IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Kondisi Biofisik Areal Perusahaan HTI PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) merupakan pemegang IUPHHK-HTI dalam hutan tanaman No. 137/Kpts-II/1997 tanggal 10 Maret 1997 jo. No. SK.356/Menhut-II/2004 tanggal 1 Oktober 2004 seluas 235 140 ha. Kelas perusahaan termasuk kayu pulp dengan status permodalan swasta murni (PMDN). HTI PT RAPP terdiri dari 9 sektor (unit manajemen), yaitu : sektor Baserah, Cerenti, Langgam, Logas, Mandau, Pelalawan, Tesso Timur, Tesso Barat dan Ukui. Lokasi penelitian berada di sektor Pelalawan yang secara astronomis terletak pada koordinat 0o12’15’’ – 0o40’00’’ LU dan 101o57’10’’ – 102o26’46’’BT. Secara administraitif Sektor Pelalawan meliputi Kecamatan Pelalawan dan Kecamatan Kerumutan, Kabupaten Pelalawan, serta Kecamatan Siak Sri Indrapura Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Berdasarkan letak administratif tersebut, kawasan hutan sektor Pelalawan masuk ke Pemangkuan Hutan Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak dan Dinas Kehutanan Provinsi Riau. Luas hutan sektor Pelalawan 75 640 ha dengan topografi secara keseluruhan adalah datar. Tipe geologi tergolong gambut dengan elevasi berkisar antara 5 - 30 m dpl. Tipe hutan merupakan hutan rawa dengan jenis tanah Organosol hemik-fibrik seluas 52 845 ha dan organosol saprik-hemik 22 795 ha. Dari luasan tersebut yang efektif menjadi tanaman pokok adalah 51 215 ha. Tipe iklim termasuk kategori A menurut klasifkasi Schdmidt & Fergusson, dengan rata-rata curah hujan 2 323 mm/tahun. Curah hujan paling tinggi rata-rata terjadi pada bulan April sedangkan rata-rata curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli. Jumlah hari hujan rata-rata adalah 150 hari/tahun.
4.2. Status Kesuburan Tanah Status kesuburan tanah di areal penelitian digambarkan pada tabel 5 sebagai hasil analisis laboratoris yang dilakukan oleh Rochmayanto (2008) di petak C37 sektor Pelalawan PT RAPP. Dari salah satu petak tersebut paling tidak dapat menggambarkan kondisi status tanah di lokasi penelitian, walaupun tidak mewakili keseluruhan areal. Sampel tanah diambil secara komposit dari 6 titik dan dari 3 macam kedalaman (0 - 10 cm, 10 - 20 cm dan 20 - 30 cm). Hasil analisis laboratoris menunjukkan kandungan C organik mencapai 43.39% dan nisbah C/N sebesar 30.11 dengan pH yang asam yaitu 3.47.
32 Tabel 5 Status kesuburan tanah di areal tegakan Acacia crassicarpa PT RAPP No Sifat Kimia Satuan 1 Kandungan hara : a. Unsur Makro : - C organik % - Nitrogen % - P tersedia Ppm - Kalsium Ppm - Kalium Ppm - Magnesium Ppm b. Unsur Mikro : - Natrium ppm - Boron ppm - Tembaga ppm - Besi ppm - Mangan ppm - Seng ppm 2 C/N ratio 3 KTK c mol/kg 4 pH Sumber : Rochmayanto et al. (2008).
Nilai
43.39 1.46 35.64 5 821.41 455.14 624.89 74.09 5.97 241.03 995.60 56.21 153.69 30.11 70.62 3.47
Tabel 6 Status fisika dan kimia tanah di bawah tegakan Acacia crassicarpa di Kabupaten Siak No.
Indikator
1 Bulk Density 2 Permeabilitas 3 Kandungan air tersedia 4 pH 5 C organik 6 N total 7 C/N ratio 8 P tersedia 9 Ca 10 Mg 11 Na 12 K 13 KTK 14 Kejenuhan basa 15 Kadar abu Sumber : Supangat et al. (2008)
Satuan gr/cc cm/jam % % % ppm me/100g me/100g me/100g me/100g me/100g % %
1 tahun Nilai Keterangan 0.74 49.33 sangat cepat 10.97 3 sangat masam 31.02 sangat tinggi 0.78 sangat tinggi 39.91 sangat tinggi 7.95 sangat rendah 0.08 sangat rendah 0.17 sangat rendah 5.86 rendah 66.56 sangat tinggi 221.23 sangat tinggi 39.3 rendah 13.23 rendah
2 tahun Nilai Keterangan 0.8 58.32 sangat cepat 10.18 2.9 sangat masam 33.71 sangat tinggi 0.9 sangat tinggi 37.79 sangat tinggi 14.5 rendah 0.12 sangat rendah 0.16 sangat rendah 9.77 rendah 91.61 sangat tinggi 190.01 sangat tinggi 47.05 rendah 13.76 rendah
33 Status kesuburan yang diketahui berdasarkan hasil uji laboratoris menurut Tabel 5 sedikit berbeda dengan hasil penelitian Supangat et al. (2008) di bawah tegakan Acacia crassicarpa di Siak pada tabel 6. Jenis gambut ombrogen dengan kedalaman di atas 2 m, bersifat oligotropik dengan tingkat kesuburan rendah sampai sedang. Kandungan C organik tanah gambut di Siak lebih kecil, namun dengan nisbah C/N lebih tinggi serta pH yang lebih rendah dibandingkan dengan status tanah di salah satu lokasi penelitian.
4.3. Kondisi Vegetasi Jenis tanaman yang dikembangkan di areal kerja PT RAPP adalah Acacia mangium untuk lahan mineral dan Acacia crassicarpa untuk lahan basah (gambut). Sektor Pelalawan merupakan areal dengan kategori gambut, maka jenis tanaman yang dikembangkan adalah Acacia crassicarpa. Jarak tanam yang digunakan adalah 2 x 3 m atau kerapatan tegakan 1 666 pohon per hektar. Berdasarkan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (RKUPHHK-HA) PT RAPP (2008) menyebutkan bahwa hasil pemantauan pertumbuhan pada Petak Ukur Permanen (PUP) laju pertumbuhan Acacia crassicarpa terus naik seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Pada umur daur tebang yang ditetapkan perusahaan (5 tahun), A. crassicarpa memiliki rata-rata diameter 18 cm dan rata-rata tinggi 20.9 m. Menurut data tersebut dapat diperkirakan rata-rata potensi produksi atau volume tebangan HTI di lahan gambut sebesar 136.9 m3/ha (Tabel 7).
Tabel 7 Pertumbuhan Acacia crassicarpa di Riau Umur T (m) D (cm) 1 4.1 4.6 2 9.3 8.4 3 14 11.8 4 17.9 15 5 20.9 18 6 23.4 20.8 7 25.2 23.5 Sumber : PT RAPP (2008)
V (m3/ha) 1.9 22.9 71.3 110.2 136.9 152 158.3
MAI (m3/ha/th) 1.9 13.9 23.8 27.6 27.4 25.3 22.6
CAI (m3/ha) 1.9 26 43.6 38.9 26.6 14.8 6.4
34
Gambar 6 Kurva MAI dan CAI Acacia crassicarpa di PT RAPP Kabupaten Pelalawan, Riau Kurva di atas menggambarkan bahwa riap volume tahunan rata-rata (MAI – Mean Annual Increment) meningkat mulai dari umur 1 tahun dan mencapai puncak pada umur 4 tahun, kemudian secara perlahan menurun sampai umur 7 tahun. Kurva riap volume tahun berjalan (CAI – Curent Annual Increment) menunjukkan pertumbuhan yang cepat dan mencapai puncak pada umur 3 tahun, kemudian menurun secara signifikan pada umur 4 tahun hingga umur 7 tahun. Kendati CAI mulai turun setelah umur 3 tahun, namun MAI masih terus meningkat sampai umur 4 tahun. Grafik CAI dan MAI berpotongan pada umur mendekati 5 tahun, sehingga dapat diketahui bahwa umur antara 4-5 tahun merupakan daur volume terbesar yang ideal untuk melakukan pemanenan tegakan Acacia crassicarpa apabila manajemen ditujukan untuk memperoleh produksi dengan volume maksumum. Tegakan A. crassicarpa di lokasi penelitian secara keseluruhan merupakan rotasi kedua, sehingga penggunaan lahan sebelumnya adalah juga HTI pulp dengan jenis yang sama. Sistem silvikultur yang dipraktekkan adalah THPB (Tebang Habis Permudaan Buatan) dengan masa tebang (daur) 4-5 tahun. Pembersihan lahan dilakukan secara mekanis, yaitu dengan menggunakan alat berat dan tidak menggunakan teknik pembakaran. Bibit tanaman berasal dari cutting dan seedling dengan jarak tanam 3 x 2 m. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan pemupukan, penyulaman, penyiangan serta pengendalian hama, penyakit dan gulma. Pemupukan dilakukan satu kali pada saat penanaman dengan pupuk Rock Phospate, MOP dan pupuk mikro. Penyiangan dilakukan secara kimiawi dengan interval waktu 3 bulan untuk tahun pertama setelah penanaman, dan 6 bulan untuk tanaman di atas 1 tahun. Adapun pengendalian hama/penyakit/gulma dilakukan secara kimiawi juga melalui penyemprotan.
35 4.4. Kondisi Umum Kabupaten Pelalawan Luas wilayah Kabupaten Pelalawan kurang lebih 1 325 670 ha atau 13.21% dari luas wilayah Provinsi Riau (9 456 160 ha). Kabupaten Pelalawan terdiri dari 12 kecamatan dengan kecamatan terluas adalah Kecamatan Teluk Meranti yaitu 424 600 ha (32.03%) dan kecamatan paling kecil adalah Kecamatan Pangkalan Kerinci dengan luas 19 250 ha (1.45% dari luas Kabupaten Pelalawan). Curah hujan rata-rata pada tahun 2006 berkisar antara 50 mm (bulan Maret) sampai 391.1 mm (bulan Juni). Suhu rata-rata siang hari berkisar 32.2oC – 35.2oC, sedangkan pada malam hari berkisar 20.0 oC – 23.0 oC. Rata-rata kelembaban selama tahun 2006 adalah 72 - 86%. Luas hutan menurut peruntukannya di Kabupaten Pelalawan terdiri dari hutan produksi seluas 645 868 ha, hutan bakau/mangrove seluas 8 567 ha, Taman Nasional Tesso Nilo seluas 36 872 ha, dan Suaka Margasatwa seluas 34 638 ha. Total luas hutan di Kabupaten Pelalawan adalah 725 945 ha. Pada tahun 2006 realisasi pendapatan daerah Kabupaten Pelalawan mencapai Rp 702.78 milyar. Jika dibandingkan menurut jenis penerimaannya Rp 670.71 milyar (95.43%) berasal dari bagian dana perimbangan sedangkan bagian pendapatan asli daerah mencapai Rp 24.5 milyar (3.49%). Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pelalawan antara lain berasal dari retribusi, bagi hasil pajak dan bukan pajak, pajak dan laba perusahaan daerah. Realisasi belanja daerah sampai akhir tahun 2006 sebesar Rp 509.45 milyar yang terdiri dari Rp 207.77 milyar belanja aparatur dan Rp 301.67 milyar belanja publik. Rasio belanja aparatur dengan belanja publik Kabupaten Pelalawan adalah 1 : 3. Salah satu indikator makro yang digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan suatu daerah adalah perkembangan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merefleksikan tingkat pertumbuhan ekonomi, disamping inflasi dan tingkat pengangguran. Laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah secara agregat maupun menurut lapangan usaha atau sektoral dapat dihitung melalui angka PDRB atas dasar harga konstan. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pelalawan pada tahun 2006 tercatat 7.73%, naik bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang pertumbuhannya 7.05%. Sektor lapangan usaha yang paling tinggi pertumbuhannya pada tahun 2006 adalah sektor perdagangan yaitu 13.56%, diikuti oleh sektor industri sebesar 9.19%. Di sisi lain pendapatan per kapita menurut harga berlaku mengalami kenaikan yaitu dari Rp 28.8 juta pada tahun 2005 menjadi Rp 35.2 juta pada tahun 2006.
36 Tabel 8 PDRB dan angka perkapita Kabupaten Pelalawan atas dasar harga berlaku No.
Uraian
2005
2006
1
PDRB atas dasar harga pasar (juta rupiah)
6 854 758.70
8 380 261.63
2
PDRN atas dasar harga pasar (juta rupiah)
6 664 196.41
8 147 290.35
3
Jumlah penduduk pertengahan tahun
237 975.00
237 975.00
4
PDRB perkapita (rupiah)
28 804 532.83
35 214 882.35
5
Pendapatan regional perkapita (rupiah)
26 759 411.00
32 714 625.70
Dengan menggunakan tahun 2000 sebagai tahun dasar diketahui bahwa pergerakan pertumbuhan ekonomi Kabupeten Pelalawan berada pada kisaran 7%. Pada tahun 2004 laju pertumbuhannya mencapai 7.16%, kemudian melambat pada tahun 2005 menjadi 7.05%. Tahun 2006 laju pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan menjadi 7.73%, dan mengalami pelambatan kembali pada tahun 2007 menjadi 7.19%.
Gambar 7 Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pelalawan
Perlambatan ekonomi pada tahun 2005 tersebut dipengaruhi oleh beberapa indikator makro dan mikro. Indikator mikro antara lain : tingkat pendapatan masyarakat, daya beli masyarakat, tingkat produksi sektor industri. Sedangkan indikator makro yang mempengaruhinya adalah kebijakan pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mengakibatkan harga BBM di tingkat konsumen melonjak. Lonjakan harga jual terjadi pada BBM yang dikonsumsi oleh industri. Selain itu nilai inflasi serta tingkat suku bunga juga berpengaruh terhadap pelambatan ekonomi tahun 2005. Pelambatan laju pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada tahun 2007 terjadi pada sektor pertanian (0.76%), sektor industri pengolahan (0.69%), sektor perdagangan (2.74%)
37 dan sektor jasa (0.53%). Sektor pertanian mengalami pelambatan antara lain dipengaruhi oleh kebijakan makro pemberantasan illegal logging yang berdampak langsung pada sub sektor kehutanan, gagal panen pertanian padi tahun 2007 dan penurunan produksi komoditas perkebunan. Peranan per sektor pada tahun 2007 terbesar berasal dari sektor industri. Sebesar 53.89% PDRB Kabupaten Pelalawan terbentuk dari sektor ini. Artinya lebih dari separuh PDRB berasal dari sektor industri. Kemudian menyusul sektor pertanian dengan total kontribusi 39.35%, sedangkan sektor lainnya rata-rata di bawah 5%.
Gambar 8 Distribusi PDRB Kabupaten Pelalawan tahun 2007
Sektor industri merupakan sektor andalan di Kabupaten Pelalawan. Keberadaan sektor industri sangat berkaitan dengan sektor pertanian. Sebagian besar industri di Pelalawan merupakan kegiatan hilir dari kegiatan sektor pertanian terutama sub sektor kehutanan dan perkebunan. Hasil-hasil kehutanan (kayu) dan hasil perkebunan (karet dan kelapa sawit) merupakan penyumbang terbesar sektor industri.