BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian
2.1.1. Tinjauan Umum Perbankan Indonesia Perbankan secara umum merupakan lembaga keuangan yang melakukan kegiatan berupa pengumpulan dan menyalurkan kembali pada masyarakat dalam berbagai bentuk. Pengertian perbankan menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 dalam Salman (2012:69) yang dimaksud dengan bank adalah: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Sedangkan pengertian bank menurut Murni (2009:121): “Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial
intermediary
artinya
menghimpun
menyalurkan kembali ke masyarakat.”
dana
masyarakat
dan
Pengertian bank syariah menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 dalam Salman (2012:69): “Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Syariah (BPRS).” Menurut Undang-undang No. 21 Tahun 2008 Pasal 4 tentang Perbankan Syariah dalam Salman (2012:70) bahwa: “Bank syariah diwajibkan untuk menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat. Disamping itu, bank syariah juga dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitulmal dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.”
2.1.2. Bank Syariah 2.1.2.1.Pengertian Bank Syariah Bank Syariah menurut Perwataatmadja dan Antonio (1999:1) adalah: “Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Bank yang tata-cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur‟an dan Hadist.”
Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang kegiatan usaha pokoknya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kepada masyarakat anggotanya dalam bentuk pembiayaan. Sementara jasa-jasa lainnya merupakan kegiatan usaha lain dalam rangka menambah pendapatannya. Produk dan jasa
tersebut memegang peranan yang sangat strategis dalam kegiatan usaha. Sistem ekonomi Islam dengan konsep profit dan loss sharing mampu memberikan warna tersendiri bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Salah satu bentuk dari sistem ekonomi Islam adalah terbentuknya bank Islam yaitu Bank Syariah. Dimana diatur dan diposisikan institusi keuangan yang tidak hanya bermain pada pentingnya peran dalam mobilisasi sumber dana, sumber daya alokasi dan kemanfaatan tetapi juga aktif melibatkan proses implementasi kebijakan moneter pemerintah. Sebagai fasilitas yang disewakan Bank Konvensional, Bank Syariah menawarkan fasilitas dengan konsep Islam.
2.1.2.2.Fungsi dan Peran Bank Syariah Menurut Rizal, dkk (2014:48), bank syariah dengan beragam skema transaksi yang dimiliki dalam skema non-riba memiliki setidaknya empat fungsi, yaitu: a. Fungsi Manajer Investasi Fungsi ini dapat dilihat pada segi penghimpunan dana oleh bank syariah, khususnya dana mudharabah. Dengan fungsi ini, bank syariah bertindak sebagai manajer investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dalam hal dana tersebut harus dapat disalurkan pada penyaluran yang produktif, sehingga dana yang dihimpun dapat mengahsilkan keuntungan yang akan dibagihasilkan antara bank syariah dan pemilik dana. b. Fungsi Investor Dalam penyaluran dana, bank syariah berfungsi sebagai investor (pemilik
dana). Sebagai investor, penanaman dana yang dilakukan oleh bank syariah harus dilakukan pada sektor-sektor yang produktif dengan risiko yang minim dan tidak melanggar ketentuan syariah. c. Fungsi Sosial Fungsi sosial bank syariah merupakan sesuatu yang melekat pada bank syariah. Setidaknya ada dua instrumen yang digunakan oleh bank syariah dalam menjalankan fungsi sosialnya, yaitu instrumen Zakat, Infak, Sadaqah, dan Wakaf (ZISWAF) dan instrumen qardhul hasan. d. Fungsi Jasa Keuangan Fungsi jasa keuangan yang dijalankan oleh bank syariah tidaklah berbeda dengan bank konvensional, seperti memberikan layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji, letter of guarantee, letter of credit, dan lain sebagainya.
Menurut Machmud dan Rukmana (2010:26), bank syariah juga mempunyai peran sebagai lembaga perantara (intermediary) antara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana (surplus unit) dengan unit-unit lain yang mengalami kekurangan dana (deficit unit). Melalui bank, kelebihan dana-dana tersebut akan disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat kepada kedua belah pihak. Dana pihak ketiga tersebut terdiri dari sebagai berikut: a. Titipan/wadi’ah, yaitu dana titipan masyarakat yang dikelola oleh bank.
b. Investasi/mudharabah, adalah dana masyarakat yang diinvestasikan.
2.1.2.3.Tujuan Bank Syariah Menurut Machmud dan Rukmana (2010:48), terkait dengan asas operasional bank syariah, berdasarkan pasal 2 UU Nomor 21 Tahun 2008, disebutkan bahwa perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Selanjutnya, terkait dengan tujuan bank syariah, pada Pasal 3 dinyatakan bahwa perbankan syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.
2.1.2.4.Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional Menurut Machmud dan Rukmana (2010:10), bank konvensional dan bank syariah dalam beberapa hal memiliki beberapa kesamaan terutama dalam sisi teknis peneriamaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan dan syarat-syarat umum untuk mendapatkan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan sebagainya. Dalam persamaan hal ini, semua hal yang terjadi pada bank syariah itu sama persis dengan terjadi pada bank konvensional, nyaris tidak ada perbedaan. Akan tetapi, perbedaan pokok antar sistem bank konvensional dan syariah secara ringkas dapa dilihat dalam empat aspek, yaitu: 1. Falsafah yaitu pada bank syariah tidak berdasarkan atas bunga, spekulasi,
dan ketidakjelasan, sedangkan pada bank konvensional berdasarkan atas bunga. 2. Operasional, yaitu pada bank syariah dan masyarakat berupa titipan da investasi baru akan mendapatkan hasil jika diusahakan terlebih dahulu, sedangkan pada bank konvensional dana masyarakat berupa simpanan yang harus dibayarkan bunganya pada saat jatuh tempo. 3. Sosial, yaitu pada bank syariah aspek sosial dinyatakan secara eksplisit dan tegas yang tertuang dalam visi dan misi perusahaan, sedangkan pada bank konvensioanal tidak terserat secara tegas. 4. Organisasi, yaitu bank syariah harus memiliki Dewan Pengawasan Syariah, sedangkan bank konvensional tidak memerlukannya.
Selain itu, perbedaan lainnya dapat dilihat dari empat aspek lain, yaitu sebagai berikut: 1. Akad dan Aspek Legislatif Akad yang dikeluarkan di dalam bank syariah memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukannya berdasarkan hukum Islam. Nasabah seringkali berani melanggar kesepakatan perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tetapi
tidak
demikian
bila
perjanjian
tersebut
memiliki
pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti. Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun
ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad. 2. Lembaga Penyelesaian Sengketa Penyelesaian perbedaan atau perselisihan antar bank dan nasabah pada perbankan syariah berbeda dengan perbankan konvensional, kedua belah pihak pada perbankan syariah tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetepi menyelesaikannya sesuai dengan tata cara dan hukum materi syariah. Lembaga yang mengatur hukum materi berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenakan dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia. 3. Struktur Organisasi Bank syariah memiliki struktur organisasi yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi. Tapi unsur yang sangat membedakan adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank produk-produknya agar sesuai dengan prinsip syariah. 4. Bisnis dan Usaha yang Dibiayai Dalam perbankan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan tidak mengandung hal-hal yang diharamkannya. Terdapat sejumlah batasan dalam hal pembiayaan. Tidak semua proyek atau objek pembiayaan dapat didanai melalui bank syariah, namun harus melalui kaidah-kaidah syariah.
5. Lingkungan dan Budaya Kerja Bank syariah sudah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan ajaran Islam. Dalam hal ini, misalnya sifat amanah dan shiddiq harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin suatu sikap muslim yang baik. Selain itu, secara berpakaian, tingkah laku dari karyawannya sendiri merupakan cermin bahwa mereka bekerja dalam lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam.
2.1.2.5.Prinsip Operasional Bank Syariah Menurut Muthaher (2012:16) prinsip produk bank Islam terdiri dari: 1. Prinsip-prinsip dalam Penghimpun Dana Bank Syariah a. Prinsip Wadi’ah Prinsip wadi’ah adalah titipan di mana pihak pertama menitipkan dana atau benda kepada pihak kedua selaku penerima titipan dengan konsekuensi titipan tersebut sewaktu-waktu dapat diambil kembali, di mana penitip dapat dikenakan biaya penitipan. Berdasarkan kewenangan yang diberikan maka wadi’ah dibedakan menjadi wadi’ah yad dhamana yang berarti penerima titipan berhak mempergunakan dana/barang titipan untuk didayagunakan tanpa ada kewajiban penerima titipan untuk memberikan imbalan kepada penitip dengan tetap pada kesepakatan dapat diambil setiap saat diperlukan, sedang sisi lain wadi’ah yad amanah tidak memberikan kewenangan
kepada penerima titipan untuk mendayagunakan barang/dana yang dititipkan. b. Prinsip Mudharabah Prinsip mudharabaha yaitu perjanjian antara dua pihak di mana pihak pertama sebagai pemilik dana/sahibul mal dan pihak kedua sebagai pengelola dana/mudharib untuk mengelola suatu kegiatan ekonomi dengan menyepakati nisbah bagi hasil atas keuntungan yang akan diperoleh, sedangkan kerugian yang timbul adalah resiko pemilik dana sepanjang tidak terdapat bukti bahwa mudharib melakukan kecurangan atau tindakan yang tidak amanah. 2. Prinsip Penyaluranan Dana Bank Syariah Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu: a. Prinsip Jual Beli (Al Buyu) Prinsip jual beli ini dilandasi oleh Al-Qur‟an dan Al-Hadits seperti berikut: “…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (Q.S. Al-Baqarah: 275)
Dari Suhaib ar-Rumi r.a. bahwa Rasulullah SAW. Bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara
tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencapur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.”
Menurut Zulkifli (2003:38) pengertian jual beli meliputi: “Transaksi pertukaran antara „ayn yang berbentuk barang dengan dayn yang berbentuk uang. Dalam transaksi ini, keuntungan penjualan sudah dimasukkan dalam harga jual sehingga penjual tidak perlu memberitahukan tingkat keuntungan yang diinginkan”.
Menurut Antonio (2001:101) ada tiga jenis jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah, yaitu: 1. Bai’ Al-Murabahah Bai’ al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai’ al-murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya. 2. Bai’ As-Salam Dalam pengertian yang sederhana, bai’ as-salam berarti pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. 3. Bai’ Al-Istishna Transaksi bai’ al-istishna merupakan kontrak penjualan antara
pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta system pembayaran: apakah pembayaran dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang. b. Prinsip Bagi Hasil Produk pembiayaan yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut: 1. Pembiayaan Mudharabah Mudharabah yaitu perjanjian antara pemilik modal dan pengelola modal untuk memperoleh keuntungan. Bank sebagai shahibul maal dan mudharib sebagai pengelola modal masing-masing mendapatkan keuntungan yang dibagi sesuai nisbah yang disepakati awal akad. 2. Pembiayaan Musyarakah Musyarakah
yaitu
perjanjian
antara
pihak-pihak
untuk
menyertakan modal dalam suatu kegiatan ekonomi dengan pembagian keuntungan atau kerugian sesuai nisbah yang disepakati. Musyarakah dapat bersifat tetap atau bersifat temporer
dengan penurunan secara periodik atau sekaligus di akhir masa proyek. c. Prinsip-prinsip Penyediaan Jasa 1. Prinsip Sewa-Ijarah Prinsip sewa-ijarah yaitu kegiatan penyewaan suatu barang dengan imbalan pendapatan sewa, bila terdapat kesepakatan pengalihan pemilikan pada akhir masa sewa disebut ijarah muntahiyah bittamlik (sama dengan operating lease). 2. Prinsip Jasa Perbankan Syariah Jasa-jasa terdiri dari: a. Wakalah yaitu pihak pertama memberikan kuasa kepada pihak kedua (sebagai wakil) untuk urusan tertentu di mana pihak kedua mendapat imbalan berupa fee atau komisi. b. Kafalah yaitu pihak pertama bersedia menjadi penanggung atas legiatan yang dilakukan oleh pihak kedua sepanjang sesuai dengan yang diperjanjikan di mana pihak pertama menerima imbalan berupa fee atau komisi (garansi). c. Sharf yaitu pertukaran/jual beli mata uang yang berbeda dengan penterahan segera/spot berdasarkan kesepakatan harga sesuai dengan harga pasar pada saat pertukaran. d. Prinsip Kebajikan Yaitu penerimaan dan penyaluran dana kebajikan dalam bentuk zakat
infaq shodaqoh dan lainnya serta penyaluran alqardul hasan yaitu penyaluran dan dalam bentuk pinjaman untuk tujuan menolong orang golongan orang miskin dengan penggunaan produktif tanpa diminta imbalan kecuali pengembalian pokok utang.
2.1.2.6.Lembaga Keuangan Syariah dan Sistem Pembiayaan Bank Syariah Menurut Salman (2012:30), Lembaga Keuangan Syariah (LKS) menurut Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga keuangan yang mengeluarkan produk keuangan syariah dan mendapat izin operasional sebagai lembaga keuangan syariah (DSN-MUI, 2003). Ada unsur legalitas operasi sebagai lembaga keuangan diatur oleh berbagai institusi yang memiliki kewenangan mengeluarkan izin operasi. Beberapa institusi tersebut antara lain sebagai berukut: 1. Bank Indonesia sebagai institusi yang berwenang mengatur dan mengawasi bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat 2. Departemen Keuangan sebagai institusi yang berwenang mengatur dan mengawasi asuransi dan pasar modal. 3. Kantor Menteri Koperasi sebagai institusi yang berwenang mengatur dan mengawasi koperasi. Menurut pandangan Islam, bunga mengandung unsur riba yang dilarang oleh agama. Bunga pada sistem bank konvensional merupakan unsur yang tidak adil, karena pemilik dana mewajibkan peminjam untuk membayar lebih daripada yang dipinjam tanpa memperhatikan apakah peminjam menghasilkan keuntungan atau
mengalami kerugian. Sementara bagi hasil pada sistem bank syariah merupakan sistem berbagi resiko dan keuntungan antara peminjam dengan yang meminjamkan sesuai kesepakatan. Dalam hal ini tidak ada pihak yang dirugikan pihak lain (Murni, 2009:125).
Pembiayaan
Konsumtif
Produktif
Modal Kerja
Investasi
Gambar 2.1. Sistem Pembiayaan Bank Syariah (Antonio, 2001:161)
Menurut Antonio (2001:160) pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit. Sifat penggunaan pembiayaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi 2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi
kebutuhan. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua, yaitu; 1. Pembiayaan modal kerja, yatu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan produksi, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi dan utuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. 2. Pembiayaan investasi, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan investasi.
2.1.3. Suku Bunga 2.1.3.1.Pengertian Suku Bunga Menurut Kasmir (2005:121), pengertian suku bunga yaitu: “Tingkat Suku Bunga adalah harga dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan kepada kreditur.” Bunga adalah imbal jasa atas pinjaman uang. Imbal jasa ini merupakan suatu kompensasi kepada pemberi pinjaman atas menfaat kedepan dari uang pinjaman tersebut apabila diinvestasikan. Jumlah pinjaman tersebut disebut “pokok utang” (principal). Persentase dari pokok utang yang dibayarkan sebagai imbal jasa (bunga) dalam suatu periode tertentu disebut “suku bunga”.
Di Indonesia, suku bunga yang berlaku adalah BI rate. Definisi BI rate menurut Bank Indonesia (www.bi.go.id): “BI rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.”
2.1.3.2.Faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga Menurut Kasmir (2005:123), ada tiga hal yang menjadi faktor beragamnya suku bunga yang terjadi, yaitu: a. Jangka waktu (term), suku bunga dapat dibedakan menjadi suku bunga jangka pendek (suku bunga berjangka semalam/overnight) dan suku bunga berjangka panjang (lebih dari 30 tahun). Besarnya tingkat suku bunga bergantung pada jangka waktunya, namun tidak selalu lebih besar dari tingkat suku bunga jangka pendek (short-terms interest rates). b. Risiko (Credit Risk), dalam keputusan penetapan tingkat suku bunga pinjaman, kreditur harus memperkirakan tingkat kemungkinan debitur mengembalikan pinjaman. Semakin tinggi kemungkinan wanprestasi, maka semakin tinggi pula tingkat bunga yang ditetapkan. Tingkat bunga yang paling aman adalah dalam bentuk obligasi yang ditawarkan oleh pemerintah, oleh karena itu risikonya rendah. c. Perlakuan pajak, tingkat bunga dari berbagai jenis obligasi memiliki tarif
pajak yang berbeda. Contohnya obligasi yang ditawarkan pemerintah. Pembeli obligasi tidak dikenakan pajak karena tingkat suku bunga yang ditetapkannya pun rendah, serta untuk menstimulus masyarakat membeli obligasi Negara.
2.1.4. Inflasi 2.1.4.1.Pengertian Inflasi Pengertian inflasi menurut Murni (2009:196) adalah: ”Suatu kejadian yang menunjukkan kenaikan tingkat harga secara umum dan berlangsung secara terus menerus.”
Sedangkan pengertian inflasi menurut Samuelson dan Nordhaus (2004:383) adalah: ”Inflasi terjadi ketika tingkat harga umum naik. Saat ini, kita menghitung inflasi dengan menggunakan indeks harga rata-rata tertimbang dari harga ribuan produk individual. Indeks harga konsumen (CPI) mengukur biaya sekeranjang pasar dari barang dan jasa konsumen yang dikaitkan dengan biaya dari sekeranjang pasar dari barang dan jasa tersebut pada tahun dasar tertentu. Sedangkan GDP adalah harga dari GDP”
Inflasi mempunyai pengertian sebagai sebuah gejala kenaikan harga barang yang bersifat umum dan terus-menerus. Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga secara terus-menerus yang bersumber dari terganggunya keseimbangan antara arus uang dan barang. Dari pengertian ini, inflasi mempunyai penjelasan bahwa inflasi merupakan suatu gejala dimana banyak terjadi kenaikan harga barang yang terjadi
secara sengaja ataupun secara alami yang terjadi tidak hanya di suatu tempat, melainkan diseluruh penjuru suatu negara bahkan dunia. Kenaikan harga ini berlangsung secara berkesinambungan dan bisa makin meninggi lagi harga barang tersebut jika tidak ditemukannya solusi pemecahan penyimpangan-penyimpangan yang menyebabkan terjadinya inflasi tersebut. Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004:384), tingkat inflasi adalah perubahan persentase pada tingkat harga: 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑎𝑟𝑔𝑎 − 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑡𝑎𝑢𝑛 𝑡 − 𝑡𝑎𝑢𝑛 𝑡 − 1 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝐼𝑛𝑓𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑡𝑎𝑢𝑛 𝑡 = 𝑥100 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑡𝑎𝑢𝑛 𝑡 − 1
2.1.4.2.Penggolongan Inflasi Menurut Murni (2009:197), jenis inflasi dapat dibedakan berdasarkan: 1. Berdasarkan Tingkat/Laju Inflasi e. Inflasi Merayap (Creeping Inflation) Di tandai dengan laju inflasi yang rendah (kurang dari 10% per tahun). Kenaikan harga berjalan secara lambat, dengan persentase yang kecil serta dalam jangka yang relatif lama. f. Inflasi Ganas (Galloping Inflation) Inflasi yang tingkat lajunya antara 20-100% per tahun yang dapat menimbulkan gangguan-gangguan serius terhadap perekonomian dan timbulnya distorsi-distorsi besar dalam perekonomian. Hal ini ditandai
dengan uang kehilangan nilainya dengan cepat, sehingga orang tidak suka memegang uang atau lebih suka memegang barang. g. Inflasi tinggi (Hyper Inflation) Merupakan inflasi yang lajunya sangat tinggi (diatas 100%) inflasi ini sangat mematikan kegiatan perekonomian masyarakat. 2. Berdasarkan Sumber atau Penyebab Inflasi: a. Demand Inflation Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian sedang berkembang pesat. Kesempatan kerja tinggi menciptakan tingkat pendapatan yang tinggi dan selanjutnya daya beli sangat tinggi. Daya beli yang tinggi akan mendorong permintaan melebihi total produk yang tersedia. Permintaan
aggregate
meningkat
lebih cepat
dibandingkan dengan potensi produktif perekonomian, akibatnya timbul inflasi. b. Cost Push Inflation Inflasi ini terjadi bila biaya produksi mengalami kenaikan secara terus-menerus. Kenaikan biaya produksi dapat berawal dari kenaikan harga input seperti kenaikan upah minimum, kenaikan bahan baku, kenaikan tarif listrik, kenaikan BBM, dan kenaikan-kenaikan input lainnya yang mungkin semakin langka dan harus diimpor dari luar negeri.
c. Imported Inflation Inflasi dapat juga bersumber dari kenaikan harga-harga barang yang diimpor, terutama barang yang diimpor tersebut mempunyai peranan penting dalam kegiatan produksi.
2.1.4.3.Dampak Inflasi Menurut Murni (2009:199) inflasi yang tinggi tingkatannya tidak akan menggalakan perkembangan ekonomi suatu Negara. Hal-hal yang mungkin timbul antara lain sebagai berikut: a. Ketika biaya produksi naik akibat inflasi, hal ini akan sangat merugikan pengusaha dan ini menyebabkan kegiatan investasi beralih pada kegiatan yang kurang mendorong produk nasional, seperti tindakan para spekulan yang ingin mencari keuntungan sesaat. b. Pada saat kondisi harga tidak menentu (inflasi) para pemilik modal lebih cenderung menanamkan modalnya dalam bentuk pembelian tanah, rumah, dan bangunan. Pengalihan investasi seperti ini akan menyebabkan investasi produktif berkurang dan kegiatan ekonomi menurun. c. Inflasi menimbulkan efek buruk pada perdagangan dan mematikan pengusaha dalam negeri. Hal ini dikarenakan kenaikan harga menyebabkan produkproduk dalam negeri tidak mampu bersaing dengan produk-produk Negara lain sehingga kegiatan ekspor turun dan impor meningkat.
d. Inflasi menimbulkan dampak yang buruk pula pada neraca pembayaran. Karena menurunnya ekspor dan meningkatnya impor menyebabkan ketidakseimbangan terhadap dana yang masuk dan keluar negeri. Kondisi neraca pembayaran akan memburuk.
Menurut Murni (2009:200) Dampak buruk dari inflasi dapat pula ditinjau dari tingkat kesejahteraan masyarakat, yakni sebagai berikut: a. Inflasi akan menurunkan pendapatan riil yang diterima masyarakat, dan ini sangat merugikan orang-orang yang berpenghasilan tetap. Pada saat inflasi, kenaikan tingkat upah tidak secepat kenaikan harga barang yang diperlukan dan dijual di pasar. b. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang. Seperti tabungan masyarakat di bank nilai riilnya akan turun. c. Inflasi akan memperburuk pembagian kekayaan, karena bagi masyarakat yang berpenghasilan tetap dan mempunyai kekayaan dalam bentuk uang bisa-bisa jatuh miskin. Tetapi bagi masyarakat yang menyimpan kekayaan dalam bentuk tanah dan rumah akan terjadi peningkatan kekayaan, baik secara riil maupun secara nominal. Demikian pula bagi pedagang, pendapatan riil mereka akan dapat bertahan dan mungkin meningkat pada saat terjadi inflasi.
2.1.5. Beban Operasional 2.1.5.1.Pengertian Beban Beban menurut Kieso dan Weygandt (2011:54): “Expense are outflows or other “using up” of assets or incurring of liabilities (or a combination of both) during a period as a result of delivering or producing goods, rendering services”.
Beban menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 1 Tahun 2012: “Definisi beban mencakup baik kerugian maupun beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa meliputi, misalnya, beban pokok penjualan, gaji, dan penyusutan. Beban tersebut biasanya berbentuk arus keluar atau berkurangnya aset seperti kas (dan setara kas), persediaan, dan aset tetap.”.
2.1.5.2.Beban Operasional Beban operasional adalah beban yang berkaitan langsung dengan kegiatan operasi perusahaan. Pengertian dari beban operasional itu sendiri adalah semua beban yang menunjang penyelenggaraan pelayanan jasa atau semua beban yang dapat didefinisikan mempunyai hubungan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan jasa. Menurut sebagai berikut:
Stice dan Skousen (2009:216) mendefinisikan beban operasi
“Beban operasi dapat dilaporkan dalam dua bagian: (1) beban penjualan dan (2) beban administrasi dan umum. Beban penjualan meliputi unsur seperti gaji dan komisi bagian penjualan dan pajak gaji terkait, iklan, dan tampilan toko, pemakaian perlengkapan toko, penyusutan perabotan dan peralatan toko, dan beban pengiriman. Beban administrasi dan umum mencakup beban karyawan dan gaji bagian kantor serta pajak gaji terkait, pemakaian perlengkapan kantor, penyusutan perabotan dan peralatan kantor, telepon, pos, lisensi dan komisi bisnis, jasa legal dan akuntansi, kontribusi dan unsur sejenis.”.
Simamora (2005:25) mendefinisikan beban operasional sebagai “Beban operasi (operating expense) adalah beban-beban berkala dan lazim yang dikeluarkan perusahaan dalam upaya memperoleh pendapatan”. Berdasarkan kutipan Henri Simamora, dapat dinyatakan bahwa beban operasional merupakan beban-beban yang terjadi dalam kaitan dengan proses penciptaan pendapatan dari penjualan barang dan jasa. Beban operasional tersebut bila dihubungkan dengan penciptaan barang dan jasa dibedakan menjadi beban operasional langsung dan beban operasional tidak langsung.
Simamora (2005:25) Beban operasional adalah semua biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha bank. Kegiatan bank yang terperinci adalah sebagai berikut: 1. Beban bunga atau hak ketiga atau bagi hasil Beban bunga adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank untuk diberikan kepada nasabah penabung dan nasabah deposan yang besarnya ditentukan boleh bank dan diberikan kepada nasabah dalam satuan waktu tertentu,
biaya ini adalah biaya paling besar secara keseluruhan. 2. Beban penghapusan biaya produksi 3. Beban estimasi kerugian komitmen dan kontijensi 4. Beban operasional lainnya, antara lain: a. Beban Administrasi dan Umum b. Beban Personalia c. Beban Penurunan Nilai Surat Berharga d. Beban Transaksi Valas
2.1.5.3.Pengakuan Beban Operasional Menurut Stice dan Skousen (2009:208), pengakuan beban dibagi menjadi tiga kategori: 1. Pengaitan atau Penandingan Langsung Mengaitkan atau menghubungkan beban pada pendapatan tertentu sering disebut matching. 2. Alokasi Sistematik dan Rasional Kategori pengakuan beban ini melibatkan aset yang memiliki manfaat lebih dari satu periode akuntansi. 3. Pengakuan Segera atau Seketika Banyak beban yang tidak terkait dengan pendapatan tetapi terjadi untuk mendapatkan barang dan jasa yang secara tidak langsung membantu menghasilkan pendapatan. Karena barang dan jasa seperti ini digunakan
hampir dengan segera, harga perolehannya diakui sebagai beban pada periode pembelian.
2.1.6. Definisi Akad Murabahah Dewasa ini lembaga keuangan berlabel syari‟at berkembang dalam skala besar dengan menawarkan produk-produknya yang beraneka ragam dengan istilah-istilah berbahasa Arab. Banyak masyarakat yang masih bingung dengan istilah-istilah tersebut dan masih ragu apakah benar semua produk tersebut adalah benar-benar jauh dari pelanggaran syari‟at ataukah hanya rekayasa manajemen perbankan syariah semata. Salah satu jenis pembiayaan yang cukup dikenal adalah jual beli Murabahah (Ba’i Al-Murabahah) yang banyak diusung lembaga keuangan sebagai bentuk dari financing (pembiayaan) yang memiliki prospek keuntungan yang cukup menjanjikan. Sehingga semua atau hampir semua lembaga keuangan syari‟at menjadikannya sebagai produk financing dalam pengembangan modal mereka. Kata Al-Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu ( )ﺍﻠﺮﺒﺡyang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan). Sedangkan dalam definisi para ulama terdahulu adalah jual beli dengan modal ditambah keuntungan yang diketahui. Hakekatnya adalah menjual barang dengan harga (modal)nya yang diketahui kedua belah pihak (penjual dan pembeli) dengan keuntungan yang diketahui keduanya. Dalam Islam jual beli hukumnya adalah jaiz (boleh). Berikut beberapa ayat dan hadist yang berkaitan dengan jual beli, diantaranya:
“…Allah menghalalkan jual beli dan melarang riba…” (Q.S 2:275) Selanjutnya dalam ayat yang lain dikatakan bahwa jual beli adalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap muslim. “…dan tidak dosa bagimu mencari karunia (dari hasil perniagaan) dari Tuhanmu…” (Q.S. 2:198) “…Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka…”. (Q.S. 4:29) Hadist Rasulullah: Dari Syuhaib ar-Rumi r.a bahwa Rasulullah bersabda, “tiga hal yang di dalamnya
terdapat
keberkahan:
jual
beli
secara
tangguh,
muqaradhah,
(mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual”. (H.R. Ibnu Majid). Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 04/DSN-MUI/IV/2000 dalam Muthaher (2012:57) pengertian murabahah, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Dari definisi murabahah atau jual beli tersebut dapat dikemukakan bahwa, Ba’i Al-Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam akad ini, penjual harus memberitahu harga pokok yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya, dengan pembayaran bisa dilakukan kontan ataupun secara angsuran. Ada yang berpendapat
bahwa murabahah pembayarannya dilakukan di akhir jatuh tempo sekaligus, dan apabila dibayar secara angsuran dinamakan Bai’Bithaman’Ajil. Namun, ada yang menganggap sama pengertiannya. Menurut Antonio (2001:102) Syarat-syarat jual beli murabahah adalah sebagai berikut: a. Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah. b. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan. c. Kontrak harus bebas dari riba. d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian. e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang. Secara prinsip, jika syarat dalam (a), (d), atau (e) tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan: a. Melanjutkan pembelian seperti apa adanya, b. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual, c. Membatalkan kontrak.
1. Negosiasi & Persyaratan
BANK
NASABAH
2. Akad Jual-Beli 6. Bayar
3. Beli Barang
SUPLIER/PENJUAL
4. Kirim
Gambar 2.2. Skema Pembiayaan Murabahah (Antonio, 2001:107)
2.1.6.1.Perbedaan Pembiayaan Murabahah dan Kredit Bank Konvensional Dewasa ini banyak masyarakat yang menanyakan model pembiayaan murabahah yang dipraktekan oleh bank syariah. Karena munculnya anggapan bahwa pembiayaan tersebut menyerupai kredit yang dipraktekan oleh bank konvensional. Pernyataan ini perlu diluruskan, sehingga masyarakat dapat memahami praktek pembiayaan murabahah di bank syariah secara benar dan dapat membedakannya dengan praktek kredit di bank konvensional.
Tabel 2.1. Perbedaan dengan Pembiayaan Murabahah No.
Pembiayaan murabahah
1.
Transaksi Jual beli, sehingga dikenal Transaksi meminjam uang, sehingga
2.
Kredit Bank Konvensional
adanya harga jual dan harga beli
dikenal adanya bunga
Adanya Pengadaan barang
Pembiayaan Pengadaan Barang, dapat juga untuk biaya operasional
3.
Semua barang yang dijadikan obyek Tidak ada kaitan barang dengan jual beli tidak boleh bertentangan ketentuan syariah dengan syariah Islam
4.
Tidak
diperkenankan
adanya Dimungkinkan adanya kenaikan suku
kenaikan harga jual apabila telah bunga tanpa harus ada persetujuan disepakati bersama (bank dengan nasabah nasabah) Sumber: (Antonio, 2001)
Berdasarkan tabel 2.1 kita bisa melihat bahwa beberapa perbedaan antara pembiayaan murabahah
dengan kredit di bank konvensional. Salah satu
perbedaannya adalah terdapatnya transaksi jual beli pada bank syariah, sehingga dalam kondisi ini terdapat perjanjian pembelian barang, dimana nasabah juga bisa mengetahui total harga barang yang akan dibeli, sedangkan hal ini tidak akan
diketahui dalam pembiayaan berbasis suku bunga. Selanjutnya obyek yang dibiayai oleh pembiayaan murabahah harus sesuai dengan syariah Islam, sehingga pembiayaan atas barang-barang yang dianggap bersifat haram seperti daging babi ataupun minuman yang memabukkan tidak bisa dilakukan. Hal ini berbeda dengan kredit pada bank konvensional dimana kredit atas kedua jenis produk tersebut masih dapat dibiayai sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan perbedaan yang lainnya adalah nasabah pada pembiayaan murabahah akan membayar kewajibannya sesuai dengan nilai harga jual di awal yang sudah mencantumkan besarnya harga pokok dan margin yang disepakati sampai akhir masa pembiayaan. Hal ini berarti setiap nasabah membayar dengan sistem fixed, dan jika ada perubahan tingkat margin maka hal ini tidak berlaku untuk nasabah existing melainkan untuk nasabah yang baru saja mengajukan aplikasi pembiayaan. Hal ini tentu berbeda dengan nasabah pada bank konvensional. Karena nasabah dibebankan dengan membayar bunga, maka jika terjadi perubahan pada suku bunga, pihak bank sewaktu-waktu bisa menerapkan perubahan suku bunga tersebut baik pada nasabah existing, maupun calon nasabah baru. Dimana hal ini dimungkinkan terjadi karena pada bank konvensional menganut sistem floating dalam penetapan suku bunga kepada nasabahnya. Sedangkan Rahmawati (2007) menyebutkan bahwa bank konvensional dalam penetapan suku bunga atas pinjaman yang diberikan kepada nasabahnya lebih didasarkan kepada pokok pinjaman dan jatuh tempo pinjaman. Sedangkan nilai
perolehan harga dari barang tersebut tidak menajdi persoalan bagi bank konvensional. Hal ini berbeda dengan bank syariah, dimana dalam mekanisme pembiayaan murabahah nasabah dapat mengetahui harga perolehan dari barang yang dibiayai, termasuk juga total harga jual yang diberikan kepada nasabahnya.
2.1.6.2.Perhitungan Pendapatan Margin Murabahah Menurut Rizal, dkk (2014:166), besarnya pendapatan margin yang diakui bergantung pada alternatif pendekatan yang digunakan. Bila bank menggunakan pendekatan proporsional, maka besarnya margin setiap bulan adalah sama, sedang bila menggunakan pendekatan tabel anuitas, maka besarnya margin pada bulan pertama akan lebih besar dibanding dengan bulan kedua dan seterusnya. Berdasarkan PSAK Syariah 102 paragraf 24, pendekatan yang disarankan adalah pendekatan proporsional, yaitu proporsional terhadap jumlah piutang yang berhasil ditagih dengan mengalikan persentase keuntungan terhadap jumlah piutang yang berhasil ditagih. Adapun persentase keuntungan dihitung dari: 1. Perbandingan antara total margin dan total piutang di luar uang muka. Aplikasi perhitungan pendekatan ini adalah sebagi berikut: 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑘𝑒𝑢𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑥 100% 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑖𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖
2. Perbandingan antara total margin dengan biaya perolehan murabahah. Aplikasi perhitungan pendekatan ini adalah sebagai berikut: 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑘𝑒𝑢𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑥 100% 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒𝑎𝑛 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑀𝑢𝑟𝑎𝑏𝑎𝑎 𝑑𝑖 𝐿𝑢𝑎𝑟 𝑈𝑎𝑛𝑔 𝑀𝑢𝑘𝑎 𝑁𝑎𝑠𝑎𝑏𝑎
Menurut Rizal, dkk (2014:167), penggunaan persentase keuntungan dan perbandingan margin dengan biaya perolehan asset murabahah tidaklah praktis untuk diterapkan terutama dalam melakukan perhitungan margin yang diakui oleh bank pada saat adanya angsuran oleh nasabah. Untuk itu, perhitungan persentase keuntungan sebaiknya diambil dari perbandingan margin dengan total piutang di luar uang muka yang telah dibayar.
2.2.
Kerangka Pemikiran
2.2.1. Pengaruh Suku Bunga terhadap Margin Murabahah Menurut kamus bank Indonesia, BI rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia. Belum adanya ketentuan yang mengatur penentuan margin pembiayaan murabahah membuat semua bank syariah di Indonesia masih menjadikan Suku Bunga sebagai salah satu rujukan dalam penetapan margin pembiayaan murabahah, Arumdhani (2011). Heykal (2004) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya mark-up adalah kebutuhan bank syariah untuk memperoleh keuntungan riil,
inflasi, suku bunga berjalan, kebijakan moneter, dan marketabilitas barang-barang murabahah serta tingkat laba yang diharapkan dari barang-barang tersebut. Jihad dan Hosen (2009) menemukan bahwa terdapat pengaruh negatif antara tingkat suku bunga dengan margin murabahah. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap penambahan tingkat suku bunga bank konvensional bisa mengakibatkan turunnya permintaaan murabahah. Namun dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Mulyanti (2011), ditemukan bahwa Suku Bunga tidak terbukti berpengaruh terhadap penetapan margin pembiayaan murabahah di BMT Khairu Ummah. Hal ini bisa saja terjadi mengingat karakteristik pada objek yang diteliti oleh masing-masing peneliti berbeda. Sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan temuan dari penelitian yang dilakukannya.
2.2.2. Pengaruh Inflasi terhadap Margin Murabahah Secara teori, inflasi berpengaruh terhadap dunia perbankan sebagai salah satu institusi keuangan. Sebagai lembaga yang fungsi utamanya sebagai lembaga intermediasi, bank sangat rentan dengan resiko inflasi terkait dengan mobilitas dananya. Salah satu teori yang menjelaskan keterkaitan tersebut dengan teori dana yang dipinjamkan. Dalam teori ini, apabila jumlah uang yang diminta melebihi jumlah yang disediakan, maka akan dapat mengakibatkan kenaikan harga uang atau tingkat suku bunga. Tingkat suku bunga dalam hal ini adalah suku bunga yang mencerminkan kesesuaian antara suku bunga simpanan (sisi penawaran) dan suku bunga pinjaman (sisi permintaan). Keuntungan terbesar bank adalah dari selisih
bunga simpanan dan penawaran sehingga bank harus mampu mengelola dan sedapat mungkin mengantisipasi inflasi agar tingkat keseimbangan mediasinya terjaga. (Rivai, 2009). (Hidayat, 2007) menemukan bahwa kenaikan inflasi mengakibatkan penurunan pada DPK (Dana Pihak Ketiga) perbankan syariah, karena mayoritas pangsa konsumen perbankan syariah adalah golongan pasar mengambang (Floating Market) yang lebih bersifat return oriented. Kenaikan inflasi akan meningkatkan suku bunga deposito, sehingga suku bunga deposito perbankan konvensional lebih tinggi dan lebih menarik daripada return perbankan syariah. Return yang tinggi pada perbankan konvensional akan membuat masyarakat mengalihkan dananya dari perbankan syariah ke perbankan konvensional. Penurunan DPK ini akan mengurangi kemampuan bank syariah dalam mengelola likuiditasnya dan menurunkan jumlah pembiayaan yang disalurkan. Jihad dan Hosen (2009) juga menemukan bahwa di Indonesia inflasi akan mempengaruhi margin pembiayaan murabahah secara signifikan negatif.
2.2.3. Pengaruh Beban Operasional terhadap Margin Murabahah Secara umum beban operasional diartikan sebagai beban yang terjadi dalam kaitannya dengan operasi yang dilakukan perusahaan dan diukur dalam satuan uang. Dalam penelitian Asmita (2004), Heykal (2004) dan Nugraha (2005) menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara beban operasional terhadap penetapan margin murabahah. Gejala terebut mengindikasikan bahwa objek yang
diteliti oleh mereka mempertimbangkan besarnya beban operasional dalam menentukan margin murabahah yang akan diberikan kepada para nasabah pembiayaannya. Sedangkan Chumsoni (2006) menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh antara besarnya beban operasional yang dikeluarkan oleh bank syariah dengan penetapan margin pembiayaan murabahah. Berikut data dari variabel yang akan diteliti: Tabel 2.2 Perbandingan Rasio dan Data Variabel 2010
2011
2012
2013
15,3%
14,72%
13,69%
13,18%
Bunga
6,5%
6%
5,75%
7,5%
Inflasi
6,96%
3,79%
4,3%
8,38%
Margin Murabahah Suku
Beban Operasional 5.435 Miliar 7.807 Miliar 10.406 Miliar
15.987 Miliar
Sumber: BI, BPS dan Laporan Keuangan dioleh kembali Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa tingkat margin murabahah dari tahun 2010 sampai tahun 2013 mengalami penurunan. Penurunan margin murabahah tersebut tidak diiringi oleh fluktuasi atau perubahan variabel-variabel lain yang bersangkutan, sehingga terdapat gap antara penelitian sebelumnya dengan
fenomena yang terjadi. Maka dari itu, dalam penelitian ini, peneliti akan berusaha menjelaskan adakah hubungan antara setiap variabel bebas terhadap variabel terikat dan seberapa besar setiap variabel bebas mampu mempengaruhi variabel terikatnya baik secara parsial maupun secara simultan. Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, maka peneliti akan mendapatkan gambaran deskriptif mengenai variabel bebas mana yang berpengaruh signifikan maupun tidak berpengaruh signifikan terhadap penentuan margin murabahah.
Sehingga kerangka dan model dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bank Syariah di Indonesia (Objek Penelitian)
Kriteria Sampel Penelitian
Inflasi (Variabel X1)
Suku bunga (Variabel X2)
Margin Murabahah (Variabel Y1) Analisis Pengujian Data
Interpretasi
Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran
Beban Operasional (Variabel X3)
Suku Bunga
Inflasi
Margin Murabahah
Beban Operasional
Gambar 2.5. Model Penelitian
2.2.
Hipotesis Penelitian Dari teori dan penelitian terdahulu yang telah terpapar sebelumnya, sehingga
dapat dibuat hipotesis yang akan diujikan kebenarannya secara empiris adalah: 1. H0 : Suku Bunga tidak berpengaruh terhadap margin murabahah bank umum syariah di Indonesia. H1 : Suku Bunga berpengaruh terhadap margin murabahah bank umum syariah di Indonesia. 2. H0 : Inflasi tidak berpengaruh terhadap margin murabahah bank umum syariah di Indonesia.
H1 : Inflasi berpengaruh terhadap margin murabahah bank umum syariah di Indonesia. 3. H0 : Beban Operasional tidak berpengaruh terhadap margin murabahah bank umum syariah di Indonesia. H1 : Beban Operasional berpengaruh terhadap margin murabahah bank umum syariah di Indonesia. 4. H0 : Suku Bunga, Inflasi, dan Beban Operasional secara bersama-sama (simultan) tidak berpengaruh terhadap margin murabahah bank umum syariah di Indonesia. H1 : Suku Bunga, Inflasi, dan Beban Operasional secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap margin murabahah bank umum syariah di Indonesia. Tabel berikut ini berisikan ringkasan-ringkasan penelitian teradahulu yang berkaitan dengan margin pembiayaan murabahah:
Tabel 2.3. Ringkasan Penelitian Terdahulu No
Nama
Jenis Penelitian
Variabel
.
Peneliti
1
Adi
Faktor-faktor yang Margin
Beban Operasional dan bagi
Nugraha,
memperngaruhi
murabahah,
hasil
(2005)
Margin
DPK,
Pembiayaan
operasional,
Penelitian
Murabahah (studi profit kasus
pada
BMI) 2
Ahmad
Hasil temuan
beban margin murabahah secara signifikan.
target
margin murabahah
bunga Suku bunga konvensional,
Chumsoni, Mempengaruhi
bank
bagi
(2006)
Margin
konvensional,
resiko,
Pembiayaan
bagi
hasil
DPK, target
premi profit
hasil mempunyai pengaruh yang beban signifikan terhadap margin
kasus pada Bank operasional,
murabahah.
Syariah “X”)
volume
beban
pembiayaan,
terbukti
premi
profit
tidak berpengaruh terhadap
pembiayaan
Murabahah (Studi DPK,
Volume
target, pembiayaan,
PT volume
Faktor-faktor yang Suku
DPK mempengaruhi
Volume
operasional
dan tidak
berpengaruh
resiko, signifikan terhadap margin
target profit
pembiayaan murabahah.
No
Nama
Jenis Penelitian
Variabel
Hasil temuan
.
Peneliti
3
Ach
Penetapan Margin Mark
Bakhrul
Murabahah
future
Mucthasib
Berdasarkan
margin, inflasi, masing variabel.
, (2006)
Perhitugan
Penelitian
Teori suku
up, Terdapat
perbedaan
yang
value, signifikan terhadap masing-
bunga
Inflasi dan Teori SBI Time
Value
of
Money 4
Budi
Analisis
Faktor- Margin
Asmita,
faktor
(2004)
Mempengaruhi
beban
positif. Profit target tidak
Margin
operasional,
berpengaruh signifikan
Pembiayaan
bagi
yang murabahah,
Murabahah (studi DPK, kasus BPRS PNM Target Mentari)
Beban operasional dan bagi
hasil Profit
hasil
DPK
berpengaruh
No
Nama
Jenis Penelitian
.
Peneliti
5
Joddy
Analisis Pengaruh Tingkat
Deriana,
Variabel Ekonomi bunga, tingkat tingkat ekspor berpengaruh
(2007)
Makro
Hasil temuan
Penelitian suku Tingkat
suku
bunga
dan
Terhadap inflasi, tinfkat signifikan terhadap margin
Margin
6
Variabel
ekspor
pembiayaan
murabahah.
Pembiayaan
Tingkat
inflasi
Murabahah
statistik tidak berpengaruh
Perbankan Syariah
terhadap margin pembiayaan
Indonesia
murabahah. suku
secara
Jihad dan Faktor-faktor yang Margin
Tingkat
Hosen,
Mempengaruhi
murabahah,
exchange rate dan tingkat
(2009)
Permintaan
suku
Pembiayaan
kredit, inflasi, signifikan terhadap margin
Murabahah
exchange rate
bungan ekspor
bunga,
berpengaruh
pembiayaan
murabahah.
Inflasi
berpengaruh
tidak
terhadap margin pembiayaan murabahah
No
Nama
Jenis Penelitian
.
Peneliti
7
Mohamad
Analisis
Heykal,
faktor
(2004)
Mempengaruhi
Variabel
Hasil temuan
Penelitian Faktor- Beban
Semua variabel berpengaruh
yang operasional, profit
pembentukan
target, margin murabahah
Penetapan Margin tingkat Murabahah
terhadap
suku
untuk bunga
Produk
pinjaman
Pembiayaan
konvensional,
Pemilikan Rumah beban
bagi
(studi kasus pada hasil DPK BSM) 8
Sri
Faktor-faktor yang Margin
Ketiga
Wahyuni,
Mempengaruhi
mempengaruhi
(2008)
Penetapan Margin bagi
hasil margin murabahah di BMI
Murabahah (studi DPK,
rofit
kasus
di
Muamalat Indonesia)
murabahah,
Bank target,
beban
operasional
variabel
bebas penetapan
No
Nama
Jenis Penelitian
Variabel
Hasil temuan
.
Peneliti
9
Siti
Faktor
Mulyanti,
Mempengaruhi
(2011)
Penetapan Margin biaya bagi hasil beban
Penelitian
Murabahah BMT
yang Beban operasional,
pada DPK, Khairu pendapatan
Faktor yang mempengaruhi margin murabahah adalah operasional,
biaya
bagi hasil DPK, pendapatan pembiayaan
tingkat
Ummah
pembiayaan,
pengembalian murabahah.
Leuwiliang Bogor
tingkat
BI
pengembalian
berpengaruh terhadap margin
rate
murabahah, BI murabahah. rate
tidak
terbukti
BAB II ....................................................................................................................................... 14 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................ 14 2.1.
Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian ............................................................. 14
2.1.1.
Tinjauan Umum Perbankan Indonesia ........................................................... 14
2.1.2.
Bank Syariah .................................................................................................... 15
2.1.2.1.Pengertian Bank Syariah ................................................................................. 15 2.1.2.2.Fungsi dan Peran Bank Syariah ....................................................................... 16 2.1.2.3.Tujuan Bank Syariah ........................................................................................ 18 2.1.2.4.Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional ........................................... 18 2.1.2.5.Prinsip Operasional Bank Syariah ................................................................... 21 2.1.2.6.Lembaga Keuangan Syariah dan Sistem Pembiayaan Bank Syariah ............... 26 2.1.3.
Suku Bunga ..................................................................................................... 28
2.1.3.1.Pengertian Suku Bunga ................................................................................... 28 2.1.3.2.Faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga ............Error! Bookmark not defined. 2.1.3.3.Komponen-komponen Dalam Menentukan Bunga Kredit Error! Bookmark not defined. 2.1.3.4.Jenis-jenis Pembebanan Suku Bunga Kredit .......Error! Bookmark not defined. 2.1.4.
Inflasi .............................................................................................................. 30
2.1.4.1.Pengertian Inflasi ............................................................................................ 30 2.1.4.2.Penggolongan Inflasi ....................................................................................... 31 2.1.4.3.Dampak Inflasi ................................................................................................ 33 2.1.5.
Beban Operasional ......................................................................................... 35
2.1.5.1.Pengertian Beban............................................................................................ 35 2.1.5.2.Beban Operasional .......................................................................................... 35 2.1.5.3.Pengakuan Beban Operasional ....................................................................... 37
2.1.6.
Definisi Akad Murabahah ............................................................................... 38
2.1.6.1.Perbedaan Pembiayaan Murabahah dan Kredit Bank Konvensional ............. 41 2.1.6.2.Penentuan Harga dan Margin .............................Error! Bookmark not defined. 2.1.6.3.Perhitungan Pendapatan Margin Murabahah ................................................ 44 2.2.
Kerangka Pemikiran........................................................................................ 45
2.2.1.
Pengaruh Suku Bunga terhadap Margin Murabahah .................................... 45
2.2.2.
Pengaruh Inflasi terhadap Margin Murabahah.............................................. 46
2.2.3.
Pengaruh Beban Operasional terhadap Margin Murabahah......................... 47
2.2.
Hipotesis Penelitian ........................................................................................ 51
Tabel 2.1.................................................................................................................................. 42 Perbedaan dengan Pembiayaan Murabahah ......................................................................... 42 Tabel 2.2.................................................................................................................................. 48 Perbandingan Rasio dan Data Variabel................................................................................... 48 Tabel 2.3.................................................................................................................................. 53 Ringkasan Penelitian Terdahulu.............................................................................................. 53
Gambar 2.1. Sistem Pembiayaan Bank Syariah (Antonio, 2001:161) ..................................... 27 Gambar 2.2. Skema Pembiayaan Murabahah (Antonio, 2001:107) ....................................... 41 Gambar 2.4. ............................................................................................................................ 50 Kerangka Pemikiran ................................................................................................................ 50 Gambar 2.5. ............................................................................................................................ 51 Model Penelitian ..................................................................................................................... 51