BAB II KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1
Kajian Teoritis
2.1.1
Hakikat Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). (Maulana, 2009:194) Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan presepsi terhadap objek. Menurut Notoatmodjo (2003:122123) bahwa pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu (a)Tahu (know). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan di pelajari atau rangsangan yang di terima,(b)Memahami (Comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpertasikan materi tersebut secara benar, (c) Aplikasi (Application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya), (d) Analisis (analysis) adalah suatu harapan
9
untuk menjabarkan suatu materi atau objek dalam komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya dengan yang lain,(e)Sintesis (synthesis).Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. (f) Evaluasi (evaluasi). Evaluasi dikaitkan dengan kemampuan-kemampuan untuk melakukan identifikasi atau menilai penilaian terhadap suatu materi atau suatu objek. Pengetahuan tentang kesehatan mencakup yang di ketahui oleh seseorang terhadap cara-cara memelihara kesehatan. Pengetahuan tentang cara-cara memelihara meliputi (a)Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit dan tanda-tandanya atau gejala penyebabnya, cara penularan, cara pencegahan, cara mengatasi dan menangani sementara), (b)Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait atau mempengaruhi kesehatan antara lain gizi makanan, sarana air bersih dan pembuangan air limbah, (c)Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional maupun yang tradisional. (Notoatmodjo, 2010:56) Menurut Notoatmodjo (2003:121) pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor,yaitu (a)Pengalaman.Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang, (b)Umur. Makin tua umur seseorang , maka proses-proses mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun. Selain itu, daya ingat seseorang di pengaruhi oleh umur. Dapat di simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan 10
yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan
penerimaan
atau
mengingat
suatu
pengetahuan
akan
berkurang,(c)Tingkat Pendidikan. Penyuluhan dapat memperluas wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpenyuluhan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas di bandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah, (d) Keyakinan. Biasanya keyakinan diperoleh secara turun-temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan yang sifatnya positif maupun negatif, (e) Sumber informasi. Meskipun seseorang memiliki penyuluhan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik maka pengetahuan seseorang akan meningkat. Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang misalnya radio, televisi, majalah, koran dan buku, (f) Penghasilan. Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang namun bila berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi. Berdasarkan beberapa pendapat sebelumnya maka yang dimaksud dengan pengetahuan dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan, informasi, gejala yang ditemui dan diperoleh melalui pengamatan inderawi. Indikator pengetahuan dalam penelitian ini
adalah
tahu,
memahami,
menerapkan,
mengevaluasi.
11
menganalisis,
mensintesis
dan
2.1.2
Konsep Ibu Balita Pengertian ibu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Depdiknas, 2007 :
416). Ibu adalah seorang yang telah melahirkan anak. Ibu adalah sebutan untuk wanita yang sudah bersuami. Ibu adalah panggilan lazim pada wanita yang sudah bersuami atau belum yang umurnya lebih tua. Pengertian balita merupakan salah satu periode usia manusia setelah bayi dan sebelum anak pra sekolah. Balita dibedakan yaitu (a) Bayi (0-12 bulan), (b) Anak balita (13-36 bulan), (c) Anak balita (37-60 bulan). Anak balita sebagai masa emas atau “golden age” yaitu insan manusia yang berusia 12-59 bulan (Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003). Kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik, artinya memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan fisik, kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio-emosional (sikap dan perilaku agama),bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang sedang dilalui oleh anak tersebut (Olanndaa, 2010:231). 2.1.2
Konsep Dasar Diare
1.
Definisi Diare Diare adalah buang air encer lebih dari empat kali sehari, baik di sertai lendir
dan darah maupun tidak. Diare sangat kejam, tidak peduli ibu menangis ketika balitanya terkapar dan meninggal dunia akibat ulahnya. (Widjaja, 2004:1). Diare adalah benda cair yang keluar dari dubur tanpa dapat di kendalikan dapat 12
digolongkan sebagai penyakit infeksi atau non infeksi dari berbagai gangguan perut dapat akut dan juga kronis (Ronald: 2008:84). Diare adalah perubahan bentuk dan konsistensi tinja (cair, lembek) dengan jumlah tinja empat kali atau lebih dalam 24 jam (Dinas Kesehatan Puskesmas Limboto, 2009) Menurut Atmojo (2008: 123) bahwa diare suatu keadaan abnormal dari frekuensi dan kepadatan tinja, Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit diare adalah bila tinja mengandung air lebih banyak dari normal. Menurut Departemen Kesehatan RI, (2009: 89) bahwa diare adalah berak cair lebih dari tiga kali dalam 24 jam, dan lebih menitik beratkan pada konsistensi tinja dari pada menghitung frekuensi berak. Ibu-ibu biasanya sudah tahu kapan anaknya menderita diare, mereka biasanya mengatakan bahwa berak anaknya encer atau cair. Kedua pendapat ini menunjukkan bahwa diare adalah penyakit dengan buang air besar lembek / cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari). Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselangsering berhenti lebih dari 2 hari. Menurut Depkes (2002: 56) bahwa berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita, gradasi penyakit diare akut dapat dibedakan dalam empat katagori, yaitu : (1) Diare tanpa dehidrasi, (2) Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 5 % dari berat badan, (3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 6-10 % dari berat badan, (4) Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 10%. Mengenai penyebab diare dikemukakan oleh Beaglehole dkk, (2007: 71) bahwa secara klinis 13
penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai berikut: 1) Infeksi : (a) Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus, Clostridium perfringens, Staphilococ Usaurfus, Camfylobacter, Aeromonas) (b) Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus) (c) Parasit (2) Malabsorpsi, (3) Alergi, (4) Keracunan : (a) Keracunan bahan-bahan kimia, (b) Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi. Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui faecal oral antara lain melalui makanan /minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Menurut Behrman et al, (2007: 91-92) bahwa beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare. Perilaku tersebut antara, lain: (a) Tidak memberikan ASI (Air Susu lbu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar, (b) Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman, karena botol susah dibersihkan, (c) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak, (d) Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar 14
menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan, (e) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak, (f) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. 2. Klasifikasi diare Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari (1) Diare Akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu, (2)Diare kronik adalah diare yang bersifat menahun atau persisten dan berlangsung dua minggu atau lebih (Suharyono,2008:2) 3. Etiologi Menurut Hassan (2007: 283-284) bahwa diare dapat di bagi dalam beberapa faktor antara lain (1) Faktor infeksi. Infeksi terdiri dari infeksi enteral dan parenteral. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak dan infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan. Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang antara lain : (a) Infeksi oleh bakteri : escherichia coli, salmonella thyposa, vibrio cholerae (kolera) dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik seperti pseudomonas, (b) Infeksi basil (disentri), (c) Infeksi virus rotavirus, (d) Infeksi parasit oleh cacing 15
(Ascaris lumbricoides)(e) Infeksi jamur (Candida albicans,(f) Infeksi akibat organ lain,seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang tenggorokan. (2) Faktor malabsorbsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorbsi karbohidrat dan lemak. Malabsorbsi karbohidrat pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorbsi lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorbsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak diserap dengan baik. (3) Faktor makanan. Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, alergi terhadap makanan. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak balita, (4) Faktor psikologis yaitu Rasa takut, cemas dan tegang. Jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare kronis, tetapi jarang terjadi pada anak balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih besar. 4. Manifestasi Klinis Awalnya anak mulai cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja makin cair,mungkin mengandung darah/lendir,warna tinja menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu dan anus sekitarnya lecet, gejala muntah terjadi sebelum atau sesudah diare. Jika banyak kehilangan air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi,berat badan
16
menurun,ubun-ubun bayi besar dan cekung,tonus dan turgor kulit kurang,selaput lendir mulut dan bibir kering. (Mansjoer, 2009 :470)
Tabel 2.1 No
Penentuan Derajat Dehidrasi WHO
Tanda dan Gejala Keadaan umum
Dehidrasi Ringan Sadar, gelisah, haus
Dehidrasi Sedang Gelisah, Mengantuk
2
Denyut nadi
Normal kurang dari 120/menit
Cepat dan lemah 120-140/menit
3
Pernafasan Normal
4
Ubunubun besar Kelopak mata Air mata Selaput lendir Elastisitas kulit
1
5 6 7 8
9
Air seni warnanya tua
Dehidrasi berat Mengantuk, lemas, anggota gerak dingin, berkeringat, kebiruan, mungkin koma, tidak sadar Cepat , haus, kadang kadang tak teraba, kurang dari 140/menit Dalam dan cepat
Normal
Dalam, mungkin cepat Cekung
Normal
Cekung
Sangat cekung
Ada Lembab
Tidak ada Kering
Sangat kering Sangat kering
Pada pencubitan kulit secara elastis kembali secara normal Normal
Lambat
Sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Berkurang
Tidak kencing
Sangat cekung
(Sumber :Widjaja, 2004: 2) 5.
Epidemiologi Penyebab diare di tinjau dari host, agent dan environment, yang diuraikan
sebagai berikut.
17
a.
Host Menurut Widjaja (2004: 12) bahwa host yaitu diare lebih banyak terjadi pada
balita, dimana daya tahan tubuh yang lemah/menurun sistem pencernaan dalam hal ini adalah lambung tidak dapat menghancurkan makanan dengan baik dan kuman tidak dapat dilumpuhkan dan betah tinggal di dalam lambung, sehingga mudah bagi kuman untuk menginfeksi saluran pencernaan. Jika terjadi hal demikian, akan timbul berbagai macam penyakit termasuk diare. b.
Agen Agen merupakan penyebab terjadinya diare sangatlah jelas yang disebabkan
oleh faktor infeksi karena faktor kuman, malabsorbsi dan faktor makanan. Aspek yang paling banyak terjadi diare pada balita yaitu infeksi kuman e.coli, salmonella, vibrio cholera (kolera) dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebih dan patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika kondisi lemah) pseudomonas. (Widjaja, 2004: 4). c.
Environment Faktor lingkungan sangat menentukan dalam hubungan interaksi antara
penjamu (host) dengan faktor agent. Lingkungan dapat dibagi dalam 2 bagian utama. (a) Lingkungan biologis (fauna dan flora di sekitar manusia): bersifat biotik: mikroorganisme penyebab penyakit, reservoir penyakit infeksi (binatang ,tumbuhan), Vektor pembawa penyakit, Tumbuhan dan binatang pembawa sumber bahan makanan, obat, dan lainnya, (b) lingkungan fisik, bersifat abiotik: yaitu udara,keadaan tanah, geografi, (c) air, (d) zat kimia. 18
Keadaan lingkungan yang sehat dapat ditunjang oleh sanitasi lingkungan yang mememnuhi syarat kesehatan dan kebiasaan masyarakat untuk Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Pencemaran lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan agent yang berdampak pada host (penjamu) sehingga mudah untuk timbul berbagai macam penyakit, termasuk diare. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare. Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman dan meningkatkan risiko terjadinya diare adalah (1) Tidak memberi ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan, (2) Menggunakan botol susu, (3) Menggunakan air yang tercemar, (4) Tidak mencuci tangan sesudah BAB dan sesudah membuang tinja atau sebelum makan dan menyuapi anak, (5) Tidak membuang tinja(termasuk tinja bayi) dengan benar. Faktor penjamu yang mengakibatkan kerentanan terhadap diare yaitu (1) tidak memberikan asi sampai umur dua tahun, (2) kurang gizi, (3) campak dan (4) imunodefiensi/imunosupresi. 6. Cara penularan Cara penularan yaitu (a) Air (water borne disease), (b) Makanan (food borne disease), (c) Susu (milk born disease). Menurut Budiarto (2002: 71) bahwa secara umum faktor resiko diare pada dewasa yang sangat berpengaruh terjadinya penyakit diare yaitu faktor lingkungan (tersedianya air bersih, jamban keluarga, pembuangan sampah, pembuangan air limbah), perilaku hidup bersih dan sehat, kekebalan tubuh, infeksi saluran pencernaan, alergi, malabsorpsi, keracunan, immuno defisiensi serta sebab-sebab lain. Sedangkan menurut Sunoto (2008: 138) bahwa pada balita faktor risiko terjadinya 19
diare selain faktor intrinsik dan ekstrinsik juga sangat dipengaruhi oleh prilaku ibu atau pengasuh balita karena balita masih belum bisa menjaga dirinya sendiri dan sangat tergantung pada lingkungannya. Dengan demikian apabila ibu balita atau pengasuh balita tidak bisa mengasuh balita dengan baik dan sehat maka kejadian diare pada balita tidak dapat dihindari. Berkaitan dengan itu menurut Junadi, Purnawan dkk, (2002: 215) bahwa penularan penyakit diare pada balita biasanya melalui jalur fecal oral terutama karena : (1) Menelan makanan yang terkontaminasi (makanan sapihan dan air). (2) Beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan kuman perut : (a) Tidak memadainya penyediaan air bersih, (b) Kekurangan sarana kebersihan dan pencemaran air oleh tinja, (c) Penyiapan dan penyimpanan makanan tidak secara semestinya. Pendapat lain dikemukakan oleh Noerasid dkk (2009:182) bahwa selain beberapa faktor diatas kemungkinan penularan Diare pada balita juga sangat dipengaruhi oleh : (a) Gizi kurang, (b) Kurang kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh, (c) Berkurangnya keasaman lambung, (d) Menurunnya motilitas usus. Penyebab diare berupa infeksi masih merupakan permasalahan yang serius di Negara berkembang, ini dapat berupa infeksi parenteral (infeksi jalan nafas, saluran kencing dan infeksi sistemik) serta infeksi enteral (bakteri, virus, jamur dan parasit). Diakui bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya diare tidak berdiri sendiri, tetapai sangat kompleks dan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkaitan satu sama lain, misalnya faktor gizi, sanitasi lingkungan, keadaan sosial ekonomi, keadaan sosial budaya serta faktor lainnya. Untuk terjadinya diare sangat dipengaruhi oleh kerentanan tubuh, pemaparan terhadap air yang tercemar, sistim pencernaan 20
serta faktor infeksi itu sendiri. Kerentanan tubuh sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, status gizi, perumahan padat dan kemiskinan. Menurut Partawihardja (2008: 167-168) bahwa bahwa kejadian diare balita disamping dipengaruhi oleh faktorfaktor diatas juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya sebagai berikut.
1. Faktor infeksi Faktor infeksi penyebab diare dapat dibagi dalam infeksi parenteral dan infeksi enteral. Walaupun mekanisme sinergik antara campak dan diare pada anak belum diketahui, diperkirakan kemungkinan virus campak sebagai penyebab diare secara enteropatogen. Walaupun diakui pada umumnya bahwa enteropatogen tersebut biasanya sangat kompleks dan dipengaruhi oleh faktor-faktor umur, tempat, waktu dan keadaan sosio ekonomi. 2. Faktor umur Semakin muda umur balita semakin besar kemungkinan terkena diare, karena semakin muda umur balita keadaan integritas mukosa usus masih belum baik, sehingga daya tahan tubuh masih belum sempurna. Kejadian diare terbanyak menyerang anak usia 7 – 24 bulan, hal ini terjadi karena (a) Bayi usia 7 bulan ini mendapat makanan tambahan diluar ASI dimana risiko ikut sertanya kuman pada makanan tambahan adalah tinggi (terutama jika sterilisasinya kurang), (b) Produksi ASI mulai berkurang, yang berarti juga anti bodi yang masuk bersama ASI
21
berkurang. Setelah usia 24 bulan tubuh anak mulai membentuk sendiri anti bodi dalam jumlah cukup (untuk defence mekanisme), sehingga serangan virus berkurang. 3. Faktor status gizi Pada penderita kurang gizi serangan diare terjadi lebih sering terjadi. Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan berat diare yang diderita. Diduga bahwa mukosa penderita malnutrisi sangat peka terhadap infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang. Status gizi ini sangat dipengaruhi oleh kemiskinan, ketidaktahuan dan penyakit. Begitu pula rangkaian antara pendapatan, biaya pemeliharaan kesehatan dan penyakit, keadaan sosio ekonomi yang kurang, hygiene sanitasi yang jelek, kepadatan penduduk rumah, penyuluhan tentang pengertian penyakit, cara penanggulangan penyakit serta pemeliharaan kesehatan. 4. Faktor lingkungan Penularan penyakit diare sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana sebagian besar penularan melalui faecal oral yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana air bersih dan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan serta perilaku hidup sehat dari keluarga. Oleh karena itu dalam usaha mencegah timbulnya diare yaitu dengan melalui penyediaan fasilitas jamban keluarga yang disertai dengan penyediaan air yang cukup, baik kuantitas maupun kualitasnya. Upaya tersebut harus diikuti dengan peningkatan pengetahuan dan sosial ekonomi masyarakat, karena tingkat penyuluhan dan ekonomi seseorang dapat berpengaruh pada upaya perbaikan lingkungan. 5. Faktor susunan makanan 22
Faktor susunan makanan berpengaruh terhadap terjadinya diare disebabkan karena kemampuan usus untuk menghadapi kendala baik itu yang berupa (a) Antigen adalah susunan makanan mengandung protein yang tidak homolog sehingga dapat berlaku sebagai antigen. Lebih-lebih pada bayi dimana kondisi ketahanan lokal usus belum sempurna sehingga terjadi migrasi molekul makro, (b) Osmolaritas : susunan makanan baik berupa formula susu maupun makanan padat yang memberikan osmolaritas yang tinggi sehingga dapat menimbulkan diare, (c) Malabsorpsi : kandungan nutrient makanan yang berupa karbohidrat, lemak maupun protein dapat menimbulkan intoleransi, malabsorpsi maupun alergi sehingga terjadi diare pada balita, (d) Mekanik : kandungan serat yang berlebihan dalam susunan makanan secara mekanik dapat merusak fungsi usus sehingga timbul diare. 7. Pencegahan Diare Pencegahan diare yaitu (a) siapkan makanan secara higienis, (b) Sediakan air minum yang bersih, (c) Cuci tangan sebelum makan, (d) Berikan ASI eksklusif selama 6 bulan, (e) Buang air besar pada tempatnya (WC,Toilet), (f) Jangan memberikan obat antibiotik secara tepat. (Oswari, 2009:63). Hasil penelitian terakhir menunjukkan, bahwa cara pencegahan yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah memberikan ASI, memperbaiki makanan pendamping ASI, menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan, menggunakan jamban, membuang tinja bayi yang benar dan memberikan imunisasi campak. menurut Setyorogo (2008:81) bahwa usaha kesehatan dapat digolongkan menjadi 4 macam, yaitu usaha peningkatan (promotif), usaha pencegaban (preventif), 23
usaha pengobatan (curative) dan usaha pemulihan (rehabilitasi). Usaha ini pada dasarnya ditujukan terhadap tiga faktor, yang mempengaruhi timbulnya penyakit, sesuai dengan pendapat John Gordon yaitu faktor penjamu (host), bibit penyakit (agent), dan faktor lingkungan (environment). Menurut Shulman dkk (2004: 192-193) bahwa jika keempat usaha ini dikaitkan dengan tiga faktor tersebut maka usaha yang dapat dilakukan dalam pencegahan diare adalah sebagai berikut:
1)
Terhadap faktor penjamu Mempertinggi daya tahan tubuh manusia dan meningkatkan pengetahuan
masyarakat dalam prinsip-prinsip hygiene perorangan. Pencegahan diare pada anak balita antara lain: a.
Imunisasi Pengobatan diare dengan upaya rehidrasi oral, angka kesakitan bayi dan anak
balita yang disebabkan diare makin lama makin menurun. Menurut Suharti (2007: 112) bahwa kesakitan diare masih tetap tinggi ialah sekitar 400 per 1000 kelahiran hidup, (SKRT tahun 1985) menunjukan bahwa episode diare pada bayi dan. anak balita berturut-turut masih 2,6 dan 2,2 kali per bayi/ anak per tahun, sehingga jumlah kasus diare masih tetap sekitar 60 juta per tahun. Salah satu jalan pintas yang sangat ampuh untuk menurunkan angka kesakitan suatu penyakit infeksi baik oleh virus maupun. Bakteri adalah imunisasi. Hal ini berlaku pula untuk penyakit diare dan penyakit gastrointestinal lainya. Untuk dapat membuat vaksin secara baik, efisien.
24
dan efektif diperlukan pengetahuan mengenai mekanisme kekebalan tubuh pada umumnya terutama, kekebalan saluran pencernakan makanan. b.
Pemberian ASI ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini. Menurut Supariasa dkk (2002: 82) bahwa ASI adalah makanan bayi yang paling alamiah, sesuai dengan kebutuhan gizi bayi dan mempunyai nilai proteksi yang tidak bisa ditiru oleh pabrik susu manapun juga. Tetapi pada pertengahan abad ke- 18 berbagai pernyataan penggunaan air susu binatang belum mengalami berbagai modifikasi. Pada permulaan abad ke-20 sudah dimulai produksi secara masal susu kaleng yang berasal dari air susu sapi sebagai pengganti ASI. ASI steril, berbeda dengan sumber susu lain, susu formula atau cairan lain disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan seperti ini disebut disusui secara penuh. Menurut Sulastri (2009: 231) bahwa bayi-bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 4-6 bulan. Setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih). ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang 25
dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 x lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora usus pada bayi -bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare. Menurut Supariasa dkk, (2002: 145) bahwa pada bayi yahg tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan, resiko mendapat diare adalah 30 x lebih besar. Pemberian susu formula merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula, biasanya menyebabkan resiko tinggi terkena diare sehingga mengakibatkan terjadinya gizi buruk. Bertambahnya penggunaan" Pengganti ASI” (PASI) untuk makanan bayi, terutarna di negara-negara yang sedang berkembang, timbulah berbagai sindrom, misalnya yang dikenal dengan syndrome Jelliffe yang terdiri dari kekurangan kalori protein tipe marasmus, monilisasi pada mulut, dan diare karena infeksi. Hal ini disebabkan karena di negara-negara yang sedang berkembang, tingkat penyuluhan ibu yang masih rendah, kebersihan yang masih kurang, tidak adanya sarana air bersih, dan rendahnya keadaaan sosial ekonomi dari penduduknya. c.
Makanan Pendamping ASI Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Menurut Supariasa dkk (2002: 137) bahwa pada masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, 26
apa dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan. Untuk itu menurut Shulman dkk (2004: 167) bahwa ada bebarapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan pendamping ASI yang lebih baik, yaitu (1) Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4 x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4 - 6x sehari, teruskan pemberian ASI bila mungkin, (2) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya, (3) Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak. Suapi anak dengan sendok yang bersih, (4) Masak atau rebus makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak. d.
Perilaku hidup bersih dan sehat Menurut Departemen Kesehatan RI, (2002: 165-166) bahwa untuk melakukan
pola prilaku hidup bersih dan sehat dilakukan beberapa penilaian antara lain adalah (1) Penimbangan balita. Apabila ada balita pertanyaanya adalah apakah sudah ditimbang secara teratur ke posyandu minimal 8 kali setahun, (2) Gizi, anggota keluarga makan dengan gizi seimbang, (3) Air bersih, keluarga menggunakan air bersih (PAM, sumur, perpipaan) untuk keperluan sehari-hari, (4) Jamban keluarga, keluarga. buang air besar di jamban/WC yang memenuhi syarat kesehatan, (5) Air yang di minum dimasak terlebih dulu, (6) Mandi menggunakan sabun mandi, (7) 27
Selalu cuci tangan sebelum makan dengan menggunakan sabun, (8) Pencucian peralatan menggunakan sabun, (9) Limbah, apakah SPAL sering di bersihkan, (10) Terhadap faktor bibit penyakit yaitu (a) Memberantas sumber penularan penyakit, baik dengan mengobati penderita maupun carrier atau dengan meniadakan reservoir penyakit, (b) Mencegah terjadinya penyebaran kuman, baik di tempat umum maupun di lingkungan rumah, (c) Meningkatkan taraf hidup rakyat, sehingga dapat memperbaiki dan memelihara kesehatan, (3) Terhadap faktor lingkungan. Mengubah atau mempengaruhi faktor lingkungan hidup, sehingga faktor-faktor yang tidak baik dapat diawasi sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kesehatan manusia. 8.
Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan diare menurut Depkes RI antara lain dengan rehidrasi,
nutrisi, medikamentosa, (a) Dehidrasi. Diare cair membutuhkan pengganti cairan dan elektrolit tanpa melihat etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah yang telah hilang melalui diare dan atau muntah, ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat,urin,pernafasan dan ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung. Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat masing-masing anak atau golongan umur, (b) Nutrisi. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindari efek buruk pada status gizi. Agar pemberian diet pada anak dengan diare akut dapat memenuhi tujuannya, serta memperhatikan faktor yang mempengaruhi gizi anak, maka diperlukan persyaratan diet sebagai berikut yakni pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi yakni 24 jam pertama, makanan cukup 28
energi dan protein, makanan tidak merangsang , makanan diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna, makanan diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering. Pemberian ASI diutamakan pada bayi, pemberian cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan, pemberian vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup, (c) Medikamentosa. Antibiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin. Obatobat anti diare meliputi antimotilitas seperti loperamid, difenoksilat, kodein, opium, adsorben seperti norit, kaolin, attapulgit. Anti muntah termasuk prometazin dan kloropomazin. Berdasarkan derajat dehidrasi maka terapi pada penderita diare dibagi menjadi tiga yakni rencana pengobatan A, B dan C yang diuraikan sebagai berikut. a.
Rencana Pengobatan A Rencana pengobatan A digunakan untuk mengatasi diare tanpa dehidrasi,
meneruskan terapi diare di rumah, memberikan terapi awal bila anak terkena diare lagi. Cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti oralit, makanan cair, air matang. Gunakanlah larutan untuk anak seperti dijelaskan dalam tabel berikut : Tabel 2.2
Kebutuhan Oralit Per Kelompok Umur
Umur (Tahun) 3 jam pertama atau tidak haus atau Selanjutnya tiap kali sampai tidak gelisah lagi mencret <1 1 ½ gelas ½ gelas 1-5 3 gelas 1 gelas >5 6 gelas 2 gelas (Dinas Kesehatan Puskesmas Limboto, 2009) b. Rencana Pengobatan B
29
Di gunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi ringan dan sedang, dengan cara: 3 jam pertama, diberikan 75ml/kg BB. Berat badan anak tidak diketahui, berikan oralit paling sedikit sesuai tabel berikut: Tabel 2.3
Jumlah oralit yang diberikan pada 3 Jam Pertama
Umur Jumlah oralit
<1 Tahun 300ml
1-5 Tahun >5Tahun 600ml 1200ml (Departemen Kesehatan RI, 2004) Berikan anak yang menginginkan lebih banyak oralit, dorong juga ibu untuk
meneruskan ASI. Bayi kurang dari 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, berikan juga 100-200ml air masak. Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian pilih rencana A, B, C untuk melanjutkan. c.
Rencana pengobatan C Rencana pengobatan C digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat berat.
Pertama-tama berikan cairan intravena, nilai setelah 3 jam. Jika keadaan anak sudah cukup baik maka berikan oralit. Setelah 1-3 jam berikutnya nilai ulang anak dan pilihlah rencana pengobatan yang sesuai. 9. Penanganan Diare Hal pertama yang harus di perhatikan dalam penanggulangan diare adalah masalah kehilangan cairan yang berlebihan (dehidrasi). Dehidrasi ini bila tidak segera diatasi dapat membawa bahaya terutama bagi anak-anak dan balita. Bagi penderita diare ringan diberikan oralit, tetapi bila dehidrasi berat maka perlu dibantu dengan cairan intravena atau infus. Hal yang tidak kalah penting dalam menanggulangi kehilangan cairan tubuh adalah pemberian makanan kembali (refeedig) sebab selama
30
diare pemasukan makanan akan sangat kurang karena akan kehilangan nafsu makan dan kehilangan makanan secara langsung melalui tinja atau muntah dan peningkatan metabolisme selama sakit. (Sitorus, 2008:88) 2.1
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Penyuluhan kesehatan identik dengan penyuluhan kesehatan karena keduanya
berorientasi pada perubahan perilaku yang diharapkan yaitu perilaku sehat, sehingga mempunyai kemampuan mengenal masalah kesehatan dirinya, keluarga dan kelompoknya dalam meningkatkan kesehatannya. Menurut Azwar (1996: 78) bahwa penyuluhan kesehatan adalah kegiatan penyuluhan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan dapat melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Menurut Effendy (2008: 81) mengatakan badan penyuluhan kesehatan adalah gabungan dari sebagian kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan melakukan apa yang bias dilakukan secara perseorangan maupun kelompok dan meminta pertolongan bila perlu. Adapun tujuan penyuluhan kesehatan adalah (1) Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan lingkungan sehat serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, (2) Terbentuknya perilaku sehat dan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental 31
dan social sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian. Menurut WHO (dalam Effendy, 2008 : 56) tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk merubah perilaku perseorangan dan atau masyarakat dalam bidang kesehatan. Sasaran penyuluhan kesehatan adalah (1) Individu yaitu Individu yang mempunyai masalah keperawatan dan kesehatan, yang dapat dilakukan di rumah sakit, klinik, puskesmas, rumah bersalin, posyandu, keluarga binaan dan masyarakat binaan, (2) Keluarga. Keluarga binaan yang memiliki masalah kesehatan, dan keperawatan yang tergolong dalam keluarga resiko tinggi, diantaranya adalah anggota keluarga yang menderita penyakit menular, keluarga dengan kondisi social ekonomi dan penyuluhan yang rendah, keluarga dengan masalah sanitasi lingkungan yang buruk, keluarga dengan keadaan gizi yang buruk, keluarga dengan jumlah keluarga yang banyak diluar kemampuan kapasitas keluarga, (3) Kelompok. Kelompokkelompok khusus yang menjadi sasaran dalam penyuluhan kesehatan adalah kelompok ibu hamil, kelompok yang memiliki balita, kelompok yang memiliki pasangan usia subur dengan resiko tinggi kebidanan, kelompok rawan (poksila, wanita tunasila, remaja terlibat narkoba), (4) Masyarakat. Masyarakat binaan puskesmas, masyarakat nelayan dan pedesaan. Hasil yang diharapkan dari penyuluhan kesehatan adalah terjadinya perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku diri individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk dapat menanamkan prinsip-prinsip hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Tempat penyelenggaraan yaitu (a) didalam institusi pelayanan, (b) di masyarakat. 32
Ruang lingkup penyuluhan kesehatan dilihat dari berbagai dimensi antara lain (1) Dimensi sasaran yaitu (a) Penyuluhan kesehatan individual, dengan sasaran individu, (b) Penyuluhan kesehatan kelompok, dengan sasaran kelompok, (c) Penyuluhan kesehatan masyarakat, dengan sasaran masyarakat luas. (2) Dimensi tempat pelaksanaannya yaitu (a) Penyuluhan kesehatan sekolah, dilaksanakan di sekolah dengan sasaran murid, (b) Penyuluhan kesehatan di rumah sakit dilakukan di rumah sakit, dengan sasaran pasien atau keluarga pasien, di puskesmas dan sebagainya, (c) Penyuluhan kesehatan ditempat-tempat kerja, dengan sasaran buruh atau karyawan yang bersangkutan. (3) Dimensi tingkat pelayanan. Penyuluhan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five levels of prevention) dari level and Clark sebagai berikut : (a) Promasi kesehatan (Health Promotion), (b) Dalam tingkat ini penyuluhan kesehatan diperlukan misalnya dalam peningkatan gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan hygiene perseorangan, (c) Perlindungan khusus (specific protection) yaitu Dalam program imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan khusus ini penyuluhan kesehatan sangat diperlukan di negara- negara berkembang, (d) Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment). Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tenteng kesehatan dan penyakit, maka sering masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya sampai tuntas. Pengobatan yang tidak layak dan sempurna dapat menyebabkan orang tersebut cacat atau ketidakmampuan, (e) Pembatasan
cacat
(disability
limitation),
(Notoatmodjo, 2003:23) 33
(f)
Rehabilitasi
(rehabilitation)
Prinsip pokok penyuluhan kesehatan adalah proses kegiatan belajar. Didalam kegiatan belajar terdapat tiga persoalan pokok yaitu persoalan masukan (input), proses, dan persoalan keluaran (output). Metode penyuluhan kesehatan yaitu (1) Metode penyuluhan individual (Perorangan). Dalam penyuluhan kesehatan, metode penyuluhan yang bersifat individual ini digunakan untuk membina perilaku baru, atau seseorang yang telah mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Bentuk pendekatan ini adalah (a) Bimbingan dan penyuluhan (guidance and concling), (b) Interview (wawancara), (2) Metode penyuluhan kelompok. Bentuk pendekatan ini adalah (1) Kelompok besar yaitu apabila peserta penyuluhan lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar ini antara lain. a.
Persiapan Ceramah yang berhasil apabila penceramah itu sendiri menguasai materi dari
yang diceramahkan. Untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri dengan (a) Mempelajari materi dengan sistematik yang baik, lebih baik lagi kalau disusun dalam diagram atau skema, (b) Menyiapkan alat-alat bantu pengajaran misalnya makalah singkat, slide, transparan, sound sistem dan lain-lain. b.
Pelaksanaan Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah
tersebut dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk dapat menguasai sasaran (dalam arti psikologis), penceramah dapat melakukan hal-hal sebagai berikut (a) Sikap dan penampilan yang meyakinkan, tidak boleh bersika ragu-ragu dan gelisah, (b) Suara hendaknya cukup jelas dan keras, (b) Pandangan harus tertuju keseluruh peserta 34
ceramah, (c) Berdiri didepan (dipertengahan), tidak boleh duduk, (d) Menggunakan alat-alat Bantu lihat (AVA) semaksimal mungkin. Alat bantu dan media penyuluhan kesehatan yang alat bantu penyuluhan adalah alat-alat yang digunakan oleh penyuluhan dalam menyampaikan bahan penyuluhan atau pengajaran. Alat bantu ini lebih sering disebut alat peraga, karena berfungsi untuk membantu dan meragakan sesuatu dalam proses penyuluhan pengajaran. (Notoatmodjo, 2003:12). Alat peraga ini disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia itu diterima atau ditangkap melalui panca indra. Semakin banyak indra yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian atau pengetahuan yang diperoleh. Elgar Dale membagi alat peraga tersebut menjadi 11 macam (1) kata-kata (2) tulisan, (3) rekaman, radio, (4) film, (5) televisi, (6) pameran, (7) fiel trip, (8) demonstrasi, (9) sandiwara (10) benda tiruan, (11) benda asli. Secara terperinci manfaat alat bantu penyuluhan antara lain (1) Menimbulkan minat sasaran pendidikan, (2) Mencapai sasaran yang lebih banyak, (3) Membantu mengatasi hambatan bahasa, (4) Merangsang sasran penyuluhan untuk melaksakan pesan-pesan kesehatan, (5) Membantu sasaran penyuluhan untuk belajar lebih banyak dan cepat, (6) Merangsang sasaran penyuluhan untuk meneruskan pasan-pasan yang diterima kepada orang lain, (7) Mempermudah penyampaian bahan penyuluhan atau informasi oleh para pendidik atau pelaku pendidik, (8) Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan, (9) Mendorong keinginan orang untuk
35
mengetahui, kemudian lebih mendalam dan akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik, (10) Membantu menegakan pengertian yang diperoleh. Media penyuluhan masyarakat pada hakikatnya adalah alat Bantu penyuluhan (AVA). Media penyuluhan kesehatan merupakan saluran (channe) untuk menyampaikan informasi kesehatan dan karena alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat. Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan (media), media ini dibagi menjadi 3, yaitu : (1) Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan sangat bervariasi antara lain (a) Booklet adalah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar, (b) Leaflet adalah adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat dalam bentuk kalimat maupun gambar atau kombinasi, (c) Flyer (Selebaran) adalah seperti leaflet tetapi, tidak dalam bentuk lipatan, (d) Flip Chart (lembaran balik) adalah media penyampaian pesan atau informasi-informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku, dimana tiap lembar halaman berisi gambaran peragaan dan baliknya berisi kalimat sebagai pesan atau informasi berkaitan dengan gambar tersebut, (e) Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, mengenai bahasan suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, (f) Poster adalah bentuk media cetak berisi pesan-pesan atau informasi kesehatan, yang biasanya ditempelkan ditembok-tembok, ditempat-tempat umum atau dikendaraan umum, (7) Foto yaitu sesuatu yang menggungkapkan informasi36
informasi kesehatan. (2) Media elektronika sebagai alat untuk menyampaikan pesanpesan atau informasi kesehatan jenisnya berbeda-beda, antara lain televisi, radio, video, slide dan film strip. (3) Papan (bill borard) yang dipasang ditempat-tempat umum dapat dipakai diisi dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan. Media papan ini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan umum (bus dan taksi). Berdasarkan beberapa pendapat sebelumnya maka yang dimaksud dengan penyuluhan kesehatan dalam penelitian ini adalah kegiatan penyuluhan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan dapat melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Kegiatan penyuluhan meliputi persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. 2.2
Kerangka Konsep Penelitian Pengetahuan merupakan satu hasil belajar dalam domain kognitif tentang suatu
materi, gejala atau peristiwa tertentu. Pengetahuan merupakan hasil aktifitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan sehingga menghasilkan perubahan-perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Ibu yang memiliki kesadaran akan bahaya penyakit diare terhadap anaknya karena adanya pengetahuan tentang dampak diare. Pengetahuan ibu tentang penyakit diare
merupakan hasil dari rasa tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek dalam hal ini adalah bahaya penyakit diare.
37
Pengetahuan ibu tentang penyakit diare merupakan sejumlah informasi yang berkaitan dengan dampak bahaya penyakit diare bagi kelangsungan kehidupan anaknya dengan melakukan pencegahan dan mengatasi segala hal yang menimbulkan efek negatif. Seorang ibu yang memiliki ibu tentang penyakit diare selalu berupaya agar anaknya terbebas dari keadaan sakit, termasuk penyakit menular atau infeksi disebabkan oleh mikroba, sehingga mengkonsmusi bahan makan dalam keadaan higiene. Penyuluhan kesehatan merupakan proses perubahan perilaku dikalangan masyarakat agar mereka tahu, mau dan mampu melakukan perubahan demi tercapainya peningkatan produksi, pendapatan atau keuntungan dan perbaikan kesejahteraannya. Penyuluhan kesehatan masyarakat (public health education), yaitu suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Melalui penyuluhan kesehatan akan diperoleh sejumlah adanya pesan atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya dalam menjaga dan memelihara anaknya dari penyakit diare dan bahkan melakukan pengobatan jika anaknya menderita penyakit diare. Dengan kata lain, dengan adanya penyuluhan tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran. Penyuluhan kesehatan juga merupakan suatu proses, dimana proses tersebut mempunyai masukan (input) dan keluaran (output). Di dalam suatu proses penyuluhan kesehatan yang menuju tercapainya tujuan penyuluhan yakni perubahan 38
perilaku dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu proses penyuluhan disamping masukannya sendiri juga metode materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya, dan alat-alat bantu atau alat peraga pendidikan. Agar dicapai suatu hasil optimal, maka faktor-faktor tersebut harus bekerjasama secara harmonis. Hal ini berarti, bahwa untuk masukan (sasaran pendidikan) tertentu, harus menggunakan cara tertentu pula, materi juga harus disesuaikan dengan sasaran, demikian juga alat bantu penyuluhan disesuaikan. Untuk sasaran kelompok, metodenya harus berbeda dengan sasaran massa dan sasaran individual. Untuk sasaran massa pun harus berbeda dengan sasaran individual dan sebagainya. Sesuai uraian di atas maka diduga penyuluhan kesehatan memiliki pengaruh terhadap pengetahuan ibu tentang penyakit diare anak balita. Semakin tinggi aktivitas serang ibu dalam mengikuti penyuluhan kesehatan maka diduga akan memiliki banyak informasi atau pengetahuan tentang penyakit diare. Sebaliknya semakin rendah aktivitas seorang ibu dalam kegiatan penyuluhan kesehatan maka diduga akan memiliki pengetahuan yang rendah tentang penyakit diare. Berdasarkan uraian di atas maka kerangka konsep dari penelitian ini digambarkan sebagai berikut. Independen Penyuluhan Kesehatan
Gambar 2.1
Dependen Pengetahuan Ibu tentang Penyakit Diare Bagan Kerangka Berpikir Penelitian 39
2.3
Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan pengetahuan ibu
tentang penanganan penyakit diare pada balita sebelum dan sesudah pelaksanaan penyuluhan kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Global Limboto Kabupaten Gorontalo.
40