ramalan bahwa lowongan kerja akan bertambah sukar diperoleh dan kegiatan ekonomi akan mengalami resesi, akan mendorong orang lebih berhemat dalam pengeluarannya dan mengurangi permintaan. (Sadono Sukirno, 2005) Adalah sangat sukar untuk menganalisa sekaligus pengaruh berbagai faktor tersebut terhadap permintaan suatu barang. Oleh sebab itu dalam membicarakan teori permintaan, para ahli ekonomi membuat analisa yang lebih sederhana, dengan menganggap permintaan suatu barang terutama dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri. Sadono Sukirno menganalisa mengenai hubungan antar jumlah permintaan suatu barang dengan harga barang tersebut. Adapun dalam analisa tersebut diasumsikan bahwa “faktor-faktor lain tidak mengalami perubahan, ceteris paribus”. Secara matematis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dituliskan dalam persamaan yang dikenal dengan fungsi permintaan: QD= f(Pq, Py, Y, T, C, Ed,..,) Dimana: QD = Kuantitas permintaan Pq = Harga barang itu sendiri Py = Harga barang lain Y = Pendapatan rata-rata masyarakat dan rumah tangga T = Cita rasa masyarakat
C
= Jumlah penduduk
Ed
= Ramalan mengenai keadaan di masa mendatang Hal ini disajikan dalam tabel permintaan di bawah ini, yang menunjukkan
adanya hubungan antara harga dan jumlah barang yang akan dibeli. Tabel 2.1. Permintaan barang x Jenis barang Harga per unit (P) Jumlah yang diminta (Q) A 10 1 B 9 2 C 8 3 D 7 4 E 6 5 F 5 6 G 4 7 Sumber: Pengantar Teori Mikroekonomi, Sadono Sukirno. Pada setiap harga pasar, pada suatu waktu tertentu akan terdapat sejumlah barang yang hendak dibeli para pembeli. Pada harga yang lebih rendah jumlah barang yang diminta bertambah, demikian sebaliknya pada harga yang lebih tinggi jumlah ynag akan diminta berkurang. Berdasarkan tabel tersebut kita dapat menentukan jumlah barang yang diminta pada berbagai tingkat harga. Dari daftar permintaan tabel atas barang X dengan tingkat harga yang berbeda menghasilkan kombinasi tingkat permintaan dan hubungannya dengan tingkat harga sehingga dapat dibuat sebuah kurva permintaan sebagai berikut:
P 12 10
D
8 6
kurva perminta an
4 2
D
0
Q 2
4
6
8
Kurva 2.2. Permintaan Barang dan Harga.
Kurva di atas memperlihatkan bahwa permintaan berbentuk garis lurus yang miring dari kiri atas ke kanan bawah (downward sloping to the right) atau mempunyai lereng (slope) yang negatif. Hal ini sangat erat kaitannya dengan hubungan antara jumlah dan harga yang bersifat berbanding terbalik atau mempunyai arah yang berlawanan. Q naik apabila P turun. Sifat dari permintaan ini disebut Hukum Permintaan . Hukum Permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang menyatakan: “makin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya, semakin tinggi harga suatu barang, maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut, faktor-faktor lain dianggap tetap, ceteris paribus”. (Sadono Sukirno, 2005) 2.5.3 Perubahan Permintaan Ada suatu hal yang penting sekali untuk diperhatikan dalam perubahan permintaan yaitu perbedaan antara istilah permintaan dan jumlah yang diminta. Hal ini sering sekali menimbulkan kesalahpahaman, sebab kebanyakan orang menganggapnya sama. Sampai saat ini masih ada yang mengatakan ”bahwa
naiknya harga sesuatu barang akan menurunkan permintaan akan barang itu” pernyataan itu salah, sebab dalam hal ini bukan permintaan (demand) berubah atau turun, tetapi adalah jumlah yang diminta (quantity demanded). Ada perbedaan yang jelas antara kedua istilah ini, timbul karena adanya perbedaan pengertian masalah perubahan atau gerakan kurva permintaan. Perubahan permintaan dapat dibedakan dalam dua pengertian: a. Gerakan sepanjang kurva permintaan (shift a long demand curve) b. Gerakan seluruh kurva permintaan (shift of the demand curve) Hal yang pertama menyebabkan terjadinya perubahan jumlah yang diminta sedangkan hal yang kedua menyebabkan terjadinya perubahan permintaan. Kondisi ini dapat dilihat pada kurva di bawah ini berikut: P D P’ P” D Q Q’
Q”
Kurva 2.3. Perubahan Jumlah Yang Diminta
Kurva 2.3 menunjukkan perubahan permintaan sepanjang kurva. Terjadi bila harga barang atau jasa yang diminta berubah naik atau turun. Penurunan harga tersebut akan menaikkan jumlah yang diminta dan kenaikan harga barang atau jasa tersebut akan mengurangi jumlah yang diminta
D
Dt
Dn
P
Dt
D
Dn
0
Q Qt
Q
Qn
Kurva 2.4 Pergeseran Kurva Permintaan
Kurva 2.4 menunjukkan terjadinya pergeseran kurva permintaan ke kanan atau ke kiri disebabkan oleh perubahan permintaan yang ditimbulkan oleh faktorfaktor selain harga barang atau jasa tersebut. Permintaan bisa naik (kurva permintaan bergeser ke kanan menjadi Dn Dn) dan bisa juga turun (kurva permintan bergeser ke kiri Dt Dt). Pada gambar di atas jelas sekali terjadi adanya pergeseran kurva permintaan, yang disebut perubahan permintaan. (Sugiarto, dkk, 2000) Ada banyak sebab mengapa kurva permintaan bergeser yakni: a. tingkat pendapatan masyarakat (income) b. citarasa atau selera masyarakat (taste) c. harga barang lain khususnya harga barang-barang perlengkapan dan harga barang pengganti (price of related comodities) Jadi dapat diambil suatu asumsi mengenai apa yang dimaksud dengan kenaikan dan penurunan permintaan, yaitu :
a.
Permintaan dikatakan naik jika: 1. Orang atau masyarakat bersedia membeli jumlah yang lebih banyak sekalipun harga barang itu tetap tak berubah. 2. Orang atau masyarakat bersedia membeli jumlah barang yang tetap sekalipun harga barang itu sudah naik.
b. Permintaan dikatakan turun jika: 1. Orang akan membeli jumlah yang lebih sedikit walaupun harganya tidak berubah. 2. Orang akan membeli jumlah barang yang tetap sekalipun harga barang itu sudah turun. Sehubungan
dengan
adanya
perbedaan
pengaruh-pengaruh
yang
ditimbulkan masing-masing variabel, maka pernyataan perubahan permintaan maupun jumlah permintaan di atas berada dalam keadaan cateris paribus, yang berarti semua hal lain tetap. 2.6. Penelitian Sebelumnya Veronika
(2004)
yang
berjudul
”Analisis
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi Permintaan Terhadap Asuransi Kerugian pada PT. Jasaraharja Putra cabang Medan”. Penelitian ini menelaah bagaimana pengaruh pendapatan dan pendidikan masyarakat terhadap permintaan Asuransi Kerugian. Variabel yang digunakan antara lain variabel independen (pendapatan dan pendidikan) dan variabel dependen (permintaan Asuransi Kerugian). Model analisis yang digunakan adalah model analisis regresi linier berganda dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS).
Berdasarkan analisis empiris diperoleh kesimpulan bahwa variabel pendapatan berpengaruh positip terhadap permintaan asuransi kerugian, sedangkan variabel pendidikan mempunyai pengaruh negatip terhadap permintaan asuransi kerugian. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis yang dibuat, yang menyatakan bahwa baik variabel pendapatan maupun pendidikan mempunyai pengaruh yang positif terhadap permintaan asuransi kerugian. Selain itu, berdasarkan uji-t yang dilakukan, variabel pendidikan tidak signifikan (tidak nyata pengaruhnya) terhadap permintaan asuransi kerugian (thitung < t-tabel). Namun secara serentak (uji-F) keduanya secara nyata mempengaruhi permintaan asuransi kerugian pada tingkat kepercayaan 95%. Nilai R2 (koefisien determinasi) yang diperoleh sebesar 0,572 yang berarti variabelvariabel independen yaitu pendapatan dan pendidikan mampu menjelaskan variasi dari variabel dependen sebesar 57,2 % dan sisanya 42,8 % dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan ke dalam model estimasi. Penelitian lainnya yaitu penelitian dari Renatha (2006) dengan judul ”Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Terhadap Asuransi Jiwa pada PT. Allianz Life Indonesia cabang Medan”. Variabel yang digunakan adalah pendapatan, pendidikan dan usia sebagai variabel independen dan permintaan polis asuransi jiwa sebagai variabel dependennya. Model analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan metode analisa Ordinary Least Square (OLS). Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling atau pengambilan sampel secara acak. Dari ketiga variabel yang diuji, variabel pendapatan dan pendidikan berpengaruh positif terhadap permintaan asuransi jiwa, sedangkan variabel usia
berpengaruh negatif terhadap permintaan asuransi jiwa. Dari uji parsial (uji-t) yang dilakukan, pendapatan dan pendidikan nyata pengaruhnya terhadap permintaan asuransi jiwa, sedangkan usia tidak nyata pengaruhnya terhadap permintaan asuransi jiwa (t-hitung < t-tabel). Namun, jika dilakukan uji secara serentak (uji-F) ketiga variabel bebas nyata pengaruhnya terhadap permintaan asuransi jiwa pada tingkat kepercayaan 99%. Nilai R2 (koefisien determinasi) sebesar 0,902004 yang berarti variabel pendapatan, pendidikan, dan usia tertanggung mampu menjelaskan variasi dari variabel dependen sebesar 90,2 % dan sisanya 9,8 % dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan ke dalam model estimasi. Haro (2010) dengan judul “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan asuransi pendidikan di kota Medan”. Dengan menggunakan variabel jumlah anak, pendidikan, pendapatan dan usia berpengaruh positif
terhadap
permintaan asuransi sedangkan premi tidak signifikan terhadap permintaan asuransi pendidikan di kota Medan. Variabel terikat adalah permintaan asuransi pendidikan dan sebagai variabel bebas adalah jumlah anak, Lama pendidikan, Tingkat pendapatan, Besar premi dan usia nasabah. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan sampel non probabilitas (non- probability sampling method). Berdasarkan uji t-statistik dapat diketahui variabel-variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan asuransi pendidikan di Kota Medan terdapat empat dari lima variabel bebas yang signifikan mempengaruhi asuransi pendidikan, yaitu variabel jumlah anak, pendidikan, pendapatan dan usia
sedangkan variabel premi tidak signifikan mempengaruhi permintaan asuransi pendidikan di Kota Medan dengan tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan uji serempak diperoleh hasil R2 = 0,545 yang bermakna bahwa variabel jumlah anak, pendidikan, pendapatan, besar premi dan usia nasabah mampu menjelaskan variasi permintaan asuransi pendidikan di Kota Medan sebesar 55% dan sisanya sebesar 45% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi. Model analisis yang digunakan adalah model analisis regresi linier berganda dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). 2.7 Kerangka Konseptual Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya serta hasil pengamatan di lapangan, nasabah dengan tingkat pendapatan yang tinggi cenderung memilih program asuransi yang uang pertanggungannya tinggi dengan demikian vaiabel pendapatan mempunyai hubungan yang positif dengan permintaan asuransi/uang pertanggungan, artinya jika tingkat pendapatan nasabah tinggi maka permintaan terhadap premi asuransi akan tinggi. Nasabah dengan tingkat umur yang tinggi cenderung mengambil program asuransi yang uang pertanggungannya tinggi. Tingkat umur yang tinggi mempunyai resiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tingkat umurnya lebih rendah, sehingga variabel umur mempunyai hubungan yang positif dengan permintaan asuransi/uang pertanggungan, artinya semakin tinggi tingkat umur maka semakin tinggi pula permintaan terhadap premi asuransinya. Nasabah dengan jumlah anak yang lebih banyak cenderung mengambil program asuransi yang uang pertanggungannya rendah. Dengan jumlah anak yang
banyak, pemenuhan kebutuhan hidup akan semakin besar jika dibandingkan dengan keluarga dengan jumlah anak sedikit. Dengan demikian variabel jumlah anak mempunyai hubungan yang negatif dengan variabel permintaan premi asuransi/uang pertanggungan, artinya semakin banyak jumlah anak dalam keluarga semakin kecil permintaan premi asuransinya. Nasabah yang tingkat pendidikannya lebih tinggi cenderung memilih program asuransi yang uang pertanggungannya tinggi. Kesadaran akan pentingnya asuransi dalam menanggulangi ketidakpastian akan adanya suatu resiko. Dengan demikian variabel pendidikan mempunyai hubungan yang positif dengan variabel permintaan premi asuransi/uang pertanggungan.
Pendapatan Saving Umur
Permintaan Premi Asuransi Pendidikan
Jumlah Anak Tingkat Pendidikan
Gambar 2.5. Kerangka Konseptual Analisis Permintaan Premi Asuransi Pendidikan di Kabupaten Labuhan Batu Berdasarkan permasalahan pokok di atas kemudian dikemukakan tujuan dan kegunaan serta hipotesis yang merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang dikemukakan. Kemudian untuk membuktikan hipotesis, maka digunakan model analisis regresi berganda yang akan menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan premi asuransi pendidikan di Labuhan Batu
2.8. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2009). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah : a. Pendapatan responden berpengaruh positif terhadap permintaan premi asuransi Pendidikan di Kabupaten Labuhan Batu, Ceteris paribus. b. Saving berpengaruh negatif terhadap permintaan premi asuransi Pendidikan di Kabupaten Labuhan Batu, Ceteris paribus. c. Umur responden berpengaruh negatif terhadap permintaan premi asuransi Pendidikan di Kabupaten Labuhan Batu, Ceteris paribus. d. Jumlah anak responden berpengaruh negatif terhadap permintaan premi asuransi Pendidikan di Kabupaten Labuhan Batu, Ceteris paribus. e. Tingkat Pendidikan berpengaruh positif terhadap permintaan premi asuransi Pendidikan di Kabupaten Labuhan Batu, Ceteris paribus.