36
BAB II BENTUK-BENTUK PEMBIAYAAN PERSONAL DALAM PERBANKAN SYARIAH
A. Pengertian Pembiayaan Dalam Kegiatan Perbankan Syariah Mencermati perkembangan bank syariah di Indonesia tersebut sekilas memang cukup membanggakan. Namun apabila di bandingkan dengan bank konvensional perkembangan bank syariah hingga saat ini masih kurang menggembirakan. Disamping itu, praktek perbankan syariah saat ini masih di dominasi oleh produk Murabahah. Hal ini dapat di buktikan dari beberapa hasil survei, ternyata bank-bank syariah pada umumnya banyak menerapkan murabahah sebagai metode pembiayaan mereka yang utama, meliput kurang lebih tujuh puluh lima persen (75%) dari total kekayaan mereka. Pertumbuhan bank syariah di Indonesia sendiri diawali dengan dikeluarkannya Undang–Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang kemudian disempurnakan oleh Undang–Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
memberikan peluang yang lebih luas bagi bank syariah untuk menyelenggarakan kegiatan
usaha,
termasuk
pemberian
kesempatan
kepada
bank
umum
konvensional untuk membuka kantor cabang yang khusus melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah.
36 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
Namun sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang disahkan pada tanggal 16 Juli 2008 memiliki beberapa ketentuan umum yang menarik untuk dicermati. Ketentuan umum dimaksud (Pasal 1) adalah merupakan sesuatu yang baru dan akan memberikan implikasi tertentu, antara lain: 1.
Istilah Bank Perkreditan Rakyat yang diubah menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Perubahan ini untuk lebih menegaskan adanya perbedaan antara kredit dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
2.
Definisi prinsip syariah. Dalam definisi dimaksud memiliki dua pesan penting yaitu: a. Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam; dan b. Penetapan pihak/lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa yang menjadi dasar prinsip syariah.
3.
Penetapan Dewan Pengawas Syariah sebagai pihak terafiliasi seperti halnya akuntan publik, konsultan dan penilai.
4.
Definisi pembiayaan yang berubah secara signifikan dibandingkan dengan definisi yang ada dalam undang-undang sebelumnnya tentang perbankan (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998). Dalam definisi terbaru, pembiayaan dapat berupa transaksi bagi hasil, transaksi sewa-menyewa, transaksi jual-beli, transaksi pinjam-meminjam dan transaksi sewa-menyewa jasa (multi-jasa). Pemberian kredit di bank konvensional atau pembiayaan di bank syariah
merupakan kegiatan utama dan menjadi sumber utama pendapatan bank.
37 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
Disamping itu pemberian kredit atau pembiayaan juga dapat menjadi sumber utama kegagalan bank, sebab pemberian kredit atau pembiayaan dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan kelangsungan hidup bank. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, pengertian pembiayaan
38 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
dapat didefinisikan sebagai berikut :
“Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.” Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, pembiayaan dapat berupa transaksi bagi hasil, transaksi sewa-menyewa, transaksi jual-beli, transaksi pinjam-meminjam dan transaksi sewa-menyewa jasa (multijasa). Hal ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, definisi pembiayaan sebagai berikut : “Pembiayaan dapat berupa transaksi bagi hasil, transaksi sewa menyewa, transaksi jual beli, transaksi pinjam meminjam dan transaksi sewa menyewa jasa (multi-jasa)”.39 Sejalan dengan upaya restrukturisasi perbankan yang terpuruk akibat krisis yang melanda perekonomian Indonesia terutama sektor perbankan dengan adanya peningkatan kredit macet yang diakibatkan oleh peningkatan tingkat suku bunga sehingga melemahkan iklim investasi, perbankan syariah terbukti mampu bertahan. Hal ini disebabkan sistem operasional bank syariah tidak menjadikan uang sebagai komoditas dalam perdagangan tapi sebatas alat dalam transaksi ekonomi. Sistem pembiayaan memiliki peran yang sangat penting bagi dunia perbankan karena merupakan salah satu aktivitas utama perbankan, terutama bagi bank syariah. Salah satu bentuk pembiayaan yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Syariah Cabang Medan dalam pelaksanaan prinsip jual beli adalah pembiayaan 38 39
Kasmir , Manajemen Perbankan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 73. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,ikhtisar.
35
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
Murabahah. Tentang murabahah, maka tidak akan dapat dilepaskan dengan sistem jual beli yang dalam fiqh biasa disebut secara etimologis dapat diartikan dengan tukar menukar atau menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain atau (mengeluarkan benda yang dimiliki dengan suatu pengganti)40. Lafadz al-bai' dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu kata asy-syira (beli). Dengan demikian dengan al-bai'. Ditinjau dari segi harga, al-bai’dapat dikategorikan menjadi beberapa bagian, di antaranya adalah murabahah. Jual beli dalam terminologi fiqh disebut dengan al-bai' yang kata al-bai' berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli.41 Secara konseptual, murabahah sebagai salah satu bentuk jual-beli, sangat banyak dibicarakan oleh kalangan ulama fiqh dan secara operasional dia merupakan salah satu produk perbankan Islam di antara produkproduk yang lain.42 Murabahah merupakan suatu perjanjian yang disepakati antara bank dengan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk bahan baku atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan nasabah yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank yaitu harga beli bank ditambah margin keuntungan pada saat jatuh tempo. Pembiayaan ada kalanya mengambil keuntungan berdasarkan margin keuntungan (profit margin). Bank syariah dalam penyaluran dananya kepada nasabah penerima pembiayaan tidak dapat dipastikan memperoleh keuntungan tertentu (modal pembiayaan ditambah return) sebagaimana dalam skim 40
Abdul Ghofur Anshori, Pokok–Pokok Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit Citra Media, 2006), hlm. 30. 41 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 12, (Bandung: Penerbit PT. al-Ma’arif, 1987), hlm. 44. 42 Ibid., hlm 45.
36 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
pembiayaan yang mengambil keuntungan berdasarkan margin keuntungan43. Akan tetapi, justru pihak bank sangat memungkinkan mengalami kerugian apabila usaha nasabahnya mengalami kegagalan atau kebangkrutan. Hal inilah yang menjadi konsekuensi dari skim pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (profit and loss sharing). Profit and loss sharing adalah berbagi keuntungan dan kerugian selanjutnya disebut (PLS). Namun sebaliknya, apabila usaha nasabah berhasil maka akan memperoleh bagi hasil yang lebih besar. Apabila dibandingkan penyaluran dana melalui skim pembiayaan berdasarkan margin keuntungan, ini karena di antara kedua pihak telah ada kesepakatan bagi hasilnya, yang biasanya berkisar 30% (tiga puluh persen)-70% (tujuh puluh persen), 40% (empat puluh persen)-60% (enam puluh persen), atau 50% (luma puluh persen)-50% (luma puluh persen). Atas dasar tingkat spekulasi yang tinggi dalam skim pembiayaan, maka umumnya bank syariah sangat berhati-hati dalam melakukan penyaluran dana melalui skim ini. Terlebih apabila mengingat bahwa bank syariah sebagaimana bank konvensional adalah merupakan lembaga intermediary keuangan, dimana dana yang dikelola oleh bank sebagian besar merupakan dana pihak ketiga (nasabah kreditur) baik yang berupa dana tabungan (titipan/wadi’ah) maupun dana investasi yang berupa deposito (mudharabah atau musyarakah).44 Sebagaimana lazimnya bahwa dana nasabah tersebut dalam sewaktu-waktu atau dalam jangka waktu tertentu akan diambil kembali oleh nasabah dengan tambahan
43 Arif Matuhin, dikutip dalam Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Diterjemahkan oleh Arif Mahtuhin, Cet-I (Jakarta: Penerbit Paramadina, 2004), hlm.ix. 44 Arif Matuhin, Op. Cit., hlm.x.
37 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
keuntungan baik yang berupa bagi hasil (bila merupakan dana investasi) atau bonus (bila berupa dana titipan). Bank syariah yang terdiri dari Bank Unit Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 18) serta Unit Usaha Syariah, pada dasarnya melakukan kegiatan usaha yang sama dengan bank konvensional yaitu melakukan penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat disamping penyediaan jasa keuangan lainnya. Perbedaannya adalah seluruh kegiatan usaha bank syariah dan Unit Usaha Syariah didasari pada prinsip syariah. Implikasinya, disamping harus selalu dengan prinsip hukum Islam juga adalah prinsip syariah memiliki berbagai variasi akad yang akan menimbulkan variasi produk yang lebih banyak dibandingkan produk bank konvensional.45 Dalam kaitan dengan hal tersebut di atas, maka setiap pihak dilarang untuk melakukan kegiatan penghimpunan dana berdasarkan prinsip syariah tanpa izin Bank Indonesia (Pasal 22 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah). Sedangkan di sisi lain, kegiatan penyaluran dana berdasarkan prinsip syariah harus dilakukan secara berhati-hati melalui penilaian secara seksama, agar bank syariah dan Unit Usaha Syariah memiliki keyakinan atas kemauan dan kemampuan nasabah dalam menyelesaikan kewajibannya sesuai akad serta keyakinan atas kesesuaian dengan prinsip syariah (Pasal 23 UndangUndang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah).
45
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Pasal 9.
38 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
Sebagai wujud dari sikap kehati-hatian bank melakukan penyaluran dananya melalui skim pembiayaan ini, sebelum memberikan persetujuan pembiayaan, pihak bank harus melakukan penelitian dan penilaian yang seksama terhadap calon nasabah debiturnya, yaitu dengan melakukan prinsip 5 (lima) C, yaitu: Character, Capital, Collateral, Capacity and Condition of Economy. Memang secara teoritis bahwa yang terpenting pertama adalah karakter dari nasabah calon penerima pembiayaan (nasabah debitur), karena jika karakternya baik, sekalipun kondisinya buruk, nasabah debitur akan tetap berusaha serius dan dengan jujur mengembalikan dana pembiayaan yang telah disepakati dalam perjanjian. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya jaminan sangat menentukan tingkat keamanan pembiayaan yang disalurkan oleh bank. Di samping itu, keberadaan agunan menjadi sangat penting, dan hal ini berhubungan dengan filosofi dasar dari dana bank, yaitu bahwa dana bank adalah dana nasabah, dana masyarakat, yang oleh karenanya harus dilindungi dan digunakan secara sangat hati-hati.
B. Pembiayaan Personal Dalam Perbankan Syariah Kontrak dalam pembiayaan personal merupakan salah satu bentuk natural contract centainty karena dalam pembiayaan personal ditentukan berapa required rate of profitnya. Natural centainty contract merupakan kontrak dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing)-nya. Cash flow-nya bisa diprediksi dengan relatif pasti, karena sudah disepakati oleh kedua belah pihak yang bertransaksi di awal akad. Kontrak
39 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
ini menawarkan return yang tetap dan pasti. Objek pertukarannya, biasanya berupa barang dan jasa, harus ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik jumlahnya
(quantity),
mutunya
(quality),
harganya
(price)
dan
waktu
penyerahannya (time of delivery). Produk perbankan syariah yang termasuk dalam kategori ini adalah pembiayaan bai’ al-murabahah dan ijarah. Dalam perbankan syariah, suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Apakah objek pembiayaan halal atau haram; 2. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan dalam masyarakat; 3. Apakah proyek termasuk perbuatan yang melanggar kesusilaan; 4. Apakah proyek berkaitan dengan perjudian; 5. Apakah usaha tersebut berkaitan dengan industri senjata yang ilegal; 6. Apakah proyek merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun bentuk dalam pembiayaan personal dalam perbankan syariah dapat di uraikan sebagai berikut:46 1.
Pembiayaan Modal Kerja Yaitu pembiayaan yang diberikan kepada nasabah untuk perpytaran usaha atau proses produksi perusahaan, seperti pembiayaan likuiditas (cash financing) dan pembiayaan investor (inventory financing).
2.
Pembiayaan Investasi
46
Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah, Lingkup, Peluang, Tantangan, dan Prospek, (Jakarta: Al Vabet, 2000), hlm. 15.
40 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
41
Yaitu yang diberikan kepada nasabah untuk memenuhi barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas yang terkait dengan itu, seperti pembiayaan mesin-mesin pabrik (machinery financing), atau pembiayaan dinas (vehicle financing). 3.
Pembiayaan Konsumtif Yaitu pembiayaan yang diberikan kepada nasabah untuk kebutuhan konsumsi, seperti pembiayaan sepeda motor, pembiayaan mobil, ataupun pembiayaan elektronik.
4.
Pembiayaan Kebajikan Yaitu pembiayaan yang diberikan kepada nasabah untuk kebutuhan mendesak dan jangka pendek tanpa mengharapakan imbalan dari nasabah. Biasanya pembiayaan ini diberikan unruk membantu usaha-usaha kecil (qardhul hasan) seperti pembiayaan untuk dagang mie aceh, ataupun warteg, dll. Pembiayaan personal di atas dapat diterapkan pada sektor-sektor usaha :
1.
Sektor Perdagangan, seperti perdagangan komoditi hasil
industri, bahan
kebutuhan pokok, barang perlengkapan kantor, atau perdagangan kendaraan bermotor. 2.
Sektor Industri, seperti pengolahan hasil kayu, hasil perkebunan, tekstil, kerajinan tangan, dan makanan.
3.
Sektor Jasa, seperti jasa konsultasi manajemen, pelayanan angkutan umum, lembaga pendidikan, rumah sakit, dan sektor lainnya.
41 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
Pada bank syariah, walaupun dasar pertimbangan pembiayaan adalah hasil penilaian berdasarkan prinsip 5 (lima) C, dimana collateral atau jaminan adalah faktor yang penting dalam pemberian pembiayaan, namun unsur yang paling utama adalah prinsip kepercayaan. Bank syariah dapat menyalurkan dananya dalam bentuk pembiayaan baik dengan ataupun tanpa adanya jaminan dari pihak yang membutuhkan dana. Hal ini tergantung pada penilaian bank terhadap pihak yang membutuhkan dana, apakah ia sanggup untuk melunasi ataupun mengembalikan dana yang telah diberikan padanya. Dari hal-hal yang diuraikan diatas, tampak jelas bahwa jaminan bukanlah hal utama yang menjadi acuan dalam pemberian pembiayaan seperti yang dilakukan pada bank konvensional. Hal utama yang paling penting adalah bahwa pembiayaan tersebut tidak boleh bertentangan dengan apa yang telah diatur dalam syariah Islam. Sistem pembiayaan merupakan suatu kerangka dari prosedur–prosedur yang berhubungan dengan proses penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Walaupun biasanya pihak bank memberikan besarnya jumlah pembiayaan lebih kecil dari nilai jaminan yang diberikan, namun tidak jarang diberikan jumlah pembiayaan yang sama ataupun yang lebih besar dari nilai jaminan. yang diberikan, bahkan pembiayaan dapat diberikan tanpa adanya jaminan sekalipun
42 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
apabila pihak yang membutuhkan dana dianggap mampu untuk mengembalikan dana yang telah diberikan oleh bank. Hal ini disebabkan karena faktor yang terpenting dari pembiayaan tersebut adalah kepercayaan. Dengan demikian, jelaslah bahwa urgensi dalam perjanjian murabahah mutlak harus menggunakan jaminan, agar nasabah dalam melakukan pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara tangguh atau angsur, tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang ada di dalam perjanjian yang telah disepakati bersama. Jaminan menempatkan pembeli untuk bertanggung jawab sesuai dengan kesepakatan bersama.
C. Bentuk Pembiayaan Personal Syariah Sebenarnya, keunggulan pembiayaan personal syariah yang dalam hal ini dikategorikan adalah bai’ al-murabahah, karena selain jauh dari praktek ribawi, ia juga berupaya untuk mengunggulkan praktek qirad (bagi hasil) yang ada pada produk syariahnya seperti ; 1. Pembiayaan Musyarakah Kerjasama dalam penyertaan modal antara pihak bank dan nasabah dengan keuntungan dibagi menurut kesepakatan nisbah bagi hasil. 2. Pembiayaan Istisna’ Dalam fatwa DSN-MUI, dijelaskan bahwa jual beli istisna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani). Pada dasarnya pembiayaan istishna’ merupakan
43 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
transaksi jual beli cicilan pula seperti transaksi murabahah mu’ajjal. Namun berbeda dengan jual beli murabahah, dimana barang diserahkan dimuka sedangkan uangnya dibayar cicilan, dalam jual beli istisna’ barang diserahkan dibelakang, walaupun uanganya juga sama-sama dibayar secara cicilan. Dengan demikian, metode pembayaran pada jual beli murabahah mu’ajjal sama persis dengan metode pemabayaran dalam jual beli istishna’, yakni samasama
dengan
sistem
angsuran
(installment).
Satu-satunya
hal
yang
membedakan antara keduanya adalah waktu penyerahan barangnya. Dalam murabahah mu’ajjal, barang diserahkan dimuka, sedangkan dalam istishna’ barang diserahkan dibelakang, yakni pada akhir periode pembiayaan. 3. Pembiayaan Ijaroh Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya, pada ijarak objek transaksinya adalah barang maupun jasa. Pada dasarnya, ijarah didefinisikan sebagai hak untuk manfaatkan barang atau jasa dengan membayar imbalan tertentu, menurut fatwa DSN ijarah adalah akad perpindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian, dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.
44 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
4.
Pembiayaan Ijaroh Muntahia Bittamlik (IMBT) Al-Bai Ijaroh Muntahia Bittamlik (IMBT) merupakan rangkaian dua buah akad, yakni akad Al-Bai’ dan akad Ijaroh Muntahia Bittamlik (IMBT), Al-Bai’ merupakan akad jual beli, sedangkan IMBT merupakan kombinasi antara sewa menyewa (ijarah) dan jual beli atau hibah diakhir masa sewa. Dalam ijarah muntahia bittamlik, pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut : a.
Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
b. Pihak yang menyewakan berjanji akan mengubah barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa. c. Ijarah Mumtahia Bittamlik adalah merupakan kombinasi antara sewa menyewa (ijarah) dan jual beli atau hibah diakhir masa sewa. Dalam ijarah mumtahia bittamlik terjadi kepemindahan hak milik barang yaitu dengan cara : 5.
Pembiayaan Mudhorobah Mudharabah adalah akad yang telah dikenal oleh umat muslim sejak zaman Nabi, bahkan telah dipraktikkan oleh Bangsa Arab sebelum turunnya Islam. Ketika Nabi Muhammad SAW berprofesi sebagai pedagang, beliau melakukan akad mudharabah dengan Khadijah. Dengan demikian, ditinjau dari segi hukum Islam, maka praktik mudharabah ini dibolehkan baik menurut Al-Qur’an, Sunnah mapun Ijma’ faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah:
45 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
1)
Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
2)
Obyek Mudharabah (Modal dan kerja)
3)
Persetujuan kedua belah pihak (ijab qobul)
4)
Nisbah keuntungan. Ternyata bank-bank syariah pada umumnya banyak menerapkan
murabahah sebagai metode pembiayaan mereka yang utama, meliput kurang lebih tujuh puluh lima persen (75%) dari total kekayaan mereka. Berbicara tentang murabahah, maka tidak akan dapat dilepaskan dengan sistem jual beli yang dalam fiqh biasa disebut dengan al-bai’47. Ditinjau dari segi harga, al-bai’ dapat dikategorikan menjadi beberapa bagian, di antaranya adalah murabahah. Secara konseptual, murabahah sebagai salah satu bentuk jual beli, sangat banyak dibicarakan oleh kalangan ulama fiqh dan secara operasional dia merupakan salah satu produk perbankan Islam di antara produk-produk yang lain. Sejatinya skim produk yang disediakan oleh perbankan syariah secara umum terbagi kepada beberapa bagian sebagaimana skema berikut ini. Produk penghimpunan dana (liabilities) : SKIM SYARIAH YANG JENIS PRODUK DIGUNAKAN Wadi’ah Tabungan Mudharabah Giro
Wadi’ah
47
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Alih Bahasa Oleh Kamaluddin A Marzuki, jilid 12, (Bandung: Penerbit PT. Al Ma’arif, 1987), hlm 44.
46 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
Mudharabah Deposito
Mudharabah
Produk penyaluran dana (assets) : SKIM SYARIAH YANG JENIS PRODUK DIGUNAKAN Murabahah Jual beli
Salam Istishna’ Mudharabah
Bagi Hasil Musyarakah Wakalah Kafalah Jasa Lainnya
Ji’alah Hawalah Ijarah
D. Kelemahan dan Kelebihan Pembiayaan Personal pada Bank Syariah 1. Kelemahan pembiayaan personal pada bank syariah. Sejatinya masih banyak celah hukum yang mungkin terjadi dalam pembiayaan personal pada bank syariah, yang harus diantisipasi dan dikelola dengan baik agar operasional bank dapat berjalan dengan baik dan tujuan
47 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
perusahaan dapat tercapai. Oleh karenanya diperlukan sumberdaya manusia yang mampu mengejawantahkan nilai nilai syariah dan hukum positif kedalam praktik perbankan secara baik, komprehensif dan menyeluruh. Banyak terjadi pembiayaan default pada bank syariah yang disebabkan oleh kekurangpahaman praktisi bank syariah dan kurangnya pengalaman yang dimiliki mereka. Disamping lemahnya akad pembiayaan yang telah mereka buat sehingga tidak memungkinkan dicarikan jalan keluar dengan cara litigasi. Hal ini memberikan PR tersendiri bagi pelaku bisnis perbankan syariah dan kita selaku penegak hukum agar kepastian hukum dapat terwujud tanpa mengenyampingkan kaidah-kaidah syariah yang menjadi dasar hukum keuangan dan perbankan syariah secara umum. Saat ini banyak masyarakat yang menanyakan model pembiayaan personal yang dipraktekkan bank syariah. Karena ada indikasi pembiayaan personal tersebut menyerupai kredit yang dipraktekkan bank konvensional.48 Pernyataan ini perlu diluruskan, sehingga masyarakat dapat memahami praktek pembiayaan personal di bank syariah secara benar. Sekaligus juga dapat membedakan dengan praktek kredit yang biasa dijalankan oleh industri jasa keuangan konvensional. Namun demikian halnya perlu dipahami bahwasanya transaksi perbankan syariah adalah sebuah kasus perdata yang tidak dapat dipisahkan dengan praktek kehidupan sehari–hari, hanya saja fitur dari produk produknya lebih unik dan rigid dengan aturan aturan Syariah Islam yang tidak boleh dilanggar. Oleh karenanya siapapun dia yang berhubungan dengan bank syariah harus dapat 48
Sinungan Muchdarsyah, Manajemen Dana Bank, Edisi Kedua, (Jakarta: Bumi Aksara,1997), hlm. 24.
48 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
memahami dengan benar bagaimana karakter produk yang disediakan oleh perbankan syariah agar tidak terjebak kedalam kesalahpahaman dan menimbulkan perspektif negatif terhadap institusi itu. 2. Kelebihan pembiayaan personal pada bank syariah. Sudah lebih dua belas tahun usia perbankan syariah di Indonesia, ada sisi yang patut disyukuri namun ada juga yang patut dikritisi. Satu sisi, perkembangan aset perbankan syariah cukup menggembirakan di mana jika pada Februari 2004 tercatat sekitar Rp. 7 (tujuh) triliun, pada Juni 2004 dilaporkan telah mencapai Rp. 8 (delapan) triliun. Kemungkinan paling besar pelonjakan ini karena kesan dari fatwa MUI tentang bunga bank haram pada Desember 2003. Namun di sisi lain, kecenderungan pembiayaan perbankan syariah justru patut dikritisi. Ini karena seperti yang dilaporkan Direktorat Bank Syariah Bank Indonesia, hingga Januari 2004 menunjukkan pembiayaan dengan akad murabahah mencapai Rp. 4,1 triliun atau 85 % (delapan puluh lima persen), sementara pembiayaan Mudarabah (bagi hasil) hanya Rp.899,6 miliar 15% (lima belas persen) . Sebenarnya, kelebihan pembiayaan personal pada perbankan syariah karena selain jauh dari praktek ribawi, ia juga berupaya untuk mengunggulkan praktek qirad (bagi hasil) yang ada pada produk musyarakah dan mudharabah.49 Ini karena kedua produk bagi hasil inilah yang akan memberikan dampak yang cukup luas terhadap peningkatan perekonomian umat.50 Namun, yang terjadi sampai dengan saat ini kedua produk bagi hasil ini masih termarjinalkan dan yang muncul kepermukaan adalah produk murabahah. 49 Arif Matuhin, dikutip dalam Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Diterjemahkan oleh Arif Mahtuhin, Cet-I, (Jakarta: Penerbit Paramadina, 2004), hlm.xx. 50 Ibid., hlm. xi.
49 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
50
Adapun kelebihan dari pembiayaan personal pada bank syariah sebagai berikut ; 1. Adanya rasa tenteram dan tenang karena pembiayaan syariah terhindar dari transaksi ribawi ; 2. Variasi produk pembiayaan syariah yang lengkap untuk mendukung kegiatan usaha anda; dan 3. Pembiayaan dapat diberikan dalam mata uang Rupiah dan USD. Manakala kita berhubungan dengan perbankan syariah dan membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan kita, maka yang lebih dahulu dipertanyakan adalah untuk keperluan apa dana yang kita ajukan nanti sebab harus disesuaikan dengan skim syariahnya. Apakah untuk keperluan pembelian barang riil (tangible asset) seperti rumah, mobil dan sebagainya, atau untuk memenuhi kebutuhan jasa non riil (intangible asset) seperti pendidikan dan kesehatan.51 Hal ini terkait erat dengan syarat dan rukun yang telah ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional mengenai karakteristik seluruh skim syariah yang ada. Bagi mereka yang sudah terbiasa berhubungan dengan perbankan konvensional hal ini terkesan agak rumit akan tetapi disinilah sesungguhnya salah satu kelebihan pembiayaan personal pada bank karena eksesnya hal ini akan mendorong tumbuh dan berkembangnya ekenomi sektor riil baik industri dan perdagangan. Bukan melahirkan ekonomi balon udara (bubble economy) yang
51
Muchdarsyah Sinungan, Dasar-Dasar Teknik Manajemen Kredit, (Jakarta : Penerbit Bumi Aksara, 1995), hlm. 45.
50 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
51
rentan terhadap krisis. Sebagaimana kaidah fiqh yang mengatakan ; “ekonomi sektor finansial harus selalu terkait dengan ekonomi sektir riil”.52
52
Hukum Islam.Ekonomi Syariah: “Tinjauan Kritis Produk Murabahah dalam Perbankan Syariah di Indonesia”, Vol. V Nomor 1. Juli 1996.
51 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA