BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian, Jenis, dan Sumber Sampah Berdasarkan ciri-cirinya, sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan,baik karena telah diambil bagian utamanya, karena pengolahan atau karena sudah tidak ada manfaatnya, yang jika ditinjau dari segi sosial ekonomis sudah tidak memiliki nilai dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian (Hadiwiyoto, 1983). Sampah merupakan limbah padat, terdiri atas zat atau bahan organik dan anorganik yang dianggap sudah tidak memiliki manfaat dan harus dikelola dengan baik sehingga tidak membahayakan lingkungan (Kastaman dan Kramadibrata, 2007). Menurut UDSP Kota Depok (2004) dalam Astuti (2005), sampah adalah limbah padat yang dianggap tidak berguna dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah terdiri dari sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah yang mudah membusuk yang terdiri atas sisa sayuran dan atau makanan serta sampah sapuan halaman. Sampah anorganik merupakan sampah yang tidak mudah membusuk, seperti kaca, logam, dan plastik. Menurut data Dinas Pekerjaan Umum (1986) dalam Kastaman dan Kramadibrata (2007) berdasarkan cara pengelolaan dan pemanfaatannya, maka jenis sampah secara umum dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: a. Sampah Basah (Garbage), yaitu sampah yang susunannya terdiri atas bahan organik yang mempunyai sifat mudah membusuk jika dibiarkan dalam keadaan basah, seperti sisa makanan, sayuran, buah-buahan, dan dedaunan. b. Sampah Kering (Rubbish), yaitu sampah yang terdiri atas bahan anorganik yang sebagian besar atau seluruh bagiannya sulit membusuk. Sampah kering terdiri dari sampah kering logam dan non logam. Sampah kering logam, terdiri dari kaleng, pipa besi tua, mur, baut, seng, dan segala jenis logam yang sudah usang, sedangkan sampah kering non logam terdiri dari
sampah kering mudah terbakar (kertas, karton, kayu, kain, kulit) dan sampah kering sulit terbakar (pecahan gelas, botol, dan kaca). c. Sampah Lembut, yaitu sampah yang susunannya terdiri atas partikelpartikel kecil dan memiliki sifat mudah berterbangan serta membahayakan atau mengganggu pernafasan dan mata, seperti debu dan abu. Sumber sampah yang utama dari suatu kota adalah perumahan, pasar, industri, serta jalan-jalan dan tempat umum atau tempat rekreasi. Sampah sebagian besar terdiri dari bahan organik, kertas, logam, kaca, dan plastik. Sampah yang berasal dari perumahan mempunyai jumlah zat organik yang jauh lebih besar. Sampah organik umumnya terdiri atas sisa sayur-sayuran, buahbuahan, dan biji-bijian. 2.1.2 Pengelolaan Sampah dan Dampak yang Ditimbulkan Hadiwiyoto (1983) mendefinisikan pengelolaan sampah identik dengan penanganan, yakni perlakuan terhadap sampah untuk memperkecil atau menghilangkan masalah-masalah yang muncul berkaitan dengan lingkungan. Menurut UDSP Kota Depok (2004) yang dikutip oleh Astuti (2005), pengelolaan sampah meliputi kegiatan sebagai berikut: 1. Pemilahan, yaitu pemisahan sampah atas sampah organik dan sampah anorganik yang dimulai dari sumbernya. 2. Pewadahan, yaitu penampungan sampah sementara di tempat sumbernya, baik sumber masing-masing (individual) maupun secara bersama-sama pada suatu tempat (komunal). 3. Pengumpulan, yaitu penanganan sampah dengan cara mengumpulkan dari tiap-tiap sumber sampah untuk diangkut ke tempat pembuangan sementara atau diangkut langsung ke tempat pembuangan akhir tanpa melalui proses pemindahan. 4. Pemindahan, yaitu upaya memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam alat pengangkut untuk dibawa ke TPAS. 5. Pengolahan, yaitu upaya untuk mengurangi volume sampah atau mengubah sampah menjadi benda yang bermanfaat, antara lain dengan
pembakaran, pengomposan, pemadatan, penghancuran, pengeringan, dan pendaurulangan serta penggunaan kembali sampah (wadah) tanpa daur ulang. 6. Pengangkutan, yaitu tahap membawa sampah dari lokasi pemindahan atau langsung dari sumber sampah menuju TPAS. 7. Tempat Pembuangan Akhir Sampah yaitu tempat untuk mengkarantina sampah yang telah diangkut. Saat ini beberapa elemen masyarakat sudah mulai tanggap terhadap permasalahan sampah yang semakin kompleks , yaitu dengan dikembangkannya konsep penanggulangan sampah ā3R+1Pā yang meliputi Reduce, Reuse, Recycle, and Participation. Konsep ini merupakan pedoman sederhana untuk membantu masyarakat dalam meminimumkan sampah, baik di tempat kerja, sekolah, maupun di rumah. Orientasi penerapan konsep ā3R+1Pā lebih ditekankan pada penanganan sampah anorganik, sedangkan untuk sampah organik dikembangkan dalam bentuk pengolahan kompos. Berikut dijabarkan secara jelas definisi dari masing-masing konsep tersebut (DKP Depok, 2007). a) Reduce, masyarakat diharapkan dapat mengurangi penggunaan bahan yang dapat menimbulkan sampah terutama sampah anorganik, sehingga dapat membiasakan diri hidup dengan penuh
ketelitian, kehati-hatian, dan
cermat agar sampah yang dihasilkan dapat ditekan seminimal mungkin. b) Reuse, masyarakat diharapkan untuk menggunakan kembali artinya memakai bahan yang sama lebih dari sekali daripada harus membuangnya setelah sekali pakai. Konsep memakai kembali ini dapat menghemat energi dan sumber daya untuk membuat produk baru. c) Recycle,
masyarakat
diharapkan
dapat
mendaur
ulang,
yaitu
mengembalikan sampah ke pabrik sehingga dapat digunakan kembali sebagai bahan baku untuk membuat produk yang sama atau sedapat mungkin barang-barang yang sudah tidak terpakai didaur ulang, walaupun tidak semua barang dapat didaur ulang. d) Participation, keikutsertaan masyarakat dalam program pembangunan. Konsep ini akan dibahas lebih lanjut pada sub bab 2.1.3 mengenai Konsep Partisipasi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengelolaan sampah adalah perlakuan terhadap sampah yang bertujuan untuk mengurangi masalah yang berkaitan dengan lingkungan yang meliputi tiga kegiatan yaitu, pengumpulan atau penyimpanan, pengangkutan, dan pemusnahan atau pembuangan. Sampah sebagai salah satu wujud permasalahan lingkungan yang kompleks turut andil dalam kerusakan lingkungan hidup. Minimnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah dan kebiasaan masyarakat yang tidak disiplin dalam membuang sampah mengakibatkan meningkatnya jumlah timbunan sampah yang tidak diimbangi dengan pengelolaan sampah tepat guna sehingga mengakibatkan dampak ekologis yang cukup serius yakni mencakup dampak sosial dan dampak terhadap lingkungan. Dampak sosial yang ditimbulkan akibat pengelolaaan sampah yang tidak tepat guna adalah munculnya konflik sosial yakni konflik antara pemerintah dengan masyarakat (konflik vertikal) dan konflik antarkelompok masyarakat (konflik horizontal), sedangkan dampak lingkungan yang muncul, yaitu pencemaran udara akibat bau sampah, pencemaran air tanah akibat air lindi yang merembes ke tanah, dan bencana banjir tahunan yang terus terjadi terutama di kota-kota besar di Indonesia. 2.1.3 Konsep Partisipasi Pengertian partisipasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikutip oleh Makmur (2005) adalah hal turut berperan serta dalam suatu kegiatan. Partisipasi dapat pula diartikan keikutsertaan seseorang secara sukarela tanpa dipaksa. Menurut Sastropoetro (1988), partisipasi adalah keterlibatan spontan dengan kesadaran disertai tanggungjawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan. Rusidi (1990) menyatakan bahwa partisipasi sebagai keikutsertaan seseorang dalam suatu kegiatan yang diadakan pihak lain (kelompok,
asosiasi, organisasi pemerintahan,
dan sebagainya),
dimana
keikutsertaannya itu diwujudkan dalam bentuk pencurahan tenaga, pikiran, dan atau dana (material). Tjokroamidjojo (1977) yang dikutip oleh Bakri (1992) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam menentukan arah, strategi dalam kebijaksanaan kegiatan, memikul beban dan pelaksanaan kegiatan, memetik hasil dan manfaat kegiatan secara adil.
Koentjaraningrat (1974) berpendapat bahwa partisipasi berarti memberi sumbangan dalam turut menentukan arah atau tujuan pembangunan, dimana ditekankan bahwa partisipasi itu adalah hak dan kewajiban bagi setiap masyarakat. Undang-undang nomor 4 tahun 1982 dinyatakan bahwa setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah, serta menanggulangi kerusakan dan pencemarannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa partisipasi sebagai sesuatu keterlibatan seseorang atau masyarakat untuk berperanserta secara aktif dalam suatu kegiatan, dalam hal ini kegiatan pembangunan untuk menciptakan, melaksanakan serta memelihara lingkungan yang bersih dan sehat. Cohen dan Uphoff (1997) yang dikutip oleh Pratiwi (2008) membagi partisipasi ke dalam beberapa tahapan, yaitu: 1. Tahap Pengambilan Keputusan, diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan rapat. 2. Tahap Pelaksanaan, merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, materi, dan keterlibatan sebagai anggota proyek. 3. Tahap Menikmati Hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. 4. Tahap Evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberikan masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi seseorang menurut Pangestu yang dikutip oleh Pratiwi (2008) terbagi menjadi dua, yaitu: a. Faktor internal dari individu, mencakup ciri-ciri atau karakteristik individu yang meliputi umur, pendidikan formal, pendapatan, status pekerjaan, lama tinggal, status tempat tinggal.
b. Faktor eksternal, merupakan faktor diluar karakteristik individu yang meliputi hubungan antara pengelola dengan masyarakat, kebutuhan masyarakat, pelayanan pengelola, dan kegiatan penyuluhan. Angell (1967) seperti dikutip oleh Bakri (1992) menyatakan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi partisipasi seseorang dalam mengikuti kegiatan di lingkungannya antara lain: (1) Usia, individu yang berusia menengah ke atas cenderung untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan yang ada di lingkungannya. (2) Pekerjaan, individu yang mempunyai pekerjaan tetap cenderung aktif berpartisipasi. (3) Penghasilan, semakin tinggi penghasilan maka semakin banyak partisipasi yang diberikan, sebab jika seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya maka tingkat partisipasinya cenderung rendah. (4) Pendidikan, semakin tinggi jenjang pendidikan induvidu maka semakin luas pengetahuannya, dan kesadarannya terhadap lingkungan. Hal ini mendorong individu tersebut untuk terlibat pada masalah-masalah kemasyarakatan. (5) Lama tinggal, semakin lama tinggal di suatu tempat maka semakin besar rasa memiliki dan perasaan dirinya sebagai bagian dari lingkungannya sehingga timbul keinginan untuk selalu menjaga dan memelihara lingkungan tempat tinggalnya. Hasil penelitian Bakri (1992) mengenai pengelolaan sampah pemukiman dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaannya di Kota Depok, menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program kebersihan lingkungan antara lain: usia, tingkat pendidikan, pendapatan, keadaan lingkungan pemukiman, lama tinggal, luas halaman, serta bimbingan dan penyuluhan. Dalam menerapkan konsep Reduce, Reuse, dan Recycle diperlukan partisipasi atau keterlibatan masyarakat guna mengatasi permasalahan sampah beserta cara pengelolaannya. Pengelolaan sampah yang berbasis masyarakat yang sesungguhnya sangat murah dan dapat dilakukan secara kolektif oleh masyarakat,
seperti dengan model pengelolaan komposting atau daur ulang. Partisipasi aktif masyarakat dalam segala bentuk program yang dicanangkan oleh pemerintah sangat dibutuhkan sebagai upaya mengatasi permasalahan sampah sehingga dapat tercipta lingkungan yang bersih, sehat dan berkelanjutan. 2.1.4 Konsep Perilaku Menurut Walgito (1999) perilaku atau aktivitas yang ada pada individu itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh individu yang bersangkutan, baik stimulus eksternal maupun stimulus internal, namun sebagian besar perilaku individu merupakan respons terhadap perilaku eksternal. Jenis perilaku menurut Skinner (1976) yang dikutip oleh Walgito (1999) yaitu: a. Perilaku yang Alami (innate behaviour), merupakan perilaku yang dibawa sejak individu dilahirkan berupa refleks dan insting, b. Perilaku Operaan (operant behaviour), merupakan perilaku yang dibentuk melalui proses belajar c. Perilaku Refleksif, merupakan perilaku yang terjadi sebagai reaksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai individu yang bersangkutan. Menurut Walgito (1999) perilaku mengandung tiga komponen yang membentuk struktur perilaku, yaitu: a. Komponen Pengetahuan (kognitif), merupakan komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan terhadap suatu objek b. Komponen Sikap (afektif), merupakan komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap suatu objek c. Komponen Tindakan (konatif), merupakan komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap suatu objek Proses terbentuknya perilaku manusia, baik berupa pengetahuan, sikap maupun tindakan dipengaruhi oleh banyak faktor yang salah satunya adalah karakteristik individu baik secara internal maupun eksternal. Menurut Nelly yang dikutip oleh Sepdianti (2007) karakteristik individu adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki oleh seseorang individu yang ditampilkan melalui pola pikir, pola
sikap, dan pola tindak terhadap lingkungan hidupnya, sedangkan Newcomb, Turner, dan Converse dalam Kusmiati (2001), karakteristik individu adalah sifatsifat atau ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupannya. Umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, bangsa, dan agama termasuk karakteristik individu. 2.1.5 Evaluasi Program Secara umum, evaluasi dapat diartikan sebagai upaya seksama untuk mengumpulkan, menyusun, mengolah, dan menganalisa fakta, data, dan informasi untuk menyimpulkan harga, nilai, kegunaan, kinerja mengenai sesuatu (barang, hal, organisasi, pekerjaan, dan sebagainya) yang kemudian dapat dibuat kesimpulan sebagai proses pengambilan keputusan (Musa, 2005). Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Arikunto dan Jabar (2004) mengemukakan bahwa evaluasi program upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. Namun, Cronbach (1982) seperti dikutip oleh Arikunto dan Jabar (2004) menegaskan bahwa walaupun evaluator menyediakan informasi, evaluator bukanlah pengambil keputusan tentang suatu program. Evaluasi program sangat bermanfaat terutama bagi pengambil keputusan karena dengan masukan hasil evaluasi program itulah pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan. Klausmeier dan Goodwin sebagaimana dikutip Fauzia (2008) mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses yang berkelanjutan dalam memperoleh dan mengintrepretasikan informasi untuk menentukan kualitas dan kuantitas kemajuan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan, yaitu perubahan perilaku dalam pengetahuan, sikap, dan ketrampilan atau penerapan. Musa (2005) mengemukakan unsur-unsur pokok yang harus ada dalam kegiatan evaluasi adalah obyek yang dinilai, tujuan evaluasi, alat evaluasi, proses evaluasi, hasil evaluasi, standar yang dijadikan pembanding dan proses perbandingan antara hasil evaluasi dengan standar. Saat kita melakukan evaluasi program, ada tiga tujuan yang dapat diperoleh, yaitu mengetahui sejauhmana tingkat keberhasilan atau ketercapaian apabila dibandingkan dengan rencana yang telah ditetapkan, mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dari
program yang sedang dilakukan, dan sebagai bahan masukan bagi pelaksanaan program selanjutnya. Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan saat melakukan evaluasi program menurut Musa (2005) adalah: a. Obyektif, data dan informasi yang diperoleh adalah benar berdasarkan fakta yang ada. b. Menyeluruh, data dan informasi itu mencakup aspek-aspek dari program yang bersangkutan. c. Partisipatif, data dan informasi yang diperoleh bukan semata-mata dari persepsi pihak evaluator, tetapi juga sumber informasi lain, seperti penyelenggara, tutor, peserta belajar, serta tokoh masyarakat. Departemen
Pertanian
(1990)
seperti
dikutip
Fauzia
(2008)
mengemukakan jenis evaluasi untuk mengevaluasi program yaitu: a.
Evaluasi Input adalah penilaian terhadap kesesuaian antara input-input program dengan tujuan program. Semua jenis barang, jasa, dana, tenaga manusia, teknologi dan sumberdaya lainnya termasuk input, yang perlu tersedia untuk terlaksananya suatu kegiatan dalam rangka menghasilkan output dan tujuan suatu proyek atau program.
b. Evaluasi Output adalah penilaian terhadap keluaran yang dihasilkan oleh program. Produk atau jasa tertentu yang diharapkan dapat dihasilkan oleh suatu kegiatan dari input yang tersedia, untuk mencapai tujuan proyek atau program adalah output. Misalnya, perubahan pengetahuan (aras kognitif), perubahan sikap (aras afektif), kesediaan berperilaku (aras konatif) dan perubahan perilaku (aras psikomotorik). Aras kognitif adalah tingkat pengetahuan seseorang. Aras afektif adalah kecenderungan sikap seseorang yang dipengaruhi oleh perasaannya terhadap suatu hal. Aras konatif adalah kesediaan seseorang berperilaku tertentu yang dipengaruhi oleh sikapnya terhadap suatu hal. Aras tindakan adalah perilaku seseorang yang secara nyata diwujudkan dalam perbuatannya sehari-hari sehingga membentuk suatu pola. c. Evaluasi Effect (efek) adalah penilaian terhadap hasil yang diperoleh dari penggunaan output program, sebagai contoh adalah efek yang dihasilkan dari perubahan perilaku peserta suatu penyuluhan. Efek biasanya sudah
mulai muncul pada waktu pelaksanaan program namun efek penuh biasanya baru tampak setelah program selesai. d. Evaluasi Impact (dampak) adalah penilaian terhadap hasil yang diperoleh dari efek proyek yang merupakan kenyataan sesungguhnya yang dihasilkan oleh proyek pada tingkat yang lebih luas dan menjadi tujuan jangka panjang. Evaluasi dampak dapat dipertimbangkan dengan penggunaan penilaian yang kualitatif. Dalam ilmu evaluasi program pendidikan, ada banyak model yang dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu program. Namun pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama, yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan objek yang dievaluasi, sert menyediakaan bahan bagi pengambil keputusan dalam menentukan tindak lanjut sutu program. Salah satu model evaluasi yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh para evaluator adalah CIPP Evaluation Model yang merupakan singkatan dari context, input, process, dan product. Menurut Stufflebeam (1967) yang dikutip oleh Arikunto dan Jabar (2004), model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem, artinya konteks, masukan, proses dan hasil merupakan sasaran evaluasi yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai model evaluasi CIPP: a. Evaluasi Konteks, adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, serta tujuan proyek. b. Evaluasi Masukan (input), mengarah pada pemecahan masalah yang mendorong diselenggarakannya program. c. Evaluasi Proses, menunjuk pada apa kegiatan yang dilakukan dalam program, siapa yang ditunjuk sebagai penanggungjawab program, kapan kegiatan akan selesai. Evaluasi proses juga diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan dalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana. d. Evaluasi Produk atau Hasil, diarahkan pada perubahan yang terjadi pada masukan mentah seperti pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, dampak
program (misalnya, perubahan perilaku individu setelah dikenai sebuah program). 2.2 Kerangka Pemikiran Tingkat partisipasi peserta program dalam tahapan pengambilan keputusan (perencanaan),
pelaksanaan,
dan
menikmati
hasil
merupakan
indikator
keberhasilan Program Komposting Rumah Tangga. Tingkat partisipasi peserta program diukur dengan menghubungkan faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhinya. Faktor internal meliputi usia, tingkat pendidikan, pendapatan, dan lama tinggal, sedangkan faktor ekternal terdiri dari keadaan lingkungan dan pemukiman, luas halaman, bimbingan dan penyuluhan (Bakri, 1992). Hasil survei pendahuluan di lokasi penelitian, peneliti memperoleh indikasi bahwa tingkat partisipasi peserta program juga dipengaruhi oleh jenis pekerjaan, lama kerja (per hari), dan status tempat tinggal sebagai bagian dari faktor internal dengan asumsi bahwa semakin tetap pekerjaan dan semakin sibuk jam kerjanya, maka semakin rendah tingkat partisipasi peserta dalam program. Lain halnya dengan status tempat tinggal, apabila rumah tinggal responden adalah rumah sendiri diperoleh asumsi bahwa semakin tinggi rasa memiliki terhadap lingkungan tempat tinggal, maka tingkat partisipasi peserta dalam program juga semakin tinggi. Dengan demikian dapat dilihat efektivitas Program Komposting Rumah Tangga yang diukur melalui tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah Tangga dan hubungannya dengan perilaku mengelola sampah domestik guna terwujudnya tujuan utama program, yaitu mereduksi sampah kota mulai dari skala rumah tangga. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
(a) (b) (c) (d) (e) (f) (g)
Usia Tingkat Pendidikan Tingkat Pendapatan Jenis Pekerjaan Lama Kerja Lama Tinggal Status Tempat Tinggal
(a) (b) ! (c) # %
" $
(a) Keadaan lingkungan rumah (b) Luas halaman (c) Frekuensi hadir bimbingan dan penyuluhan
Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran
Keterangan Gambar: : hubungan
2.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan pernyataan yang masih belum teruji kebenarannya, masih harus diuji melalui riset dengan mengumpulkan data empiris dan bersifat dugaan awal (Kriyantono, 2006). Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini: a) Terdapat hubungan antara usia dengan tingkat partisipasi peserta program. b) Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi peserta program. c) Terdapat hubungan antara tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi peserta program. d) Terdapat hubungan antara jenis pekerjaan dengan tingkat partisipasi peserta program. e) Terdapat hubungan antara lama kerja dengan tingkat partisipasi peserta program. f) Terdapat hubungan antara lama tinggal dengan tingkat partisipasi peserta program. g) Terdapat hubungan antara status tempat tinggal dengan tingkat partisipasi peserta program. h) Terdapat hubungan antara keadaan lingkungan rumah dengan tingkat partisipasi peserta program. i) Terdapat hubungan antara luas halaman dengan tingkat partisipasi peserta program. j) Terdapat hubungan antara frekuensi hadir bimbingan dan penyuluhan diduga mempengaruhi tingkat partisipasi peserta program. k) Terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dengan pengetahuan peserta program. l) Terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dengan sikap peserta program. m) Terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dengan tindakan peserta program.
2.4 Definisi Konseptual Definisi yang berkaitan dengan topik penulisan untuk membatasi pembahasan dan menyatukan persepsi terhadap pembahasan sebagai berikut: a) Program Komposting Rumah Tangga adalah salah satu program pengelolaan sampah Kota Depok dengan menggunakan pendekatan skala rumah tangga, yang meliputi pemilahan sampah organik dan anorganik, pengomposan dengan Keranjang Takakura dan Lubang Resapan Biopori serta daur ulang sampah anorganik (sampah plastik atau kemasan). b) Partisipasi adalah keterlibatan individu dalam tahap pengambilan keputusan (perencanaan), pelaksanaan, dan menikmati hasil dari program. c) Perilaku adalah aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan peserta program. d) Evaluasi Program adalah kegiatan penilaian yang dilakukan oleh evaluator untuk mengukur keberhasilan program. Tingkat partisipasi peserta dalam pelaksanaan program dan hubungannya dengan perilaku mengelola sampah domestik dapat dijadikan tolok ukur guna mengetahui efektivitas program. 2.5 Definisi Operasional Pengukuran variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada perumusan penjabaran masing-masing variabel secara operasional yang tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Definisi Operasional Penelitian di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Definisi Sumber No. Variabel Kategori Operasional Data 1. Usia Satuan umur responden a. Muda : kurang dari 30 dalam tahun yang tahun dihitung sejak lahir b. Dewasa : antara 30 Responden sampai penelitian ini sampai 50 tahun dilakukan c. Tua : lebih dari 50 tahun 2. Tingkat Jenjang pendidikan a. Rendah: tidak tamat Pendidikan terakhir dari responden sekolah, tamat SD, tamat SMP Responden b. Tinggi: tamat SMA, Diploma (D1, D2, D3)dan Sarjana/Pascasarjana 3. Jenis Penggolongan pekerjaan a. PNS Pekerjaan yang langsung b. Pegawai Swasta memperoleh penghasilan c. Wiraswasta Responden berupa uang d. TNI/POLRI e. Lainnya 4. Lama Kerja Rata-rata total waktu a. Tidak bekerja (per hari) kerja dalam sehari b. Tidak sibuk: 0-5 Responden dengan satuan jam/hari jam/hari c. Sibuk : 6-12 jam/hari 5. Tingkat Jumlah rupiah yang a. Rendah: kurang dari Pendapatan diperoleh responden per Rp 1.078.000 bulan (pendapatan bersih b. Sedang: Rp 1.078.000 dari hasil bersih yang sampai dengan diterima sesuai dengan Rp 2.156.000 mata pencahariannya c. Tinggi: kurang dari Responden setiap bulan ditambah Rp 2.156.000 dengan pendapatan d. Tidak memiliki bersih yang diperoleh pendapatan dari usaha-usaha lain) 6.
Lama Tinggal
7.
Status Tempat tinggal
9.
Luas Halaman
Satuan lama tinggal responden di daerah hunian Status kepemilikan rumah tinggal
Satuan meter persegi halaman rumah
a. Baru: 0-5 tahun b. Lama: 6-11 tahun a. Rumah sendiri b. Rumah dinas c. Sewa/ Kontrakan/Kost d. Menumpang
a. Sempit = 0-49 m2 b. Luas = 50- 100 m2
Responden
Responden
Responden
8.
10.
11.
Keadaan Lingkungan Rumah
Frekuensi hadir bimbingan dan Penyuluhan Tingkat Partisipasi
Kondisi kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat tinggal dengan indikator: tempat sampah, kondisi sampah, saluran air/got, kondisi halaman rumah, jarak WC ke septic tank, dan kondisi air. Frekuensi hadir dalam program bimbingan dan penyuluhan Keterlibatan rumah tangga dalam pelaksanaan program
a. Bersih: skor 10-19 b. Kotor: skor 0-9
a. Jarang: 1-3 kali b. Sering: 4-6 kali
13.
14.
Pengetahuan Pengetahuan tentang sampah dan pengelolaannya serta Program Komposting Rumah Tangga Sikap Respon terhadap pengetahuan yang diterima tentang sampah dan pengelolaanya serta Program Komposting Rumah Tangga Tindakan
Responden
a. Rendah= 1
(Skor: 0-13)
b. Tinggi=2
Responden
a. Benar = 2 b. Salah = 1
Responden
(Skor: 14-27)
12.
Responden
Tinggi= 21-40 Rendah= 0-20
a. Sangat Setuju =4 b. Setuju =3 c. Tidak Setuju=2 d. Sangat Tidak setuju=1
Positif = skor 41-80 Negatif = skor 0-40 Tindakan yang dilakukan a. Selalu =4 sebagai respon terhadap b. Sering =3 pengelolaanya sampah c. Jarang =2 dan Program Komposting d. Tidak Pernah =1 Rumah Tangga Aktif = skor 41-80 Pasif = skor 0-40
Responden
Responden