12
BAB II KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR, HIPOTESIS
A. Permainan Bulutangkis 1. Pengertian dan Karakteristik Permainan Bulutangkis Olahraga bulutangkis merupakan salah satu cabang olahraga permainan yang dimainkan oleh dua orang yang saling berlawanan (tunggal) atau empat orang yang saling berlawanan (ganda). Olahraga ini digemari oleh banyak kalangan, karena selain sudah populer juga merupakan jenis olahraga permainan yang mudah dan dapat dimainkan oleh siapa saja baik orang tua maupun anak–anak. Permaian bulutangkis dimainkan di atas sebidang lapangan permainan yang berukuran panjang 13,40 m dan lebar 6,10 m dengan dibatasi oleh jaring (net) setinggi 1,55 m dari lantai yang membagi bidang permainan yang sama luasnya. Pengertian bulutangkis menurut Johnson dialih bahasa oleh Daulay dalam Suhardiman (1997) adalah sebagai berikut :
Dimainkan diarea empat persegi panjang yang datar lebar 20 kaki dan panjang 44 kaki. Sebuah net (jaring) dari tali setinggi 5 kaki dipasang ditengah-tengah, sehingga, lapangan terbagi menjadi dua bagian sama besar yang menyerupai empat persegi panjang. Permainan tunggal (single), ganda (double), atau campuran (mixed) dimainkan menggunakan garis-garis batas yang agak berbeda.
Permainan ini pada dasarnya ialah berusaha memukul dan menangkis satelkok ke daerah lawan yang dibatasi net dengan menggunakan raket sebagai alat untuk memukul. Subarjah & Hidayat (2007:30) mengemukakan bahwa :
13
Permain bulutangkis merupakan jenis olahraga yang dimainkan dengan menggunakan net, raket sebagai alat pemukul, satelkok sebagai obyek yang dipukul, dan berbagai keterampilan, mulai keterampilan dasar hingga keterampilan yang paling kompleks.
Tujuan dari permainan bulutangkis adalah memperoleh angka dan kemenangan dengan cara berusaha menyebrangkan dan menjatuhkan satelkok di daerah permaian lawan. Seperti dijelaskan oleh Subarjah & Hidayat ( 2007 : 31) bahwa tujuan dari permain bulutangkis ini adalah “memperoleh angka dan kemenangan dengan cara menyebrangkan dan menjatuhkan satelkok di bidang permainan lawan dan berusaha agar lawan tidak dapat memukul satelkok atau menjatuhkannya di daerah permainan sendiri”. permainan ini dianggap sebagai salah satu olahraga lapangan yang paling cepat dan paling terkenal di dunia, karena itu berhasil menyedot minat berbagai kalangan tanpa dibatasi oleh kelompok umur, kelompok sosial ekonomi maupun jenis kelamin. Sesuai dengan pendapat-pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa olahraga bulutangkis merupakan salah satu olahraga permainan yang dimainkan oleh dua orang atau lebih yang terdiri dari berbagai nomor yaitu tunggal, ganda dan campuran yang menggunakan raket sebagai alat untuk memukul dan satelkok sebagai objek untuk dipukul yang dimainkan di arena lapangan empat persegi panjang yang datar dengan ukuran lebar 6,10 m dan panjang 13,40 m dengan dibatasi oleh jarring (net) setinggi 1,55 m, yang bertujuan memperoleh angka dan kemenangan dengan cara menyebrangkan dan menjatuhkan satelkok di daerah permainan lawan.
14
Sifat permainan bulutangkis adalah dimainkan di area empat persegi panjang yang datar dengan lebar 6,10 m dan panjang 13,40 m. Sebuah net (jaring) dari tali setinggi kira-kira 1,55 m dipasang di tengah-tengah, sehingga lapangan terbagi menjadi dua bagian yang sama besar. Area bulutangkis dibatasi pada masing-masing sisinya oleh dua garis pinggir (side lines). Garis-garis pinggir ini merupakan pembeda untuk permainan single, ganda dan campuran. Garis pada bagian belakang masing-masing lapangan tersebut garis batas belakang (back line). Garis-garis ini merupakan batas permainan terjauh dalam tunggal dan ganda. Adapaun garis yang berada di depan setengah kaki jauhnya dari net disebut garis servis pendek (short service line) untuk tunggal dan ganda. dan garis tengah yang memanjang dari pertengahan garis belakang ke tengah-tengah garis service pendek membagi dua kedua bidang servis. Setiap satelkok yang jatuh diatas garis pinggir, garis belakang atau garis servis dianggap masuk dan sah. Prinsip dasar permainan bulutangkis adalah satu kali memukul satelkok sebelum jatuh di daerah lapangan sendiri dengan cara memukul atau mengembalikan satelkok ke daerah lawan dengan melintasi net, baik dipukul dengan keras atau pelan untuk memaksa lawannya bergerak atau lari dilapangannya. Adapun tujuan dasar permainan bulutangkis adalah mendapatkan angka 21 atau sebanyak-banyaknya 30 angka untuk nomor tunggal putera, tunggal puteri, ganda putera, ganda puteri dan ganda campuran.
15
2. Keterampilan Dasar Bermain Bulutangkis Permainan bulutangkis merupakan salah satu permainan yang digemari banyak orang, permainan ini dimainkan oleh dua orang atau lebih yang pada dasarnya untuk memukul satelkok yang dimainkan agar tidak terjatuh di lapang permainan sendiri. Subarjah & Hidayat (2007:31) mengemukakan pendapatnya bahwa “Menjadi seorang pemain bulutangkis yang berprestasi bukan pekerjaan mudah sebab dituntut memahami dan menguasai sejumlah keterampilan, baik fisik, teknik, taktik, dan psikologis secara efektif, efisien, dan simultan.” Sesuai dengan pendapat tersebut pemain bulutangkis harus mampu menguasai keterampilan-keterampilan bermain bulutangkis, baik keterampilan dasar hingga keterampilan yang paling kompleks. Menurut Tohar (Subarjah & Hidayat, 2007:31) “Keterampilan dasar merupakan salah satu keterampilan yang harus dipahami dan dikuasai oleh setiap pemain dalam melakukan kegiatan bermain bulutangkis.” Hal ini dikarenakan merupakan salah satu faktor pendukung pokok untuk menjadi atlet yang berprestasi, dan kerena itu keterampilan dasar harus bisa dikuasai oleh para pemain bulutangkis. Berdasarkan penelusuran dari beberapa pendapat dan sumber Varner, Davis, Edward, Subarjah (Subarjah & Hidayat, 2007:31) dapat dijelaskan bahwa “secara umum keterampilan dasar permainan bulutangkis dapat dikelompokan kedalam empat bagian yaitu (1) cara memegang raket (Grips), (2) Sikap siap (Stand atau ready position), (3) gerakan kaki (Footwork), (4) gerak memukul (Strokes).” Adapun uraian keempat keterampilan dasar tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
16
a. Cara Memegang Raket (Grips) Permainan bulutangkis merupakan salah satu permainan yang banyak menggunakan pergelangan tangan, oleh karena itu untuk belajar permainan bulutangkis harus dimulai dari cara pegangan raket, pegangan raket sangat berpengaruh pada ketepatan pukulan, cara pegangan yang benar akan sangat menentukan pada hasil pukulan seorang pemain bulutangkis. Sebagaimana dikemukakan oleh Subarjah & Hidayat (2007:32) bahwa “cara memegang raket merupakan salah satu teknik dasar yang harus dikuasai oleh setiap pemain.” Maka dari itu pegangan raket yang benar sangatlah penting untuk dikuasai oleh setiap pemain bulutangkis ketika bermain. Menurut Subarjah & Hidayat (2007:32) setidaknya ada empat cara memagang raket yaitu (1) Pegangan Pistol ( Shakehand grip), (2) Pegangan Western ( American grip), (3) Pegangan Inggris ( backhand grip), (4) Pegangan campuran ( mix grip). Pada dasarnya cara pegangan raket tidak sukar, karena raket yang diperguanakan dalam permainan bulutangkis relatif ringan. Hasil kajian terhadap beberapa literatur yang ada, cara pegangan raket yang dilakukan oleh para pemain bulutangkis dapat dibedakan menjadi empat cara yang berbeda, hal ini sama dengan yang telah dikemukakan oleh Subarjah & Hidayat (2007:33) yaitu : (1) Cara pegangan western (American Grip), (2) Cara pegangan continental (backhand grip), (3) Cara pegangan jabat tangan atau pegangan pistol (shakehand grip), (4) pegangan campuran atau kombinasi.
17
Berikut urain dari cara pegangan raket dalam permainan bulutangkis : 1). Cara Western Grip (American Grip) Pada dasarnya cara pegangan ini dipegang dengan bagian tangan antara ibu jari dan telunjuk menempel pada bagian permukaan raket yang gepeng. Dikalangan masyarakat cara pegangan ini disebut “pegangan gebuk kasur.” Pegangan ini seperti cara Inggris, tetapi raket diputar dengan setengah putaran ke kiri, hingga muka raket menghadap kebawah. Para pebulutangkis dunia jarang atau bahkan tidak ada yang mempergunakan pegangan ini. 2). Pegangan backhand (backhand grip) Pegangan ini seperti cara Inggris, tetapi raket diputar seperempat putaran ke kanan, hingga ibu jari pegangan raket melekat atau menumpu pada bagian yang lebar pada handle. Cara memegang raket sedimikan rupa sehingga ibu jari menempel pada bagian tangkai yang gepeng dan telunjuk berada pada bagian yang sempit. 3). Pegangan jabat tangan (shakehand grip) Cara pegangan ini seperti orang yang berjabat tangan, cara pegangan ini sering juga dinamakan forehand grip, karena dengan pegangan ini sangat mudah untuk melakukan pukulan forehand (Subarjah dan Hidayat, 2007:33). 4). Pegangan Campuran ( Combination grips). Cara pegangan ini merupakan gabungan dari ketiga cara pegangan raket, pegangan ini dilakukan dengan cara mengubah-ubah posisi jari,
18
telunjuk, dan ibu jari disesuaikan dengan arah dan jenis pukulan yang dilakukan. Subarjah dan Hidayat (2007:34) mengatakan :
Biasanya para pemain top dunia hanya menggunakan cara pegangan shakehand pada saat melakukan pukulan Forehand, sedangkan pada waktu melakukan pukulan overhead backhand gripnya diubah dan diputar seperempat putaran kesebalah dalam sehingga ibu jari berada pada bagian pegangan yang gepeng (pegangan inggris) Cara pegangan biasanya digunakan oleh pemain yang sudah mahir.
Gambar 2.3 Pegangan raket Forhand dan Backhand
b. Sikap siap (Stand atau ready position), Cara berdiri dalam permainan bulutangkis sebenarnya mudah, akan tetapi apabila cara berdiri ini kurang tepat maka akan mengakibatkan kepada gerakan menjadi kurang efisien dan merugikan kepada pemain yang melakukannya, salah satu keterampilan dasar ini penting dikuasai kerena memungkinkan pemain untuk bisa bergerak cepat mengambil kemana arahnya satelkok datang, Menurut Subarjah & Hidayat (2007:36) “posisi siap (stance) yang benar memungkinkan pemain melakukan mobilisasi gerak secara efektif dan efisien ke setiap sudut lapangan.” Berdasarkan pendapat di atas keterampilan sikap berdiri (stance) sangat diperlukan
19
oleh setiap pemain bulutangkis, karena akan berpengaruh pada ketepatan dan gerakan mengambil shuttle coks dan mengembalikannya ke daerah permain lawan. Subarjah & Hidayat (2007:36) mengemukakan beberapa bentuk sikap berdiri (stand) yang perlu diketahui dan dikuasai oleh pemain bulutangkis pada dasarnya dibagi tiga bagian yaitu (1) Stance pada saat servis, (2) Stance pada saat menerima servis, (3) Stance pada saat reli atau ketika permain sedang berlangsung. Berikut ini akan dijelaskan urain sikap berdiri (stance) dalam permainan bulutangkis :
1). Stance pada saat servis Sikap berdiri (stance) pada saat servis dapat dibagi dua bagian yaitu ketika servis forehand dan servis backhand (Subarjah & Hidayat 2007:36). Stance ketika saat servis forehand tentunya berbeda ketika saat servis backhand, begitupun juga dengan pemain yang memegang raket dengan tangan kanan dan tangan kiri, itu sudah pasti berbeda sikap berdiri (stance) ketika akan melakukan servis. Subarjah & Hidayat (2007:36) mengemukakan cara berdiri untuk pemain yang menggunakan tangan kanan adalah :
Stance pada saat servis forehand dilakukan dengan cara a) Berdiri di sudut depan garis tengah pada daerah servis kira-kira setengah meter dari belakang garis servis pendek. b) Kaki kiri didepan dan kaki kanan dibelakang. c) Berat badan berada dikaki belakang pada saat servis dilakukan, pindahkan berat badan kedepan. Stance pada saat servis backhand dilakukan dengan cara a) Berdiri disudut garis tengah pada daerah servis kira-kira setengah meter dibelakang garis servis pendek. b) Kaki kanan didepan dan kaki kiri dibelakang.
20
c) Berat badan berada ditengah dan pada saat servis dilakukan pindahkan berat badan kedepan.
2). Stance pada saat menerima servis. Stance pada saat menerima servis merupakan awal dari posisi siap sebelum memulai terjadinya rally, stance pada saat menerima servis baik tunggal maupun ganda itu pada umumnya sama, biasanya pemain tunggal berada ditengah lapang ketika akan menerima servis dari lawan. Sedangkan biasanya untuk pemain ganda posisi stance ketika akan menerima servis itu berdiri diri belakang garis short service ini dikarenakan biasanya permainan ganda diawali dengan servis pendek.
3). Stance pada saat reli Stance pada saat reli sangat bervariasi tergantung posisi pemain apakah sedang melukukan serangan atau bertahan, stance pada saat menyerang berbeda dengan stance pada saat bertahan. Biasanya stance pada saat bertahan posisi badan agak dibungkukan dan berusaha mengembalikan satelkok yang jatuhnya lebih rendah, sedangkan pada saat menyerang posisinya agak naik untuk mempersiapkan pukulan serangan (Subarjah & Hidayat, 2007:39). Stance pada saat reli sangat penting untuk dikuasai oleh pemain bulutangkis, ini bertujuan agar para pemain bisa menjangkau datangnya bola dan bisa mengambalikan dengan baik kedaerah permainan lawan.
21
c. Gerakan Pergerakan Kaki (Foot work) Teknik langkah kaki pada hakikatnya merupakan modal pokok untuk dapat memukul satelkok dengan tepat, langkah kaki yang ringan dan luwes akan memudahkan seorang pemain bergerak ke tempat satelkok datang dan bersiap untuk memukulnya. Footwork merupakan dasar untuk bisa menghasilkan pukulan berkualitas, yaitu apabila dilakukan dalam posisi baik. Untuk bisa memukul dengan posisi baik, seorang atlet harus memiliki kecepatan gerak. Kecepatan gerak kaki tidak bisa dicapai kalau footwork tidak teratur. Subarjah & Hidayat (2007:40) mengemukakan bahwa ”gerakan kaki adalah gerakan–gerakan langkah kaki yang mengatur badan untuk menepatkan posisi badan sedemikan rupa sehingga memudahkan dalam melakukan gerakan memukul satelkok sesuai dengan posisinya.” Keterampilan ini sangat penting dikuasai oleh para pemain bulutangkis, ini sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh Davidson & Gustavson (Subarjah & Hidayat, 2007:40) yang berpendapat bahwa “keterampilan gerak ini sangat penting untuk mengarahkan tubuh ke posisi yang tepat untuk memukul satelkok.” Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa gerakan kaki (footwork) memiliki pengaruh yang besar dalam permainan bulutangkis, gerakan kaki yang baik bisa menghasilkan pukulan yang akurat karena akan memudahkan seorang pemain dalam menjangkau kemana datangnya arah satelkok. Tujuan dari gerakan kaki (footwork) ialah agar pemain bisa mengusai seluruh lapangan bulutangkis, ini
22
sependapat dengan apa yang dikemukakan oleh Subarjah & Hidayat (2007:44) “Tujuan utamanya adalah untuk menguasai seluruh lapangan permainan.” Menurut Subarjah & Hidayat (2007:41) Ada beberapa gerakan kaki yang perlu dikuasai oleh para pemain bulutangkis diantaranya (1) Pergerakan ke depan, (2) Pergerakan ke belakang, (3) Pergerakan ke samping kiri, (4) Pergerakan ke samping, (5) Pergerakan menyilang, (6) Meloncat.
d. Teknik Pukulan (Strokes) Untuk dapat memainkan permainan bulutangkis dengan baik seorang pemain harus mampu melakukan beberapa teknik pukulan (Strokes) menurut Tohar (Subarjah & Hidayat, 2007:47) “Teknik pukulan diartikan sebagai cara-cara melakukan pukulan pada permainan bulutangkis dengan tujuan menerbangkan satelkok kebidang lapangan lawan.” Mengacu kepada sistem pengklasifikasian yang dikemukakan oleh Tohar (1991), Johnson (1990), Subarjah (1999), Davis (1998), Ballou (1998), dan Grice (1996) dalam Subarjah & Hidayat, (2007:47). Secara umum keterampilan gerak memukul permainan bulutangkis dapat dikategorikan ke dalam tiga jenis, kategorisasi ini berdasarkan pada posisi raket pada waktu melakukan pukulan.
Ketiga jenis
keterampilan gerak memukul tersebut ialah (1) pukulan dengan ayunan raket dari bawah ke atas ( underarm strokes ), (2) Pukulan menyamping (Sidearm strokes), (3) Pukulan dari atas kepala (overhead strokes). Berikut tabel 2.1 menampilkan kategorisasi dari setiap jenis pukulan.
23
Tabel 2.1 Kategorisasi keterampilan gerak dasar memukul berdasarkan posisi raket ketika melakukan pukulan. No
1.
2.
Jenis Pukulan Pukulan dari bawah ke atas (underarm strokes)
1.1. Servis (service) 1.1.1. Servis panjang atau tinggi (high service) 1.1.2. Servis pendek (short service) 1.1.3. Servis kedut (flick service) 1.2. Mengangkat satelkok tinggi (underarm lob/clear) 1.2.1. Defensive clear; 1.2.2. Offensive clear 1.3. Net (netting)
Pukulan menyamping (sidearm strokes)
2.1. Drive lurus ke belakang (clear drive) 2.1.2. Drive lurus ke belakang-bertahan (Defensive clear drive)
2.1.3. Drive lurus ke belakang- menyerang (Offensive atau attacking clear drive) 2.2. Drive pelan dan rendah, tepat di atas net (dropshot drive) 2.3. Chopped drive 2.4. Drive net (netting drive) 3.
Pukulan dari atas kepala (overhead strokes)
3.1. Lob atau clear 3.1.1. Lob tinggi ke belakang (defensive clear) 3.1.2. Lob menyerang (ofensive clear) 3.2. Smash 3.2.1. Smash penuh (full smash) 3.2.2. Smash potong (cutting smash) 3.3. Pukulan drop (dropshot) 3.4. Chopped 3.5. Memutar di atas kepala (around the head strokes)
Sumber : Varner, 1996; Johnson, 1990; Tohar, 1991; Davis, 1998; Grice, 1996;
Edward, 1997; Ballao, 1998; Subarjah, 1999 ( dalam Hidayat 2004 : 53 )
Sesuai dengan jenis kategori pukulan di atas, semuanya dapat dilakukan dengan gerakan forehand dan backhand dengan cara memutar lengan bawah untuk
24
menghasilkan jenis pukulan yang dikehendaki, kecuali dalam pukulan long single servise dan around the head pada umumnya hanya dilakukan dengan cara forehand (Subarjah, 2007; Hidayat, 2011) Johnson (Nurdiansyah, 2008:17) mengemukakan bahwa teknik-teknik dasar dalam bulutangkis terbagi manjadi (1) Serve (clear dan drop), (2) Sidearm ( drive, clear dan smash), (3) Overhead Forehand (clear dan drop), (4) Round the head (clear, drop dan smash), (5) Overhead backhand (clear, drop dan smash). Sedangkan Tohar (Megantara, 2007:20) mengemukakan macam-macam teknik pukulan bulutangkis yang harus dikuasai adalah (1) Pukulan service ,(2) Pukulan lob atau clear, (3) Pukulan drop shot, (4) Pukulan smash, (5) Pukulan drive atau mendatar (6) Pengembalian service atau return service. Hal yang serupa pula dikemukakan oleh Poole ( dalam Megantara, 2007:20), Jenis-jenis pukulan dalam bulutangkis dapat dikelompokan menjadai 5 macam yaitu :
(a) Pukulan servis. Pukulan servis dapat dilakukan dengan 2 cara antara lain, pukulan service rendah (shout service), pukulan servis lob tinggi (high lob service). (b) Pukulan lob (clear). Lob sebenarnya merupakan pukulan utama di dalam permainan singel, dimana bola yang yang dalam (jauh ke belakang) dan memaksa lawan bertindak dari belakang, hingga pukulan yang dihasilkannya kurang membahayakan. Pukulan lob dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu lob tinggi kebelakang (devensive lob), lob serang (attacking lob), backhand lob atau overhead backhand flick lob. (c) Pukulan smash. Pukulan smash merupakan pukulan tercepat dan terkuat, dimana bola dipukul dengan kuat dan dihujamkan ke bawah di daerahdaerah yang kosong atau mengarah ke badan lawan. Smash ini dapat dilakukan dengan forehand maupun backhand, namun backhand overhead smash umumnya lebih sulit hingga diperlukan di dekat net atau sesekali dari belakang untuk mengejutkan lawan.
25
(d) Drop shout. Drop shot adalah pukulan yang mengarahkan satelkok untuk dapat jatuh sedekat mungkin dekat net. Biasanya pukulan ini dilakukan dari belakang dengan menggunakan teknik pukulan overhead. (e) Drive. Drive adalah pukulan mendatar dan cepat yang bolanya nyaris menyentuh net. Bola dipukul antara setinggi pinggang dan bahu, bahkan kadang-kadang lebih tinggi dari bahu hingga seperti pukulan smash.
Berikut ini akan di jelaskan secara singkat teknik pukulan bermain bulutangkis yang berhubungan dengan kepentingan penulisan tugas akhir yang akan diteliti, yaitu (1) teknik pukulan servis tinggi (high servis), (2) teknik pukulan overhead clear atau lob, (3) teknik pukulan Smash, (4) teknik pukulan Drop Shout. 1). Servis Tinggi (High service) Servis tinggi adalah servis yang diarahkan tinggi kebelakang daerah lawan. servis ini termasuk jenis pukulan underhand stroke. Yakni pukulan yang dilakukan dengan ayunan raket dari bawah keatas. Servis tinggi ini sangat cocok dipergunakan dalam permaianan tunggal. Seperti dijelaskan Soekartono (Nurdiansyah, 2008:21) sebagai berikut :
Servis tinggi sangat jitu dilakukan dalam permainan tunggal mengingat : (1) Den gan mengarahkan bola tinggi kebelakang mendesak lawan sampai ke garis belakang, sehingga daerah pertahanan bagian muka terbuka lebar. (2) Den gan melambungkan bola setinggi mungkin ke belakang, bola akan jatuh dengan keadaan tegak lurus dengan lantai. Bola dalam keadaan posisi semacam ini sangat sulit untuk dipukul,. . . apalagi dengan smash. (3) Ser vis tinggi sangat tepat dilakukan pada saat lawan kehabisan tenaga. Dengan servis ini lawan dipaksa untuk bergerak dalam daerah yang lebih luas dan mengeluarkan tenaga yang lebih besar.
26
Menyimak kutipan tersebut bahwa melakukan servis tinggi sangat menguntungkan dilakukan dalam permaianan tunggal, karena dengan servis yang tinggi kebelakang memaksa lawan untuk meninggalkan posisi tengah sehingga lapangan bagian depan kosong dan pukulan selanjutnya dengan mudah dapat menempatkan satelkok di daerah depan yang kosong. Selain itu hasil pukulan servis akan sukar untuk di smash lawan karena satelkok akan turun secara tegak lurus, sehingga kalau di smash hasilnya tidak akan tajam sesuai dengan harapan. Untuk melakukan servis tinggi kedua kaki harus dipasang lebih lebar dari pada servis yang lain, dengan kaki kiri di depan. Ayunan lengan harus lebih ke belakang serta harus mempunyai lebih banyak follow though dari pada servis pendek, dan pada gerakan akhir raket harus berada di atas samping badan sebelah kiri. Pada saat perkenaan satelkok dengan raket secara bersamaan berat badan dipindahkan dari kaki belakang ke kaki depan. Servis merupakan salah satu teknik dasar pukulan yang harus dikuasai oleh pemain bulutangkis, karena servis merupakan pukulan awal sebelum terjadinya rally, sehingga pukulan ini mutlak harus dikuasai oleh para pemain untuk bisa memulai terjadinya rally. Dalam aturan permainan bulutangkis, servis merupakan modal awal untuk bisa memenangkan pertandingan, dengan kata lain, seorang pemain tidak bisa mendapatkan angka apabila tidak bisa melakukan servis dengan baik (PB.PBSI, 2005: 20).
2). Pukulan Overhead Clear / Lob
27
Pukulan overhead clear adalah pukulan yang dilakukan di atas kepala dengan arah satelkok melambung kearah belakang pihak lawan. Pukulan overhead clear ini seperti dijelaskan oleh Varner (Nurdiansyah, 2007:18) adalah “the clear is the high shoot to the back of the court; it may be offensive. Generally offensive short are hit down.” Kemudian untuk mendapatkan pukulan yang baik Baddeley (Nurdiansyah, 2007:18) menjelasakan yaitu “To achieve this contact with the shuttle is made slightly behind the head, or immediately above it.” maksudnya adalah untuk mendapatkan pukulan sampai kegaris, perkenaan satelkok dengan raket harus sedikit dibelakang kepala atau di atas kepala. Pukulan overhead / lob sebenarnya ada dua jenis pukulan yaitu (1) Deep lob/Clear, bolanya tinggi ke belakang. (2) Attacking lob/Clear, bolanya tidak terlalu tinggi
(a) Pukulan Deep Lob clear (lob tinggi / defensive clear) Pukulan full clear (lob tinggi / defensive clear) adalah salah satu jenis pukulan yang dilakukan diatas kepala (overhead stoke). jenis pukulan ini memainkan peranan penting dalam permainan bulutangkis. Seperti yang dikemukakan Brown (Megantara, 2007:24) sebagai berikut :
“Ability to use the overhead stroke on badminton determines, for the most part, the success of the court . . . the overhead clear is to badminton what the drive is to tennis. This stroke is the most often use technique in the singles and is also a basic stroke in doubles.”
28
Artinya adalah kemampuan untuk melakukan pukulan overhead dalam bulutangkis sangat menentukan terhadap sebagian besar keberhasilan pemain di lapangan. Pukulan overhead clear sering dipergunakan sebagai teknik dalam permainan singel atau tunggal dan sebagai pukulan dasar dalam permaian ganda. Pukulan clear tinggi ini biasa dipergunakan untuk mendapatkan kembali keseimbangan pada posisi semula. Pukulan ini dapat menyulitkan lawan untuk melakukan pukulan menyerang. Adapun yang menyebabkan lawan sulit untuk menyerang adalah (1) lawan telah bergerak kegaris bagian belakang lapangan, (2) untuk melakukan smash yang lebih keras, satelkok yang dipukul akan jatuh melalui lintasan yang datar.
b). Pukulan lob menyerang (attacking lob clear) Teknik yang dipergunakan sama dengan teknik pukulan bertahan (defensive lob), tetapi perkenaan shuttle cock dengan raket lebih ke depan dari pada pukulan lob bertahan (lob tinggi/full clear) dari kepala. Kegunaaan lob serang dijelaskan Sonneville (Nurdiansyah, 2008: 20) adalah sebagai beikut :
“Pukulan lob rendah atau lob serang . . . digunakan untuk menyerang, berati bahwa tujuannya ialah agar shuttle cock dipukul lewat atas kepala pemain lawan ke garis belakang secepat mungkin, misalnya bila lawan sudah out of position atau sudah ditarik ke depan dengan suatu drop shout.”
Untuk mematikan lawan dengan pukulan ini sebaiknya diarahkan kebagian belakang kiri lawan atau membuat lawan membalikan atau
29
mengembalikan shuttle lebih rendah. Dalam permainan bulutangkis pukulan ini harus bisa dikuasi oleh seorang pemain bulutangkis, ini bertujuan untuk bisa meraih angka dan mematikan lawan saat terjadinya rally. 3). Teknik pukulan Smash, Pukulan smash merupakan pukulan keras dan tajam yang bertujuan untuk mematikan lawan secepat-sepatnya (Subarjah dan Hidayat, 2007: 69). Gerakan smash hampir sama dengan gerakan lob dan dropshot, perkenaan raket lurus, bisa juga dengan cara dimiringkan. Subarjah dan Hidayat (2007:69) mengemukakan “Pada pukulan ini lebih mengandalkan kekuatan, kecepatan, lengan dan lecutan pergelangan tangan.” Pukulan smash merupakan salah satu pukulan yang dapat mengakhiri terjadinya rally, biasanya seorang pemain melukakan smash untuk mematikan lawan dan mengakhiri terjadinya rally sehingga mendapatkan point, Poole (1988: 35) mengemukakan bahwa “pukulan smash adalah kekuatan seorang pemain yang dapat mengumpulkan angka bagi anda dalam pertandingan.”
4). Teknik pukulan Overhead drop shout Pukulan dropshout adalah pukulan yang dilakukan dengan maksud menjatuhkan bola secepatnya ke daerah lapangan lawan bagian muka di bawah net. Subarjah & Hidayat (2007:68) berpendapat bahwa “Dropshot merupakan bentuk pukulan yang meluncurkan kok ke daerah lawan sedekat mungkin pada net, bertujuan untuk menekan atau mematikan lawan dengan
30
menempatkan satelkok sedekat mungkin ke depan net.” Adapun pukulan drop shout dijelaskan oleh Soekartono (Megantara, 2007:26) menjelaskan pukulan yang harus dilakukan dalam pukulan overhead drop shout adalah :
(1) Memotong shuttle cock dengan ayunan setengah smash. Dengan cara ini seolah-olah shuttle cock meluncur dengan tajam dengan garis parabola dan jatuh tepat dengan bibir net dilapangan lawan. (2) Untuk mengacaukan antisipasi lawan, ayunan raket dan seluruh gerakan badan harus dilakukan sedemikian rupa seolah-olah akan melakukan smash.
Selain yang diutarakan di atas cara memukul drop shout dari atas kepala mempunyai posisi memukul yang sama dengan pukulan clear dan smash. Pada pukulan drop shout satelkok tidak dipukul dengan keras dan sekuat tenaga tetapi pada saat impact atau perkenaan satelkok dengan raket secara mendadak ditahan, dan perkenaan itu ditahan serta diarahkan secara curam dengan sedikit mendorong raket ke depan sehingga satelkok yang dipukul secara didorongan dan berlahan itu menghasilkan pukulan yang dekat dengan net. Pukulan ini lebih banyak membutuhkan perasaan agar kok jatuh tipis di atas net, sehingga sulit dijangkau lawan (Subarjah & Hidayat, 2007:68).
3. Pola Pembinaan Pembinaan Usia Dini dalam Bulutangkis Dalam rangka mewujudkan peningkatan sumber daya manusia, khususnya dalam bidang olahraga maka salah satu langkah terbaik ialah dengan memusatkan perhatian serta orientasi terhadap pengembangan olahraga. Dalam hal ini berarti
31
pembinaan dan pengembangan olahraga harus dimulai sejak usia dini (Juliante et al. 2007:6.4). Menurut teori pertumbuhan dan perkembangan, perioede umur anak-anak merupakan periode yang sangat potensial untuk pembinaan, sehingga dimasa yang akan datang dapat menghasilkan prestasi yang maksimal. Prestasi yang tinggi hanya dapat diraih melalui pembinaan berjangka waktu panjang, dengan rentang waktu sekitar 8-12 tahun (Juliante et al. 2007:6.4). Pembinaan pada usia dini merupakan titik tolak pembinaan dengan latihan yang teratur dan sistematik serta berkesinambungan, sehingga diharapkan pada waktunya
mereka
dapat
mencapai
prestasi
yang
optimal.
Dalam
upaya
mengembangkan dan meningkatkan prestasi atlet dalam olahraga tidak ada jalan lain adalah dengan latihan (Imanudin, 2008:13), latihan dengan bersungguh – sungguh yang berpedoman pada program latihan dengan waktu yang relatif lama dan dilakukan secara sistematik bisa mencapai tujuan yang ingin dicapai yaitu prestasi yang tinggi. Menurut Harsono (Imanudin, 2008:13) “Latihan adalah proses yang sistematis dalam berlatih atau bekerja secara berulang-ulang dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan atau pekerjaan.” Sedangkan menurut Bompa (Imanudin, 2008:13) latihan ialah “Aktifitas olahraga yang sistematik dalam waktu yang lama, ditingkatkan secara progresif dan individual yang mengarah pada ciri-ciri fungsional dan psikologis manusia untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.” Sesuai dengan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa latihan merupakan proses aktifitas olahraga yang dilakukan secara sistematik dan berulang-
32
ulang dengan semakin hari semakin menambah jumlah beban latihan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Mengenai pembinaan, menurut Soekartono (Suhardiman, 1997:11) pembinaan merupakan ”Hubungan interaksi antara berbagai komponen yang penting sehingga menghasilkan prestasi permainan dalam olahraga bulutangkis.” Sedangkan Tohar (Suhardiman, 1997:11) mengemukakan “maksud dari pembinaan disini adalah untuk membina mutu dan meningkatkan prestasi yang telah dimiliki oleh pemain.” Dengan adanya pola pembinaan yang baik, diharapkan akan ada atlet-atlet yang bisa menjadi juara dan meraih prestasi serta mengharumkan nama Bangsa dan Negara baik dievent-event tertentu maupun multi event seperti sea games, asean gemes dan olimpiade. Dari uraian di atas penulis dapat menjelaskan kembali bahwa pembinaan merupakan suatu usaha untuk membina dan mendidik secara berdaya guna, sehingga hubungan interaksi antara komponen yang penting dapat meningkatkan suatu prestasi olahraga. Menurut teori pertumbuhan dan perkembangan yang dikemukakan oleh Juliante et al.(2007:6.4) usia dini ialah “periode usia anak sekitar 6-14 tahun.” Periode usia ini merupakan periode yang sangat penting untuk menentukan prestasi dimasa yang akan datang, tentunya dengan dilakukan pembinaan yang baik dan sistematik dengan jangka waktu yang relatif lama. Dalam tabel 2.2 berikut ini akan digambarkan mengenai usia-usia permulaan olahraga, spesialisasi, dan prestasi puncak.
33
Tabel 2.2. Usia Permulaan Berolahraga, Spesialisasi, dan Prestasi Puncak Cabang Olahraga
Permulaan Olahraga
Atletik Bola Basket Tinju Balap Speda Loncat Indah Anggar Senam (wanita) Senam (laki-laki) Dayung Sepak Bola Renang Tenis Bola Voli Angkat Besi Gulat Bulutangkis Hoki Sofbol Panahan Pencak Silat Bola Tangan Tenis Meja Polo Air Berkuda Layar Judo Karate
10 – 12 08 – 09 13 – 14 14 – 15 06 – 07 08 – 09 06 – 07 06 – 07 12 – 14 10 – 12 03 – 07 08 – 10 11 – 12 12 – 13 13 – 14 08 – 09 12 – 14 10 – 12 11 – 12 10 – 11 12 – 13 07 – 08 12 – 13 13 – 15 12 – 13 12 – 13 12 – 13
Spesialisasi Olahraga 13 – 14 10 – 12 15 – 16 16 – 17 08 – 10 10 – 12 10 – 11 12 – 14 16 – 18 11 – 13 10 – 12 12 – 14 14 – 15 17 – 18 15 – 16 14 – 15 16 – 18 14 – 16 16 – 18 15 – 16 15 – 16 10 – 12 15 – 16 17 – 18 15 – 16 15 – 16 15 – 16
Sumber : Harsono dalam Juliante et al. (2007 : 6.14)
Prestasi 18 – 23 23 – 25 20 – 25 21 – 24 18 – 22 20 – 25 14 – 18 18 – 24 22 – 24 18 – 24 16 – 18 18 – 25 20 – 25 21 – 28 24 – 28 18 – 24 22 – 25 18 – 24 20 – 28 18 – 22 18 – 24 18 - 24 18 – 25 20 – 25 18 – 24 18 – 25 18 – 25
34
Dalam kaitannya dengan pola pembinaan bulutangkis khususnya di Indonesia, faktor pembinaan dan latihan yang baik sangatlah penting, apalagi untuk para pemula atau atlit-atlit muda yang akan disiapkan untuk meraih prestasi dimasa yang akan datang. Cabang olahraga bulutangkis disebut olahraga yang mendunia, ini dilihat dari beberapa pertandingan yang diselengarakan dalam tiap tahunnya. Bahkan dalam multi event internasional seperti Olimpiade, ASIAN Games, SEA Games cabang olahraga bulutangkis selalu dipertandingkan. Pada saat ini olahraga bulutangkis banyak digemari oleh berbagai kalangan dan lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak sampai dewasa bahkan orang tua sekalipun. Dilihat dari tabel 2.2 yang menjelaskan rentang usia permulaan olahraga bulutangkis yaitu berkisar antara (8-9 tahun) dan spesialisasi antara (14-15 tahun), maka untuk pola pembinaan olahraga bulutangkis semestinya harus sudah mulai dari umur (8-9 tahun), sebagaimana telah dikemukakan oleh Djide (Hidayat, 2011:46) yang mengatakan bahwa usia dini dalam pembinaan dan pelatihan bulutangkis ratarata berkisar antara (9-14 tahun), ini berarti sudah tentu untuk umur (9-14 tahun) pembinaan dicabang olahraga bulutangkis harus sudah masuk spesialisasi kecabangan olahraga khusus untuk menjadi atlet, sehingga atlet pada masa usia ini bisa dilatih dan dibina untuk menjadi atlet top dimasa yang akan datang. Pendapat lain mengemukan bahwa perkembangan fisik pada anak-anak antara usia 9-11 tahun menunjukkan pertumbuhan yang steedy, otot-otot tumbuh cepat dan butuh latihan namun postur tubuh cenderung belum bagus, oleh karena itu diperlukan latihan-latihan pembentukan tubuh (Harsono dalam Hidayat, 2007:46), ini berarti pada masa
35
usia ini anak sudah mulai bisa dilatih dan dibina dengan baik untuk kecabangan olahraga. Saat ini persaingan prestasi bulutangkis di dunia semakin ketat, terbukti dibeberapa kejuaraan Internsaioanal. Negara-negara Eropa dan Amerika sudah mulai bisa bersaing dengan Negara-negara yang ada di Benua Asia yang biasanya mendominasi juara pada cabang bulutangkis, ini merupakan suatu kemajuan yang sangat pesat, bahkan saat ini tercatat 160 negara yang tergabung dalam organisasi bulutangkis internasional atau Badminton World Federation (Hidayat, 2011:36). Dilihat dari hal tersebut pola pembinaan yang dilakukan oleh beberapa negara sekarang sudah mulai maju dan berkembang. Banyak faktor yang akan menentukan keberhasilan dalam pembinaan olahraga bulutangkis, sehingga dalam upaya mencapai keberhasilan itu perlu melaksanakan pembinaan atlet sedini mungkin, di Indonesia pembinaan atlet untuk cabang olahraga biasanya dipusatkan dalam beberapa perkumpulan, seperti sekolah-sekolah bulutangkis usia dini, klub-klub bulutangkis, pusdiklat bulutangkis dan pelatnas bulutangkis. Perkumpulan tersebut merupakan tempat-tempat
pembinaan
olahraga
khususnya
dalam
cabang
olahraga
bulutangkis, di Indonesia terdapat banyak sekolah dan klub-klub bulutangkis, yang bisa menghasilkan atlet-atlet handal dan menjadi top dunia, seperti Taufik Hidayat, Soni, Gerysa Polly, Maria Kristin. Mereka berlatih di klubnya masing-masing terlebih dahulu sebelum masuk pelatnas dan menjadi juara dikejuaraan-kejuaran
baik
ditingkat,
cabang,
daerah
maupun
nasional.
36
Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Subarjah (Suhardiman,1997:12) yang mengatakan bahwa ”pemain yang masuk pelatnas adalah mereka yang memiliki prestasi baik dan telah teruji kualitas permainnya pada tingkat nasional.” Berdasarkan pendapat di atas pola pembinaan bulutangkis di Indonseia berawal dari klub-klub atau sekolah-sekolah bulutangkis yang membina atletatlet sehingga bisa menjadi atlet yang handal dan bisa mengikuti kejuaraankejuaraan yang ada di Indonesia. Klub-klub yang ada di Indonesia misalnya SGS PLN, Djarum Kudus, Mutiara, Tangkas Alfamart, Jayaraja Jakarta dll. klub-klub ini yang biasanya menghasilkan atlet-atlet bulutangkis yang handal dan menjadi top Dunia. Berkenaan dengan sistem pembinaan olahraga usia dini, para ahli di Kantor Menteri Negera Pemuda dan Olahraga dalam Hidayat (2011:43) meluncurkan suatu panduan pembinaan dan pengembangan olahraga usia dini yang dikenal dengan sistem piramidal. Selanjutnya sistem piramidal yang dimaksud digambarkan berikut ini: Senior, usia 20 tahun ke atas GOLDEN AGE Dewasa, usia 17-20 tahun Lama latihan
± 3 tahun
Junior, usia 14 – 17 tahun Lama latihan
± 3 tahun
Pemula, usia 6 – 14 tahun Lama latihan
± 4 tahun
Pembinaan lanjut untuk perbaikan dan mempertahankan prestasi puncak Tahap latihan pemantapan Tahap latihan pembentukan Tahap latihan persiapan
37
Gambar 2.4. Tahap Pembinaan Jangka Waktu 10 Tahun (Sumber: Harsuki dalam Hidayat, 2011:43). Berdasarkan gambar 2.4 di atas pola pembinaan olahraga dilakukan relatif dalam waktu jangka panjang yaitu sekitar 10 tahun, dengan di bagi menjadi empat tahap yaitu (1) tahap latihan persiapan, (2) latihan pembentukan, (3) latihan pemantapan, (4) tahap usia emas. Dan berdasarkan uraian diatas pola pembinaan sejak usia dini sangatlah penting, ini bertujuan untuk mencari bibit atlet yang handal yang bisa menjadi juara dan mengharumkan nama Indonesia ditingkat internasional, oleh karena itu penulis memilih atlet usia 1113 tahun sebagai objek penelitian khususnya di klub-klub bulutangkis karena sesuai dengan tahap pembinaan yang berbentuk piramidal diatas pada usia 11-13 tahun merupakan tahap dalam pembinaan bulutangkis.
B. Kepercayaan Diri ( Self Confident ) 1. Definisi Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin atas kemampuan mereka sendiri serta memiliki pengharapan yang realistis, bahkan ketika harapan mereka tidak terwujud, mereka tetap berpikiran positif dan dapat menerimanya.Wijaya (Rosita, 2010) mendefinisikan ‘kepercayaan diri sebagai kekuatan keyakinan mental seseorang atas kemampuan dan kondisi dirinya dan mempunyai pengaruh terhadap kondisi dan perkembangan kepribadian seseorang secara keseluruhan.’ Ada beberapa
38
istilah yang terkait dengan persoalan kepercayaan diri yaitu ada empat macam, diantaranya : (a) Self-concept yaitu bagaiman kita menyimpulkan diri kita secara keseluruhan, bagaimana kita melihat potret diri kita secara keseluruhan, bagaimana kita mengkonsepsikan diri kita secara keseluruhan. (b) Self-esteem yaitu sejauh mana kita punya perasaan positif terhadap diri kita, sejauhmana kita punya sesuatu yang kita rasakan bernilai atau berharga dari diri kita, sejauh mana kita meyakini adanya sesuatu yang bernilai, bermartabat atau berharga di dalam diri kita. (c) Self efficacy yaitu sejauh mana kita punya keyakinan atas kapasitas yang kita miliki untuk bisa menjalankan tugas atau menangani persoalan dengan hasil yang bagus (to succeed). Ini yang disebut dengan general self-efficacy, atau juga, sejauhmana kita meyakini kapasitas kita dibidang kita dalam menangani urusan tertentu, ini yang disebut dengan specific self-efficacy. (d) Self-confidence yaitu sejauhmana kita punya keyakinan terhadap penilaian kita atas kemampuan kita dan sejauh mana kita bisa merasakan adanya kepantasan untuk berhasil. Menurut (James Neill, 2005) Self confidence merupakan kombinasi dari self esteem dan self-efficacy. Menurut Hidayat (2011: 22) “Istilah Kepercayaan diri atau rasa percaya diri yang digunakan dalam naskah ini diterjemahkan dari self confidence, atau kepastian diri (self assurance) dan pada dasarnya merupakan ekspresi dari penghargaan seseorang terhadap dirinya sendiri.” Sedangkan Rahayu (Hidayat, 2011:23)
39
menyebutkan bahwa kepercayaan diri mencakup aspek pasif dan aktif dari fungsi diri. Berdasarkan pendapat diatas kepercayaan diri merupakan suatu kepribadian yang dimiliki oleh setiap orang untuk bisa menghargai dirinya sendiri dan yakin terhadap kemampuan dirinya sendiri. Dalam konteks olahraga kepercayaan diri merupakan salah satu faktor terpenting untuk bisa menampilkan perfoma atlet, Para ahli psikologis telah memberikan definisi tentang percaya diri, Vealey & Chase (Machida, 2008) mengemukakan bahwa“Self-confidence can be defined as the belief in one’s abilities to achieve success and it often has been identified as a most important mental skill for a success in sport by individuals.” Vealey & Chase mengemukakan bahwa percaya diri dapat didefinisikan sebagai keyakinan pada kemampuan seseorang untuk mencapai keberhasilan, dan sering telah diidentifikasi sebagai keterampilan mental yang paling penting untuk mencapai keberhasilan dalam olahraga oleh individu yang terlibat dalam olahraga kompetitif, termasuk atlet dan pelatih. Kepercayaan diri bisa menampilkan keberhasilan sesuai dengan perilaku yang ingin kita lakukan, dalam arti lain dengan adanya kepercayaan diri kita akan menjadi yakin dan bisa dalam melakukan tugas-tugas yang akan kita kerjakan sesuai dengan yang kita harapkan (Weinberg :1995), kepercayaan diri diyakini sebagai salah satu parameter psikologis yang sangat penting dalam partisipasi olahraga (Adegbesan dalam Hidayat, 2011), bahkan beberapa pendapat mengemukakan bahwa kepercayaan diri merupakan salah satu karakteristik psikologis yang mempengaruhi penampilan olahraga (Taylor, 1995; Vealey, Hayashi, Holman, & Giacobbi, 1998; Jones &
40
Hanton, 2001; Marten, Vealey dalam Hidayat, 2011). Menurut teori efikasi diri yang dikemukakan oleh Bandura,1977,1986 (D.F. Shaw, et al, 2005) tentang keyakinan diri (self efficacy) disebutkan bahwa keyakinan diri bukan stimulus atau hadiah yang mendorong perilaku kita, melainkan penafsiran kita. Bandura menyarankan bahwa kita tidak akan termotivasi untuk mencoba sesuatu kecuali kita percaya bahwa memiliki kesempatan untuk berhasil. Kemudian pendapat lain dari Weinberg & Gould ; Vealey & Chase (Hidayat, 2011) yang mengatakan bahwa kepercayaan diri merupakan keterampilan psikologis yang memainkan peranan penting dalam membantu prestasi atlet. Berdasarkan dari beberapa pendapat tentang kepercayaan diri di atas dapat dikemukakan bahwa kepercayaan diri merupakan salah satu kepribadian yang dimiliki oleh semua orang, yakin dan percaya akan kemampuan yang dimilikinya, karena itu kepercayaan diri merupakan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mengerjakan sesuatu, bahkan dalam kontek olahraga kepercayaan diri sangat dibutuhkan oleh para atlet, karena merupakan salah satu faktor psikologis yang sangat penting dalam partisipasi olahraga, sehingga bisa menampilkan perfoma yang maksimal dan mencapai prestasi yang diharapkan.
2. Komponen – Komponen Kepercayaan Diri Menurut Vealey, et al. (1998) Kepercayaan diri dalam olahraga memiliki tiga komponen, yaitu (1) Efisiensi kognitif (cognitive efficiency), (2) Latihan dan keterampilan fisik (physical skill and training), (3) Serta resiliensi (resilience).
41
Kemudian Cox (2007) mengemukakan bahwa ‘komponen efisiensi kognitif berkenaan dengan tingkat keyakinan atlet tentang kemampuannya bahwa dirinya secara mental dapat memfokuskan dan menjaga konsentrasinya serta membuat keputusan yang tepat, dan mengelola pikirannya untuk keberhasilan penampilannya.’ Sedangkan komponen latihan dan keterampilan fisik berkenaan dengan tingkat keyakinan atlet tentang kemampuan dirinya untuk mampu melakukan latihan dan keterampilan yang bersifat fisik yang dibutuhkan untuk keberhasilan penampilannya. Serta komponen resiliensi berkenaan dengan tingkat keyakinan atlet tentang kemampuan dirinya untuk mampu fokus dan bangkit kembali setelah penampilannya yang tidak memuaskan, mampu mengatasi berbagai masalah dan keraguan, serta mampu untuk menampilan keterampilan dan permainan terbaiknya (Cox, 2007; Vealey & Chase, 2008).
3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri Menurut Middlebrook (Rosita, 2010) ada empat faktor yang mempengaruhi perkembangan kepercayaan diri, yaitu:
1. Pola Asuh Keluarga merupakan faktor utama yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan anak dimasa yang akan datang. Dari ketiga pola asuh baik itu otoriter, demokratis, dan permisif, menurut Hurlock (dalam Mahrita, 1997) pola asuh demokratis adalah model yang paling cocok yang mendukung pengembangan percaya diri pada anak, karena pola asuh demokratis melatih dan mengembangkan tanggung jawab serta keberanian menghadapi dan menyelesaikan masalah secara mandiri. 2. Jenis Kelamin Peran jenis kelamin yang disandang oleh budaya terhadap kaum perempuan maupun laki-laki memiliki efek sendiri terhadap perkembangan
42
rasa percaya diri. Perempuan cenderung dinggap lemah dan harus dilindungi, sedangkan laki-laki harus bersikap sebagai makhluk kuat, mandiri dan mampu melindungi. 3. Pendidikan Pendidikan seringkali menjadi ukuran dalam menilai keberhasilan seseorang. Berarti semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang semakin tinggi pula anggapan orang lain terhadap dirinya. Mereka yang memiliki jenjang pendidikan yang rendah biasanya merasa tersisih dan akhirnya tidak memiliki keyakinan akan kemampuannya. Sedangkan yang memiliki jenjang pendidikan yang tinggi semakin terpacu untuk menunjukan kemampuannya. 4. Penampilan Fisik Individu yang memiliki tampilan fisik yang menarik lebih sering diperlakukan dengan baik dibandingkan dengan individu yang mempunyai penampilan kurang menarik.
Kepercayaan diri merupakan suatu kepribadian yang dimiliki setiap orang dengan tingkatan yang berbeda-beda. Sudarwati (2007:23) dalam bukunya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan diri (self efficacy) mengatakan bahwa ”Keyakinan diri berkembang dari pengalaman-pengalaman seseorang dalam menjalankan tugas.” Ini berarti ketika keberhasilan yang berturut-turut akan meningkatkan keyakinan dalam mengerjakan tugas, sebaliknya ketika kegagalan secara berturut-turut yang dialami oleh seseorang bisa menurunkan keyakinan dalam melaksanakan tugasnya. Dalam kaitannya dengan olahraga, kepercayaan diri menjadi salah satu faktor penting untuk bisa menampilkan perfoma yang baik dan maksimal. Sudarwati (2007:23) mengemukakan ada empat faktor yang membentuk keyakinan diri seseorang atau atlet yaitu (1) Pengalaman yang sukses, (2) Mengamati orang lain, (3) Persuasi verbal, (4) Kondisi Fisiologi.
43
4. Hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Keterampilan Olahraga. Untuk bisa berprestasi maksimal dalam cabang olahraga atlet harus mempunyai kondisi fisik dan mental yang prima, artinya atlet harus memiliki kesiapan fisik maupun mental sebelum bertanding. Mental atlet sebelum pertandingan harus dipersiapakan dengan baik, sehingga seluruh kemampuan jiwanya baik itu akal, kemauan dan perasaannya, siap menghadapi tugas-tugas serta berbagai kemungkinan yang akan terjadi dalam pertandingan. Salah satu temuan yang paling konsisten di puncak literatur perfoma adalah korelasi yang signifikan antara kepercayaan diri dan suksesnya penampilan olahraga (Feltz, 2007 dalam K. Hays et al, 2010). Dalam kaitannya dengan olahraga, kepercayaan diri dapat mempengaruhi perfoma atlet ketika bertanding. Beilock & Gray, 2007; Woodman & Hardy, 2001 (Woodman, et al, 2010) mengemukakan “ada hubungan positif antara kepercayaan diri dan perfoma.” Dukungan untuk penelitian ini ada hubungan yang positif dan kuat baik secara teoritis maupun empiris (Bandura, 1997; Bandura & Locke, 2003; Martens, Vealey, & Burton,1990; Vealey, 1986, 2001; Woodman & Hardy, 2003 dalam Woodman, et al, 2010). Teori lain mengemukakan tentang hubungan kepercayaan diri dengan perfoma olahraga yaitu teori self efficacy Bandura, 1977, 1986 (D. F. Shaw et al, 2005), Bandura dengan penelitiannya menyebar ke seluruh psikolog olahraga untuk menjelaskan pengaruh kepercayaan diri terhadap perfoma. Bandura mengatakan ada
44
ratusan penelitian yang telah menunjukkan bahwa ada hubungan antara Keyakinan diri (self efficiacy) dan perfoma dalam olahraga. Bandura menggambarkan teorinya dalam bentuk gambar 2.5 tentang teori hubungan self efficacy dan perfoma olahraga.
Perpomance Accomplishme
Behavior Choice Effort Persistence
Vicarious Experience Verbal Persuasion Physiological States
Efficacy expectations Thoghts Goal Worry Attributions
Gambar 2.5 Self Afficacy Theory (Sumber : Bandura, 1977,1986 dalam D. F. Shaw et al, 2005)
Sebagaimana telah dikemukakan oleh Vealey (1998) bahwa Kepercayaan diri dalam olahraga memiliki tiga komponen, yaitu (1) Efisiensi kognitif (cognitive efficiency), (2) Latihan dan keterampilan fisik (physical skill and training), (3) Resiliensi (resilience). Pendapat lain mengemukakan tentang hubungan antara kepercayaan diri dan perfoma dalam olahraga, Ibrahim (Darsono, 2011:21) mengatakan bahwa “percaya diri merupakan penentu kritis pada penampilan seseorang, hubungan antara percaya diri dengan penampilan dapat ditunjukan dengan kurva U terbalik.” Menurut Ibrahim kepercayaan diri yang baik ditunjukan dengan peningkatan hingga pada titik optimal, kemudian jika melebihi titik optimal, maka kepercayaan diri menurun bersamaan
45
dengan penampilan, selain itu masalah penampilan dapat disebabkan oleh kepercayaan diri yang rendah dan juga percaya diri yang berlebihan (over self confident). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ibrahim (Darsono, 2011:21) dan dapat dilihat dalam gambar kurva 2.6 dibawah ini:
High
Mode rate
Low
Performance
Undercover
Just Right
Overconfident
Gambar 2.6 Kurva U Terbalik (Sumber : Ibrahim dalam Darsono, 2011:21 )
Dalam kaitannya dengan daya prediksi kepercayaan diri terhadap penguasaan keterampilan olahraga, kepercayaan diri menjadi salah satu prediktor dalam penguasaan keterampilan gerak. Ini sependapat dengan apa yang telah dikemukan oleh Vealey et.al., (1998), dalam serangkain studinya Vealey et.al., (1998) mengemukakan sembilan sumber yang dapat mempengaruhi kepercayaan diri seorang atlet, yaitu (1) mastery, (2) demonstration of ability, (3) physical and mental preparation, (4) physical self-presentation, (5) social support, (6) vicarious
46
experience, (7) coach’s leadership, (8) environmental confort, dan (9) situational favorableness. Menurut vealey kesembilan sumber tersebut terbukti signifikan menjadi prediktor kepercayaan diri atlet. Misalnya pada atlet renang, tenis lapangan, dan atletik sepakbola (Adegbesan, 2007), dan 14 atlet olympiade dan kejuaraan dunia untuk cabang rugby, hoki, menyelam, atletik, taekwondo, judo, renang, pentathlon, dan ski. Berdasarkan beberapa pendapat dan penelitian yang sudah dilakukan para ahli, kepercayaan diri merupakan salah satu faktor fsikologis yang bisa mempengaruhi terhadap keterampilan dan perfoma yang dimiliki atlet. Dalan hal ini beberapa para ahli dalam penelitiannya mengemukakan bahwa ada hubungan antara kepercayaan diri dengan penguasaan keterampilan olahraga dan menjadi salah satu prediktor dalam menampilkan perfoma yang maksimal.
C. Perbedaan Individu dalam Tingkat Kepercayaan Diri Bedasarkan Jenis Kelamin Tingkat kepercayaan diri adalah salah satu karakteristik psikologis yang paling konsisten, dalam hal ini percaya diri diyakini menjadi aspek penting dari psikologis individu atlet (Clifton & Gill, 1994), dari beberapa hasil penelitian telah menunjukan bahwa tingkat kepercayaan diri sering membedakan atlet yang behasil dan kurang berhasil (Gould, Weiss, & Weinberg, 1981; Highlen & Bennett, 1979; Mahoney & Avener 1977; Weiss, Wiese, & Klint, 1988 dalam Clifton & Gill, 1994). Ini dilihat dari prestasi yang dicapai oleh atlet itu sendiri, biasanya atlit yang
47
mempunyai tingkat kepercayaan diri yang bagus bisa lebih baik dalam hal prestasi dibandingkan atlit yang kurang begitu bagus dalam tingkat kepercayaan diri mereka. Namun dalam kaitannya dengan jenis kelamin, kepercayaan diri mempunyai perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Ini dilihat dari beberapa penelitian yang membedakan tingkat kepercayaan diri berdasarkan jenis kelamin, hasil penelitian psikologi olahraga menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan diri perempuan lebih rendah dari pada laki-laki untuk perfoma gerak (Corbin, 1981; Corbin, Landers, Feltz, & Senior, 1983; Corbin & Nix, 1979; Duquin, 1986; Petruzzello & Corbin, 1988; Ryan & Pryor, 1976 dalam Clifton & Gill, 1994 ). Salain itu dalam penelitiannya Rosita
(2010:12)
memberikan
gambaran
persentase
perbandingan
tingkat
kepercayaan diri laki-laki dan perempuan yang disajikan dalam tabel 2.7 Tabel 2.7 Perbandingan mean empirik berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin
Jumlah
Persentasi
Mean Empirik Kepercayaan Diri
Laki-laki
33
33%
76.57
Perempuan
67
67%
65.41
Total
100
100%
( Sumber : Rosita, 2010 : 15 ) Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa laki-laki lebih percaya diri dibandingkan perempuan. Seperti yang diungkapkan oleh Middlebrook (Rosita, 2010) yang mengemukakan bahwa “perempuan cenderung dianggap lemah dan harus dilindungi,
48
sedangkan laki-laki harus bersikap sebagai makhluk kuat, mandiri, dan mampu melindungi sehingga berpengaruh terhadap rasa percaya diri.” Dari beberapa hasil penelitian diatas, penulis dapat mengemukakan kembali bahwa ada perbedaan tingkat kepercayaan diri berdasarkan jenis kelamin, hasil analisis dari beberapa penelitian tersebut mengemukakan bahwa pada umumnya laki-laki mempunya tingkat kepercayaan diri yang lebih bagus dari pada perempuan.
D. Perbedaan Individu Dalam Penguasaan Keterampilan Gerak (Motor Skill) Berdasarkan Jenis Kelamin Kemampuan gerak menurut Singer (Mahendra & Ma’mun, 1998 :143) adalah “keadaan segera dari seseorang untuk menampilkan berbagai variasi keterampilan gerak, khususnya dalam kegiatan olahraga.” Pada bagian awal tentang faktor pribadi dikatakan bahwa setiap individu memiliki perbedaan dalam banyak hal dengan individu lainnya (Mahendra & Ma’mun, 1998:142). Terbukti apabila kita melihat pengalaman kita sehari-hari dan penyelidikan secara empirik pun menyatakan hal yang sama tentang hal ini bahwa kemampuan individu memang berbeda-beda, contohnya saja dari lingkungan kita sendiri, baik dalam lingkungan bermain maupun dalam lingkungan sekolah, kita dapat melihat adanya perbedaan-perbedaan yang bisa membandingkan kemampuan kita dengan kemampuan seseorang lainnya, misalnya dalam belajar keterampilan gerak, ada orang yang mampu belajar keterampilan gerak dengan cepat, tapi ada juga orang yang nampak kesulitan ketika mereka belajar keterampilan gerak. Singer (Mahendra & Ma’mun, 1998:142) menyatakan bahwa :
49
Sumber perbedaan dalam hal keterampilan tersebut bisa bermacam-macam. Hal itu bisa karena berbeda dalam hal fisik, kemampuan (abilities), gaya belajar, sikap, emosi, serta pengalaman-pengalaman masa lalu yang memiliki kaitan dengan tugas yang dipelajari. Kesemua faktor tadi memang saling berhubungan dan memberikan sumbangannya sendiri-sendiri terhadap penguasaan keterampilan.
Kemampuan gerak itu banyak macamnya, tidak hanya terbatas pada sesuatu yang berhubungan langsung dengan keterampilan dalam bidang olahraga. Kemampuan itu bisa dibedakan dari mulai ketajaman visual dan melek warna, konfigurasi tubuh, kemampuan numerik, kecepatan reaksi, ketangkasan manual, kepekaan kinestetis, dan banyak lagi, yang sebagian darinya melibatkan aspek-aspek persepsi dan pembuatan keputusan, sedangkan yang lain melibatkan pengorganisasian dan perencanaan gerak (Schmidt dalam Mahendra & Ma’mun, 1998: 143). Penelitian dalam bidang kemampuan motorik telah dilakukan banyak orang. Kusmiyanti (2010) melakukan penelitian tentang penguasaan keterampilan teknik dasar bolavoli mini berdasarkan jenis kelamin, kusmayanti berpendapat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dalam hal penguasaan keterampilan gerak. Dengan rata-rata (skor siswa laki-laki = 170,30, ratarata skor siswa perempuan = 125,85 ). Selain itu pendapat lain dari Budiman (2011:6) yang mengemukakan bahwa “perbedaan perkembangan kemampuan melempar antara anak laki-laki dengan perempuan terjadi cukup besar.” Budiman bependapat khususnya pada usia 13 tahun, kemampuan melempar pada anak perempuan cenderung mengalami penurunan. Sementara pada anak laki-laki masih tetap
50
mengalami peningkatan. Melihat dari beberapa pendapat di atas penulis dapat mengemukakan kembali bahwa adanya perbedaan penguasaan keterampilan gerak berdasarkan jenis kelamin, pada umumnya laki-laki mempunya tingkat penguasaan keterampilan gerak yang lebik baik dari pada perempuan.
E. Kerangka Berfikir Olahraga bulutangkis merupakan salah satu olahraga yang sudah banyak digemari oleh banyak kalangan masyarakat, karena selain sudah popular juga merupakan jenis olahraga permainan yang mudah dan dapat dimainkan oleh siapa saja baik orang tua, maupun anak-anak, olahraga ini merupakan salah satu cabang olahraga permainan yang dimainkan oleh dua orang yang saling berlawanan (tunggal) atau empat orang yang saling berlawanan (ganda) yang bertujuan untuk memperoleh angka dan kemenangan dengan cara menyebrangkan dan menjatuhkan satelkok didaerah permainan lawan, Menjadi seorang pemain bulutangkis yang berprestasi bukan pekerjaan yang mudah sebab dituntut memahami dan menguasai sejumlah keterampilan fisik, teknik, taktik, dan psikologis secara efektif, efisien, dan simultan. Secara umum keterampilan dasar permainan bulutangkis dapat dikelompokan kedalam empat bagian yaitu (1) cara megang raket (grips), (2) sikap siap (stance atau ready position), (3) gerak kaki (footwork), (4) gerak memukul atau strokes, namun selain keterampilan-ketarampilan dasar bermaian bulutangkis salah satu faktor psikologi yaitu kepercayaan diri menjadi modal utama untuk bisa menampilkan hasil belajar keterampilan gerak dan perfoma ketika bertanding yang maksimal. Dalam hal
51
ini prestasi olahraga itu tidak hanya tergantung kepada keterampilan teknik olahraga dan kesehatan fisik yang dimiliki atlet yang bersangkutan saja, tetapi juga bergantung pada keadaan-keadaan psikologi dan kesehatan mentalnya. Kepercayaan diri merupakan salah satu kepribadian seseorang yang bisa membuat suatu keyakinan terhadap kemampuan yang dimilikinya, dalam olahraga kepercayaan diri dianggap mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar keterampilan gerak atau perfoma yang maksimal, ini didukung dari beberapa penelitian tentang kepercayaan diri yang mengatakan bahwa kepercayaan diri mempunyai peranan penting dan memberi kontribusi terhadap perfoma atlet ketika bertanding serta menjadi salah satu prediktor dalam menampilkan perfoma yang maksimal. Semakin tinggi tingkat kepercayaan diri yang dimiliki atlet maka semakin baik pula perfoma atau hasil belajar keterampilan gerak yang akan dihasilkan, sebaliknya semakin rendah tingkat kepercayaan diri yang dimiliki atlet maka akan berpengaruh pada perfoma atau hasil belajar keterampilan gerak yang dihasilkan yaitu tidak maksimal. Oleh karena itu jika kepercayaan diri yang dimiliki atlet bagus dan tidak over confident maka akan berpengaruh kepada hasil yang dicapai, yaitu bisa menampilkan perfoma yang baik dan menampilkan keterampilan-keterampilan yang dimiliknya secara maksimal.
F. Hipotesis Setelah dilihat dari uraian di atas, maka penulis dapat menarik hipotesa awal dari permasalahan penelitian ini, seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2009:96)
52
yang mengemukakan bahwa ”Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian.” Berdasarkan rumusan masalah penelitian maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Ada perbedaan tingkat kepercayaan diri antara siswa putra dengan siswa putri. 2. Ada perbedaan penguasaan keterampilan teknik dasar bermain bulutangkis antara siswa putra dengan siswa putri. 3. Kepercayaan diri merupakan salah satu prediktor dalam menampilkan hasil penguasaan keterampilan teknik dasar bermain bulutangkis.