Paper di bawah ini sama sekali tidak menghubungkan isi materi kuliah Hukum Ekonomi yang telah diberikan dosen ke dalam pembahasan hukum perbankan syariah. Yang dibahas dalam paper ini adalah sistem pembiayaan perbankan syariah, yang sama sekali diluar materi kuliah Hukum Ekonomi. SYSTEM PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH Berlakunya Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang disempurnakan dengan adanya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 membuka kesempatan bagi perbankan untuk mengoperasikan sistem syariah sebagai salah satu produk perbankan mereka. Ketika bank-bank mulai mengadopsi sistem syariah ini banyak hal ingin diketahui mengenai keberadaan konsepkonsep manajemen fmansial pada sistem ini, di antaranya konsep mengenai leverage. Ternyata operating leverage dapat ditemukan pada pembiayaan syariah jenis Murabahah maupun Musyarakah dan pada pembiayaan konvensional. Financial leverage tidak ditemukan pada ke dua jenis pembiayaan syariah, hanya ditemukan pada pembiayaan konvensional. Total leverage dapat ditemukan pada pembiayaan syariah jenis Murabahah maupun Musyarakah dan pada pembiayaan konvensional. Pembiayaan syariah jenis Murabahah dan Musyarakah memiliki tingkat risiko finansial yang sama dengan pembiayaan konvensional namun risiko finansial tersebut tidak terukur dengan jelas karena tidak ditemukannya financial leverage pada ke dua jenis pembiayaan syariah tersebut. restrukturisasi pembiayaan harus memperhatikan prinsip-prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah. Adapun aturan larangannya adalah adanya restrukturisasi pembiayaan yang membuat penurunan penggolongan kualitas pembiayaan, pembentukan penyisihan penghapusan aktiva (PPA) yang lebih besar, atau penghentian pengakuan pendapatan margin atau ujrah secara aktual. Restrukturisasi pembiayaan hanya dapat dilakukan atas dasar permohonan secara tertulis dari nasabah untuk pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet yang wajib didukung dengan analisa dan bukti-bukti yang memadai serta terdokumentasi dengan baik. Restrukturisasi pembiayaan dapat dilakukan paling banyak tiga kali dalam jangka waktu akad pembiayaan awal. Restrukturisasi pembiayaan kedua dan ketiga dapat dilakukan paling cepat enam bulan setelah restrukturisasi pembiayaan sebelumnya.
Pembiayaan yang direstrukturisasi lebih dari tiga kali digolongkan macet sampai dengan pembiayaan lunas. Adapun kewajiban yang harus ada pada perbankan syariah yaitu memiliki kebijakan dan standard operating procedure (SPO) tertulis mengenai restrukturisasi pembiayaan dan melaporkan restrukturisasi pembiayaan kepada BI. Selain itu perbankan syariah harus menyampaikan laporannya atas pengeluaran produk bank baru yang memenuhi kriteria tertentu yaitu memiliki karakteristik sebagaimana dimaksud dalam buku kodifikasi produk perbankan syariah, paling lambat 30 (tiga puluh hari) sebelum produk bank baru dikeluarkan. Selain itu, bank wajib untuk memperoleh persetujuan BI dalam hal Produk Bank baru yang akan dikeluarkan tidak termasuk dalam Buku Kodifikasi Produk Perbankan Syariah. Adapun tiga system pembiayaan yang ada pada perbankan syariah : Pembiayaan Investasi Pembiayaan investasi adalah pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu. Pembiayaan investasi diberikan kepada para nasabah untuk keperluan investasi, yaitu keperluan penambahan modal guna mengadakan rahabilitasi, perluasan usaha, ataupun pendirian proyek baru. Ciri-ciri pembiayaan investasi adalah: 1. Untuk pengadaan barang-barang modal. 2. Mempunyai perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah. 3. Berjangka waktu menengah dan panjang. Pada bank syariah, pembiayaan investasi menggunakan skema musyarakah mutanaqishah. Dalam hal ini, bank memberikan pembiayaan dengan prinsip penyertaan. Secara bertahap, bank melepaskan penyertaannya dan pemilik perusahaan akan mengambil alih kembali, baik dengan menggunakan surplus cashflow yang tercipta maupun dengan menambah modal, baik yang berasal dari setoran pemegang saham yang ada maupun dengan mengundang pemegang saham baru. Terdapat tiga macam pembiayaan investasi: musyarakah, mudharabah, dan pembiayaan berdasarkan estimated rate of return. Pada skema musyarakah, bank ikut
mengambil bagian dalam suatu usaha dan kedua belah pihak (bank dan nasabah) berpartisipasi dalam berbagai aspek pada suatu proyek atau usaha dengan derajat tertentu. Keuntungan dan kerugian ditanggung kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. Setelah berlalunya periode awal yang telah ditentukan, bank dapat menarik diri dalam pembiayaan secara bertahap. Pada skema mudharabah, bank menanamkan dana dan nasabah atau klien menangani masalah teknis, manajemen, dan tenaga kerja. Keuntungan dibagi pada kedua belah pihak dengan proporsi yang telah disepakati, namun jika terjadi kerugian, bank harus menanggung total kerugian tersebut. Pada pembiayaan berdasarkan estimated rate of return, bank memperkirakan tingkat pengembalian modal yang diinginkan pada proyek tertentu kemudian menyediakan pembiayaan ketika klien menyanggupi membayar tingkat pengembalian tersebut kepada bank. Jika keuntungan melebihi tingkat pengembalian, maka klien dapat memperoleh kelebihan tersebut. Jika keuntungan kurang dari tingkat pengembalian, maka bank menurunkan tingkat pengembalian. Jika klien mengalami kerugian, bank ikut menanggung kerugian tersebut. Pendapat lainnya yaitu mudharabah adalah suatu bentuk organisasi yang di dalamnya seorang pengusaha (mudharib) menyediakan manajemen tetapi dananya dari pihak lain, berbagi keuntungan dengan penyandang dana (shahibul maal, investor) dalam suatu perjanjian yang disepakati. Penyandang dana membiayai pengusaha tidak dalam kapasitasnya sebagai pemberi pinjaman melainkan sebagai investor. Dia adalah pemilik atas seluruh atau sebagian usaha dan berbagi risiko bisnis sebesar keikutsertaannya dalam keseluruhan biaya usaha. Pengusaha mengelola dana investasi dengan keleluasaan yang diberikan penyandang dana sesuai dengan kesepakatan. Syirkah atau musyarakah adalah suatu bentuk organisasi usaha yang di dalamnya dua orang atau lebih mengambil bagian baik dalam pembiayaan maupun dalam manajemen usaha, dalam proroporsi yang sama atau tidak sama besar. Laba dapat dibagi dengan perbandingan setara yang disepakati bersama. Meskipun demikian, kerugian harus dipikul secara proporsional sesuai dengan besarnya perbandingan modal usaha. Pembiayaan Konsumtif
Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Seperti yang telah diketahui secara umum, kebutuhan konsumsi terdiri dari kebutuhan primer (makanan,minuman,tempat tinggal, pakaian, pelayanan kesehatan, pendidikan) dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan tambahan, yang secara kuantitatif maupun kualitatif lebih tinggi atau lebih mewah dari kebutuhan primer. Bank syariah menyediakan pembiayaan komersial untuk pemenuhan kebutuhan barang konsumsi dengan menggunakan skema berikut ini: 1. Al bai’ bi tsaman ajil atau jual beli dengan angsuran. 2. . Al ijarah al muntahia bittamlik atau sewa beli. 3. Al musyarakah mutanaqishah atau decreasing participation: pihak bank secara bertahap menurunkan jumlah partisipasinya. 4. Ar Rahn untuk memenuhi kebutuhan jasa. Pembiayaan konsumsi di atas digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sekunder. Pada umumnya kebutuhan primer tidak dapat dipenuhi dengan pembiayaan ini. Seseorang yang belum mampu mencukupi kebutuhan primernya dikategorikan fakir atau miskin. Maka ia wajib diberi zakat atau sedekah, atau maksimal diberikan pinjaman kebajikan (al qardh al hasan), yaitu pinjaman dengan kewajiban pengembalian pinjaman pokoknya saja, tanpa imbalan apapun. Pendapat lain adalah pembiayaan konsumsi terdiri dari mark-up, leasing, hire-purchase, selland-buy-back, dan letters of credit. Disebut mark-up apabila pihak bank membeli barang yang diinginkan klien dengan kesepakatan bahwa klien setuju untuk membayar barang itu beserta keuntungannya kepada bank. Leasing; dimana bank membeli barang yang diinginkan klien dan menyewakannya kepada klien dengan periode yang disepakati bersama. Di akhir periode, klien membayar selisih harga yang disepakati di awal periode kepada bank untuk menjadi pemilik barang tersebut. Skema hire-purchase hampir sama dengan leasing. Bedanya klien hanya membayar sewa dengan periode tertentu yang telah disepakati dan pada akhir periode, klien secara otomatis menjadi pemilik barang tersebut. Jika klien menjual salah satu barang miliknya kepada bank dengan harga yang disepakati bersama dengan syarat ia akan membeli kembali barang itu setelah periode tertentu dengan harga yang telah disepakati. Skema
ini dinamakan sell-and-buy-back. Letters of credit adalah skema dimana bank menggaransi atau menjamin impor suatu barang dengan dananya sendiri untuk pihak klien, lalu kedua pihak berbagi keuntungan dari hasil penjualan barang tersebut. Ada dua macam leasing: financial lease dan operating lease. Financial lease menyangkut persetujuan yang tidak dapat dibatalkan antar bank dan konsumennya agar bank membeli suatu aset tertentu dan menyewakannya kepada konsumen untuk jangka waktu menengah atau panjang. Pada akhir periode yang disepakati, aset tersebut dikembalikan kepada bank. Operating lease berbeda dari financial lease dalam dua hal. Pertama, bahwa operating lease dapat dibatalkan dan biasanya dilakukan hanya untuk periode yang relatif lebih singkat. Kedua, dalam operating lease, bank bertanggung jawab sepenuhnya atas biaya pemilikan. Bayâ al muajjal adalah istilah untuk mengacu pada suatu kesepakatan yang di dalamnya pembelian barang oleh bank dikehendaki oleh konsumennya yang membutuhkan barang tersebut, dan kemudian menjual barang tersebut kepada konsumen dengan harga yang disepakati dengan memberikan keuntungan tertentu kepada bank. Pembayaran dilakukan oleh konsumen dalam periode tertentu yang ditentukan dengan cara kredit atau tunai. Pembiayaan Modal Kerja Pembiayaan modal kerja adalah pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: (a) peningkatan produksi, baik secara kuantitatif maupun kualitatif; (b) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. Unsur-unsur modal kerja terdiri dari komponen-komponen alat likuid (cash), piutang dagang (receivable), dan persediaan (inventory) yang umumnya terdiri dari persediaan bahan baku (raw material), persediaan barang dalam proses (work in process), dan persedian barang jadi (finished goods). Oleh karena itu, pembiayaan modal kerja merupakan salah satu atau kombinasi dari pembiayaan likuiditas (cash financing), pembiayaan piutang (receivable financing), dan pembiayaan persediaan (inventory financing). Bank syariah dapat membantu memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja tersebut bukan dengan meminjamkan uang, melainkan dengan menjalin kemitraan dengan nasabah, dimana bank bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal), sedangkan nasabah sebagai pengusaha (mudharib). Skema pembiayaan semacam ini disebut dengan mudharabah (trust financing). Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi
secara periodik dengan nisbah yang disepakati. Setelah jatuh tempo,nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil yang menjadi bagian bank. Pendapat lainnya Pembiayaan modal kerja ini terdiri dari: pinjaman dengan ongkos pelayanan (loans with a service charge), pinjaman tanpa ongkos (no-cost loans), dan overdrafts. Pinjaman dengan ongkos pelayanan adalah pinjaman yang diberikan bank tanpa bunga, namun untuk menutupi pengeluarannya, bank menetapkan ongkos pelayanan. Penetapan ongkos pelayanan maksimal dilakukan oleh pihak yang berwenang (pemerintah). Pinjaman tanpa ongkos dan overdrafts diberikan bank kepada golongan ekonomi lemah seperti petani kecil, wiraswasta, produsen kecil, dan sebagainya. Dana pinjaman ini diperoleh dengan menyisihkan sebagian pendapatan bank. Sehingga dapat disimpulkan : 1. Sistem pembiayaan pada bank syariah memposisikan debitor (nasabah) dan kreditor (bank) pada posisi sejajar atau kemitraan, dimana kedua pihak saling bersepakat dan risiko ditanggung bersama. 2. Bank membebaskan debitor dari beban bunga (interest) yang harus dibayar walaupun dalam kondisi merugi. 3.. Sebagai ganti dari bunga, bank menetapkan ongkos pelayanan yang nilai maksimumnya ditetapkan oleh lembaga yang berwenang (pemerintah). 4. Untuk kalangan pengusaha kecil, bank dapat memberikan pinjaman tanpa bunga dan ongkos pelayanan. Debitor cukup mengembalikan pinjaman pokok dalam kurun waktu tertentu. Empat kesimpulan di atas merupakan empat keunggulan sistem pembiayaan syariah dibandingkan pada bank konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa Islam adalah solusi terbaik untuk mengatasi masalah umat, dan dalam konteks ini, masalah perekonomian umat yang saat ini sedang terpuruk. Footnote : 1. http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptsbmitb-gdl-danielprim682&q=Year]
2. http://www.inilah.com/berita/ekonomi/2008/09/29/52370/bi-rilis-aturan-pembiayaansyariah/ 3. http://fazilet.blogspot.com/2004/10/tinjauan-pustaka-sistem-pembiayaan.html