6
BAB II KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1
Hakikat Permainan Bola Voli Permainan bola voli dilakukan oleh dua regu yang saling berhadapan dengan
dipisahkan oleh sebuah jaring di tengah lapangan dan setiap regu terdiri dari 6 orang yang dibatasi setiap satu setnya terdiri dari 25 poin dengan sistem rally point dan dipimpin oleh dua orang wasit. Permainan bola voli diciptakan oleh William G. Morgan pada tahun 1895. Dia adalah seorang pembina pendidkan jasmani pada organisasi Young Men’s Christian Association (YMCA) dikota Massachusetts, Amerika Serikat. Pada mulanya permainan bola voli diberi nama mintonette, dimana permainannya hampir sama dengan permainan badminton. Kemudian permainan ini diubah menjadi volleyball, yang artinya memvoli bola secara bergantian. Pada tahun 1892, YMCA berhasil mengadakan pertandingan kejuaraan nasional bola voli di Amerika Serikat. Pada tahun 1947, untuk pertama kalinya permainan bola voli dipertandingkan di Polandia. Pada tahun 1948 dibentuk organisasi bola voli dunia dengan nama IVBF (International Volley Ball Federation) dengan beranggotakan 15 negara dan berpusat di Paris.( Shandie, 2011 ).
6
7
2.1.2 Hakikat Ketepatan Smash Ketepatan atau accuracy adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan gerak-gerak bebas, terhadap suatu sasaran. Sasaran dapat berupa jarak atau mungkin suatu objek langsung yang harus dikenai.(Mohamad Sajoto, 1988). Selanjutnya dijelaskan oleh Kent, (1994) membuat defenisi ketepatan adalah melakukan gerakan tanpa membuat kesalahan. Ketepatan ditentukan oleh bebrapa faktor yaitu, kordinasi gerakan, ketajaman indra, penguasaan teknik, kecepatan dan kekuatan gerakan, ketelitian dan perasaan atlet, jauh dan besar kecilnya sasaran. Cara mengembangkan ketepatan iyalah dengan mengulang-ulang gerakan dengan frekuensi yang banyak, mempercepat gerakan, menjauhkan atau memperkecil sasaran. Sedangkan teknik smash digunakan sebagai senjata untuk menyerang dan mengumpulkan angka dalam permainan bola voli. Mengingat pentingnya hal tersebut maka pelaksanaan teknik smash dalam pertandingan harus efektif. Ada beberapa macam smash menurut macam umpannya yaitu a) Smash normal, b) Smash semi, c) Smash push, d) Smash pull, e) Smash pull jalan, f) Smash pull straight, g) Smash cekis, h) Smash langsung dan i) Smash dari belakang. (Yunus 1992 : 152 ). Yudha. M. Saputra. (2010) menjelaskan bahwa smash adalah kemampuan melewatkan bola di atas net dengan menggunakan salah satu tangannya dengan hasil bola akan menukik keras ke daerah lawan. Keterampilan ini memiliki tingkat kompleksitas tinggi karena sangat memerlukan komponen pendukung seperti kekuatan, kecepatan, dan power.
8
Selanjutnya menurut Ucup dkk (2001:41), mengatakan bahwa kemampuan smash adalah kekuatan yang melalui koordinasi gerakan keseimbangan untuk melakukan reaksi terhadap setiap perubahan posisi tubuh. Gerakan smash merupakan suatu gerakan yang kompleks atau suatu serangkaian gerakan yang serempak tidak terputus dan disertai dengan tenaga yang besar. Selanjutnya Ucup dkk, (2001:47) mengemukakan bahwa “smash adalah tindakan pukulan terhadap bola yang lurus ke bawah sehingga bola akan bergerak dengan cepat dan menukik melewati jaring/net menuju ke sasaran yang diinginkan.” Dari beberapa pendapat diatas bahwa yang dimaksud dengan ketepatan smash adalah suatu serangan dengan cara melewatkan bola di atas net, menggunakan salah satu tangannya dengan hasil bola akan menukik keras ke daerah lawan secara tepat atau jatuh pada daerah yang kosong. Dengan demikian dalam permaian bola voli, ketepatan smash menjadi penentu kemenangan tim dan menjadi sangat penting dalam permainan bola voli. Dalam pelaksanaan smash dapat dilakukan dengan tahap-tahap gerak seperti yang akan dijelaskan di bawah ini: a. Sikap Awal. Dapat dimaksudkan disini saat-saat pengambilan awalan sampai dengan saat tolakan ke atas. Mula-mula mengambil sikap siap normal degan jarak yang cukup dari jaring (3 sampai 4 meter). Pada saat akan mengadakan langkah kedepan terlebih dahulu melakukan langkah-langkah kecil ditempat. Langkahlangkah kecil ini dimaksudkan agar pada saat itu badan telah dalam batas seimbang labil dan pada saatnya untuk bergerak ke depan. Sesudah itu
9
dilanjutkan dengan langka ke depan yang gerakkannya secara kontinuitasnya juga letak bahu kiri yang relatif akan selalu berada lebih dekat pada jaring dari pada bahu kanan. Sekarang sampailah pada saat menolak. Tolakan harus dilakukan dengan menumpu terlerbih dahulu dengan kedua kaki dan langkah pada saat akan menumpu ini tidak boleh lebar ataupun dengan suatu loncatan. Setelah menumpu dengan kedua kaki kemudian segera diikuti dengan gerakan merendahkan badan dengan jalan menekuk lutut agak dalam ke bawah serta lengan masing-masing telah berada di samping belakang badan. Kemudian setelah itu diikuti dengan tolakan kaki ke atas secara explosif dan dibantu dengan ayunan kedua lengan dari arah belakang ke depan atas. Perlu diperatikan setelah kaki menolak ke atas maka kedua kaki harus dalam keadaan rilex. Setela kaki menolak tangan kanan berada di samping atas kepala agak ke belakang dan lengan sedikit lurus, dengan telapak tangan menghadap ke depan sedang tangan kiri berada di samping depan kepala kirakira setinggi telinga. Tangan dan lengan kiri dalam keadaan rilex saja dan menjaga keseimbangan tubuh selama melayang di udara. b. Sikap Perkenaan Sikap pada saat melayang seperti tersebut di atas harus usahakan sedemikian hingga bola berada di atas depan smasher. Bila bola telah beradadi atas depan hingga dan dalam jangkauan tangan maka segerahlah tangan kanan dipukulkan pada bola secepatnya. Perlu diperhatikan di sini perkenaan tangan adalah pada telapak tangan suatu gerakan lecutan baik dari lengan maupun
10
tangan. Pukulnya yang betul akan mengakibatkan bola menjadi top-spin serta secepatnya bergerak menurut. Hasil pukulan akan lebih sempurna lagi bila lecutan lengan dan tangan itu juga diikuti gerakan membungkuk dari togok. Dalam hal ini gerakan lecutan tangan, lengan dan togok adalah satu kesatuan gerakan yang harmonis dan exsplosif. c. Sikap Akhir Setelah bola berhasiil dipukul masa smasher akan segera mendarat kembali di tanah. Perlu diperhatikan disini bahwa saat mendarat dengan kedua kakinya dan dalam keadaan lentur (mengeper).
2.1.3 Hakikat Latihan High Box Jump Latihan high box jump adalah salah satu bentuk latihan pliometrik dengan tujuan utama adalah untuk mengembangkan daya ledak otot tungkai atau explosife power. (James C. Radcliffe dan Robert C. Farentinous. 2002) Plyometrik adalah teknik pelatihan yang digunakan oleh atlet dalam semua jenis olahraga untuk meningkatkan kekuatan dan daya ledak (Chu, 1998). Plyometrik adalah pergerakan otot yang cepat dari (eccentric action) gerak eksentrik dan segera diikuti oleh konsentris atau terjadinya perpendekan otot yang sama pada jaringan otot (Baechle and Earle, 2000). Dalam penjelasan Santoso Giriwijoyo dan Didik Safar (2012) bahwa kontraksi konsentrik adalah kontraksi otot disertai pemendekan dan kontraksi eksentrik adalah kontarksi otot disertai pemanjangan.
11
Pola gerak plyometrik sebagian besar meliputi konsep “power chain” dan sebagian besar melibatkan otot pinggul dan tungkai bawah., karena gerakan kelompok otot secara nyata merupakan pusat power dari gerakan olahraga James C. Radcliffe dan Robert C. Farentinous. (2002) Pelatihan plyometrik diklasifikasikan pada kategori-kategori sebagai berikut : pelatihan bertumpu pada satu kaki, bertumpu pada dua kaki, reaksi lompat jauh, dan pelatihan bantingan (Bompa, 1994). Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan respon atlet atas kontak dengan tanah. Kontak dengan tanah yang lebih singkat waktu dengan peningkatan produksi akan menghasilkan kekuatan atlet
yang lebih cepat, lebih kuat. Tipikal tubuh rendah
mencakup program pelatihan plyometric seperti squat jumps, lunge jumps, high box jumps, depth landings, bounds, lateral and medial jumps, and low intensity hops. (Roger, 2007). Selama program pelatihan plyometrik dapat menyebabkan adaptasi jaringan ikat sendi, urat dan otot dengan meningkatkan beban pelatihan secara progresif. Sebagai tambahan untuk olahraga yang membutuhkannya, kemampuan otot pun berkembang sedikit demi sedikit .Lingkup penekanan dan metode pengembangan tubuh yang dimodifikasi dapat menjadi metode pelatihan utama untuk digunakan. Beban harus disubmaksimalkan (65% - 80%) tergantung pada jadwal kompetisi dan klasifikasi atlet, masa di fase antara 4 – 12 minggu. Bagi atlet yang berpengalaman 4 – 5 minggu akan mencukupi (Bompa, 1994) Berkaitan dengan penelitian ini, maka latihan pliometrik yang akan ditetapkan adalah latihan high jumps box. Prosedur pelaksanaan latihan ini dapat dijelaskan
12
sebagai berikut : Latihan high box jump memerlukan kotak (box) atau bangku yang tingginya antara 12 inci samapi 24 inci ataw 30,48 cm sampai 60,96 cm. Awal gerakan latihan ini adalah dengan sikap berdiri yang rileks menghadap pada kotak (box) kira-kira berjarak 10 inci sampai 20 inci ataw 25,4 cm sampai 50,8 cm . Lengan berada di samping badan tungkai agak ditekuk. Gerakan lengan untuk membantu tolakan ke atas dan mendarat dengan kedua kaki di atas kotak atau box, dan kembali loncatlah dengan segera ke belakang ketempat posisi awal dan ulangi kembali gerakan ini untuk durasi waktu yang ditentukan(James C. Radcliffe dan Robert C. Farentinous 2002) Berdasarkan pada pendapat di atas maka dapat di pahami bahwa pelatihan high box jump adalah bentuk-bentuk pelatihan dari pliometrik yang dalam penerapannya digunakan untuk meningkatkan daya ledak otot tungkai. Agar daya ledak otot tungkai dapat meningkat sebagai pengaruh dari bentuk pelatihan high box jump, maka hendaknya program pelatihan haruslah disusun secara baik dan sistematis dengan memperhatikan prinsip-prinsip pelatihan.
2.1.4 Pengaruh Latihan High Box Jump Terhadap Daya Ledak Otot Telah dijelaskan sebelumnya bahwa latihan high box jump adalah salah satu bentuk latihan pliometrik dengan tujuan utama adalah untuk mengembangkan daya ledak otot tungkai atau explosife power. Oleh karena itu perlu dipahami terlebih dahulu bahwa latihan high box jump secara langsung akan mempengaruhi kemampuan daya ledak otot tungkai.
13
Hasil latihan high box jump yang terprogram secara sistematis secara langsung dapat meningkatkan kemampuan otot, Dengan melihat pada unsur daya ledak yaitu kekuatan dan kecepatan daya ledak erat kaitannya dengan unsur kekuatan otot dan kecepatan bereaksi, jika ada peningkatan kekuatan otot disertai peningkatan kecepatan akan diikuti peningkatan daya ledak. Santoso Giriwijoyo dan Didik Safar (2012) menguraikan tentang perubahan anatomi, kimiawi dan fisiologi otot akibat dari suatu latihan fisik bahwa, latihan otot akan menyebapkan terjadinya perubahan-perubahan dalam otot, yaitu perubahan anatomis, kimiawi ( bio-kimia), dan fisiologis. Tetapi perubahan mana yang doninan ditentukan oleh tujuan dan macam latihan yang dilakukan. Dibawah ini akan dibahas perubahan-perubahan tersebut. a. Perubahan anatomi. Latihan otot akan menyebapkan otot membesar. Pembeseran otot in terjadi karena: 1. Membesarnya serabut-serabut otot (hipertropi otot) 2. Bertambahnya jumlah kapiler di dalam otot (kapilarisasi otot). 3. Bertambahnya jumlah jaringan ikat di dalam otot. b. Hipertropi otot Latihan yang ditunjukan untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan statis akan menyebapkan terjadinya hipertropi otot. Hipertropi ini disebapkan oleh ; 1. Bertambahnya unsure kontraktil (aktin dan myosin) didalam otot, yang menyebapkan bertambahnya kekuatan aktif otot.
14
2. Menebalnya dan menjadi lebih kuatnya sarcolemma dan bertambahnya jumlah jaringan ikat di antara sel-sel otot (serabut-serabut otot), yang menyebapkan bertambahnya kekuatan pasif otot. 3. Bertambahnya jumlah kapiler di dalam otot menjadi lebih muda memelihara kondisi homeostasisnya, khususnya otot yang dilatih untuk daya tahan. Otot-otot yang tidak terlatih akan mengecil (atrofi) dan melemah. Dengan latihan, maka otot-otot akan membesar (hipertropi). Pembesara terjadi oleh karena bertambahnya unsure kontraktil di dalam serabut otot yang menyebapkan meningkatnya kekuatan kontraksi otot (kekuatan aktif otot), menebalnya sarcolemma, dan bertambahnya jaringan ikat diantara serabut-serabut otot yang menyebapkan meningkatnya kekuatan pasif otot. Hipertropi
serabut-serabut
otot
dengan
demikian
menyebapkan
meningkatnya kekuatan aktifotot dan meningkatnya kekuatan pasif otot, menjadi
lebih
kuatdan
tahan
terhadap
regangan
dan
semakin
terpeliharanya kondisi homeostasisnya, yang menyebapkan meningkatnya daya tahannya . Petren dkk. (dalam karpovich dan sinning, 1971) mendapatkan adanya kenaikan jumlah kapiler sebesar 40-45% di dalam otot jantung gastronemius pada kelinci yang dilatih lari. Perubahan intraselular ditandai dengan meningkatnya jumlah dan ukuran mitochondria, disertai dengan bertambahnya jumlah cristaeyang
15
menjadi lebih padat. Mitochondria mengandung enzim-enzim oksidatif untuk menyelenggarakan pembentukan daya secara aerobic. Perubahan anatomis mana yang lebih dominan, ditentukan oleh macam latihan yang dilakukan. Latihan yang bersifat anaerobic akan terutama menyebapkan terjadinya hipertropi serabut-serabut otot disertai bertambahnya jumlah jaringan ikat, sedangkan latihan yang bersifat aerobic
terutama
menyebapkan
terjadinya
kapilarisasi
disertai
bertambanya jumlah mitochondria. Dua hal yang terakhir berkaitan dengan diperlukanya kemampuan memasok O2 dan membuang zat-zat sampah penyabap kelelahan yang lebih baik. c. Perubahan biokimia Perubahan biokimia meliputi bertambahnya jumlah PC (phosphocreatine), glikogen otot, myoglobin dan enzim-enzim yang penting untuk proses aerobic ( enzim-enzim oksidatif ) yang terdapat didalam mitochondria. Perubahan biokimia ini juga ditentukan oleh macam latihan yang dilakukan. Latihan anaerobic akan terutama meningkatkan jumlah PC dan glikogen otot, sedangkan latihan aerobic akan terutama meningkatkan jumlah myoglobin dan enzim-enzimoksidatif. Latihan dapat meningkatkan kadar glikogen di dalam otot menjadi 2-3 kali lebih banyak. Bertambahnya myoglobin akan menyebapkan otot berwarna lebih merah. Pada anjing dewasa, jumlah myoglobin per 100 g jaringan otot berkisar antara 100 mg pada anjing yang tidak terlatih sampai 1000 mg pada anjing penburu yang sangat terlatih.
16
Enzim-enzim oksidatif dapat meningkat 2x lipat pada otot-otot yang dilatih aerobic, sebaliknya immobilisasi menurunkan jumlah enzim-enzim tersebut (karpovich dan sinning 1971). Perlu pula dikemukakan bahwa olahraga exhaustive dapat menimbulkan kerusakan mitochondria yang ditandai dengan terjadinya pembengkakan mitochondria dan disorganisasi internal. Oleh karena itu, olahraga exhaustive merugikan karena masa pemulihan menjadi lebih panjang. d. Perubahan fisiologi Perubahan fisiologi ditunjukan oleh bertambahnya : 1. Kekuatan dan daya tahan statis 2. Daya tahan dinamis 3. Kecepatan trasmisi neuromuscular 4. Bertambah cepatnya pemulihan.
2.1.5 Konstribusi Daya Ledak Otot Pada Ketepatan Smash Jansen dkk dalam Roesdiyanto dan Budiwanto (2008) menjelaskan bahwa daya ledak merupakan suatu faktor yang sangat penting untuk menghasilkan prestasi yang tinggi, daya ledak dapat menentukan keberhasilan seorang atlit, bagaimana seorang atlit dapat melempar lebih jauh, dapat melompat lebih tinggi dan dapat berlari lebih cepat, atau seseorang perenang dapat berenang lebih cepat, semua itu memerlukan kemampuan power (daya ledak otot).
17
Pemain bola voli memerlukan gerakan yang cepat dan mendadak berulangulang, hal ini menjadi sewaktu kaki menumpuh tanah, yang kemudian dengan cepat dilanjutkan dengan menghentakan kembali, sehingga menghasilkan dorongan ke atas pada saat melakukan smash. Bila ditinjau dari segi faal otot, bahwa unsure gerak smash dalam permainan bola voli khususnya pada bagian tungkai terjadi kontraksi konsentrik pemendekan otot dan kontraksi eksentrik pemanjangan otot secara kuat dan cepat. Gerakan smash
merupakan ciri khas dalam melatih daya ledak otot
melalui latihan pliometrik dengan bentuk latihan high box jump. Oleh karena itu sangat jelas bahwa meningkatnya daya ledak otot tungkai merupakan efek dari latihan pliometrik dengan bentuk latihan high box jump. Daya ledak otot tungkai yang maksimal dapat menentukan tinggi lompatan seorang pemain bola voli, sehingga pada saat melakukan smash dapat dilakukan secara efektif terlebih dilihat dari unsure ketepatan smash. 2.2 Kerangka Berpikir Seni dalam permaian bola voli sering terlihat pada saat melakukan serangan yang dilakukan melalui smash, setiap pemain bola voli selalu berlatih untuk meningkatkan smash dengan berbagai metode latihan. Metode latihan pliometrik dengan bentuk latihan high box jump secara langsung dianggap tidak dapat mempengaruhi ketepatan smash. Anggapan ini dapat dibenarkan, akan tetapi perlu diketahui bahwa salah satu unsur fisik yang dominan pada saat melakukan smash dengan tepat perlu ditunjang oleh kondisi fisik daya ledak yaitu daya ledak otot tungkai.
18
Beberapa ahli telah meyatakan bahwa latihan pliometrik secara signifikan dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai, oleh karena itu dapat ditegaskan bahwa jika latihan pliometrik dengan bentuk latihan high box jump diterapkan pada pemain bola voli putra SMP Negeri 10 Kota Gorontalo, maka dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai dan menunjang keterampilan bermain yakni ketepatan smash. 2.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis penelitian dapat diajukan sebagai berikut: “Terdapat Pengaruh Latihan High Box Jump Terhadap Peningkatan Ketepatan Smash Pada Pemain Bola Voli Putra SMP Negeri 10 Kota Gorontalo”.