BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Kondisi Fisik Pulau Bawean 1.
Letak, Luas dan Batas Pulau Bawean terletak sekitar 150 km dari Kabupaten Gresik, ke arah utara dari laut Jawa. Letak geografis pulau tersebut ada pada 5o40’ – 5o50’ LS dan 112o3’ – 112o36’ BT. Luas total Pulau Bawean sekitar 190 km2 dengan daerah yang bergunung (400-646 m dpl) berada di sekitar barat dan tengah pulau. Secara administratif pulau ini berada dalam wilayah tingkat II kabupaten Gresik dan terbagi atas dua kecamatan dan 30 desa, dengan rincian Kecamatan Sangkapura terdiri dari 17 desa dan Kecamatan Tambak terdiri dari 13 desa.
2. Topografi Hoogerwerf (1996) berpendapat bahwa Pulau Bawean terbentuk dari sisa-sisa gunung berapi tua. Sekitar 80% dari Pulau Bawean terdiri atas lapisan sedimen batuan tua yang terdiri atas batu kapur, lapisan pasir, tanah liat atau batu cadas. Telaga Kastoba merupakan kawah muda yang menjadi telaga dengan panjang 600 m, lebar 400 m dan dalamnya 140 m Beberapa gunung yang ada di Pulau Bawean antara lain, G. Kestoba, G. Besar (645 m dpl), G. Bajapati (587 m dpl), G. Nangka (411 m dpl), G. Payung-payung (400 m dpl) G. Bengkowang, G. Dedawang (365 m dpl), G. Gadung (345 m dpl), sedangkan yang tertinggi adalah G. Tinggi dengan ketinggian puncaknya 655 m dpl. Pegunungan tersebut berada di bagian tengah pulau dengan keterjalan lereng 5-75 %. 3. Iklim Iklim merupakan sifat cuaca di suatu tempat atau wilayah (Nasir AA 1995). Dengan menggunakan kategori tipe iklim oleh Schmidth dan Ferguson, pulau bawean diklasifikasikan sebagai daerah yang agak basah dengan vegetasi hutan rimba, diantaranya terdapat jenis vegetasi yang daunnya gugur pada musim kemarau (Nasir AA 1995). Hujan lebat dan angin kencang terjadi pada bulan Desember sampai Februari selama musim barat. Selanjutnya angin bertiup kurang kencang terutama saat angin timur.
Berdasarkan data curah hujan selama 30 tahun (1970-2000) yang diperoleh dari Kantor Stasiun Meteorologi dan Geofisika Kec. Sangkapura, menunjukkan bahwa curah hujan tertinggi pada bulan Desember (369,3 mm) dan Januari (434,4 mm). curah hujan terendah adalah pada bulan Agustus (21,1 mm) dan September (54, 2 mm) data tersebut disajikan pada gambar 9. Keadaan suhu hampir merata hanya terdapat sedikit variasi dalam suhu. Suhu maksimum rata-rata 30,37o C dan suhu minimum rata-rata 24,7o C yang disajikan pada Gambar 10. Curah hujan rata-rata Pulau Bawean selama 30 tahun 500 400 300 200 100 0
(
h u C j u a r n a h m m )
Bulan
Gambar 9. Curah hujan rata-rata Pulau Bawean selama 30 tahun Sumber: Stasiun Meteorologi dan Geofisika Kec. Sangkapura 2008. Suhu rata-rata P. Bawean 30 tahun 35 S u h u
30 25
Suhu rata-rata
(
20
Suhu Maksimum
o
)
Suhu minimum
Bulan Gambar 10. Suhu rata-rata Pulau Bawean selama 30 tahun Sumber: Stasiun Meteorologi dan Geofisika Kec. Sangkapura 2008.
4. Geologi dan tanah Pulau Bawean terbentuk dari sisa-sisa gunung berapi tua, kira-kira 80% sari daratannya terbentuk dari batu-batu yang bermunculan akibat ledakan. Batu-batu tersebut terlempar keluar melalui batu sedimen tua yang terdiri dari batu-batu kapur, dengan lapisan pasir, tanah liat dan batu bara muda yang melapisinya WWF Indonesia Programme, 1979). Adapun jenis tanahnya, di daerah dekat pantai termasuk jenis alluvial, sebagian besar terdiri dari lumpur dan pasir yang mengendap, pada ketingian 10-30 m di atas areal persawahan merupakan tanah liat berwarna coklat. Sedangkan pada kawasan hutan suaka margasatwa seluruhnya termasuk jenis tanah leucit bearing rocks (Hoogerwerf, 1966). 4.2 Kondisi Biologi Pulau Bawean 1. Ekosistem Keadaan ekosistem Pulau Bawean terbagi atas tiga kelompok besar, yaitu hutan primer, yang luasnya terbatas hanya di daerah puncak gunung, hutan sekunder dan hutan jati (Semiadi, 2004). ekosistem hutan primer umumnya berada pada lokasi-lokasi yang tinggi dengan komposisi species sangat bervariasi, ekosistem hutan sekunder yang jenis tumbuhannya merupakan campuran dari jenis tumbuhan rimba alam muda dengan tumbuhan belukar dan biasanya terdapat pada ketinggian antara 300-400 m dpl (BKSDA Jawa Timur I, 2003). Ekosistem hutan jati yang tersisa di dua lokasi yaitu di Kawasan Hutan G. Besar dan sebagian kecil di Kawasan Hutan Alas Timur yang diperkirakan tanaman tahun 1970, keadaaan tumbuhan bawahnya pada tegakan jati ini sangat sedikit karena tanahnya berbatu-batu, ekosistem hutan mahoni di Blok Pakeman Kawasan G. Besar diperkirakan tanaman tahun 1961 dengan keadaan tumbuhan bawahnya cukup subur yang terdiri dari beberapa jenis rumput-rumputan dan tumbuhan perdu perdu, ekosistem hutan rawang yang berasal dari hatan tanaman jati yaitu setelah pohon-pohon jatinya ditebang habis, kemudian muncul trubusan jati yang tumbuh bersamaan dengan tumbuhan semak belukar. Hutan rawang ini dijumpai pada hampir semua areal bekas tanaman jati yang ditebang habis (BKSDA Jawa Timur I, 2003).
2. Flora Jenis flora tersebar berdasarkan tipe hutannya. Pada ekosistem hutan primer terdapat pohon dan semak belukar yang variatif. Beberapa jenis diantaranya yaitu pohon sape (Symplocos adenophylla), mangopa (Eugenia lepidocarpa), suren (Dracontomelon mangiferum), kolpo-kolpoan (Nauclea sp), kodhali (Radhermachera gigantae), kenari (Canarium aspermum), kayu bulu (Irvingia malayana), dan bintangur (Calophyllum saigonense). Sedangkan tumbuhan belukar diantaranya adalah bunga busuk (Lantana camara), recem (Gleichenia linearis), ata (Lygodium circinnatum), dan talicaceng (Merremia peltata) (Fakultas Kehutanan UGM, 2004). Ekosistem hutan sekunder terdapat beberapa jenis tumbuhan antara lain: gondang (Ficus variegata), kenyang-kenyang (ficus sp), kayu tutup (Macaranga tanarius) dan palapayan (Anthocepalus indicus). Sedangkan semak belukar pada umumnya sama dengan yang terdapat pada ekosistem hutan primer (Fakultas Kehutanan UGM, 2004). Pada areal hutan produksi merupakan bekas perhutani antara lain
jati (Tectona grandis), mahoni
(Swietenia microphylla), dan akasia (Acasia sp) (BKSDA Jawa Timur I, 2003). 3. Fauna Fauna yang terdapat di Pulau Bawean Bawean jumlahnya terbatas hal ini dipengaruhi oleh luas pulau yang kecil dan terisolir dengan daerah-daerah lain (WWF, 1979) seperti yang tercantum dalam Tabel 5. Mamalia yang terdapat di Pulau Bawean adalah Rusa Bawean (Axis kuhlii), Babi Hutan yang termasuk dalam sub-spesies Sus verrucosus.
musang (Viverricula
malaccensis) dan (Paradoxurus hermaphroditus), landak (Hystrix javanica), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), keluang (Pteropus alecto). Golongan reptilia yang terdapat di Pulau Bawean antara lain, Biawak (Varanus sp.), Penyu (Chelonia mydas), Ular piton (Python reticulatus), Ular coklat (Ahaetulla prasina), Ular pohon (Ahaetulla sp.), Ular welang (Bungarus candidus).
Tabel 5 Spesies burung yang menghuni Pulau Bawean (Fakultas Kehutanan UGM, 2004) No Nama Lokal Nama Latin 1 Perenjak jawa Prinia familiaris 2 Sriti Collocalia esculenta 3 Walet Collocalia fuciphaga 4 Kepodang hutan Oriolus xanthonatus 5 Cinenen jawa Othotomus sepium 6 Cabai jawa Dicaceum trochileum 7 Trucukan Pycnonotus goiavier 8 Cupu-cupu cuping Pycnonotus atriceps 9 Kutilang Pycnonotus aurigaster 10 Beo Gracula religiosa 11 Burung madu sriganti Nectarinia jugularis 12 Burung madu kelapa Anthreptes malaccensis 13 Pergam hijau Ducula aenea 14 Cangak merah Ardea purpurea 15 Cangak abu Ardea cinerea 16 Kuntul besar Egretta alba 17 Elang tikus Elanus caeruleus 18 Elang ular bido Spilornis cheela 19 Cekakak sungai Todirhampus chloris 20 Kuku seloputu Strix seloputo 21 Serak jawa Tyto alba 22 Mandar sulawesi Gallirallus alba 4.3 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat 1.
Jumlah Penduduk Berdasarkan data BPS Kabupaten Gresik tahun 2006, jumlah penduduk Pulau Bawean adalah 71.083 jiwa dengan rincian, Kecamatan Sangkapura yang terdiri dari 17 desa adalah 46.617 jiwa dan Kecamatan Tambak yang terdiri dari 13 desa 24.466 jiwa. jumlah penduduk terbesar berada di Desa Daun Kecamatan Sangkapura yaitu 04.681 jiwa, sedangkan jumlah terkecil berada di Desa Diponggo Kecamatan Tambak yaitu 656 jiwa. Perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan lebih banyak banyak perempuan, karena sebagian besar laki-laki di Pulau Bawean yang sudah berusia dewasa akan pergi merantau baik itu di dalam negeri maupun luar negeri seperti Malaysia, Singapura, serta sebagian kecil di Eropa dan Australia.
2. Mata Pencaharian Pertanian,
perdagangan
dan
perikanan
merupakan
aktivitas
masyarakat Bawean yang bermukim di Pulau Bawean namun lebih dari itu perekonomian masyarakat bawean maju karena ditopang oleh para perantaunya yang tersebar di luar bawean baik dalam negeri maupun luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Australia dan Thailan. Semakin mudahnya aksesibilitas masyarakat keluar bawean berdampak semakin mudahnya perdangan yang komoditi yang terjadi sehingga mampu mendongkrak perekonomian masyarakat bawean. a. Pertanian Mata pencaharian masyarakat Bawean berhubungan dengan letak masyarakat itu tinggal. Bagi mereka yang tinggal di daerah pantai maka mata pencaharaianya cenderung ke laut yaitu nelayan, sedangkan bagi masyarakat yang letaknya berada agak jauh dari pantai atau yang berada dipinggiran hutan, mata pencahariannya cenderung ke arah pertanian baik itu berkebun, bertani sawah maupun bertani ladang. Sebagian besar petani Bawean adalah petani sawah dengan ahasil utama padi yang diusahakan pada musim hujan, karean pada saat musim kemarau sawah menjadi kering sehingga tidak bisa maksimal untuk bertani. Kondisi sawah yang tadah hujan menyebabkan lahan persawahan pada musim kemarau dibiarkan terlantar tidak ditanami. Bagi sawah yang berdekatan dengan sumber mata air yang berasal dari hutan yang bisa dimanfaatkan pada musim kemarau, sebagaian masyarakat menanami sawahnya dengan tanaman jagung dan kacang. Pada tanah tegalan, pada musim penghujan banyak ditanami jagung, kacang, ubi kayu dan tanaman perkebunan seperti cengkeh, lada, pisang. Serta sebagian masayarakat menanami tanahnya dengan pandan (Pandanus spp) untuk dibuat anyaman tikar dan tas.
Sedangkan pada musim kemarau
tanah menjadi kering sehingga tidak bisa dimanfaatka untuk pertanian. b. Perikanan Nelayan Bawean umumnya menggunakan perahu bermotor ukuran kecil dan ada yang tidak menggunakan motor yang disebut jukung yang
hanya bisa mamuat 1-2 orang. Mencari ikan hanya dilakukan diperairan sekitar bawean saja, para nelayan berangkat dini hari dan pulang pagi harimaksiamal siang. Pada musim angin timur dimana perairan mulai tenang nelayan ramai mencari ikan apalagi pada musim ikan tongkol. Hasil laut bawean banyak dikirim ke Pulau Jawa dalam bentuk ikan pindang. Peralatan yang digunakan untuk menangkap ikan berupa jala dan pancing yang masih sederhana. c. Perdagangan Aktifitas perdagangan banyak terjadi dipasar-pasar tradisional yang hanya buka dari pagi hari sampai siang hari. Komoditi yang diperdagangkan banyak didatangkan dari pulau jawa menggunakan kapal barang yang berlayar 3-4 kali seminggu. Barang (komoditi) yang perdagangan masyarakat bawean ke luar bawean berupa hasil laut (ikan pindang), hasil perkebunan (cengkeh) dan pertambangan yaitu batu onix yang banyak dibawa ke Tulung Agung untuk dijadikan seni pahatan dan bahan lantai rumah sejenis lantai keramik. d. Perburuan Perburuan yang sering terjadi saat ini bertujuan bukan untuk kepentingan ekonomi melainkan untuk kepentingan keamanan dalam hal ini demi menjaga tanaman pertanian. Perburuan biasanya dilakukan oleh masyarakat yang berbatasan langsung dengan hutan yaitu berburu Babi Hutan (Sus verrucosus). Berburu babi dilakukan dengan cara berkelompok menggunakan golok dan membawa anjing. Kegiatan ini dilakukan oleh 5-10 orang. Perburuan Rusa Bawean (Axis kuhlii) saat ini jarang terjadi karena semakin sulitnya menemukan satwa endemik bawean tersebut. Perburuan Rusa Bawean sering terjadi sebelum tahun 1980. Perburuan dilakukan dengan menggunakan jaring, anjing dan perangkap berupa galian. Selain pertanian dan perikanan mata pencaharian masyarakat bawean juga peternakan dan perkebunan. Beternak
sapi dan kambing banyak
dilakukan karena selain aman dari pencurian ternak, hijauan juga gampang dicari, sedangkan perkebunan adalah cengkeh, kelapa dan lada.
3. Pendidikan Desa-desa di Pulau Bawean dalam pembangunan infrastrukturnya menghimpun dana dari swadaya masyarakat selain dari bantuan pemerintah yang dikucurkan ke desa. Dana tersebut digunakan untuk membangun sarana ibadah, jalan, sekolah, tempat penampungan air. Dana diperoleh dengan cara, masyarakat dari suatu desa yang dimotori oleh seorang tokoh membuat proposal pengajuan dana yang ditujukan kepada masyarakat Bawean yang ada di Bawean maupun yang ada diluar negeri. Sarana pendidikan yang terdapat di bawean dalam hal ini sarana pendidikan bagi sekolah swasta dibangun dari hasil dana swadaya masyarakatnya. Kalau dibandingkan antara sarana pendidikan sekolah negeri dan swasta lebih bagus sarana pendidikan swasta karena sekolah swasta didukung oleh masyarakat karena sekolah swasta di bawean merupakan sekolah yang memegang kultur masyarkat Bawean yaitu kultur agama Islam. Sarana pendidikan saat ini telah tersebar luas di Pulau Bawean baik sekolah negeri maupun swasta terutama sekolah dasar, sedangkan perguruan tinggi saat ini hanya terdapat di Kecamatan Sangkapura. Sebagian masyarakat Bawean juga pergi ke pulau jawa untuk melanjutkan sekolah baik perguruan tinggi maupun pesantren. Bagi daerah yang berada di pedalaman Bawean sarana pendidikan biasanya berupa sekolah islam yaitu Madrasah Ibtidaiyah yang dibangun oleh komunitas NU. Selain mengenyam pendidikan yang tersedia di sekolah negeri maupun swasta, sebagian masyarakat juga mengenyam pendidikan di pesantren yang disebut mondok. Masyarakat bawean tidak hanya nyantri di bawean saja, bahkan juga tersebar di pesantren-pesantren di jawa dan sebagian kecil sampai keluar negri yaitu Pakistan dan Yordania. 4. Agama Masyarakat bawean mayoritas memeluk agama Kristen sedangkan bagi pemeluk agama lain umunya adalah pendatang. Masyarakat di Pulau Bawean sangat memegang teguh nilai keislamannya hal ini bisa dilihat dari banyaknya masjid dan surau yang dibangun. Bukti lain yang menyebutkan bahwa masyarakat bawean memegang teguh nilai Islam adalah dari tradisi
yang tertanam dimasyarakat semuanya bernuansa islam. Beberapa kuburan ulama dan tokoh di bawean sampai saat ini masih dikeramatkan.
Salah
satunya adalah kuburan sunan walisongo yang meninggal di bawean yaitu Sunang Bonang di Dusun Tampo Desa Pudakit Barat.