BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di Jakarta dan Bogor untuk organisasi-organisasi tingkat nasional, di Pekanbaru dan Pontianak masingmasing untuk tingkat provinsi dan di Dumai, Rengat, Pontianak, dan Ketapang masing-masing untuk organisasi tingkat kabupaten/kota. Bab ini menguraikan secara singkat keadaan umum setiap lokasi penelitian tersebut yang meliputi kondisi geografi, topografi, iklim dan demografi, serta kondisi pengelolaan kebakaran hutan dan lahan.
4.1. Tingkat Nasional
Pengumpulan data penelitian pada organisasi-organisasi tingkat nasional dilaksanakan di kantor organisasi-organisasi tersebut. Kantor-kantor tersebut berada di Jakarta atau Bogor dengan alamat masing-masing dapat dilihat pada Lampiran
2.
Hasil
identifikasi
terhadap
organisasi-organisasi
tersebut
menunjukkan bahwa organisasi-organisasi yang sekarang aktif menangani atau terlibat dalam penanganan kebakaran hutan/lahan adalah Kementerian Kehutanan (Kemenhut),
Kementerian
Pertanian
(Kementan),
Kementerian
Negara
Lingkungan Hidup (KNLH), BNPB, BMKG,dan LAPAN. Uraian selengkapnya mengenai organisasi-organisasi tersebut disampaikan pada Bab V sub bab tentang posisi dan peranan organisasi.
4.2. Tingkat Provinsi
4.2.1. Provinsi Riau Provinsi Riau menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Riau 4 mempunyai luas wilayah 8.867.267 hektar yang membentang dari lereng Bukit Barisan sampai 4
http://riau.bps.go.id/publikasi-online/riau-dalam-angka/bab-1-keadaan-geografis.html-0
66 dengan Selat Malaka. Letaknya secara geografis berada di antara 01o05'00’’ Lintang Selatan (LS) sampai 02o25'00’’ Lintang Utara (LU) dan antara 100o00'00’’ - 105o05'00’’ Bujur Timur (BT). Wilayah tersebut menurut RTRWP berdasarkan Perda Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 1994, terbagi atas peruntukan lahan yang meliputi: Arahan Pengembangan Kehutanan 2,801 juta ha, kawasan lindung 0,373 juta ha, kawasan lindung gambut 1,210 juta ha, lahan gambut 3,857 juta ha, cagar alam 0,514 juta ha, kawasan sektor danau dan waduk 20,7 ribu ha, dan areal penggunaan lain/budidaya non kehutanan 4,534 juta ha.
Gambar 3 Peta Provinsi Riau (Sumber: Website Resmi Pemerintah Provinsi Riau - http://www.riau.go.id/). Kondisi topografinya didominasi oleh dataran rendah dengan kemiringan lahan 0 – 2 persen dan agak bergelombang dengan elevasi berkisar antara 2 – 91 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar dari daratan merupakan formasi jenis tanah alluvium (endapan) terutama di daerah bencah berawa di sepanjang pantai Iklim di Provinsi Riau termasuk dalam tipe tropika basah dengan dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan di mana rata-rata curah hujan antara
67 2000‑3000 mm per tahun dan rata-rata 167 hari hujan per tahun. Kabupaten Rokan Hulu merupakan daerah yang paling sering ditimpa hujan yaitu 217 hari per tahun. Selanjutnya, berturut-turut daerah Pekanbaru 207 hari, Kabupaten Indragiri Hulu 190 hari, Kota Dumai 169 hari, dan Kabupaten Rokan Hilir 63 hari hujan per tahun. Jumlah curah hujan tertinggi menurut data tahun 2008 adalah di Kota Pekanbaru yakni 3.068,3 mm disusul Kota Dumai 2.794,5 mm, dan terendah Kab. Rokan Hilir sebesar 1.944,0 mm. Suhu udara rata-rata 27,4o C dengan suhu minimum 23,2o C dansuhu maksimum 32,5o C. Penduduk Provinsi Riau menurut sensus tahun 2007 5 berjumlah 5.070.952 jiwa, dengan laju pertumbuhan 3,1% per tahun. Jumlah penduduk tertinggi di Kota Pekanbaru yakni 779.899 jiwa dan terendah di Kota Dumai yaitu 231.121 jiwa. Suku Melayu merupakan mayoritas penduduk, sedangkan suku-suku lain yang ada meliputi Bugis dan Makasar, Banjar, Mandailing, Batak, Jawa, Minangkabau dan Cina. Sebagian besar penduduk (52,92%) bekerja di sektor pertanian dan berikutnya di sektor perdagangan (13,98%). Provinsi Riau termasuk salah satu dari 14 daerah paling rawan kebakaran hutan dan lahan
atau Daerah Rawan I (Ditlinhutbun 2003). Pengelolaan
kebakaran hutan dan lahan pada tingkat provinsi dilakukan oleh Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Pusdalkarhutla) Propinsi Riau yang dibentuk dengan Keputusan Gubernur Riau nomor 1 tahun 2003 dan diperbarui dengan Peraturan Gubernur Riau nomor 6 tahun 2006. Pusdalkarhutla Provinsi tersebut menangani kasus-kasus kebakaran hutan dan lahan di wilayah lintas batas kabupaten/kota,
sedangkan penanganan kebakaran
hutan dan
lahan di
kabupaten/kota dilaksanakan oleh Satuan Pelaksana Operasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kabupaten/Kota. Pusdalkarhutla dipimpin oleh Wakil Gubernur selaku Ketua Umum, sedangkan operasional administrasinya dilaksanakan oleh Sekretariat Bersama yang dipimpin oleh Kepala Bapedal Provinsi Riau. Departementasi pada struktur organisasi Pusdalkarhutla didasarkan pada bidang-bidang operasional dari pengendalian kebakaran yaitu: (1) Bidang Deteksi/Peringatan Dini, Pemantauan 5
http://www.riau.go.id/index.php?/ind/Demog
68 dan Pencegahan dipimpin oleh Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau, (2) Bidang Operasi Penanggulangan (Pemadaman) dan Pemulihan dipimpin oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau, (3) Bidang Evaluasi dan Penegakan Hukum dipimpin oleh Direktur Reskrim Polda Riau, dan (4) Tim Reaksi Cepat (TRC) dipimpin oleh Kepala Satpol PP Provinsi Riau. Diagram struktur organisasi Pusdalkarhutla Provinsi Riau disajikan pada Lampiran 6. Pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau mengacu pada prosedur tetap (protap) yang ditetapkan oleh Peraturan Gubernur Riau nomor 91 tahun 2009. Protap tersebut memberikan panduan berupa prosedur pencegahan kebakaran hutan dan lahan dan prosedur mobilisasi sumber daya pemadaman.
4.2.2. Provinsi Kalimantan Barat
Provinsi Kalimantan Barat merupakan provinsi terluas keempat di Indonesia dengan luas wilayah 146.807 km2 membentang utara selatan sepanjang 600 km dan barat timur sepanjang 850 km. Wilayahnya terletak digaris katulistiwa antara 3o 20’ LS - 2o 30’ LU dan 107o 40’ – 114o 30’ BT. Kalimantan Barat beriklim tropika basah dengan curah hujan merata sepanjang tahun dan puncak hujan terjadi pada bulan Januari dan Oktober. Topografi di Kalimantan Barat berupa dataran rendah dengan rawa-rawa bercampur gambut dan bakau serta hanya sedikit wilayah berbukit dari dua jajaran pegunungan yaitu Pegunungan Kalingkang/Kapuas Hulu di bagian utara dan Pegunungan Schwaner di bagian selatan yang berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah. Jenis tanah sebagian besar berupa PMK (podsolik merah kuning) seluas 10,5 juta hektar atau 71,43% dan tanah OGH (orgosol, gley dan humus) dan tanah Alluvial seluas 2,0 juta hektar atau 13,6%. Lahan gambut terbentang di sepanjang pantai terutama dari Pontianak sampai dengan pantai selatan di Kabupaten Ketapang. Daerah tersebut telah relatif terbuka dan menjadi lahan usaha sehingga sangat rawan terhadap kebakaran di musim kemarau. Berikutnya, tanah OGH (orgosol, gley dan humus) dan tanah Aluvial sekitar 2,0 juta hektar atau 10,29 persen yang terhampar di seluruh Dati II, namun sebagian besar terdapat di kabupaten daerah pantai.
69 Penduduk Kalimantan Barat menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat 6 pada tahun 2007 berjumlah 4.178.498 jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata dari tahun 2000 sampai dengan 2007 sebesar 1,55% per tahun. Jumlah penduduk tersebut diproyeksikan untuk tahun 2009 naik menjadi 4.249.117 jiwa dengan kepadatan penduduk sekitar 28 jiwa per km2. Penyebaran penduduk tidak merata dengan kisaran kepadatan mulai dari yang terpadat sekitar 36 jiwa per km2 di daerah-daerah sepanjang pantai sampai dengan yang terjarang sekitar 7 jiwa per km2 di daerah Kapuas Hulu. Komposisi penduduk yang bekerja masih didominasi oleh pekerja yang berpendidikan rendah, yaitu sekitar 81,88 % adalah tamat SLTP ke bawah. Mata pencaharian utama adalah pertanian yang menyerap sekitar 63,87 % dari total angkatan kerja yang bekerja.
Gambar 4 Peta Provinsi Kalimantan Barat (Sumber: Pusat Informasi Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat 2010).
6
http://www.kalbarprov.go.id/profil.php?id=10
70 Kalimantan Barat juga termasuk salah satu provinsi yang paling rawan kebakaran hutan dan lahan. Pengelolaan kebakaran hutan dan lahan dilaksanakan berdasarkan pada Peraturan Daerah nomor 6 tahun 1998 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Kalimantan Barat. Pengorganisasian pengendalian kebakaran hutan dan lahan dilakukan dengan pembentukan Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Daerah (Pusdalkarhutlada) Provinsi Kalimantan Barat dengan Keputusan Gubernur Kalimantan Barat nomor 337 tahun 1999, yang kemudian diperbarui dengan Peraturan Gubernur Kalimantan Barat nomor 164 tahun 2002. Gubernur
Kalimantan Barat
bertindak
sebagai penanggung
jawab
Pusdalkarhutlada, dan Wakil Gubernur sebagai ketua dengan Kepala Bapedalda sebagai sekretaris. Departementasi pada struktur organisasi Pusdalkarhutlada didasarkan pada tanggung jawab terhadap sektor-sektor yang dipimpin oleh kepala instansi dari sektor yang bersangkutan. Sektor-sektor yang dimaksud meliputi 6 sektor yaitu: kehutanan, perkebunan, pertanian, kehewanan dan peternakan, tenaga kerja dan kependudukan, dan kesehatan. Diagram struktur organisasi Pusdalkarhutla Provinsi Kalimantan Barat disajikan pada Lampiran 7. Pemadaman
kebakaran,
khususnya
untuk
mobilisasi sumber
daya
pemadaman, mengacu pada prosedur tetap (protap) mobilisasi sumber daya pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Protap tersebut ditetapkan dengan Keputusan Gubernur nomor 41 tahun 2001, yang diperbarui dengan Peraturan Gubenur Kalimantan Barat nomor 103 tahun 2009.
4.3. Tingkat Kabupaten/Kota
4.3.1.
Kota Dumai
Kota Dumai terletak di Provinsi Riau dan secara geografis terletak pada 10o51’30” – 10o59’08” Lintang Utara dan 114o24’ – 114o34’ Bujur Timur, mencakup wilayah seluas 1.727,38 km2. Kota Dumai berada di wilayah beriklim tropis dengan suhu udara rata-rata 25,3o C – 26,3o C dan curah hujan rata-rata 100 – 300 mm/bulan. Lokasinya berada di pantai laut menghadap Selat Malaka
71 dengan elevasi antara 0 – 30 meter dari permukaan laut. Permukaan tanah sebagian besar datar dengan sedikit bagian bergelombang. Penduduk Kota Dumai pada akhir Oktober 2009 tercatat sebanyak 265.280 jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata pada periode 2005-2008 sebesar 4,48% dan tahun 2009 sebensar 6,47%. Kepadatan penduduk berkisar antara 16 jiwa/km2 sampai dengan 1.151 jiwa/km2. Perekonomian disokong sebagian besar (28,33%) oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sedangkan sektor pertanian termasuk kehutanan dan perkebunan hanya mendukung 7,85%. Kebakaran hutan dan lahan merupakan masalah yang serius di Kota Dumai. Hal ini berkaitan dengan keberadaan kilang-kilang minyak dan jaringan pipa minyak yang melewati kawasan hutan dan lahan yang rawan kebakaran. Selama ini Kota Dumai terpantau memiliki jumlah titik panas (hotspot) yang relatif tinggi sehingga Kota Dumai termasuk sebagai daerah rawan kebakaran hutan dan lahan. Pengelolaan kebakaran hutan dan lahan Kota Dumai mengacu pada Peraturan Daerah Kota Dumai nomor 4 tahun 2006 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan atau Lahan. Pencegahan kebakaran menurut peraturan daerah tersebut merupakan kewajiban dan tanggung jawab setiap orang dan penanggung jawab usaha. Peraturan daerah tersebut memberi peluang bagi dilakukannya pembakaran lahan untuk beberapa macam kepentingan dengan berbagai persyaratan dan atas ijin dari walikota. Penyelenggaraan pengendalian kebakaran hutan dan lahan sesuai dengan amanat peraturan daerah tersebut dilakukan oleh Satuan Pelaksana Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Satlak Dalkarhutla) Kota Dumai yang dibentuk dengan Keputusan Walikota Dumai nomor 334/PEREKO/2006. Walikota Dumai bertindak sebagai penanggung
jawab,
sedangkan
operasionalnya
dipimpin
oleh
Kepala
Distanbunhut Kota Dumai sebagai Pelaksana Harian.
4.3.2.
Kabupaten Inderagiri Hulu Kabupaten Indragiri Hulu dibentuk berdasarkan UU No. 6 tahun 1965 di
Provinsi Riau. Kabupaten yang memiliki luas 8.198,26 Km2 tersebut terletak pada 0o 15’ - 1o 5’ LU dan 100o 10’ – 102o 48’ BT. Kabupaten ini beribu kota di
72 Rengat dan terbagi atas 9 kecamatan, yakni: Rengat, Rengat Barat, Seberida, Pasir Penyu, Kelayang Peranap, Batang Cenaku, Batang Gansal, dan Lirik. Wilayahnya terdiri dari daerah rawa, dataran rendah dan dataran tinggi dengan elevasi antara 5 m sampai dengan 400 m. Wilayah Kabupaten Indragiri Hulu beriklim tropis dengan suhu udara ratarata berkisar antara 21,4o C dan 32,8o C dan curah hujan rata-rata 2.449 mm per tahun. Hal yang menarik terkait dengan kebakaran hutan dan lahan adalah bahwa daerah tersebut mengalami dua periode bulan kering setiap tahun yakni bulan Februari dan bulan Juni-Juli. Hal ini tampaknya turut berperan membuat periode kejadian kebakaran di Provinsi Riau biasanya dua kali dalam setahun yakni sekitar Februari dan sekitar Juni dan Juli.
Tabel 1. Curah hujan rata-rata di Kabupaten Indragiri Hulu 2005 - 2009
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
Curah Hujan (Mm) 267,00 91,00 155,20 282,20 133,00 87,20 95,60 167,60 208,75 260,33 411,66 289,40 2.448,94
Hari Hujan (Hari) 15 9 10 15 9 8 6 9 8 12 15 12 128
Sumber: Pemerintah Daerah Kab. Inderagiri Hulu (http://www.inhu.go.id/iu_iklim.php), 2010 Penduduk Kabupaten Indragiri Hulu pada tahun 2002 berjumlah 279.495 jiwa, terdiri dari 139.717 laki-laki dan 139.778 perempuan, dengan kepadatan rata-rata 34,09 jiwa/km2. Jumlah tersebut meningkat di tahun 2006 menjadi 295.291 jiwa dengan kepadatan rata-rata 38,47 jiwa/km2. Mata pencaharian penduduknya terutama adalah pertanian, yang memberikan sumbangan terbesar
73 kepada produk domestik regional bruto (PDRB) setiap tahunnya sekitar 30%, dengan kontribusi terbesar dari subsektor perkebunan yakni sekitar 20%. Kabupaten Inderagiri Hulu merupakan salah satu daerah yang rawan kebakaran hutan dan lahan. Pengelolaan kebakaran selama ini menjadi tugas dan tanggung jawab melekat pada Dinas Kehutanan Kabupaten Inderagiri Hulu dan secara operasional untuk pemadaman kebakarannya dilaksanakan oleh Manggala Agni Daerah Operasi Rengat. Saat ini Pemerintah Daerah Kabupaten Inderagiri Hulu sedang menyiapkan peraturan daerah yang mengatur pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
4.3.3.
Kabupaten Ketapang
Kabupaten Ketapang merupakan kabupaten terluas di Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) dengan luas wilayah 35.809 km2. Secara geografis wilayahnya berada di antara garis 0o 19’ 00” – 3o 05’ 00” LS dan 108o 42’ 00” – 111o 16’ 00” BT. Daerahnya memanjang dari utara ke selatang sepanjang pantai barat Kalimantan berupa dataran berawa-rawa dengan topografi relatif datar, kecuali di daerah hulu yang berbukit-bukit. Iklimnya tropis dengan suhu udara rata-rata 23,70o C – 26,70o C dan pada siang hari mencapai 30,80o C. Curah hujan rata-rata 3.696,1 mm/tahun dengan hari hujan rata-rata 214 hari per tahun. Jumlah penduduk pada tahun 2004 sebanyak 473.880 jiwa tersebar di 24 kecamatan. Penduduknya berasal dari berbagai etnis atau suku, terutama Dayak, Melayu dan Tionghoa. Pendapatan utama berasal dari bisnis kehutanan dan perkebunan. Kondisi iklim yang panas dan masih tingginya pengembangan perkebunan menjadikan Kabupaten Ketapang salah satu daerah rawan kebakaran di Kalbar. Pengelolaan kebakaran hutan dan lahan menjadi tugas dan tanggung jawab Dinas Kehutanan Kabupaten Ketapang dalam rangka pengawasan pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Ketapang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengelolaan Hutan dan Hasil Hutan.
74 4.3.3. Kabupaten Kubu Raya
Kabupaten Kubu Raya merupakan kabupaten baru di Kalimantan Barat hasil pemekaran dari Kabupaten Pontianak berdasarkan Undang-undang Nomor 35 tahun 2007. Wilayah Kabupaten Kubu Raya terletak di selatan Kota Pontianak dan secara geografis berada pada 108°35’-109°58’BT dan O°44’LU 1°01’LS. Kabupaten ini memiliki beriklim tropis dengan suhu udara tinggi berkisar antara 28o – 32o C dan kelembaban udara antara 53% - 99,58% serta memiliki curah hujan yang juga relatif tinggi yaitu antara 3000 – 4000 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 15 hari per bulan. Luas keseluruhan wilayah kabupaten tersebut adalah 6.985,20 Km² yang secara administratif terbagi atas 9 kecamatan, 101 desa dan 370 dusun. Penduduknya pada tahun 2006 tercatat berjumlah 480.938 jiwa dengan rata-rata kepadatan penduduk adalah 68.85/Km². Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah di sektor pertanian yang mencakup perkebunan, perikanan dan peternakan. Kabupaten Kubu Raya dengan daerahnya yang didominasi oleh lahan gambut termasuk daerah yang rawan kebakaran lahan. Kebakaran disebabkan terutama oleh kegiatan penyiapan lahan pertanian dengan pembakaran. Pengelolaan kebakaran hutan dan lahan sementara masih ditangani oleh Pos Komando Pelaksana Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Poskolak Dalkarhutla)
di
bawah
koordinasi
Dinas
Kehutanan,
Perkebunan
dan
Pertambangan Kabupaten Kubu Raya bekerja sama dengan Manggala Agni Daerah Operasi Pontianak. Poskolak Dalkarhutla tersebut merupakan organisasi di tingkat kecamatan yang berada di bawah Pusdalkarhutlada Provinsi Kalimantan Barat dan Satlak Dalkarhutla Kabupaten Pontianak.