IV. KEADAAN UMUM LOKASI 4.1. Sejarah Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu Kawasan hutan Gunung Merbabu sebelum menjadi kawasan konservasi yang berbentuk taman nasional, merupakan Hutan Lindung di lereng Gunung Merbabu yang semula dikelola oleh Perum Perhutani serta Taman Wisata Alam (TWA) Tuk Songo Kopeng yang termasuk kawasan konservasi lingkup Balai KSDA Jawa Tengah. Hingga pada tanggal 4 Mei 2004 terbit Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 135/Menhut-II/2004, tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam pada Kelompok Hutan Gunung Merbabu Seluas ± 5.725 (Lima Ribu Tujuh Ratus Dua Puluh Lima) hektar, yang terletak di Kabupaten Magelang, Semarang dan Boyolali, Propinsi Jawa Tengah menjadi Taman Nasional Gunung Merbabu (BKSDA Jawa Tengah 2006). Dengan diterbitkannya SK Menteri Kehutanan tersebut di atas, maka untuk sementara pengelola Taman Nasional Gunung Merbabu adalah Balai KSDA Jawa Tengah sampai terbentuknya UPT Taman Nasional dan ditunjuknya Kepala Balai Taman Nasional definitif. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal PHKA Nomor : SK.140/IV/Set-3/2004 tanggal 30 Desember 2005 tentang Penunjukkan Pengelola Taman Nasional Kayan Mentarang, Lorentz, Manupeu - Tanah Daru, Laiwangi - Wanggameti, Danau Sentarum, Bukit Dua Belas, Sembilang, Batang Gadis, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Tesso Nilo, Aketajawe - Lolobata, Bantimurung - Bulusaurung, Kepulauan Togean, Sebangau dan Gunung Ciremai. Akhirnya mulai tahun 2006 kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Taman Nasional Gunung Merbabu berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P29/Menhut-II/2006 tanggal 2 Juni 2006, tentang perubahan atas Keputusan Menteri Kehutanan No. 6186/Kpts-II/2002 tentang organisasi dan tata kerja Balai Taman Nasional. 4.2. Letak dan Luas Taman Nasional Gunung Merbabu Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu mempunyai luas 5.725 ha yang secara geografis terletak pada 7º 27’ 13’’ LS dan 110º 26’ 22’’ BT dengan ketinggian dari + 600 ± 3.142 meter di atas permukaan laut, berada dalam wilayah Propinsi Jawa Tengah.
35
Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu berbatasan dengan 37 desa pada 7 kecamatan yang masuk wilayah 3 kabupaten di Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang, Semarang dan Boyolali. Tabel 5 Daftar wilayah administrasi yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Merbabu No. KABUPATEN KECAMATAN DESA KETERANGAN 1.
Semarang
2.
Boyolali
Getasan
Kopeng Jetak Batur Tajuk Njlarem Ngadirojo Sampetan Ngargoloko Candisari Ngagrong Jeruk Senden Tarubatang Selo Samiran Lencoh Jrakah Wonolelo Wulunggunung Banyuroto Ketundan Kaponan Kenalan Gondangsari Jambewangi Muneng Munengwarangan Daleman Kidul Petung Banyusidi Pakis Kragilan Pogalan Surodadi Genikan Jogonayan Tejosari
Ampel
Selo
3.
Magelang
Sawangan
Pakis
Candimulyo Ngablak
110°20'
Enklave Enklave
110°25'
PETA KAWASAN TN. GUNUNG MERBABU
KECAMATAN GRABAG
KABUPATEN SEMARANG
U
KECAMATAN PAKIS
1
0
7°25'
7°25'
KECAMATAN GETASAN
KETERANGAN :
1
2 Km
36
Gambar 4 Peta Lokasi Penelitian 4.3. Aksesibilitas Perjalanan dari Semarang (ibukota Propinsi Jawa Tengah) ke kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu dapat dicapai melalui beberapa alternatif, antara lain : -
Semarang - Magelang - Selo, dengan jarak ± 115 km dengan waktu ± 3 jam
-
Semarang - Boyolali - Selo, dengan jarak ± 90 km dengan waktu tempuh ± 2 jam, atau
-
Semarang - Salatiga - Getasan, dengan jarak ± 60 km dengan waktu tempuh + 1,5 jam. Kondisi jalan menuju lokasi cukup baik dan dapat ditempuh dengan
menggunakan kendaraan umum/pribadi. Sedangkan untuk mencapai puncak Gunung Merbabu dapat dilakukan dari jalur-jalur pendakian yang dimulai dari beberapa desa, yaitu : -
Desa Tarubatang (Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali)
-
Desa Lencoh (Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali)
-
Desa Ngagrong (Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali)
-
Desa Jlarem (Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali)
-
Desa Candisari (Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali)
-
Desa Guolelo (Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali)
-
Dusun Tekelan (Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang)
37
-
Desa Kenalan (Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang)
-
Desa Genikan (Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang)
-
Desa Wonolelo (Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang). Sebenarnya pada setiap desa-desa terakhir di kaki Gunung Merbabu
terdapat jalan setapak yang dapat digunakan sebagai jalur untuk mencapai puncak Gunung Merbabu, baik secara langsung (jalur tunggal) maupun bertemu dengan jalur lain pada ketinggian/titik tertentu. Namun biasanya jalan setapak tersebut merupakan jalur penduduk setempat dalam mencari kayu bakar serta keperluan lainnya, dan bukan merupakan jalur pendakian resmi atau yang umum digunakan para pendaki gunung. 4.4. Keadaan Fisik dan Biologi 4.4.1. Keadaan Fisik Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu terletak pada ketinggian + 600 - 3.142 m di atas permukaan laut dengan topografi sebagian besar merupakan daerah pegunungan dengan bentuk lapangan berbukit-bukit sampai bergununggunung dengan adanya jurang dan tebing yang curam dengan derajat kemiringan mulai 30° hingga 80°. Secara umum Gunung Merbabu memiliki bentuk lahan lereng atas berbatuan piroklastik (bersifat lepas-lepas) yang tidak terkikis kuat. Dari segi potensi hidrogeologis, bentuk lahan ini lebih mampu menyimpan air karena didasari oleh aliran lava dan pecahan-pecahan batuan lava yang menjadi media masuknya air hujan ke dalam tanah. Dengan demikian banyak dijumpai sumbersumber air yang mampu memenuhi ketersediaan air hingga musim kemarau. Namun di sebagian lereng, bentuk lahan piroklastik ini disebabkan oleh bentuk fisiknya yang merupakan daerah bayangan hujan (leeward side) sehingga tidak mempunyai tenaga potensial untuk mengangkut materi vulkan kecuali banjir yang terjadi pada waktu-waktu tertentu. Akibatnya secara hidrogeologis daerah ini kurang mampu menyimpan air, karena itu sumber-sumber air yang ada hanya memiliki debit yang kecil. 4.4.2. Keadaan Biologi Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu terdiri dari beberapa tipe ekosistem, yaitu : -
Ekosistem Hutan Hujan Tropika Pegunungan Rendah,
-
Ekosistem Hutan Hujan Tropika Pegunungan Tinggi, dan
38
-
Ekosistem Hutan Tropika Sub Alpin. Apabila digunakan klasifikasi vegetasi hutan Indonesia menurut Van
Steenis (Soerianegara dan Indrawan 1982), maka kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu mempunyai formasi hutan sebagai berikut : -
Formasi Hutan Hujan Pegunungan (elevasi 1.000 – 2.400 m dpl)
-
Hutan Hujan Sub Alpin (elevasi 2.400 – 3.150 m dpl) Hutan Hujan Tropika Pegunungan Rendah sebagian besar berupa hutan
sekunder dengan jenis tanaman Pinus (Pinus merkusii), Puspa (Schima noronhae), Bintami (Podocarpus sp.) yang merupakan vegetasi yang ditanam oleh Perum Perhutani ketika kawasan Gunung Merbabu masih berstatus Hutan Lindung. Ekosistem Hutan Hujan Tropika Pegunungan Tinggi ditumbuhi jenisjenis antara lain Dempul (Glochidion sp.), Jurang (Villebrunea rubescens), Keraminan (Dysoxylum sp.), Lotrok (Nauclea obtuse), Luwing (Ficus hispida), Akasia (Acacia decurens), Puspa (Schima noronhae), Kemlandingan gunung (Albizzia montana), Sowo (Engelhardia serrata), Tanganan (Schefflera elliptica) dan Pasang (Quercus spicata). Sedangkan ekosistem Hutan Tropika Sub Alpin berada di sekitar puncak Gunung Merbabu yang ditumbuhi Edelweis (Anaphalis javanica), Cantigi (Vaccinium varingifolium) dan rumput-rumputan. Keragaman fauna yang ada antara lain Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis),
Elang
jawa
(Spizaetus
bartelsi),
Elang
hitam
(Ichtinaetus
malayensis), Ayam hutan (Gallus varius), Gagak kampung (Corvus enca), Alapalap (Falco sp.), Kutilang (Pycnonotus aurigaster), Burung kacamata (Zosterops montanus), dan Gelatik batu (Parus major). 4.5. Iklim Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, kawasan Gunung Merbabu mempunyai iklim tipe B dengan nilai Q = 31,42%, dengan curah hujan berkisar antara 2.000 - 3.000 mm. Suhu sepanjang tahun berkisar antara 17º C - 30º C. 4.6. Hidrologi Gunung Merbabu merupakan kawasan pengatur tata air di daerah di bawahnya. Pada kawasan yang termasuk wilayah Kabupaten Boyolali terdapat beberapa sungai yang mengalir diantaranya Kali Babrik, Kali Tanggi, Kali Soko, Kali Rejoso, Kali Jarak, dan Kali Batang.
Beberapa sumber mata air yang
muncul dimanfaatkan sebagai sumber air bagi masyarakat di sekitarnya seperti
39
Tuk Sipendok (Petak 23 Perhutani), Tuk Muncar, Tuk Buyaran, Tuk Sampetan, Tuk Grenjeng (Kecamatan Ampel), Tuk Babon, Tuk Gentong, Tuk Talangan (Kecamatan Selo). Dari beberapa mata air tersebut, Tuk Sipendok mempunyai debit air yang paling besar yaitu ± 30 liter/detik. Sedangkan pada kawasan yang termasuk wilayah Kabupaten Magelang beberapa sungai yang mengalir diantaranya Kali Sendoyo, Kali Candiroto, Kali Kediran, Kali Mangu, Kali Grenjengan, dan Kali Marong.
Beberapa mata air yang muncul di beberapa
lokasi kawasan gunung dimanfaatkan sebagai sumber mata air bagi masyarakat setempat, seperti Tuk Abang (Petak 32 Perhutani Desa Wonolelo) yang dimanfaatkan oleh penduduk Dusun Candran, Umbul Nglempong Sikendi (Petak 26 Perhutani), Umbul Kukusan yang dimanfaatkan oleh penduduk Dusun Kenalan dan Dusun Kewiran. Kondisi hidrologi Gunung Merbabu dipengaruhi oleh aspek geofisik permukaan
seperti
(hidromorfometri),
sifat
sifat
morfologi
batuan
(hidromorfologi),
(hidrogeologi),
sifat
sifat cuaca
morfometri dan
iklim
(hidromeorologi - klimatologi). Dari sifat morfologi, lereng Gunung Merbabu ke arah wilayah Boyolali didominasi oleh batuan bermateri lava, sedang ke arah wilayah Magelang lebih didominasi oleh batuan bermateri piroklastik. Ditinjau dari aspek cuaca dan iklim wilayah Boyolali merupakan daerah bayangan hujan (leeward side), sedang wilayah Magelang merupakan wilayah hujan (windward side). Pada citra Landsat TM berwarna (Color Composite) tampak jelas daerah bayangan hujan tampak lebih cerah karena refleksi dari lahan kering. Sebagai konsekuensinya ditinjau dari aspek hidrogeologi Gunung Merbabu memiliki potensi hidrologi yang cukup mencolok. Ketersediaan air di wilayah Magelang lebih permanen daripada di wilayah Boyolali. Kondisi sungai yang mengalir ke arah lereng Barat lebih permanen daripada ke arah lereng Timur. Banyak mata air dijumpai di lereng barat mulai dari mata air Sobleman yang menjadi hulu Sungai Bulak dan Sungai Gendil. Mata air Kecitran mengalir ke Kali Mangu dan yang cukup besar mata air Ketundan yang mengalir ke Sungai Soti (Sotikawah) Kondisi yang menarik ditinjau dari aspek hidrologi adalah pada peralihan lereng timur dan lereng selatan, di daerah peralihan ini ditemukan fenomena peralihan kondisi basah dan kering. Batas wilayah kering yang tegas di wilayah Desa Ngagrong dan kondisi basah dijumpai di wilayah Desa Selo.
Hal ini
berpengaruh pada kondisi tanaman dan kondisi penggunaan lahan dan produksi pertaniannya.
Di wilayah Ngagrong masih banyak dijumpai pertanian lahan
40
kering, sedang di wilayah Selo dijumpai pertanian lahan basah karena perbedaan ketersediaan air wilayah. 4.7. Topografi Berdasarkan analisis peta Kemiringan Lereng yang dihasilkan, diperoleh bahwa sebagian besar kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu memiliki kemiringan lereng Kelas II (8-15%). Secara keruangan untuk kemiringan lereng kelas lI tersebar hampir merata di sekeliling lereng Gunung Merbabu mulai dari lahan kawasan hutan hingga lahan milik. Namun secara spasial sebagian besar berada pada lereng bagian bawah atau lereng bawah dari Gunung Merbabu, kecuali di daerah Desa Batur dan Desa Tajul yang merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Getasan.
Kemiringan lereng Kelas II juga terdapat di
wilayah Desa Gondangsari dan Tejosari. Sebagian lagi tersebar di wilayah Desa Banyuroto dan Candisari. Kemiringan lereng Kelas III (15-25%) sebagian besar tersebar di wilayah Kecamatan Ampel di lereng Gunung Merbabu bagian Timur, dan di wilayah Kecamatan Pakis di lereng Gunung Merbabu bagian Barat. Kemiringan lereng IV (25-40%) berada diantara kemiringan lereng III (15-25%) seperti yang terjadi di wilayah Desa Candisari, Boyolali, dan di wilayah Ketundan, Pakis, Magelang. Sedangkan untuk Kelas V hanya terdapat pada puncak atau igir (ring wall) Gunung Merbabu yang seolah-olah mengelilingi puncaknya. 4.8. Geologi dan Tanah Gunung Merbabu tidak mempunyai kawah yang aktif karena tergolong gunung api tua yang sudah lama tidak aktif lagi, dan pada puncaknya membentuk dataran tinggi yang lebar dengan beberapa puncak-puncak tersebar secara terpisah karena dahulu mempunyai 9 kawah. Gunung Merbabu terbentuk oleh proses-proses yang berasal dari aktivitas gunung api (vulkanik), sehingga bentuk lahannya secara umum adalah bentuk lahan vulkan.
Materi yang
dilepaskan oleh gunung berapi dapat berupa material lepas (piroklastik) atau juga berupa lelehan lava.
Endapan material yang dilepaskan oleh letusan
gunung api tersebut membentuk karakteristik morfologi (permukaan) bumi yang khas, sehingga berpengaruh juga pada sifat permukaan bumi tersebut. Begitu juga pada Gunung Merbabu, terdapat endapan yang berasal dari material lepas dan juga terdapat endapan yang berasal dari material lelehan lava.
Proses
41
pengikisan (erosi) yang berlangsung pada gunung ini mulai dari terkikis kuat hingga terkikis sedang. Proses erosi yang terkuat terletak pada bagian lereng gunung sebelah selatan hingga barat daya, yaitu mulai dari Desa Lencoh, Jrakah, hingga Wonolelo dan tersebar pada wilayah lereng atas.
Proses erosi yang kuat
ditandai oleh banyaknya lereng terjal dan igir-igir yang lancip serta lembah yang curam. Kenampakan tersebut dapat terlihat dengan jelas melalui analisis visual citra Landsat TM (Thematic Mapper). Material yang terdapat pada bagian lereng gunung ini merupakan material lepas (piroklastik), ditandai oleh kerapatan pola aliran tinggi dan tebing sungai yang terjal serta materialnya mudah terkikis karena daya rekatnya kurang kuat. Pada bagian Barat dari Gunung Merbabu ini, proses erosi bersifat sedang hingga kuat, baik pada lereng atas maupun pada lereng tengah. Material yang terdapat pada bagian ini merupakan material piroklastik. Kondisi semacam ini banyak terdapat pada lereng atas di Desa Kenalan dan Desa Genukan yang masuk ke dalam wilayah Kecamatan Pakis.
Karakteristik erosi ditandai oleh
adanya fenomena igir-igir yang agak tajam, tetapi tidak setajam pada bagian yang tererosi kuat. Pada bagian Utara dan bagian Tenggara, didominasi oleh material bekas lelehan lava (lava flow).
Hal ini ditandai dengan bentuk permukaan yang
bergelombang dan banyak ditemui singkapan batuan. Pada kedua daerah ini, proses erosi bersifat sedang dan ditandai oleh bentuk igir-igirnya tidak terlalu tajam dan pola alirannya tidak begitu rapat. Hal ini disebabkan karena material endapan lelehan lava lebih resisten daripada material endapan piroklastik. Bentukan proses ini tersebar mulai dari lereng atas hingga lereng tengah. Sebelah Utara terletak pada daerah sekitar Kopeng dan sebelah Tenggara pada daerah sekitar Selo. Bagian Timur Laut hingga Timur lereng Gunung Merbabu, didominasi oleh proses erosi tingkat sedang dengan material endapan piroklastik. Baik itu pada lereng atas, maupun pada lereng tengah seperti yang terletak di daerah Ngadirejo - Candisari, Kecamatan Ampel. Proses erosi sedang, ditandai oleh pola aliran yang tidak terlalu rapat dan igirnya juga tidak terlalu tajam. 4.9. Tata Guna Lahan Pada umumnya daerah pegunungan didominasi oleh semak belukar, terutama mulai dari lereng tengah hingga sebagian lereng atas. Begitu juga
42
pada Gunung Merbabu, sebaran semak belukar terdapat pada lereng tengah hingga lereng atas.
Hal ini disebabkan oleh tidak begitu banyaknya aktifitas
manusia pada wilayah tersebut.
Pada sebagian wilayah lereng atas juga
terdapat tutupan lahan rumput hingga lahan kosong. Tanaman tegakan jarang sekali ditemui pada lereng atas, karena wilayah tersebut memang tidak cukup memungkinkan untuk tumbuhnya tanaman tegakan. Pada wilayah lereng tengah, perbandingan antara penggunaan lahan kebun campur/perkebunan dan semak belukar cukup imbang dan di beberapa tempat di Sawangan dan Selo juga ditemui sebaran rumput/lahan kosong. Aktivitas manusia banyak terdapat pada lereng bawah, yang ditandai dengan adanya tegalan di lereng Timur Laut hingga Selatan dan sawah mulai dari lereng Utara hingga lereng Barat Daya. Tanaman tegalan yang terdapat pada lereng Gunung Merbabu, merupakan jenis sayur-sayuran dan buah. Sayur-sayuran dan buah tersebut didistribusikan ke kota-kota sekitar Jawa Tengah, seperti Yogyakarta, Surakarta, dan Semarang.
Kondisi alam yang sedemikian rupa,
memang sangat cocok untuk pertanian tersebut, sehingga sebagian besar masyarakatnya hidup dari hasil bercocok tanam komoditas ini.
Bentuk
penggunaan lahan di lereng Gunung Merbabu secara dominan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu (1) di lereng Barat yang merupakan daerah basah, banyak mata air dan sungai permanen, seperti yang terjadi mulai dari unit geoekologi Denokan - Jrakah, Sobleman - Kecitran, Damar - Ngablak, dan Kopeng - Ngaduman. Pada bagian ini pada lahan milik banyak dijumpai sawah irigasi, sedang pada kawasan hutan berupa tegakan Pinus rapat cukup luas, dan pada lereng atas dan puncaknya berupa belukar rapat, (2) di lereng bagian Timur yang merupakan daerah bayangan hujan, mata air kecil hingga hampir tidak ada, sungai tidak permanen bahkan sering terjadi banjir, seperti yang terjadi pada unit geoekologi Sidorejo - Ngargoloka, dan Ngagrong Selowangan. Pada bagian ini pada lahan milik didominasi tanaman tembakau dan jagung, sedang pada kawasan hutan ditumbuhi tegakan Pinus jarang tidak begitu luas, dan pada lereng atas hingga puncak berupa semak belukar jarang. 4.10. Sarana dan Prasarana Wisata 4.10.1. Sarana dan Prasarana Wisata di TWA Tuk Songo Kopeng Pada saat dilakukan pengambilan data, Taman Wisata Alam (TWA) Tuk Songo Kopeng yang dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 135/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 (tentang Perubahan Fungsi Kawasan
43
Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam pada Kelompok Hutan Gunung Merbabu) berubah status dan masuk dalam wilayah Taman Nasional Gunung Merbabu, masih dikelola oleh Perum Perhutani dan belum diserahterimakan kepada Balai KSDA Jawa Tengah yang selanjutnya bertugas menyerahkannya kepada Balai Taman Nasional Gunung Merbabu. Sarana dan prasarana wisata yang ada di kawasan TWA Tuk Songo pada saat pengambilan data dilakukan antara lain : -
Taman bermain dan kolam renang
-
Shelter, jalan setapak dan jembatan
-
Gerbang/pintu masuk kawasan
-
Pos jaga petugas
-
Mushola dan toilet.
4.10.2. Sarana dan Prasarana Wisata di Pintu Masuk Tarubatang (Selo) Sarana dan prasarana wisata yang ada di pintu masuk kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu di Desa Tarubatang Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali dibangun oleh Perum Perhutani dan Dinas Pariwisata Kabupaten Boyolali. Sarana dan prasarana yang tersedia antara lain : -
Bumi Perkemahan
-
Shelter, jalan setapak dan jembatan
-
Toilet.