BAB II KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1 Letak dan Luas Kabupaten Banjar Kabupaten Banjar dengan luas wilayah 4.699 km2 merupakan kabupaten yang secara geografis terletak antara 20 49’ 55’’ sampai dengan 30 43’38’’ Lintang Selatan dan 1140 30’20’’ sampai 1150 35’37’’ Bujur Timur dengan batas-batas sebagai berikut : •
Sebelah Utara : Kabupaten Tapin.
•
Sebelah Timur : Kabupaten Tanah Bumbu .
•
Sebelah Selatan: Kabupaten Tanah Laut
•
Sebelah Barat : Kota Banjarmasin dan kabupaten Barito Kuala.
Kabupaten Banjar dengan ibukotanya Martapura terbagi menjadi 16 kecamatan dan 288 desa/kelurahan. Kabupaten Banjar dilewati oleh 4 (empat) buah sub DAS yaitu Sub DAS Riam Kanan, Sub DAS Riam Kiwa, Sub DAS Martapura dan Sub Das Barito Hilir yang semuanya bermuara ke induknya yaitu DAS Barito. Sungai-sungai yang mengalir pada sub-sub das tersebut antara lain Sungai Martapura, Sungai Riam Kanan, Sungai Riam Kiwa,Sungai Mangkaok, Sungai Alalak,
Sungai
Binuang dan lain-lain. Berdasarkan peta tanah eksplorasi tahun 1981 skala 1 : 1.000.000 dari Lembaga Penelitian Bogor, di wilayah kabupaten Banjar terdapat jenis tanah organosol gleihumus dengan bahan induk bahan organik alluvial dan fisiografi dataran sebesar 28,57% dari luas wilayah, tanah alluvial dengan bahan induk lahan alluvial dan fisiografi dataran sebesar 3,72%, tanah komplek podsolik merah kuning dan laterit dengan bahan induk batuan beku dengan fisiografi dataran sebesar 14,29%, tanah latosol dengan bahan induk batuan beku dan fisiografi intrusi meliputi 24.84% serta tanah kompleks podsolik merah kuning,latosol dengan bahan induk batuan endapan dan metamorf sebesar 28.57% Pembagian luas wilayah dan jumlah desa/kelurahan di Kabupaten Tanah Luat dapat dilihat pada Tabel 1.
9 Tabel 1. Pembagian luas wilayah kecamatan di kabupaten Banjar No.
Kecamatan
Luas Wilayah (km2) 82.48
1.79
Jumlah Desa (buah) 19
61.42
1.33
12
129.30
2.80
13
%
1
Aluh-aluh
2
Beruntung Baru
3
Gambut
4
Kertak Hanyar
81.30
1.76
26
5
Sungai Tabuk
147.30
3.19
21
6
Martapura
42.03
0.91
25
7
Martapura Timur
30.49
0.66
20
8
Martapura Barat
149.38
3.24
13
9
Astambul
216.50
4.69
22
10
Karang Intan
215.35
4.67
26
11
Aranio
1166.35
25.28
12
12
Sungai Pinang
1019.50
22.10
15
13
Pengaron
378.25
8.20
12
14
Sambung Makmur
134.65
2.92
7
15
Mataraman
148.40
3.22
15
16
Simpang Empat
611.30
13.25
30
Jumlah 469.00 Sumber : BPS Kabupaten Banjar (2007)
2.2 Keadaan Geologi
Mengacu pada peta geologi lembar Banjarmasin skala 1 : 250.000 (Sikumbang dan R. Heryanto, 1994), secara regional wilayah kabupaten Banjar berada dalam sub Cekungan Asam-asam yang merupakan bagian dari Cekungan Barito. Batuan yang terdapat di cekungan Asam-asam adalah sebagai berikut : 1. Batuan Ultramafik dan skis batuan ini merupakan batuan tertua yaitu berumur Yura tengah-kapur awal. Batuan Ultramafik terdiri dari : herzburgit wehrile, weksterliter piroksinit, dan serpentinit. Sedangkan skis teridiri dari : Kuarsa, skis hornblenda, skis klorit, dan filit.
10 2. Kelompok Alino Batuan ini terdiri dari formasi pundak dan formasi keramaian yang berumur kapur akhir, dan mendidih secara tidak selaras batuan ultranafik dan skis. Formasi pundak terdiri dari : lava, dengan selang-seling konglomerat/breksi dengan batu pasir, basalt porfir, ignimbrit, batuan malihan dan batu lempung, setempat terdapat sisipan batu gamping. 3. Formasi Tanjung Formasi Tanjung terdiri dari batu pasir kuarsa dengan sisipan batulempung di bagian atas dan sisipan batubara di bagian bawah, setempat dijumpai lensa batu gamping. Batuan ini berumur eosen dan mendidih secara tidak selaras batuan kelompok alino. 4. Formasi Berai Formasi berai terdiri dari batu gamping dengan sisipan napal, berumur oligosen miosen awal dan mendidih secara selaras formasi tanjung di atas. 5. Formasi Warukin Formasi warukin terdiri dari perselingan batu pasir dan batu lempung dengan sisipan batubara, berumur miosen tengah dan mendidih secara selaras formasi berai di atas. 6. Formasi Dahor Formasi dahor terdiri dari batu pasir, lanau, dan batu lempung dengan sisipan lignit, berumur miasen akhir dan mendidih secara tidak selaras formasi warukin diatas. 7. Formasi Akuveilen Satuan akuveilen ini terdiri dari kerikil, pasir, lanau, lempeng dan lumpur yang merupakan satuan termuda dan mendidih secara erosisional formasi dahor di atas. Keadaan batuan di kabupaten Banjar masuk pada Formasi Tanjung (Tet) berumur Eosen berada di tengah lokasi penjyelidikan dimana di bagian Barat dari Formasi Binuang (Tob) dan Aluvium berumur antara Kapur Akhir sedangkan sebelah Timur llkasi adalah Formasi Manunggul berumur antara Kapur Akhir dan Kapur Awal tersusun atas konglomerat, dengan sisipan batupasir dan batulempung. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.
11 Tabel 2 Keadaan geologi di kabupaten Banjar Umur
Formasi
Kwarter
Deskripsi
Aluvial
Sedimen
(Q)
sedimen
tidak
kompak, detritus,
konglomerat, lempung, dsb. Pliosen
Dahor (P)
Batuan detritus, konglomerat serpih batubara, batulempung. Formasi pembawa batubara (berkadar
Tersier Neogen Miosen
gambut
lignit
atau
Warukin
bawa
(M)
batubara), batu pasir, serpih, perselingan
dalam
di rank
batupasir-serpih,
batu lempung. Neogen– Miosen – Undivided Paeogen
Ologosen
(EO)
Serpih, perselingan batupasir dan serpih, batulempung dan marmer Batugamping,
Oligosen
Berai (O)
marmer
dan
batulempung, batu gamping sebagai lapisan penentu
Oligosen– Undivided Marmer, Eosen
(EO)
serpih
dan
batugamping Formasi pembawa batubara
Eosen
Tanjung (E)
(Formasi sasaran), batupasir, serpih, perselingan batupasir dan serpih, seam batubara, konglomerat Batuan beku dasar, batupasir
Pra – Tersier
Kapur
Batuan
silikan, batuan klastis hasil
Jura
Dasar (B)
gunung api, batuan sedimen, batuan metamorf
Sumber :Sikumbang dan R. Heryanto (1994)
12 2.3 Perusahaan Tambang Di Kabupaten Banjar Berdasarkan data dinas pertambangan dan energi propinsi Kaliamntan Selatan dan dinas pertambangan dan energi kabupaten Banjar tahun 2008, di kabupaten Banjar terdapat 29 perusahaan yang melakukan aktivitas tambang dengan rincian seperti Tabel. Tabel 3 Perusahaan tambang di kabupaten Banjar No.
Nama Perusahaan
Luas
Jenis Ijin
( ha ) 1
PT Sumber Kurnia
Jenis
Jenis
Kegiatan
Tambang
Status
10920
PKP2B
Eksploitasi
Batubara
Aktif
1767
PKP2B
Eksploitasi
Batubara
Aktif
6960
PKP2Bd
Eksploitasi
Batubara
Aktif
752
PKP2B
Eksploitasi
Batubara
Aktif
825
PKP2B
Eksploitasi
Batubara
Aktif
1575
PKP2B
Eksploitasi
Batubara
Aktif
2924.86
PKP2B
Eksploitasi
Batubara
Aktif
1232
PKP2B
Eksploitasi
Batubara
Aktif
6625
KP
Eksploitasi
Batubara
Aktif
192
KP
Eksploitasi
Batubara
Aktif
196
KP
Eksploitasi
Batubara
Aktif
199.8
KP
Eksploitasi
Batubara
Aktif
90.65
KP
Eksploitasi
Batubara
Aktif
Buana 2
PT Antang Gunung Meratus
3
PT Bangun Banua Persada Kalimantan
4
PD Baramarta Blok I PD Baramarta Blok I Blok II
5
PT Kadya Caraka Mulia Blok I PT Kadya Caraka Mulia Blok II
6
PT Tanjung Alam Jaya
7
PT Baramulti Sukses Sarana
8
CV Makmur Bersama
9
PT Sumpol Megah
10
CV Gunung Sambung Blok I CV Gunung Sambung Blok II
13 No.
11
Nama Perusahaan
PT Putera Bara
Luas
Jenis
Jenis
Jenis
Status
( ha )
Ijin
Kegiatan
Tambang
91
KP
Eksploitasi
Batubara
Aktif
198
KP
Eksploitasi
Batubara
Aktif
114
KP
Eksploitasi
Batubara
Aktif
198
KP
Eksploitasi
Batubara
Aktif
Mitra 12
PT Rahmat Bara Utama
13
PT Nusantara Citra Jaya Abadi
14
CV Dasar Karya
15
KUD Panca Bakti
85.72
KP
Eksploitasi
Batubara
Aktif
16
CV Cinta Puri
5000
KP
Eksplorasi
Batubara
Aktif
Pratama 17
194
KP
Eksplorasi
Batubara
Aktif
1073
KP
Eksplorasi
Batubara
Aktif
19
CV Intan Karya Mandiri Primkopad Dim 1006 Martapura CV Baratama
682
KP
Eksplorasi
Batubara
Aktif
20
PT Usaha Kawan
3800
KP
Eksplorasi
Batubara
Aktif
5000
KP
Eksplorasi
Biji Besi
Aktif
4750
KP
Eksplorasi
Biji Besi
Aktif
5000
KP
Eksplorasi
Biji Besi
Aktif
100
KP
Eksplorasi
Mangan
Aktif
11970
KP
Eksplorasi
Intan
Aktif
2
KP
Eksplorasi
Batu
Aktif
18
Bersama 21
PT Kandis Besi Kalimantan
22
PT Wesi Arthalokatama
23
PT Kalimantan Power Stone
24
PT Maju Mulia Makmur
25
PT Indo Mineratama
26
PT HM.Thaher
Gunung 27 28 29
PD Aneka Usaha Barakat PT Bintang Bersaudara Putra PT Borneo Inti Persada
15
KP
Eksplorasi
2
KP
Eksplorasi
199
KP
Eksplorasi
Batu Gunung Batu Gunung Batubara
Sumber : 1. Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008. 2. Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banjar Tahun 2008.
Aktif Aktif Aktif
14 Berdasarkan hasil telaahan data luas areal perusahaan pemegang ijin PKP2B dan KP dengan kawasan hutan propinsi Kalimantan Selatan (SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 453/KPts-II/1999 Tanggal 17 Juni 1999) terdapat tumpang tindih kawasan hutan pada beberapa areal tambang perusahaan pemegang ijin PKP2B dan KP yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil telaahan tumpang tindih kawasan hutan dengan areal pertambangan No. 1. 2. 3. 4.
Nama Perusahaan
Luas ( ha)
Areal yang Masuk (ha) HP HL SA
PT Indo Mineratama 11.970 10.308 1686 PD Baramarta Blok1 752 458 291 PD Baramarta Blok2 825 321 537 PT Antang Gunung 1767 409 Meratus (AGM) 5. PT Bagun Banua Persada 6960 335 82 Kalimantan 6. PT Kandis Besi 5000 4963 Kalimantan 7. PT Nusantara Citra Jaya 114 109 5 Abadi (NCJA) 8. PT Rahmat Bara Utama 198 232 9. PT Wesi Arthalokatama 4750 1028 3406 10. PT HM.Thaher 2 2 Luas total (ha) 32.338 18.163 4321 1688 Keterangan : HP = Hutan Produksi, HL=Hutan Lindung, SA=Suaka Alam.
Luas total (ha) 11.994 749 859 409 417 4963 114 232 4433 2 24.172
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian Lokasi asi penelitian dilaksanakan di kabupaten abupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Sedangkan kegiatan persiapan dan pengolahan ahan data dilaksanakan di laboratorium inventarisasi sumberdaya hutan Fakultas Kehutanan IPB. Sebagai ilustrasi disajikan peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
! " ! " "# "# $%&''(''' $%&''('''
Gambar 2. Lokasi Penelitian Keterangan :
16 3.2 Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dimulai pada bulan April s/d Juni 2009. Tahap Persiapan, pengolahan dan analisis data awal dilaksanakan mulai April 2009, sedangkan pengambilan data lapangan dilaksanakan dari bulan April sampai dengan Mei 2009.
3.3 Peralatan dan Bahan Peralatan yang diperlukan antara GPS (Global Positioning System), Kompas, GPS, meteran, alat tulis menulis, kamera, software Arc-View 3.2 dan Erdas Imagine versi 9.1, komputer dan printer. Bahan yang digunakan adalah, data citra satelit tahun 2003-2007, peta RBI (Rupa Bumi Indonesia), dan petapeta tematik pendukung lainnya.
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Tahap Persiapan Tahapan ini merupakan tahap awal dari penelitian, dengan kegiatan sebagai berikut. 1. Studi pustaka, untuk memperoleh pustaka/literatur/landasan teori, hasil penelitian yang pernah dilakukan dan data sekunder. 2. Menyiapkan data yang diperlukan serta menyiapkan/membuat peta-peta sebagai berikut. 1.) Peta RBI yang memuat informasi jalan, sungai, pemukiman dan informasi dasar lainnya di wilayah kabupaten Banjar. 2.) Peta wilayah areal Pertambangan yang ada di Kabupaten Banjar 3.) Peta kawasan hutan di kabupaten Banjar 4.) Citra resolusi sedang (Landsat TM tahun 2003 path row 117 62 dan SPOT 4 XS tahun 2006 path row 300 356 dan 300 357) dan dibantu dengan citra resolusi tinggi yaitu SPOT 5 XS tahun 2007 dan Quickbird tahun 2006) yang mencakup wilayah kabupaten Banjar . Wilayah studi dapat dilihat pada gambar 3.
17
Citra Landsat TM tahun 2003 Citra SPOT 4XS tahun 2006 Gambar 3. Citra Landsat TM tahun 2003 dan SPOT 4XS tahun 2006 wilayah studi. 5.) Peta-peta pendukung lainnya 6.) Data pengamatan lapangan. 3. Menyiapkan peralatan yang diperlukan seperti : Software Arc View, Erdas Imagine versi 9,1 dan perangkat komputer.
3.4.2 Pengolahan Citra Satelit Landsat TM dan SPOT Informasi yang dihasilkan oleh citra satelit Landsat TM dan SPOT memegang peranan penting dalam penelitian ini. Penyadapan informasi dari citra digital dengan cara transformasi indeks harus dilakukan koreksi terlebih dahulu dengan koreksi geometrik dan koreksi radiometrik. Citra satelit Landsat dalam perekamannya belum mampu melakukan koreksi radiometrik sendiri sehingga koreksi radiometrik harus dilakukan sendiri oleh pengguna. Sementara itu kesalahan geometri diakibatkan adanya sistem orbital dari satelit yang polar
18 sehingga. Kesalahan tersebut dikoreksi dengan menggunakan peta topografi dengan menggunakan titik kontrol-titik kontrol yang akurat. Koreksi Geometrik Koreksi ini mencakup rujukan titik-titik tertentu pada citra ke titik-titik yang sama di medan maupun di peta. Pasangan titik-titik tersebut kemudian digunakan untuk membangun fungsi-fungsi matematis yang menyatakan hubungan antara posisi sembarang titik pada citra dengan titik obyek yang sama pada peta maupun lapangan.
Perubahan posisi piksel juga berakibat terjadi
perubahan informasi spektralnya, untuk itu diperlukan interpolasi nilai spektral selama transformasi geometri yang disebut resampling. Teknik koreksi geometrik yang digunakan adalah dengan menggunakan referensi koordinaat citra digital Landsat TM Tahun 2003 Propinsi Kalimantan Selatan. Relokasi piksel menggunakan algoritma polinomial, sedangkan interpolasi nilai spektral yaitu algoritma nearest neighbour. Algoritma nearest neighbour diterapkan
dengan hanya mengambil kembali nilai piksel terdekat. Proses
resampling pada penelitian ini menggunakan algoritma Nearest Neighbour karena algoritma ini dalam proses resampling hanya menggunakan tetangga terdekat sehingga tidak terlalu mengubah nilai piksel asli sehingga nilai baru hasil interpolasi tersebut masih mewakili nilai piksel aslinya. Residual errors (dx,dy) dapat digunakan untuk menganalisa GCP (ground control point) atau titik control lapangan mana yang memberi kontribusi terbesar terhadap error. Sedangkan deviasi antara lokasi suatu titik pada input dan lokasi titik tersebut pada output, digambarkan dengan kesalahan rata-rata akar kuadrat atau Root Mean Square Error (RMSE). Akurasi keseluruhan (overall accuracy) dari transformasi biasanya diekspresikan dengan RMSE yang menghitung nilai rata-rata dari masing-masing residu. RMSE yang tinggi menunjukkan bahwa titik acuan dan titik acuan tidak berhubungan pada lokasi yang sama, dengan demikian output yang dihasilkan tidak akan teregisterasi tidak memperhitungkan distribusi spasial dari GCP.
RMSE
hanya valid pada areal yang terikat oleh GCP.
Pemilihan GCP sebaiknya menentukan titik-titik yang tersebar secara merata dalam sebuah citra. Secara umum RMS yang diijinkan adalah 0,5 piksel (Jaya,
19 2007) dan sekaligus membuat citra baru dengan sistem koordinat yang ditentukan yang dalam hal ini menggunakan datum WGS 1984 dengan sistem koordinat UTM (universal transverse mercator). Kesalahan rata-rata atau Root Mean Square Error (RMSE) dari proses koreksi geometrik dihitung dengan formula sebagai berikut :
RMS error =
2
( X r − X i ) + (Yr − Yi )
2
(Jensen, 2005 ; Jaya ,2005).
Keterangan : Xr , Yr = Koordinat GCP pada sumbu X dans Y pada data acuan Xi , Yi = Koordinat GCP pada sumbu X dan Y pada data asli Berdasarkan Tabel 5 hasil rektifikasi atau koreksi citra SPOT 4 XS Tahun 2006 yang didapatkan dengan nilai Root Mean Square Error (RMSE) 0.225. Nilai RMSE ini teleh memenuhi kriteria di mana RMSE yang ada harus di bawah 0.5. Tabel 5. Tabel hasil koreksi geometrik citra SPOT XS tahun 2006
0.057
0.366
1.370
0.222
0.848
0.140
0.534
0.410
1.567
0.239
0.912
0.270
1.030
0.082
0.314
0.050
0.192
0.415
1.585
0.225
0.290
Citra Landsat TM tahun 2003 dan SPOT 4 XS tahun 2006 kemudian dipotong seluas areal kajian yang dalam hal ini termasuk dalam wilayah administrasi kabupaten Banjar propinsi Kalimantan Selatan. 3.4.3 Pembuatan Citra Sintetis dengan Analisis Komponen Utama Untuk deteksi lahan terbuka di lahan pasca tambang digunakan analisis pendekatan simultan (simultanous analysis of multitemporal image) (Singh,1989 ; Jaya, 2005). Jaya (2005) menjelaskan bahwa pada metode MPCA (Multidate
20 Principal Component Analysis) digunakan untuk mengevaluasi wilayah yang berubah (change) dengan menggunakan konsep yaitu : a. Komponen Stable Brightness (SB) yang didefinisikan apabila besarnya nilai eigenvector atau bobot dari setiap band hampir sama dengan tanda aljabar yang positif. Indeks ini umumnya terdapat pada komponen utama satu. b. Komponen Stable Greeness (SG) apabila band merah dari kedua waktu mempunyai tanda aljabar yang sama tetapi berlawanan dengan tanda aljabar band infra merah dari kedua waktu. Sebagai contoh tanda aljabar kedua band merah positif pada kedua tahun yang berbeda sedangkan tanda aljabar kedua band inframerah negatif, atau sebaliknya. c. Komponen Delta Brightness (DB), ditandai dengan adanya kesamaan tanda aljabar band merah dan inframerah dari waktu yang sama tetapi bertentangan tanda aljabar pada band merah dan inframerah pada waktu yang berbeda. Sebagai contoh, tanda aljabar pada tahun sebelumnya pada band merah dan inframerah positif sedangkan untuk band merah dan inframerah pada tahun sesudahnya negatif atau dapat juga sebaliknya. d. Komponen Delta Greness (DG) , merupakan kebalikan dari
Stable
Brightness (SB). Sebagai contoh tanda aljabar untuk band merah positif dan inframerah negatif untuk tahun sebelumnya, maka tanda aljabar untuk tahun sesudahnya untuk merah negatif dan inframerah positif . Juga bisa sebaliknya, negatif untuk merah, positif untuk inframerah pada tahun sebelumnya dan untuk tahun sesudahnya positif untuk merah dan negatif untuk inframerah. Proses pembuatan citra sintetis dengan metode MPCA adalah dengan terlebih dulu membuat layer stacking antara citra landsat TM tahun 2000 dan 20003 dan citra landsat TM tahun 2003 dan SPOT 4 XS tahun 2006. Oleh karena perbedaan resolusi spasial antara citra Landsat TM tahun 2003 dan SPOT 4 XS tahun 2006, terlebih dulu pada citra Landsat TM tahun 2003 dilakukan resampling sehingga resolusi spasialnya menjadi 20 m. Saluran yang digunakan untuk membuat layer stacking pada kedua citra adalah saluran inframerah dekat atau near infrared (NIR), merah (red) dan hijau (green). Pada citra Landsat TM saluran inframerah dekat adalah saluran 4, merah adalah saluran 3 dan hijau
21 adalah saluran 2. Sedangkan pada citra SPOT 4 XS saluran inframerah dekat adalah saluran 3, merah adalah saluran 2 dan hijau adalah saluran 1. 3.4.4 Pembuatan Citra Sintetis Disparitas Indeks Vegetasi atau VIDN (Vegetation Index Differencing) Selain pembuatan citra PCA multiwaktu juga dibuat citra sintetis yang berasal dari nilai disparitas indeks vegetas NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) yang selanjutnya disebut Vegetation Index Differencing (VIDN). Nilai VIDN dihitung dengan formula umum : VIDN =
NIR − Red NIR − Red (Citra Landsat 2003) (Citra SPOT 2006) − NIR + Red NIR + Red
Di mana : NIR
= Saluran Near Infrared atau Inframerah dekat
Red
= Saluran merah
Nilai VIDN akan berkisar antara -2 sampai dengan 2 (Jaya, 2005). Nilai yang negatif menyatakan
adanya pengurangan biomassa atau vegetasi hijau dan
merupakan indikasi adanya perubahan tutupan lahan. 3.4.5
Kriteria Lahan Terbuka Pengertian lahan terbuka biasa pada penelitian mengacu pada pengertian
yang digunakan departemen kehutanan dalam yaitu seluruh kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi (singkapan batuan puncak gunung, puncak bersalju, kawah vulkan, gosong pasir, pasir pantai, endapan sungai), dan lahan terbuka bekas kebakaran, sedangkan lahan terbuka bekas pembersihan lahan-land clearing dimasukkan kelas lahan terbuka. Sedangkan lahan terbuka yang digunakan untuk aktivitas pertambangan terbuka-open pit (spt.: batubara, timah, tembaga dll.), serta lahan pertambangan tertutup skala besar yang dapat diidentifikasikan dari citra berdasar asosiasi kenampakan objeknya, termasuk tailing ground (penimbunan limbah penambangan). Lahan terbuka tambang batubara dalam penelitian ini terbagi lagi dalam dua kategori yaitu lama dan baru. Termasuk lahan terbuka tambang batubara lama adalah areal bekas PETI dan areal tambang yang telah selesai dilaksanakan
22 penambangan lebih dari 3 tahun dan belum dilakukan kegiatan reklamasi. Sedangkan lahan terbuka tambang batubara baru adalah lahan tambang batubara yang termasuk dalam areal perusahaan tambang batubara yang masih aktif.
3.4.6 Tahap Pemeriksaan Lapangan Penentuan sampel di lapangan dilakukan dengan purposive sampling dengan didasarkan pada hasil training area lahan terbuka pada citra VIDN dan komponen utama. Penentuan sampel tersebut juga perlu dibantu dengan mengunakan citra Quickbird, SPOT 5 peta RBI dan peta topografi agar posisi sampel tepat pada posisi yang diinginkan. Jumlah sampel yang diambil juga mempertimbangkan biaya, waktu dan tenaga.
Pengamatan Lapangan 1. Mencari lokasi titik yang dilakukan berdasarkan kepada daftar lokasi yang telah dibuat, koordinat titik kontrol lapangan dan peta kerja 2. Pengambilan koordinat GPS (Global Position System) titik sampel lapangan. Titik sampel yang diambil adalah pada lahan terbuka di areal tambang dan areal
lain
akibat
aktivitas
perladangan
berpindah,
perkebunan,
pemukiman,pembangunan jalan dan lain-lain. 1. Melakukan pengamatan lapangan dengan mencatat kondisi penutupan lahan, kondisi sistem lahan, kemingan lereng. 2. Melakukan dokumentasi kondisi setiap sampel dengan kamera 3. Mengisi formulir isian setiap sampel yang diperiksa. 4. Semua data yang diperoleh dalam pemeriksaan lapangan disimpan dan diolah untuk analisis lebih lanjut.
3.4.7 Penentuan Ambang (Treshold) Nilai Piksel Lahan Terbuka Dari masing-masing citra sintetik yang terpilih selanjutnya dilakukan
tresholding
untuk menentukan areal lahan terbuka tambang batubara.
Nilai
ambang batas atas (Tu) dan ambang batas bawah (Td) dari masing-masing treshold ditentukan berdasarkan nilai piksel contoh pada areal-areal lahan pasca tambang batubara.
23 Proses tresholding dilakukan dengan kaidah pengambilan keputusan sebagai berikut :
1, jika I (x, y) ≥ Td dan jika I (x, y) ≤ Tu ½ I( x, y) = ® ¾ ¯0, selain itu ¿ Di mana I (x,y) adalah nilai piksel yang dibuat dari indeks terpilih. Pembuatan trehshold dilakukan dengan membuat training area pada citra sintetis yang telah dihasilkan.
3.4.8 Filtering (penghalusan) dan Masking Jaya (2005) menyebutkan bahwa hasil tresholding pada umumnya masih mengandung noise yang tampak seperti noktah-noktah atau sering disebut salt
and pepper. Sehingga untuk menghilangkan kesalahan ini dilakukan filtering menggunakan lowpass filter yaitu filter median. Selanjutnya dilakukan masking untuk melokalisasi lahan terbuka dan mengeluarkan areal yang dapat meningkatkan hasil analisis. Dalam proses masking juga dilakukan tumpang susun antara peta-peta dasar dan tematik seperti peta pemukiman, peta perkebunan dan peta geologi untuk menghasilkan peta lahan terbuka tambang batubara yang logis.
3.4.9 Perhitungan Efisiensi Relatif Perhitungan efisiensi relatif dilakukan dengan membandingkan biaya per hektar dan waktu antara kegiatan identifikasi lahan tambang batubara dengan metode cara ground survey atau survey lapangan langsung dengan metode penafsiran citra. Komponen biaya yang dianalisis adalah biaya pemeriksaan lapangan, biaya pengadaan citra, biaya pengolahan data, biaya analisis dan pembuatan hasil. Formula yang digunakan adalah : ER =
Total Biaya Tanpa Menggunakan Citra (ground survey) (Rp/Ha) Total Biaya Dengan Menggunakan Citra (Rp/Ha)
ER Waktu =
(Jaya,2005).
Total Waktu Yang diperlukan tanpa menggunaka n Citra (hari) Total Waktu Yang diperlukan dengan menggunaka n Citra (hari)
24 Untuk lebih jelasnya, prosedur kerja dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 3. Tabel 6. Proses input output prosedur penelitian
Kegiatan
Input
Proses
Output
1. Pengumpulan Citra
Data
Citra Landsat 7 TM Tahun 2003 dan SPOT 4 XS Tahun 2006
Pengambilan Data di BAPLAN, BPKH V Banjarbaru, Dinas Kehutanan Kabupaten Banjar
Citra Landsat TM Path Row 117 62 Dan Citra SPOT 4 XS Path Row 300/356 dan 300/357
2. Pengumpulan Sekunder
Data
Letak dan luas wilayah studi, curah hujan, data penduduk dan sosek masyarakat
Pengumpulan data di BPS,BPKHV Banjarbaru, Dinas Kehutanan Propinsi /Kabupaten ,Dinas Pertambangan Propinsi/Kabupaten.
Kumpulan sekunder penunjang
3. Pra Pengolahan Citra
Citra Landsat TM Path Row 117-62 Dan Citra SPOT 4 XS Path Row 300-356 dan 300-357
1. Mosaicing 2. Koreksi Geometrik 3. Histogram Matching 4. Cropping 5. Layer Stacking 6. Resampling
Hasil pra pengolahan citra wilayah kajian
4. Pembuatan Vegetasi
Indeks
Hasil pra pengolahan citra wilayah kajian
Formula NDVI
Citra NDVI Tahun 2003 dan 2006
5. Pembuatan VIDN
Citra
Citra NDVI 2003 dan 2006
Formula VIDN
Citra VIDN
Tahun
data untuk
6. Pembuatan Citra PCA Multi waktu
Citra Gabungan Landsat TM 2003 dan SPOT 2006
Metode PCA
Citra PC 1 ~ PC6
7. Analisis Change Detection Citra PC
Citra PC 1 ~ PC6
Uji Tanda Aljabar
Citra Stable Brightness, Stable Greeness, Delta Brightness,dan Delta Greeness
8. Klasifikasi Tutupan Lahan
Komposit PC1~PC6
Supervised Classification
Citra Tutupan Lahan
9. Ground Checking
Hasil Analisis P oint 5,7 dan 8 PetaKerja Pemeriksaan lapanganing
Pengambilan Titik Koordinat dengan GPS
Titik Koordinat Lahan terbuka
10. Perhitungan Akurasi dan Perbandingan Metode
Hasil Analisis point 8 dan 9
Uji Akurasi
Metode Idenfikasi Cepat Lahan Terbuka yang terbaik
Citra
25
,
#$
%$ &!'#$$(
.&4+)+!. 5 . ,
!
0 . 6 1
)*+ !, &!'- + // 0 1
!
!, &!' )+. .
4" +
. ,! 3
* / ! 23
+
! ) 2
!
!
0 1
! "
Gambar 4. Kerangka Kerja Penelitian
Citra SPOT 5 Tahun 2007, Quickbird Tahun 2006