BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Kemampuan Membaca Permulaan a. Perkembangan Bahasa Anak Salah satu bidang pengembangan kemampuan dasar anak usia dini adalah pengembangan bahasa. Bahasa memungkinkan anak untuk menerjemahkan
pengalaman
kedalam
simbol-simbol
yang dapat
digunakan untuk berkomunikasi dan berfikir. Vygotsky (dalam Susanto 2011) menyatakan bahwa Bahasa merupakan alat untuk mengekspresikan ide dan bertanya, dan bahasa juga menghasilkan konsep dan kategorikategori untuk berpikir. Piaget dan Inhelder (2010) memaparkan bahwa bahasa diperoleh secara genetis karena transmisi sosial perkembangan awal individu. Bahasa tersebut bersifat sosial dan berdasar pada penanda imitative yang berlangsung pada individu. Santrock (2007) menyebutkan bahasa sebagai bentuk komunikasi memiliki peran yang sangat dalam kehidupan manusia. Bahasa diperlukan untuk berbicara dengan orang lain, membaca dan menulis. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan alat untuk mengekspresikan ide dan pertanyaan untuk berpikir. Bahasa digunakan sebagai alat untuk berfikir, mengekspresikan diri dan alat komunikasi antara anggota masyarakat sehingga individuindividu dapat menyatakan pikiran, gagasan dan keinginannya. Perkembangan bahasa anak usia dni diarahkan pada kemampuan berkomunikasi secara lisan maupun tertulis yaitu belajar membaca dan menulis. Perkembangan bahasa manusia berkembang mulai dari bayi hingga dewasa sesuai dengan usia. Secara umum tahap-tahap perkembangan bahasa anak dapat dibagi dalam beberapa rentang usia, yang masingmasing menunjukan ciri-ciri tersendiri. Guntur (dalam Susanto 2011) menjabarkan tahap perkembangan bahasa anak antara lain adalah tahap I 6
7
(Pralinguistik) yaitu pada tahap ini dibagi menjadi dua tahapan, yaitu tahap meraban 1 dimulai dari bulan pertama hingga bulan keenam anak mulai menangis, tertawa dan menjerit dan tahap meraban II merupakan tahap kata tanpa makna mulai dari usia keenam bulan sampai satu tahun. Pada tahap II (Linguistik) terbagi menjadi 2 tahapan yaitu tahap 1 (holafrastik) ketika anak mulai menyatakan makna keseluruhan kalimat dalam satu kata dan tahap II (frasa1-2) anak sudah mampu mengucapkan dua kata. Pada tahap III anak sudah dapat membuat kalimat. Tahap IV, pada tahap ini ditandai dengan kemampuan anak yang mampu mengembangkan kalimat sederhana dengan kalimat kompleks. Madyawati
(2016)
menjelaskan
tahapan-tahapan
umum
perkembangan kemampuan berbahasa seorang anak terbagi menjadi 5 tahapan yaitu 1) reflexsive vocalization, pada usia 0-3 minggu bayi akan mengeluarkan suara tangisan yang masih berupa reflex, 2) babbling, pada usia lebih dari 3 minggu, bayi mengeluarkan suara tangisan sesuai dengan keinginan atau perasaan bayi, 3) lalling, di usia 3 minggu sampai dengan 2 bulan mulai terdengar suara-suara tetapi belum jelas yaitu mengucapkan kata dengan suku kata yang diulang-ulang, seperti “ba…ba…, ma…ma…”, 4) echolalia, pada tahap ini, yaitu saat bayi menginjak usia 10 bulan ia mulai meniru suara-suara yang didengar dari lingkungannya , serta ia juga akan menggunakan ekspresi wajah atau isyarat tangan ketika ingin meminta sesuatu, 4) true speech, bayi mulai dapat berbicara dengan benar. Namun, pengucapannya belum sempurna seperti orang dewasa. Sternberg (2008) menyebutkan di tahun-tahun pertama kehidupan, manusia memproduksi bahasa melewati tahap-tahap 1) mendekut, kebanyakan mengandung bunyi vokal, 2) meraban mengandung bunyi konsonan dan bunyi vokal, 3) ucapan satu kata, ucapan ini terbatas pada bunyi konsonan dan vocal yang digunakan, 4) ucapan dua kata dan ujaran telegrafik, 5) struktur kalimat dasar orang dewasa (sekitar 4 tahun), dengan kemahiran kosakatayang terus bertambah.
8
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan bahasa anak berkembang dari tahap yang sederhana ke tahap yang lebih kompleks. Perkembangan bahasa anak dimulai dari anak menangis, tertawa dan menjerit. Selanjutnya anak mulai melotehkan kata yang tidak bermakna. Pada tahap kedua anak mengucapkan 1-2 kata. Pada tahap ketiga anak sudah membuat kalimat. Pada tahap keempat anak mulai mampu meghubungkan kalimat sederhana dan kalimat kompleks. Kemampuan bahasa anak dapat bertambah jika orang tua dan lingkungan mendukung dan melatih perkembangannya. b. Pengertian Membaca Dhieni, Fridani, Yarmi & Kusniaty (2007) menyebutkan bahwa membaca terkait dengan pengenalan huruf atau aksara, bunyi dari huruf atau rangkaian huruf, dan makna atau maksud, pemahaman terhadap makna atau maksud berdasarkan konteks wacana. Tarigan (2008) membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Dalman (2014) memaparkan bahwa membaca merupakan suatu kegiatan atau proses kognitif yang berupaya untuk menemukan berbagai informasi yang terdapat dalam tulisan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan proses perubahan bentuk lambang menjadi wujud bermakna agar pembaca dapat menemukan makna tulisan dan memperoleh informasi yang dibutuhkan. c. Tujuan Membaca Tujuan membaca menurut Dhieni, dkk (2007) adalah 1) mendapatkan informasi, 2) agar citra dirinya meningkat, 3) ada kalanya ornag membaca untuk melepaskan diri dari kejenuhan, 4) mendapatkan kesenangan atau hiburan, 5) mengisi waktu luang, 6) mencari nilai-nilai keindahan/pengalaman dan nilai kehidupan lainnya.
9
Tujuan membaca menurut kurikulum 2004 (Depdiknas tahun 1994 halaman 18) yaitu 1) setiap siswa memahami gagasan yang didengar secara langsung maupun tidak langsung, 2) setiap siswa dapat membaca teks bacaan dan mampu meyimpulkan isinya menurut kata-kata sendiri, 3) setiap siswa dapat membaca teks bacaan secara cepat dan dapat mencatat gagasan-gagasan utama. Tarigan (2008) mengemukakan tujuan membaca adalah 1) membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta, 2) membaca untuk memperoleh ide-ide utama, 3) membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita, 4) membaca untuk menyimpulkan, membaca untuk inferensi, 5) membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan, 6) membaca menilai, membaca evaluasi, 7) membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan Tujuan membaca menurut Dalman (2014) adalah 1) memperoleh fakta, 2) memperoleh ide-ide utama, 3) mengetahui urutan, 4) menyimpulkan, 5) mengelompokkan, 6) menilai, yaitu membaca untuk mengetahui apakah tokoh berhasil, apakah baik kita berbuat seperti tokoh 7) membandingkan, yaitu membaca untuk mengetahui bagaimana caranya tokoh berubah, bagaimana hidupnya berbeda. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan tujuan utama membaca adalah untuk memperoleh informasi yang mencakup isi serta untuk memperoleh fakta,nilai-nilai kehidupan dan pengalaman. Tujuan yang diinginkan oleh setiap orang dari kegiatan membaca berbeda-beda. Tanpa tujuan yang jelas, pemahaman terhadap apa yang dibaca juga tidak akan jelas. d. Membaca Permulaan Madyawati (2016) berpendapat bahwa membaca permulaan merupakan kesanggupan siswa membaca dengan lafal dan intonasi yang jelas, benar dan wajar serta memperhatikan tanda baca. Supriyadi (1990) menyebutkan bahwa membaca permulaan termasuk dalam
membaca
teknis yang artinya menyuarakan lambang-lambang tertulis degan lafal
10
yang baik dan benar yang diberikan pada kelas rendah. Dalman (2014) menyebutkan bahwa membaca permulaan dalam teori keterampilan, maksudnya menekankan pada proses penyandian membaca secara mekanikal. Susanto (2011) menyatakan bahwa membaca dini ialah membaca yang diajarkan secara terprogram kepada anak prasekolah. Program ini menumpukkan perhatian pada perkataan-perkataan utuh, bermakna dalam konteks pribadi anak-anak dan bahan-bahan yang diberikan melalui permainan dan kegiatan yang menarik sebagai perantara pembelajaran. Hidayat (2007) berpendapat bahwa membaca permulaan adalah pembelajaran yang diberikan kepada anak sebelum anak benarbenar bisa membaca sehingga membaca permulaan diajarkan bersamaan dengan menulis permulaan melalui latihan-latihan pengenalan huruf. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa membaca permulaan adalah teknik membaca yang diberikan di kelas rendah yang menekankan pada pelafalan huruf. Pembelajaran membaca permulaan pada anak perlu latihan dengan pelafalan yang benar dan intonasi yang tepat. Teknik membaca nyaring sangat baik diterapkan dalam membaca permulaan. e. Tahapan Perkembangan Membaca Permulaan Terkait membaca permulaan untuk anak usia dini, Dhieni dkk (2007)
perkembangan membaca anak berlangsung dalam beberapa
tahapan yaitu 1) tahap fantasi ( magical stage), pada tahap ini anak mulai belajar menggunakan buku, melihat dan membalik lembaran buku ataupun membawa buku kesukaannya, 2) tahap pembentukan konsep diri (self concept stage), pada tahap ini anak mulai memandang dirinya sebagai “pembaca” dimana terlihat keterlibatan anak dalam kegiatan membaca, berpura membaca buku, memaknai gambar berdasarkan pengalaman yang diperoleh sebelumnya, dan menggunakan bahasa baku yang tidak sesuai dengan tulisan, 3) tahap membaca gambar (bridging reading stage), pada tahap ini pada diri anak mulai tmbuh kesadaran
11
akan tulisan dalam buku dan menemukan kata yang pernah ditemui sebelumnya, dapat mengungkapkan kata-kata yang bermakna dan berhubungan dengan dirinya, sudah mengenal tulisan kata-kata puisi, lagu dan sudah mengenai abjad, 4) tahap pengenalan bacaan (take off reader stage),anak mulai menggunakan tiga sistem isyarat. Anak mulai tertarik pada bacaan, dapat mengingat tulisan dalam konteks tertentu, berusaha mengenal tanda-tanda pada lingkungan, serta membaca berbagai tanda seperti pada papan iklan, kotak susu, pasta gigi dan lainnya, 5) tahap membaca lancar (independent reader stage), pada tahap ini anak dapat membaca berbagai jenis buku. Dalman (2014) memaparkan empat tahap (langkah) membaca permulaan, yaitu 1) pengenalan bentuk huruf, 2) pengenalan unsur-unsur linguistik, 3) pengenalan hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi, 4) kecepatan membaca bertaraf lambat. Pada tahap membaca permulaan anak diperkenalkan dengan bentuk huruf dari a-z. huruf-huruf tersebut dihafalkan dan dilafalkan anak sesuai dengan bunyinya. Setelah anak diperkenalkan dengan huruf abjad dan melafalkan, anak juga diperkenalkan cara membaca suku kata, kata dan kalimat. Sternberg (2008) mengatakan bahwa kemampuan membaca anak usia dini dapat dibagi atas empat tahap perkembangan, yaitu 1) tahap timbulnya kesadaran terhadap tulisan, pada tahap ini anak mulai belajar menggunakan dan menyadari bahwa buku itu penting, melihat dan membalik-balikan buku, dan kadang-kadang ia membawa buku kesukaannya, 2) tahap membaca gambar, anak usia TK telah dapat memandang dirinya sebagai pembaca dan mulai melibatkan diri dalam kegiatan membaca, pura-pura membaca buku, dan memberi makna gambar, 3) tahap pengenalan bacaan, pada tahap ini usia TK telah dapat menggunakan tiga sistem bahasa, seperti fonem (bunyi huruf), semantik (arti kata), dan sintaksis (aturan kata atau kalimat) secara bersama-sama., 4) tahap membaca gambar, pada tahap ini, anak sudah dapat
12
membacalancar sebagai jenis buku yang berbeda dan bahan-bahan yang langsung berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Berdasarkan beberapa tahapan membaca permulaan di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan membaca permulaan dimulai dari anak mulai menyukai tulisan, membaca gambar, mengenal bacaan,dan membaca lancar. Pada tahap membaca permulaan ini anak perlu diberikan contoh yang benar sehingga anak bisa meniru cara membaca orang dewasa. Pada tahap ini anak perlu dilatih agar membaca dengan lancar sebelum mereka memasuki tahap membaca yang lebih tinggi. f. Aspek Perkembangan Membaca Permulaan Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (2001) menyatakan bahwa materi yang diajarkan dalam membaca permulaan adalah a) lafal dan intonasi kata dan kalimat sederhana, b) huruf-huruf yang banyak digunakan dalam kata dan kalimat sederhana yang sudah dikenal anak, c) kata -kata baru yang bermakna, d) lafal dan intonasi kata yang sudah dikenal dan kata baru (huruf yangdiperkenalkan 10 sampai 20 huruf). Dewi (2005) menyatakan bahwa perkembangan bahasa anak usia 5 sampai 6 tahun adalah a) menirukan kembali 2 sampai 4 urutan angka, urutan kata, b) mengikuti 2 sampai 3 perintah sekaligus, c) berbicara lancar, d) menceritakan kembali cerita yang sudah diceritakan oleh guru, e) memberikan informasi tentang suatu hal,
f) menyebutkan nama
benda, binatang, g) enceritakan gambar yang telah disediakan Aspek yang diukur pada indikator kinerja bersumber pada tingkat Pencapaian Perkembangan (TPP) dalam Peratiran Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas nomor 58 tahun 2009. Aspek-aspek
yang
diukur dalam pengenalan membaca permulaan adalah a) mengenal dan melafalkan simbol huruf yang dikenal, b) menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi/huruf awal yang sama, c) membaca kata sederhana, d) merangkai huruf menjadi suku kata atau sebaliknya, e) memasangkan gambar dengan tulisan yang melambangkan. Dalam penelitian ini peneliti mengambil 3 indikator dari Permendiknas nomor
13
58 tahun 2009 yaitu a) mengenal dan melafalkan simbol huruf yang dikenal, b) memasangkan gambar dengan tulisan yang melambangkan c) membaca kata sederhana. g. Metode Pembelajaran Membaca Permulaan Anitah (2009) menyebutkan bahwa “metode pembelajaran adalah cara yang telah teratur dan terpilih secara baik untuk mencapai suatu maksud”. Metode pembelajaran membaca permulaan menurut Supriyadi, dkk
(1990) antara lain 1) metode eja, metode ini anak diajarkan
membaca dengan kata-kata lepas dengan memperkenalkan huruf-huruf alfabet, 2) metode bunyi, pada metode ini ditekankan pada pelafalan dari huruf-huruf alfabet, 3) metode suku kata, proses pembelajaran ini diawali dengan pengenalan suku kata seperti ba,bi,bu,be,bo; ca,ci,cu,ce,co; da,di,du,de,do; ka,ki,ku,ke,ko dan seterusnya, 4) metode kata, metode ini menggabungkan suku kata menjadi sebuah kata atau dapat juga dengan menguraikan kata menjadi suku kata dan huruf, 5) metode global, proses pembelajaran ini diawali dengan penyajian beberapa kalimat global. misal bola nina biru. 6) metode SAS, metode ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tanpa buku dan menggunakan buku Zuchdi dan Budiasih (2001) menyebutkan pembelajaran membaca permulaan, ada beberapa metode yang dapat digunakan 1) metode abjad dan metode bunyi, dalam penerapannya kedua metode ini sering menggunakan kata-kata lepas, 2) metode kupas rangkai kata dan metode kata lembaga, metode kupas rangkai suku kata dan kata lembaga dalam penerapannya menggunakan cara mengurangi dan merangkaikan, 3) metode global, penerapannya pada anak dimulai membaca huruf-huruf, kemudian huruf dirangkaikan menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kat-kata mejadi kalimat lagi, 4) metode struktural analitik sintetik, metode ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tanpa buku dan menggunakan buku. Berdasarkan pendapat di atas mengenai metode pembelajaran kemampuan membaca untuk anak usia dini dapat disimpulkan bahwa
14
untuk belajar membaca dapat menggunakan metode eja, bunyi, suku kata, kata, global dan struktural analitik sintetik. Pengembangan metode yang tepat untuk kemampuan membaca permulaan diharapkan agar guru mampu mencari dan membuat bahan pengajaran yang sesuai dengan tingkat usia anak.
2. Hakikat Bermain Tebak Kata a. Bermain dan Permainan Anak Bermain dan permainan merupakan istilah yang sangat dekat dengan dunia anak. Dalam proses pembelajaranpun bermain merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan belajar anak, karena anak bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain. Musfiroh (2005) bermain dan belajar adalah satu kesatuan proses yang terjadi dalam satu kesatuan waktu, karena didalam bermain itulah sebenarnya terjadi proses belajar, dan proses belajar itu terjadi dalam kegiatan bermain .Hurlock (2005) mendefinisikan bahwa bermain merupakan kegiatan yang dilakukan
untuk
kesenangan
yang
ditimbulkannya,
tanpa
mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan secara suka rela dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban. Tedjasaputra (2001) menyatakan bahwa bermain adalah dunia kerja anak prasekolah dan menjadi hak setiap anak untuk bermain tanpa dibatasi usia. Triharso (2013) memaparkan bahwa bermain adalah kegiatan utama yang mulai tampak sejka bayi berusia tiga atau empat bulan. Kegiatan ini penting untuk perkembangan kognitif, sosial dan kepribadian anak. Selain itu bermain juga memiliki fungsi emosional. Broadhead (2009) dalam penelitian menyimpulkan bahwa anak-anak bermain untuk menggambarkan kebutuhan mereka dalam memperdalam pemahaman dan pengetahuan tentang lingkungan. Santrock (2007) menyebutkan bahwa permainan adalah suatu kegiatan menyenangkan yang dilaksanakan untuk kepentingan kegiatan itu sendiri. Desmita (2008) menyatakan bahwa permainan adalah salah
15
satu bentuk aktivitas sosial pada masa awal anak-anak. Semiawan (2008) mendefinisikan bahwa permainan adalah alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak ia kenali sampai pada yang ia ketahui dan dari yang tidak dapat diperbuat samapi mampu melakukannya. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah suatu kegiatan anak yang dilakukan sendirian atau berkelompok untuk mencapai tujuan tertentu dan kesenangan. Permainan adalah salah satu bentuk aktivitas sosial pada masa awal anak-anak. Karena anak-anak menghabiskan lebih banyak waktunya diluar rumah untuk bermain dengan temannya dibanding terlibat dalam aktivitas lain. Kegiatan bermain merupakan kegiatan yang bersifat spontan, dan bebas. Melalui bermain anak dapat memetik berbagai manfaat perkembangan aspek fisik-motorik, kecerdasan dan sosial emosi. Anak juga dapat belajar untuk mengembangkan ketrampilan dan kemampuannya dengan senang hati tanpa paksaan. b. Jenis-jenis Permainan Parten (dalam Tedjasaputra 2001) menyoroti kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi dan ia mengamati ada enam bentuk interaksi saat bermain yang disebutkan yaitu 1) permainan unoccupied, anak memperlihatkan dan melihat segala sesuatu yang menarik perhatiannya dan melakukan gerakan-gerakan bebas dalam tingkah laku yang tidak terkontrol, 2) permainan solitary, anak dalam sebuah kelompok asyik bermain sendri-sendiri dengan bermacam-macam alat permainan, 3) permainan outlooker, anak melihat dan memperhatikan anak-anak lain bermain, 4) permainan parallel, anak-anak bermain dengan alat-alat permainan yang sama, tetapi tidak terjadi kontak antar satu dengan yang lain atau tukar emnukar alat permainan, 5) permainan assosiative, anak bermain bersama-sama saling pinjam alat permainan, tetapi permainan itu tidak mengarah pada satu tujuan, tidak ada pembagian peranan dan pembagian alat-alat permainan, 6) permainan cooperative, anak-anak
16
bermain dalam kelompok yang terorganisir, dengan kegiatan-kegiatan konstrukstif dan membuat sesuatu yang nyata, di mana setiap anak mempunyai peranan sendiri-sendiri. Hurlock (2005) menyebutkan bahwa bermain secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kategori, aktif dan pasif. Bermain aktif adalah kesenangan yang timbul dari apa yang dilakukan individu, apakah bentuk kesenangan dalam berlari atau membuat sesuatu. Bermain pasif atau hiburan adalah kesenangan yang diperoleh dari kegiatan orang lain. Maksud pernyataan tersebut. Pemain mengeluarkan sedikit energi. anak yang menikmati temannya bermain, memandang orang, menonton adegan lucu atau membaca buku. Namun, kesenangan yang diperoleh seimbang dengan anak yang meghabiskan sejumlah besar tenaganya ditempat olah raga atau tempat bermain. Berdasarkan jenis permainan di atas dapat disimpulkan bahwa permainan bisa dimainkan sendiri atau bersama orang lain. Jenis interaksi saat bermain ada enam jenis yaitu permainan unoccupied, solitary, outlooker, parallel, assosiative dan cooperative. Permainan dibagi menjadi dua kategori yaitu aktif jika melakukan kegiatan tersebut dan pasif jika hanya menonton atau menikmati permainan. Biarkanlah anak bermain secara bebas, sesuai dengan kemauan maupun sesuai dengan kecepatannnya
sendiri,
kemampuannya.
dengan
Permainan
cara
tebak
ini
kata
anak
dapat
merupakan
melatih
permainan
cooperative, karena anak bermain dengan pasangannya dengan tujuan dapat menebak apa yang dideskripsikan oleh pasangan. c. Tahapan Bermain Kegiatan bermain memiliki tahapan-tahapan sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Hurlock
(2005)
mengemukakan
bahwa
perkembangan bermain terjadi melalui 4 tahapan yaitu 1) tahap penjelajahan (exploratory stage), adalah berupa kegiatan mengenai objek atau orang lain, mencoba mejangkau atau meraih benda sekelilingnya, lalu mengamatinya. 2) tahap mainan (toy stage), anak mulai
17
mengeksplorasi alat permainannya, kemudian mereka membayangkan bahwa mainannya mempunyai sifat hidup, 3) tahap bermain (play stage), tahap ini bersamaan degan mulai masuknya anak kesekolah, dengan jenis permainan yang semakin banyak, 4) tahap melamun (daydream stage), pada tahap ini diawali saat anak mendekati masa pubertas anak mulai kehilangan minat dalam permainan yang sebelumnya disenangi dan banyak menghabiskan waktunya dengan melamun. Piaget dan Inhelder (2010) mengemukakan tahapan bermain yang sejalan dengan perkembangan kognitif anak, yaitu 1) sensory motor play (usia 3 bulan-2 tahun), anak lebih banyak bereksplorasi dengan kemampuan sensorik yang dikuasainya untuk mendapatkan pengalaman baru, 2) symbolic atau make believe play (2-7 tahun), anak senang bermain dan berkhayal serta bermain pura-pura, 3) social play games with Ruler (usia 8-11 tahun), kegiatan bermain anak banyak dikendalikan oleh aturan permainan yang disepakati dengan teman-teman sebayanya, 4) games with rules and sport (usia 11 tahun keatas), kegiatan bermain yang memiliki aturan, seperti olahraga. Kegiatan bermain ini masih menyenangkan dan dinikmati anak-anak meskipun aturannya jauh lebih ketat dan diberlakukan secara lebih kaku dibandingkan permainan sosial tahapan sebelumnya. Berdasarkan tahapan bermain menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa tahapan perkembangan bermain anak berjalan searah dengan usia kematangan anak. Pada anak usia 3 bulan sampai 2 tahun anak suka bereksplorasi dengan lingkungan sekitarnya. Usia 2-7 tahun anak mulai menyukai permainan berpura-pura. Pada usia 8-11 tahun anak sudah dapat bermain menggunakan aturan yang telah disepakati dengan temannya. Sedangkan pada usia menginjak remaja anak lebih suka melamun, mereka akan sebelumnya disenangi.
kehilangan minat dalam permainan yag
18
d. Fungsi dan Manfaat Bermain Fungsi bermain dalam Moeslichatoen R. (2004) terdapat 8 fungsi bermain, yaitu 1) menirukan apa yang dilakukan orang dewasa.. meniru ibu memasak didapur, dokter mengobati orang sakit, dan sebagainya, 2) melakukan berbagai peran dalam kehidupan nyata, seperti guru mengajar dikelas, sopir mengendarai bus, dan sebagainya, 3) mencerminkan hubungan dalam keluarga dan pengalaman hidup yang nyata, contohnya ibu memandikan adik, ayah membaca koran, dan sebagainya, 4) menyalurkan perasaan yang kuat seperti memukul-mukul kaleng, menepuk-nepuk air, dan sebagainya, 5) melepaskan dorongan yang tidak bisa diterima seperti berperan sebagai pencuri, menjadi anak nakal, pelanggar lalu lintas dan lain-lain, 6) kilas balik peran-peran yang biasa dilakukan seperti gosok gigi, sarapan pagi, naik angkot dan lain-lain, 7) mencerminkan pertumbuhan, misalnya semakin bertambahnya tinggi tubuhnya, semakin gemuk badannya, 8) memecahkan masalah dan mencoba berbagai penyelesaian masalah seperti menghias ruangan, menyiapkan jamuan makan, pesta ulang tahun. Sedangkan untuk manfaat dari bermain itu sendiri Tedjasaputra (2001) menyebutkan ada 9 manfaat bermain adalah 1) manfaat bermain untuk mengembangkan aspek fisik, kegiatan yang banyak melibatkan gerakan-gerakan tubuh, akan membuat tubuh anak sehat, 2) Manfaat bermain untuk perkembangan aspek motorik kasar dan motorik halus, aspek motorik kasar yang dapat dikembangkan, 3) manfaat bermain untuk perkembangan aspek sosial, dengan teman sepermainannya yang sebaya, 4) manfaat bermain untuk perkembangan aspek emosi atau kepribadian,
melalui
bermain
,seorang
anak
dapat
melepaskan
ketegangan akibat larangan, 5) manfaat bermain untuk perkembangan aspek kognisi, pengetahuan konsep jauh lebih mudah diperoleh melalui bermain misalnya pengenalan betuk geometri, warna, ukuran, arah. Anak juga dapat menciptakan sesuatu baik melalui coretan, cerita dan hasil karyanya, 6) manfaat bermain untuk mengasah ketajaman penginderaan,
19
pada anak usia prasekolah ketajaman penginderaan perlu ditekankan agar anak lebih mudah belajar mengenal dan mengingat bentuk/kata yang akhirnya memudahkan anak untuk belajar membaca, 7) manfaat bermain untuk mengembangkan keterampilan olahraga dan menari ialah anak yang memiliki tubuh yang sehat,kuat,terampil dan cekatan akan lebih percaya diri. 8) manfaat bermain sebagai media terapi bermain dapat digunakan untuk terapi karena selama bermain perilaku anak akan lebih bebas dan secara ilmiah terberi pada seorang anak. Terapi bermain ini memerlukan ahli yang khusus. 9) manfaat bermain sebagai media intervensi bermain dapat digunakan untuk melatih konsentrasi atau pemusatan perhatian anak khususnya bagi anak yang memliki gangguan perkembangan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi bermain adalah menirukan peran orang lain, menyalurkan perasaan yang kuat, sebagai kilas balik peran yang dilakukan setiap hari, mencerminkan pertumbuhan dan untuk memecahkan masalah. Sedangkan untuk manfaat dari bermain selain untuk menunjang perkembangan anak, juga dapat dimanfaatkan oleh pihak lain sebagai media atau sarana kegiatan bersam anak. Pihak yang dapat memanfaatkan bermain antara lain guru, ahli psikoterapi, serta orang-orang dewasa lainnya yang berinteraksi dengan anak., e. Permainan Tebak Kata Prasetyono (2007) menyebutkan permainan tebak-tebakan kata untuk anak usia dini bukanlah permainan tebakan seperti orang dewasa, melainkan permainan yang dekat dengan anak dengan atau lebih tepat disebut sebagai cara memperkenalkan tulisan yang membentuk namanama benda pada anak. Fathurrohman (2015) menyatakan bahwa permainan tebak kata adalah pengembangan dari salah satu model pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan. Permainan tebak kata menurut Uno dan Mohamad (2015) adalah permainan yang menggunakan media kartu teka teki yang berpasangan dengan kartu
20
jawaban teka teki. Permainan tebak kata dilaksanakan dengan cara siswa mendiskripsikan sebuah kata benda yang ada pada kartu soal sehingga kata itu bisa dijawab oleh pasangannya dengan tepat. Kesalahan dalam menebak dibatasi, jika melebihi dari batas kesalahan, maka permainan berakhir. Namun jika pemain dapat menebak kata dengan benar, maka skor penilaian bertambah dan akan menyediakan kata. Pemakaian tebak kata dalam proses belajar mengajar membaca sangatlah berguna karena isi atau materi tebak kata dapat disesuaikan dengan yang akan diajarkan pada anak usia dini (Sumiyah 2014). Cara penerapannya pun dengan tepat dan tangkas, sehingga anak didik lebih termotivasi untuk membaca, karena dalam praktik permainan tebak kata mengikutsertakan bukan hanya faktor kognitif dan afektif, namun juga motorik anak didik. Berdasarkan pendapat di atas mengenai permainan tebak kata dapat disimpulkan bahwa permainan tebak kata adalah permainan teka teki yang menggunakan kartu yang dimainkan secara berpasangan. Satu orang sebagai pemegang kartu mendiskripsikan apa yang dilihat dan kemudian pasangannya menebak apa yang dimaksud. Jawaban yang benar akan sesuai dengan kartu yang dipegang atau ditempel pemain. f. Langkah–Langkah Permainan Tebak Kata Suhana (2014) memaparkan langkah permainan tebak kata sebagai berikut : buat kartu ukuran 10X10 cm dan isilah ciri-ciri,gambar atau kata-kata lainnya yang mengarah pada jawaban (istilah) pada kartu yang ingin ditebak. Buat kartu ukuran 5X2 cm untuk menulis kata-kata atau istilah yang mau ditebak (kartu ini nanti dilipat dan ditempel) pada dahi atau diselipkan di telinga. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam permainan ini sebagai berikut, a) guru menjelaskan tema,subtema dan indikator pembelajaran, b)suruhlah peserta didik berdiri didepan kelas dan berpasangan, c) seorang peserta didik diberi kartu yang berukuran 10X10 cm yang dibacakan (dideskripsikan) pada pasangannya. Seorang siswa
21
yang lainnya diberi kartu berukuran 5x2 cm yang isinya tidak boleh dibaca(dilipat) kemudian ditempelkan di dahi atau diselipkan di telinga, d)sementara peserta didik membawa kartu 10X10 mendiskripsikan gambar, ciri-ciri atau kata-kata yang tertulis didalamnya sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud. Jawaban tepat bila sesuai degan isi kartu yang ditempelkan di dahi atau telinga, d) apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu) maka pasangan itu boleh duduk. Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan dengan kata-kata lain asal jangan langsung memberi jawabannya.dst. Langkah permainan tebak kata menurut Suprijono (2012) yaitu, a) guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai, b)guru membagi anak berpasangan, c) guru membagi kartu tebakan dan jawaban pada masingmasing pasangan, d) anak menjawab tebakan yang dideskripsikan e) dan seterusnya. Aswita (2012) menjabarkan langkah permainan tebak kata sebagai berikut, a) guru menjelaskan materi b) guru mengajak anak maju ke depan kelas secara berpasangan, c) guru memberikan kartu tebakan pada anak dan menempel kartu jawaban pada dahi anak, d) anak mendeskripsikan atau membacakan tebakan, e) anak menjawab dan seterusnya, f) guru menarik kesimpulan. Langkah permainan tebak kata menurut Ahmadi (2005) a) kondisikan anak, b) sampaikan materi, contohnya jenis makhluk hidup, c) berikan pertanyaan ke murid : aku adalah jenis makhluk hidup, aku hidup di darat, aku termasuk hewan menyusui, aku mempunyai kaki empat, aku digunakan untuk menarik delman, apakah aku? Jawabannya : kuda, d) sebelum anak mampu menjawab berikan pertanyaan dengan menyebutkan ciri-ciri atau kata yang mendekati kata kunci. Muji (2012) langkah permainan tebak kata a) guru mempersiapkan alat peraga, b) guru menjelaskan tentang menggunakan permainan tebak kata, c) guru memberikan contoh, d) guru memberikan kesempatan anak untuk bertanya, e) guru memberikan pertanyaan dan memperhatikan cara anak
22
menebak jawaban, f) guru memberikan motivasi anak yang masih pasif dalam bermain tebak kata, g) guru membimbing anak yang masih ragu, h) guru memberikan reward. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa langkah permainan tebak kata adalah a) guru menjelaskan cara bermain tebak kata, b) guru memberikan pertanyaan kata kunci kepada anak c) anak menebak, jika anak belum bisa menjawab guru memberikan pertanyaan yang lebih mendekati kata kunci d) guru memberikan reward. g. Kelebihan Dan Kekurangan Permainan Tebak Kata Turniasih
(2013)
memaparkan
kelebihan
dan
kekurangan
permainan tebak kata sebagai berikut, kelebihannya adalah a) anak akan mempunyai kekayaan bahasa, b) sangat menarik sehingga siswa ingin mencobanya, c) siswa menjadi tertarik untuk belajar, d) memudahkan dalam menanamkan konsep pelajaran dalam ingatan siswa. Sedangkan untuk kekurangannya adalah a) memerlukan waktu yang lama sehingga materi sulit tersampaikan, b) bila siswa tidak menjawab dengan benar maka tidak semua siswa dapat maju karena waktu terbatas. Suprijono
(2012)
memaparkan
kelebihan
dan
kekurangan
permainan tebak kata sebagai berikut, kelebihanyan adalah a) anak akan mempunyai kekayaan bahasa, b) sangat menarik sehingga setiap siswa ingin
mencobanya,
c)
siswa
menjadi
tertarik
untuk
belajar,
d)memudahkan dalam menanamkan konsep pelajaran dalam ingatan siswa, e) pembelajaran berlangsung menyenangkan, f) siswa diarahkan untuk aktif. Sedangkan kelemahannya adalah a) memerlukan waktu yang lama sehingga materi sulit tersampaikan. Aswita (2012) menyebutkan kelebihan dna kekurangan permainan tebak kata adalah, kelebihanya, a) pembelajaran lebih menarik karena menggunakan kartu sehingga anak tidak mudah bosan, b) dapat meningkatkan daya berfikir anak, c) pembelajaran akan lebih berkesan, d) melatih siswa mencari alternatif jawaban, e) melibatkan seluruh anggota tubuh. Kelemahan dari permainan tebak kata adalah a) guru sulit
23
membuat kartu yang menarik untuk anak, b) guru harus meyusun kata yang mudah dipahami anak. Berdasarkan pendpaat di atas dapat disimpulkan bahwa permainan tebak kata mempunyai kelebihan dan kekurangan yaitu kelebihanya, a) pembelajaran lebih menarik karena menggunakan kartu sehingga anak tidak mudah bosan, b) dapat meningkatkan daya berfikir anak, c) pembelajaran akan lebih berkesan, d) melatih siswa mencari alternatif jawaban, e) melibatkan seluruh anggota tubuh, f) anak dapat bermain sambil belajar. Kelemahan dari permainan tebak kata adalah a) guru sulit membuat kartu yang menarik untuk anak, b) guru harus menyusun kata yang mudah dipahami anak. h. Langkah Permainan Tebak Kata dalam Pembelajaran Pengenalan Membaca Permulaan Penerapan permainan tebak kata dalam meningkatkan kemampuan pengenalan membaca permulaan pada anak TK belum bisa dilakukan secara berpasangan, maka guru yang menjadi pasangannya. Guru mendiskripsikan gambar kemudian anak yang akan menjawab. Setelah anak menjawab dan jawabannya benar maka anak akan mengambil kantong bernomor sama seperti kartu yang dipegang anak. Kemudian anak akan menempel huruf, suku kata atau kata yang ada apa kantong tersebut ke kertas karton menggunakan lem. Benda-benda yang dapat digunakan yaitu flashcard, kartu bergambar, flipcard, kartu kata. Jenis permainan menurut Hasan (2013) untuk membaca permulaan diantaranya adalah mencari kata, mewarnai kata, puzzle kata, kata kembar, papan pesan, menyusun kata, bermain boling dengan alphabet dan belajar membaca sambil belanja. Langkah-langkah
permainan
tebak
kata
dalam
kegiatan
pengenalan membaca permulaan adalah sebagai berikut : 1) Guru menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan yaitu membaca dan menyusun kata.
24
2) Guru menjelaskan media dan cara kerja media dalam permainan tebak kata membaca dan menyusun kata. 3) Guru memanggil anak satu persatu ke depan kelas. 4) Anak mengambil kartu bernomor, kemudian guru mendiskripsikan apa yang ada di dalam kartu tersebut. 5) Jika anak menjawab dengan benar, maka guru meminta anak untuk mengambil kantong berisi kata yang akan akan disusun. 6) Anak menempel jawaban tebakan pada kertas karton menggunakan lem. Dalam
penerapannya
peneliti
akan
menggunakan
variasi
permainan dan media yang berbeda dalam pembelajaran pengenalan membaca permulaan agar anak tidak bosan bermain menggunakan permainan yang sama.
B. Kerangka Berpikir Kemampuan pengenalan membaca permulaan di TK Cemara Dua Surakarta tergolong masih rendah. Kemampuan pengenalan membaca permulaan pada anak masih rendah dikarenakan pembelajaran yang dilaksanakan guru masih bersifat konvensional. Strategi pembelajaran yang digunakan guru monoton, yaitu dengan menggunakan metode bercerita, tanya jawab, bernyanyi, dan media gambar dinding seadanya. Selain itu pembelajaran masih berpusat pada guru, anak kurang diberi kesempatan untuk membangun sendiri pengetahuan tentang semua hal. Guru lebih banyak ceramah, sehingga pembelajaran kurang bermakna. Hal ini mengakibatkan anak kurang mengerti terhadap tujuan pembelajaran dan menganggap pembelajaran itu sulit, kurang menarik dan membosankan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti di TK Cemara Dua Surakarta, diperoleh data bahwa pada pembelajaran pengenalan membaca permulaan, anak kurang merespons dalam pembelajaran. Hal itu ditunjukan dengan data tentang pengenalan membaca permulaan yang diperoleh pada tanggal 14 Januari 2016 dari 12 anak hanya 25% atau sejumlah 3 anak yang mendapat nilai tuntas, sedangkan 75% atau sejumlah 9 anak belum tuntas. Upaya yang
25
dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut, peneliti melakukan inovasi pembelajaran yaitu dengan menerapkan permainan tebak kata yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan, karena dengan permainan tebak kata berpasangan anak akan lebih tertarik dan antusias dalam mengikuti pembelajaran. Permainan tebak kata ini kegiatan belajar membaca anak akan berkembang bersama dengan teman kelompoknya. Melalui permainan memungkinkan anak mengembangkan kompetensi dan ketrampilan mereka dengan cara yang menyenangkan.
Hal ini didukung dengan penelitian Artut (2009) yang
menyimpulkan bahwa bermain kooperatif dapat diterapkan untuk mengajarkan matematika di TK. Permainan tebak kata dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan dengan cara anak belajar menyusun kata jawaban tebakan. Anak yang menebak jawaban tebakan bila menjawab dengan benar ia akan mencari huruf atau kata apa saja yang sesuai dengan jawaban kemudian anak menempelkan huruf tersebut dan kemudian membacanya. Cara ini dapat divariasikan setiap minggunya mulai dari menyusun huruf, suku kata dan kalimat, membuat papan pesan dan sebagainya. Berdasarkan uraian diatas, maka alur kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti bagan berikut :
26
Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Akhir
Guru mengajar menggunakan metode konvensional
Kemampuan membaca permulaan masih rendah
Penerapan permainan tebak kata
Siklus 1
Kemampuan membaca permulaan akan meningkat
Siklus II Siklus n
Gambar 1 Bagan Kerangka Berpikir
C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir yang telah diungkap, maka hipotesis dari penelitian ini adalah penerapan permainan tebak kata dapat meningkatkan kemampuan pengenalan membaca permulaan pada anak kelompok B TK Cemara Dua Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016.
