BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Sikap Ilmiah a. Pengertian Sikap Ilmiah Istilah sikap dalam bahasa Inggris disebut “Attitude” sedangkan istilah attitude sendiri berasal dari bahasa latin yakni “Aptus” yang berarti keadaan siap secara mental yang bersifat untuk melakukan kegiatan. Penjabaran lebih lanjut dipaparkan oleh Azwar (2013:3) mengutip dari pendapat Allen, Guy, and Edgley bahwa secara historis istilah sikap pertama kali digunakan oleh Herbert Spencer pada tahun 1862 yang pada saat itu diartikan sebagai status mental seseorang. Lebih lanjut
dijelaskan
oleh Azwar
(2013:4-6) bahwa menurut
pendapatnya mengutip pendapat dari Berkowitz pada tahun 1972 memaparkan bahwa terdapat lebih dari 30 definisi sikap yang dapat dimasukkan kedalam tiga
kerangka
pemikiran yakni: (1) Louis
Thurstone (1928), Rensis Linkert (1932), Charles Ossgood menyatakan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi dan reaksi perasaan, (2) Chave (1928), Bogardus (1931), Lapierre (1934), Mead(1934), Gordon Allport (1935) menyatakan bahwa sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap sesuatu objek dengan cara-cara tertentu, (3) Secord and Backman (1964) menyatakan bahwa sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami,
merasakan,
dan berperilaku
terhadap suatu objek. Kerangka pemikiran yang sudah ada dan seiring berjalannya waktu maka perkembangan teori tentang sikap juga berkembang seperti yang diungkapkan oleh Susanto (2013:11) yang mengutip pernyataan dari Sardiman pada tahun 1996 yang menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan untuk melakukan sesuatu dengan cara, metode, pola, dan teknik tertentu terhadap dunia sekitarnya baik berupa
12
13 individu-individu maupun objek-objek tertentu. Lebih lanjut dijelaskan oleh Muhibbin Syah pada tahun 1996 (Uno, 2015:199) menyampaikan bahwa yang dimaksud dengan sikap adalah gejala internal berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap suatu objek, baik yang berupa orang, barang, dan lain sebagainya, baik secara positif atau negatif. Senada dengan pendapat tersebut Bundu (2006:16) menyatakan bahwa sikap adalah keadaan internal yang terbentuk dan mempengaruhi pilihan tindakan terhadap benda atau peristiwa. Pendapat ini dipertegas Kartono (2012:5) menyatakan bahwa sikap merupakan tingkah laku yang bersifat umum yang menyebar tipis diseluruh hal yang dilakukan siswa.
Lebih jauh Sanjaya (2010:274) menyatakan bahwa sikap
merupakan refleksi dari nilai yang dimiliki. Berdasarkan pendapat para ahli tentang sikap
maka dapat
disimpulkan bahwa sikap adalah keadaaan internal yang berpengaruh terhadap
tingkah
laku
seseorang
yang merupakan bentuk
dari
komponen kognitif, afektif, dan konatif yang akan berinteraksi dan saling memahami terhadap suatu objek. Ilmiah disebut juga metode keilmuan yang berarti suatu cara untuk memperoleh
pengetahuan
yang
kebenarannya
dapat
diandalkan
digunakan perpaduan antara penalaran deduktif dan penalaran induktif, atau gabungan rasionalisme dan empirisme (Sukardjo, 2005:4). Oleh karena itu, ketika metode ilmiah ini diterapkan maka akan mendapatkan data yang dapat diandalkan, sebab metode ilmiah menuntut urutan kerja yang bersifat objektif dan rasional. Sikap Ilmiah adalah aspek tingkah laku yang tidak dapat diajarkan melalui satuan pembelajaran tertentu, tetapi yang merupakan yang tingkah laku (behavior) yang “ditangkap” melalui contoh-contoh positif yang mesti didukung, dipupuk, dan dikembangkan sehingga dapat dimiliki oleh siswa (Bundu, 2006:42). Berbeda dengan pendapat sebelumnya,
menurut Damanik dan Bukit (2013:19) sikap ilmiah
14 diartikan sebagai kecenderungan, kesiapan, kesediaan, seseorang untuk memberikan respon/tanggapan/tingkah laku secara ilmu pengetahuan dan memenuhi syarat (hukum) ilmu pengetahuan yang telah diakui kebenarannya. Lebih jauh, dalam memecahkan atau mencari solusi dari suatu masalah
menggunakan
metode
ilmiah
melalui
proses
observasi,
eksperimentasi, dan berfikir rasional, haruslah dihayati sikap-sikap: jujur, tekun, teliti, objektif, terbuka, komunikatif, dan sebagainya, yang semua itu disebut sikap ilmiah (Sukardjo, 2005:11). Berdasarkan atas berbagai pendapat tentang pengertian sikap ilmiah tersebut, maka dapat disimpulkan sikap ilmiah adalah kesiapan tingkah laku setiap individu dalam memberikan respons untuk mencari sebuah solusi yang didasari oleh proses observasi, eksperimentasi, dan berfikir rasional agar kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan. b. Dimensi Sikap Ilmiah Dimensi atau mungkin bisa disebut sebagai penjabaran yang lebih detail tentang ranah-ranah yang ada di dalam sikap Ilmiah. Menurut Harlen (Anwar, 2009:108) dimensi sikap ilmiah antara lain sikap ingin tahu, sikap respek terhadap data atau fakta, sikap berpikir kritis, sikap penemuan dan kreatifitas, sikap berpikiran terbuka dan kerjasama, sikap ketekunan, dan sikap peka terhadap lingkungan sekitar. Pendapat simpulan dari
lain disampaikan oleh Kartono Hadiat
dan
Kertiasa
pada
(2012:4) mengutip tahun
1976
yang
mengemukakan beberapa sikap ilmiah yaitu (1) obyektif terhadap fakta, (2) tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan, (3) berhati terbuka, (4) tidak mencampuradukkan fakta dengan pendapat, (5) bersifat hati-hati, dan (6) ingin menyelidiki. Menurut
Sukardjo
(2005:11) mengemukakan beberapa sikap
ilmiah yakni (1) jujur, (2) tekun, (3) teliti, (4) objektif, (5) terbuka, (6) komunikatif, dan sebagainya.
15 Berdasarkan uraian pendapat ahli di atas maka dimensi sikap ilmiah yang dikembangkan dalam penelitian ini
adalah (1) jujur, (2)
disiplin, (3) kerja keras, (4) tanggung jawab, (5) rasa ingin tahu. 2. Hakikat Model Learning Cycle a. Pengertian Model Model merupakan kemasan dari suatu hal yang terencana serta representatif tentang sesuatu yang Menurut
Suprijono
(2014:45)
akan dibuat atau dilaksanakan. mendefinisikan
model
merupakan
interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem. Lebih jauh , Anitah (2009:45) model adalah suatu kerangka berfikir yang dipakai sebagai panduan untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Senada
dengan
pernyataan
sebelumnya
Sagala
(2009:175)
mengartikan model sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Pernyataan ini diperjelas oleh Komarudin (Sagala,2009:175) bahwa model dapat dipahami sebagai: (1) suatu tipe atau desain; (2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses validasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati; (3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan inferesnsi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara sistematis
suatu
objek
atau
peristiwa;
(4)
suatu desain yang
disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan; (5) suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner, dan (6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, model adalah suatu kerangka berfikir yang merupakan hasil dari interpretasi terhadap hasil pengamatan
dan pengukuran yang akan digunakan sebagai panduan
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
16 b. Pengertian Pembelajaran Pembelajaran merupakan sebuah proses untuk memfasilitasi siswa agar dapat belajar dan memperoleh pengetahuan dengan baik. Gagne dan Briggs (Uno, 2015:144) menyatakan bahwa instruction atau pembelajaran sebagai sebuah sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang sedemikian rupa
untuk
mempengaruhi dan mendukung terjadinya
proses belajar siswa yang bersifat internal. Diperjelas lebih jauh oleh Isjoni
(2010:14)
menjelaskan
bahwa
yang
dimaksud
dengan
pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat utuk siswa karena pada dasarnya pembelajaran merupakan upaya pendidik untuk membantu siswamelakukan kegiatan belajar. Senada
dengan
pendapat
sebelumnya
Rosdiani
(2013:73)
mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut La Iru dan Arihi (Prastowo, 2013:57) secara harfiah, pembelajaran
berarti
proses,
cara,
perbuatan
mempelajari,
dan
perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Pembelajaran merupakan suatu proses atau upaya menciptakan kondisi belajar dalam mengembangkan kemampuan minat dan bakat siswa secara optimal, sehingga kompetensi dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. Di dalam proses pembelajaran terjadi interaksi belajar dan mengajar dalam suatu kondisi tertentu yang melibatkan beberapa unsur, baik unsur ekstrinsik maupun intrinsik yang melekat pada diri siswa dan guru, termasuk lingkungan. Lebih lanjut dipaparkan oleh Uno (2015:142) menyatakan bahwa pembelajaran
adalah
proses,
perbuatan,
cara
mengajar,
atau
mengajarkan sehingga anak didik mau belajar. Pandangan yang sedikit berbeda disampaikan oleh Prastowo (2013:55) berpendapat bahwa faktor-faktor seperti paradigma tentang aliran kognitif wholistik dan perkembangan media akan mendorong terjadinya perubahan peran guru
17 dalam mengelola proses pembelajaran, dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar mengajar. Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa, guru, dan sumber belajar untuk mewujudkan belajar yang bermakna, yakni tidak hanya sekadar konsep belaka melainkan juga meningkatkan kualitas dari proses belajar itu sendiri. Pelaksaanaan pembelajaran tidak harus selalu bertatap muka tetapi juga bisa memanfaatkan media yang ada di sekitar sesuai dengan perencanaan yang sudah dibuat. c. Model Pembelajaran Arends (Ngalimun, 2014:7) menyatakan “ The term teaching models refers to a particular approach to instruction that includes its goals,syntax,environment, and management system”. Istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk
tujuannya,
sintaksnya,
lingkungan,
dan
sistem
pengelolaannya, sehingga model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada pendekatan, strategi, metode atau prosedur. Model Pembelajaran
menurut
mengungkapkan
bahwa
konseptual
yang
Winataputra model
melukiskan
(Sugiyanto,
pembelajaran prosedur
yang
adalah sistematis
2009:7) kerangka dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan pengajar
dalam
merencanakan
dan
melaksanakan
aktivitas
pembelajaran. Pernyataan di atas diperkuat oleh Isjoni (2010:72) menyatakan bahwa model pembelajaran mengarah pada suatu penerapan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan peserta didik karena masing-masing model pembelajaran memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan utama berbeda-beda. Lebih jauh diungkapkan oleh Suprijono (2009:46) bahwa model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.
18 Lebih lanjut, Rusman (Prastowo, 2013:73) mengungkapkan bahwa model pembelajaran adalah acuan pembelajaran yang dilaksanakan berdasarkan
pola-pola
pembelajaran
tertentu
yang
sistematis.
Sedangkan, ciri khas model pembelajaran adalah berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu; mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu: dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan proses belajar mengajar di kelas: memiliki bagian-bagian model yang dinamakan urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax), adanya prinsip-prinsip reaksi, sistem sosial, dan sistem pendukung; memiliki dampak sebagai akibat penerapan model pembelajaran; dan membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model
pembelajaran
sebelumnya
Rosdiani
yang
dipilihnya.
(2013:116)
Senada
dengan
mengungkapkan
pendapat
bahwa
model
pembelajaran adalah rencana yang dimanfaatkan untuk merancang. Isi yang terkandung di dalam model pembelajaran adalah berupa strategi pengajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan instruksional. Suatu model pembelajaran memiliki empat ciri khusus yang membedakannya dengan strategi, metode, atau prosedur. Kardi dan Nur Ngalimun (2014:8) menguraikan keempat ciri khusus yang dimiliki oleh model pembelajaran, yaitu: (1) rasional teoritik logis yang disusun oleh
pengembangnya,
(2)
landasan pemikiran tentang apa
dan
bagaimana peserta didik belajar atau tujuan pembelajaran yang akan dicapai, (3) tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah pola sistematis yang berupa kerangka konseptual yang
direncanakan
pembelajaran untuk
dan
dilaksanakan
mencapai tujuan
oleh guru selama
proses
pembelajaran tetapi tetap
memperhatikan karakteristik dan kebutuhan peserta didik.
19 d. Kelompok dan Jenis-Jenis Model Pembelajaran Ada beberapa ahli yang memiliki pendapat tentang jenis ataupun pengelompokan model pembelajaran. Menurut Anitah (2009:46-83) model pembelajaran dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu Belajar Kolaboratif, Pembelaajaran kontekstual, Belajar menemukan masalah dan penemuan, Experential learning, Pembelajaran Terpadu, Quantum Learning, Resource Based Learning. Menurut
Huda
pembelajaran dalam 6
(2013:184) pendekatan
yang antara
mengelompokan lain: (1)
model
Pendekatan
Organisasional, contoh : Explisit Instruction, kumon, quantum, (2) Pendekatan Kolaboratif, contoh : TGT,TAI,STAD,NHT, Jigsaw,dll, (3) Pendekatan Komunikatif, contoh : talking stick, snowball throwing, CIRC, dll, (4) Pendekatan Informatif, contoh : SQ3R, tari bambu,make a match,dll, (5) Pendekatan Reflektif, contoh : self-directing learning, Learning Cycle, artikulasi, (6) Pendekatan Berfikir dan Berbasis Masalah, contoh : PBL, problem solving learning, problem posing learning.dll Berdasarkan pendapat di atas diketahui bahwa model Learning Cycle atau siklus belajar termasuk dalam kelompok pendekatan reflektif. e. Pengertian Model Learning Cycle Learning Cycle (siklus belajar) atau dalam bahasa penulisan disingkat dengan LC adalah suatu model yang berpusat pada pebelajar (student centered). Menurut
Liu et.al (2009:344-345) mengutip
pendapat (Bybee & Landes, 1988; Bybee et al., 2006; Stamp & O’Brien, 2005) menyatakan: This study uses the 5E Learning Cycle as the major pedagogy herein for the following reasons. First, the 5E Learning Cycle is seen as an effective hands-on, minds-on, inquiry-based scientific pedagogy, especially for enhancing understanding. Second, the 5E Learning Cycle is one of the widely-adopted pedagogies as an indoor activity in the natural-science teaching) Third, applying the 5E Learning Cycle to outdoor activities may suffer from some
20 limitations and mobile technologies can support the application of the 5E Learning Cycle to outdoor natural-science learning. Berarti bahwa pembelajaran yang menggunakan Learning Cycle 5E sebagai pendidikan utama untuk
mengikuti pemikiran zaman
sekarang. Pertama, Learning Cycle adalah sebagai tempat untuk melihat keefektifan ilmiah,
tindakan, dan
pemikiran,
tidak
pemahaman/pengetahuan.
penyelidikan berbasis
ketinggalan
untuk
pendidikan
meningkatkan
Kedua Learning Cycle adalah salah satu
pola pendidikan yang diakui secara luas sebagai aktivitas yang tepat dalam pembelajaran IPA. Ketiga, Penerapan Learning Cycle untuk kegiatan di luar pembelajaran IPA mungkin tidak akan cocok apabila terdapat batasan dan perkembangan teknologi yang tidak mendukung untuk mengaplikasikan Learning Cycle di luar pembelajaran IPA. Menurut Saonah (2013:85) mengutip pernyataan dari Fajaroh dan Dasna
yang mengungkapkan bahwa
Learning
Cycle merupakan
rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Learning Cycle juga merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada teori Piaget dan teori pembelajaran kognitif serta aplikasi model pembelajaran
konstruktivistik.
Menurut
Klob
(Huda,
2013:265)
Learning Cycle adalah suatu proses pembelajaran yang memiliki empat tahapan yang dilaksanakan oleh peserta didik yakni 1) melakukan sesuatu yang kongkret; 2) observasi,
refleksi, dan respon atas
pengalaman yang telah di dapat; 3) dihubungkan dengan kosep-konsep yang telah ada sebelumnya; 4) pengujian dan penerapan dalam situasisituasi berbeda. Senada
dengan
pernyataan
di
atas,
Ngalimun
(2014:145)
menyatakan Learning Cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat
21 menguasai
kompetensi-kompetensi
yang
harus
dicapai
dalam
pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Menurut Lorsbach (2002) dalam Ngalimun (2014:146) Learning Cycle tiga fase telah dikembangkan menjadi lima fase. Pada Learning Cycle lima fase atau dikenal dengan Learning Cycle 5E ditambahkan tahap engagement sebelum exploration dan ditambahkan pula tahap evaluation pada akhir siklus. Berdasarkan uraian pengertian-pengertian tersebut,
Learning
Cycle adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada pebelajar dan merupakan model yang sejalan dengan teori kognitif serta merupakan aplikasi model konstruktivistik dituntun
untuk
dapat
menguasai
dimana para pebelajar
kompetensi-kompetensi
dalam
pembelajaran dengan cara berperan aktif setiap pelaksanaan proses pembelajaran terutama dalam pelaksanaan proses pembelajaran IPA. f. Langkah-langkah Model Learning Cycle Setiap model pembelajaran semestinya memiliki berbagai tahapan atau langkah dalam pelaksanaannya. Tahapan Learning Cycle menurut Piyayodilokchai et.al (2013:147 ) mengutip dari Bybee (2002, 2006) mengungkapkan bahwa “The 5E learning cycle model has five instructional stages, i.e., engagement, exploration, explanation, elaboration, and evaluation”.
Berarti bahwa model Learning Cycle
memiliki lima tahapan yakni engagement, exploration, explanation, elaboration, and evaluation. Lebih lanjut dijabarkan oleh
Abell & Volkmann (Hanuscin dan
Lee, 2008:52) menjelaskan tahapan dalam pelaksanaan Learning Cycle sebagai berikut : 1) Engagement Pada tahap ini guru dituntut untuk membangun sebuah hubungan
pengetahuan
untuk
belajar,
tetapi
juga
harus
senantiasa memberikan semangat atau motivasi kepada siswa.
22 Guru juga harus mengeditifikasi arus berpikir siswa dan memperbaiki kesalahan konsep yang terjadi. Aktivitas siswa dalam tahap ini adalah menghubungkan pengalaman belajar yang dimiliki, dan harus memulai cara berpikir tentang konsep serta berani untuk menjabarkannya. Siswa juga harus memiliki motivasi dan ketertarikan kepada pembelajaran. 2) Exploration Pada tahap ini guru harus menyediakan keadaaan yang bisa dijadikan sebuah pengalaman untuk siswa. Guru juga harus menentukan cara siswa memproses konsep yang ada agar mudah untuk dipahami. Aktivitas siswa pada tahap ini lebih mengarah kepada bagaimana
siswa
dapat
menjelaskan
dan
mengevaluasi
pemikiran kedepan sebagai sebuah pengalaman baru, serta siswa juga dituntut untuk bisa membandingkan pemikiran yang di dapatkan dari teman sebaya dan dari guru. 3) Explanation Pada tahap ini guru harus menyediakan tantangan untuk siswa dalam menggunakan pengalaman yang sudah di dapatkan untuk dibuat menjadi konsep pengetahuan yang sebelumnya sudah dijelaskan. Guru memperkenalkan bahasa yang formal, cara berpikir yang ilmiah, dan tentunya mengandung informasi yang dibutuhkan, selain itu guru juga harus menyediakan konsep apa yangakan dipelajari lebih lanjut serta menyediakan pembelajaran selanjutnya. Aktivitas siswanya yakni menerapkan dan menyalurkan pengetahuan dan kemampuan dalam pemahaman yang baru. Siswa juga harus menceritakan pengalaman yang sudah di dapat
untuk
kegiatan
yang
akan
mengkomunikasikan arus pemikiran.
dilaksanakan
serta
23 4) Elaboration Pada tahap ini guru dituntun menyediakan tantangan untuk siswa
dapat
mengaplikasikan
atau
memperpanjang
pegembangan pemikiran dalam bentuk aktivitas yang baru. Guru juga harus menaksir bagaimana siswa menggunakan ilmu pengetahuan formal. Selain itu guru juga harus menetukan apa yang penting untuk di evaluasi untuk tahap berikutnya. Aktivitas siswanya yakni menerapkan dan menyalurkan pengetahuan dan kemampuan dalam pemahaman yang baru. Siswa juga harus menceritakan pengalaman yang sudah di dapat
untuk
kegiatan
yang
akan
dilaksanakan
serta
mengkomunikasikan arus pemikiran. 5) Evaluation Pada tahap ini guru dituntut untuk menaksir apakah siswa mengeti dan mendapatkan inti dari pembelajaran. Guru juga diminta untuk menganjurkan kepada siswa untuk menjadi seseorang yang memiliki metakognitif yang baik, dan juga guru harus menentuka apa yang harus terjadi dalam siklus belajar berikutnya. Aktivitas
siswanya
yakni
menaksir
mendapatkan
pemahaman sebagai solusi dan menuju ke arah cara berpikir yang metakognitif tentang pembelajaran. Pendapat yang berbeda diungkapakan oleh Huda (2013:266-268) menyebutkan terdapat empat tahapan dalam Learning Cycle yakni sebagai berikut : 1) Mengalami Siswa terlibat aktif dalam mengeksplorasi pengalaman belajar untuk mendapatkan hasil terbaik. Hal
yang bisa dilakukan
dengan membuat checklist atas sesuatu yang ingin mereka pelajari, secara aktif mengobservasi, merumuskan pertanyaanpertanyaan dan membuat rekaman mengenai suatu peristiwa.
24 2) Refleksi Usaha kembali menghayati dan melihat apa yang sudah dialami dan dilakukan.
Mengkomunikasikan secara
jelas
mengenai
pengalaman yang telah siswa pelajari baik secara formal maupun informal. 3) Interpretasi Berusaha memahami dan menghubungkan pengalaman belajar yang sebenarnya dengan teori-teori yang ada. 4) Prediksi Prediksi memungkinkan siswa memperoleh pemahaman baru dan menerjemahkannya ke dalam tindakan yang seharusnya di ambil untuk mengerjakan tugas dengan baik. Siswa dilibatkan dalam merencanakan pengelaman belajar mereka. Dengan demikian dalam penelitian ini, tahapan yang dilaksanakan saat menerapkan model Learning Cycle sebagai berikut : 1) Engagement Pada tahap ini guru memberikan demonstrasi dan tanya jawab dalam rangka
mengeksplorasi pengetahuan awal,pengalaman
belajar, dan ide-ide pebelajar. Pebelajar diajak untuk membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam tahap eksplorasi. Tujuannya adalah untuk mengkondisikan pebelajar, mengetahui kemungkinan miskonsepsi,
membangkitkan
minat
dan
terjadinya
keingintahuan
pembelajar. 2) Exploration Pada tahap ini pembelajar bekerja sama dalam kelompok kecil, menguji prediksi , melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide. Bentuk kegiatan pembelajaran pada tahapan ini adalah demonstrasi, praktikum, atau mengerjakan LKS.
25 3) Explaination Pada tahapan ini siswa menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri , guru hanya meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan
mereka
dan
mengarahkan
kegiatan
diskusi,
pembelajar menemukan istilah-istilah dari konsep yang mereka pelajari bentuk kegiatannya adalah kajian literatur dan diskusi kelas. 4) Elaboration Pada
tahap ini siswa menerapkan konsep dan keterampilan
dalam situasi baru. Bentuk kegiatan pembelajaran demostrasi lanjutan, praktikum lanjutan, dan problem solving. 5) Evaluation Pada
tahapan
ini
guru
mengadakan refleksi pelaksanaan
pembelajaran lalu melakukan tes tulis dan problem solving. Evaluasi yang dilakukan yakni terhadap efektifitas fase-fase sebelumnya,
evaluasi
terhadap
pengetahuan,
pemahaman
konsep, atau kompetensi pembelajar dalam konteks baru yang kadang-kadang mendorong pembelajar melakukan investigasi lebih lanjut. g. Kelebihan dan Kekurangan Model Learning Cycle Setiap
model
pembelajaran
pasti
memiliki
kelebihan
dan
kekurangan. Seperti diungkapkan oleh Yanuar (2012:3-4) Learning Cycle (5E) mempunyai beberapa kelebihan yaitu siswa dapat belajar aktif, informasibaru yang diperoleh dikaitkan dengan seksama dengan yang
telah
dimiliki
siswa,
dan
orientasi
pembelajaran
berupa
pemecahan masalah. Demikian pula dengan Learning Cycle menurut
Ngalimun
(2014:150) ditinjau dari dimensi pembelajar, penerapan strategi ini memberi
keuntungan sebagai berikut: (1)
meningkatkan motivasi
belajar karena pebelajar dilibatkan secara langsung dalam proses
26 pembelajaran, (2) membantu mengembangkan sikap ilmiah pebelajar, dan (3) pembelajaran menjadi lebih bermakna. Adapun kekurangan penerapan model ini yang harus selalu diantisipasi menurut Soebagio (Ngalimun, 2014:150-151) diperkirakan sebagai berikut: (1) efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran, (2) menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran, (3) memerlukan pengolahan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi, dan (4) memerlukan waktu dan tenaga yang lebih
banyak
dalam
menyusun
rencana
dan
melaksanakan
pembelajaran. Ada beberapa cara atau solusi untuk meminimalisir atau bahkan mengatasi kekurangan model pembelajaran Learning Cycle
yaitu: (1)
perencanaan dan pengelolaan kelas yang baik dan sudah dipersiapkan segala kebutuhan dalam pelaksanaan pembelajaran, (2) memberikan atau menyesuaikan penerapan model dengan alokasi waktu yang dimiliki, (3) guru harus menguasai materi pembelajaran dan langkahlangkah dari model pembelajaran Learning Cycle, (4) guru harus bersungguh-sungguh dalam melaksanakan pembelajaran dan kreativitas guru harus ditingkatkan, (5) eksperimen dalam tahapan eksplorasi harus benar-benar di pahami dan dikuasai oleh guru dikarenakan fase itulah yang menjadi kunci atau fokus pelaksanaan pembelajaran yang menerapkan model Learning Cycle, dan (6) guru harus pintar merangsang siswa untuk aktif dalam pembelajaran Berdasarkan pernyataan di atas, penerapan model Learning Cycle memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihan dan kekurangan tersebut dapat dilihat dalam sajian tabel 2.1 berikut ini :
27 Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Model Learning Cycle No
Kelebihan
Kekurangan
1.
Meningkatkan motivasi
Efektifitas pembelajaran
belajar.
rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran
2.
Mengembangkan sikap
Menuntut kesungguhan dan
ilmiah
kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran
3.
Pembelajaran menjadi
Memerlukan pengolahan
lebih bermakna
kelas yang lebih terencana dan terorganisasi
4.
Langkah dan tahapan
Memerlukan waktu dan
sederhana dan mudah
tenaga yang lebih banyak
diingat
dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran
5.
Melatih siswa belajar
Menuntut keberhasilan setiap
melakukan konsep melalui
tahapan agar dapat
kegiatan eksperimen
menciptakan pembelajaran yang bermakna
6.
Melatih siswa untuk mengkomunikasikan konsep yang telah mereka pelajari
28 h. Implementasi Model Learning Cycle pada Penerapan Konsep Pesawat Sederhana Pembelajaran merupakan sebuah proses ketika siswa akan mendapatkan pengetahuan baru dari berbagai sumber belajar. Dalam pelaksanaannya sebuah pembelajaran harus dikemas dengan sebuah model pembelajaran. Penerapan dari model pembelajaran yang digunakan harus
sesuai dengan kebutuhan siswa dan
karakteristik siswa, serta materi pembelajaran Pola
pembelajaran dalam mata
menekankan penemuan,
pada sehingga
pendekatan
pelajaran IPA lebih
pembelajaran
dalam pelaksanaannya
yang
berbasis
menjadi menarik.
Pembelajaran IPA terutama materi pesawat sederhana akan lebih bermakna
dan
mencapai
tujuan
dari
pembelajaran
ketika
pendekatan yang digunakan bersifat konstruktivis, scientific, dan tentunya menjadikan pembelajaran itu bermakna. Salah satu model pembelajaran inovatif yang berbasis pada pendekatan scientific dan di dalam tahapannya terdapat aktivitas mencoba atau eksperimen yakni Learning Cycle. Berikut
ini
dijabarkan
mengenai
implementasi
model
pembelajaran Learning Cycle pada penerapan konsep pesawat sederhana, yaitu : 1) Engagement Pada tahap ini guru memberikan demonstrasi dan tanya jawab dalam rangka mengeksplorasi pengetahuan awal, pengalaman belajar, dan ide-ide pebelajar mengenai penerapan konsep pesawat sederhana. Pebelajar diajak untuk membuat prediksiprediksi tentang fenomena yang terdapat di dalam materi pesawat sederhana yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam tahap
eksplorasi.
Tujuannya
adalah untuk
pebelajar, mengetahui kemungkinan
mengkondisikan
terjadinya miskonsepsi,
membangkitkan minat dan keingintahuan pembelajar.
29 2) Exploration Pada tahap ini pembelajar bekerja sama dalam kelompok kecil, menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide tentang penerapan konsep pesawat sederhana. Bentuk kegiatan pembelajaran pada tahapan ini adalah demonstrasi, praktikum tentang pesawat sederhana, atau mengerjakan LKS. 3) Explaination Pada tahapan ini siswa menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri tentang apa yang mereka telah temukan dalam eksperimen tentang materi pesawat sederhana, guru hanya meminta bukti dan klarifikasi dari penjelasan mereka dan mengarahkan kegiatan diskusi, pembelajar menemukan istilahistilah dari konsep pesawat sederhana yang mereka pelajari. Bentuk kegiatannya adalah kajian literatur dan diskusi kelas. 4) Elaboration Pada
tahap ini siswa menerapkan konsep dan keterampilan
dalam situasi baru. Bentuk kegiatan pembelajaran demostrasi lanjutan, praktikum pesawat sederhana lanjutan, dan problem solving. 5) Evaluation Pada
tahapan
ini
guru
mengadakan refleksi pelaksanaan
pembelajaran materi pesawat sederhana lalu melakukan tes tulis dan problem solving terhadap materi pesawat sederhana. Evaluasi yang dilakukan yakni terhadap efektifitas fase-fase sebelumnya, evaluasi terhadap pengetahuan tentang pesawat sederhana,
pemahaman
konsep
pesawat
sederhana,
atau
kompetensi pembelajar dalam konteks baru yang kadang-kadang mendorong
pembelajar
melakukan
tentang materi pesawat sederhana.
investigasi
lebih
lanjut
30 3. Hakikat Penerapan Konsep IPA a. Pengertian Penerapan Penerapan atau apply merupakan tingkatan kogintif ketiga dalam taksonomi Bloom. Penerapan (application) adalah kemampuan untuk menggunakan konsep, prinsip, prosedur, atau teori tertentu pada situasi tertentu (Gulo, 2002:60). Lebih jauh,
Anderson (Hidayat,2014:25)
menyebutkan apply
involves using procedures to perform exercise or solve problems. Berarti bahwa penerapan melibatkan penggunaan tata cara (prosedur) untuk
melakukan
latihan
atau
memecahkan
masalah–
masalah.
Widyastuti (2014:7) menyimpulkan bahawa yang dimaksud dengan penerapan adalah kemampuan seseorang dalam menerapkan sesuatu serta dapat atau sanggup menggunakan suatu informasi pada sesuatu yang kongkret dan baru, serta dapat memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan pernyataan di atas menurut Rusman (Hidayat, 2014:26) menyatakan bahwa penerapan adalah jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk menggunakan ide-ide umum, tata cara atau metode, prinsip, dan teori-teori dalam situasi baru dan konkret. Seorang siswa dikatakan mampu menerapkan ketika sudah mampu mengehtaui dan memahami sebuah teori. Penerapan merupakan tahapan yang lebih tinggi secara kognitif yang dapat di asumsikan bahwa ketika seseorang mengetahui dan memahami maka akan mampu menerapkan, namun apabila tidak mampu mengetahui dan memahami maka tidak akan mampu menerapkan. Berdasarkan pengertian tersebut disimpulkan bahwa penerapan adalah kemampuan dan kesanggupan peserta didik untuk menggunakan tata cara, metode, dan teori yang sudah dipelajari dan dipahami untuk mencapai tujuan yang sudah direncanakan.
31 b. Pengertian Konsep Konsep merupakan suatu hal yang bersifat abstrak dan merupakan sintesis sejumlah kesimpulan yang ditarik dari pengalaman dengan objek atau kejadian tertentu. Sukardjo (2005:10) menyatakan konsep adalah ide atau gagasan yang diabstraksikan atau digeneralisasikan dari pengalaman. Lebih jauh,
Hamalik
(2008:162) mengemukakan pendapatnya
bahwa konsep adalah suatu kelas atau kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum. Stimuli adalah objek-objek atau orang (person). Konsep bukan stimuli khusus, melainkan kelas stimuli. Konsep-konsep tidak terlalu kongruen dengan pengalaman pribadi kita, tetapi menyajikan usaha-usaha Senada
manusia
dengan
untuk
mengklasifikasikan
pernyataaan
sebelumnya
pengalaman
Winkel
kita.
(2005:113)
mengungkapkan bahwa konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Melengkapi uraian di atas,
Suwandi (2009:55) menyatakan bahwa
konsep merupakan suatu postulat (asumsi, hipotesis) yang berkenaan dengan suatu bidang ilmu. Lebih lanjut diungkapkan oleh Santrock (2014:3) konsep merupakan poin penting dari sebuah pemikiran. Hidayat (2014:28) menyimpulkan bahwa konsep adalah kategori yang bersifat umum dan merupakan abstraksi mental yang menyajikan usaha manusia untuk mengklasifikasikan pengalaman serta untuk membantu proses mengingat menjadi lebih efisien. Belajar
konsep
merupakan hal yang penting dalam rangka
memberikan pendidikan bagi siswa yang akan memberikan pengaruh yang positif bagi siswa dalam memahami suatu konsep pembelajaran.
Hamalik
(2008:164)
konsep, yaitu: (1) Konsep-konsep
menguraikan
enam
dalam
kegunaan
mengurangi kerumitan lingkungan;
(2) Konsep-konsep membantu kita untuk mengidentifikasi objek-objek yang ada disekitar kita. Konsep berguna untuk mengidentifikasi objekobjek yang ada di sekitar kita dengan cara mengenali ciri-ciri masing
32 objek; (3) Konsep membantu kita untuk mempelajari sesuatu yang baru, lebih luas,
dan lebih maju. Peserta didik tidak harus belajar secara
konstan, tetapi dapat menggunakan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang telah dimilikinya untuk mempelajari sesuatu yang baru; (4) Konsep mengarahkan kegiatan instrumental. Berdasarkan konsep yang telah diketahui, maka seseorang dapat menetukan tindakan-tindakan apa yang
selanjutnya
perlu
dikerjakan/dilakukan;
(5)
Konsep
memungkinkan pelaksanaan pengajaran. Konsep-konsep yang telah dimilikinya itu pada dasarnya berfungsi sebagai entry behaviour yang dapat
dijadikan
dasar
untuk
meningkatkan
proses
pengajaran
berikutnya; (6) Konsep dapat digunakan untuk mempelajari dua hal yang berbeda dalam kelas yang sama. Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep adalah suatu kelas kategori yang bersifat umum dan merupakan
abstraksi
pengalaman
yang
yang
dapat
menyajikan
digeneralisasikan usaha-usaha
berdasarkan
manusia
untuk
mengklasifikasikan sesuatu. c. Pengertian Konsep IPA Kurikulum di Indonesia memiliki beberapa mata pelajaran yang harus
dipelajari
oleh
setiap
siswa,
salah satunya
adalah Ilmu
Pengetahuan Alam atau science. IPA merupakan kajian pembelajaran yanng berlandaskan pada alam atau lingkungan, dalam hal ini IPA berupaya
membangkitkan
rasa
ketertarikan
manusia
agar
mau
meningkatkan pengetahuan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang masih penuh dengan rahasia yang tak pernah ada habisnya. Menurut Trowbridge and Baybee (Bundu, 2006:9) mengungkapkan “ science as a way of knowing” yang memiliki makna sains adalah proses yang sedang berlangsung dengan fokus pada pengembangan dan pengorganisasian pengetahuan. Sukardjo (2005:1) menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah Ilmu yang mempelajari tentang alam dan segala isinya, atau secara sederhana merupakan suatu
33 kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis tentang gejala alam. Lebih lanjut, menurut Bundu (2006:10) mengungkapkan bahwa sains adalah proses kegiatan yang dilakukan para saintis dalam memperoleh pengetahuan dan sikap terhadap kegiatan tersebut.Sains juga didasarkan pada pendekatan empirik dengan asumsi bahwa alam raya ini dapat dipelajari, dipahami, dan dijelaskan yang tidak sematamata bergantung pada metode kausalitas tetapi melalui proses tertentu, misalnya observasi, eksperimen dan analisis rasional. IPA secara garis besar memiliki 3 komponen, yaitu (1) proses ilmiah, misalnya mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, merancang dan melaksanakan eksperimen, (2) produk ilmiah, misalnya prinsip, konsep, hukum, dan teori, dan (3) sikap ilmiah, misalnya rasa ingin tahu, hati-hati, objektif, jujur (Bundu, 2006:11). Lebih lanjut, Putra (Hidayat, 2014:29) Pembelajaran IPA adalah pembelajaran yang menjadikan sains (murni) sebagai metode atau pendekatan dalam proses belajar-mengajar. Hakikat pembelajaran sains dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yakni: 1) Ilmu Pengetahuan Alam sebagai produk yaitu kumpulan hasil penelitian yang telah ilmuwan lakukan dan sudah membentuk konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan empiris dan analitis. 2)
Ilmu pengetahuan alam sebagai proses yaitu untuk menggali dan
memahami
pengetahuan
tentang
alam.
Keterampilan
proses sains adalah ketrampilan yang dilakukan oleh para ilmuwan
seperti
mengamati,
mengukur,
mengklasifikasikan,
dan menyimpulkan 3) Ilmu
pengetahuan
dikembangkan
alam
melalui
sebagai
sikap.
Sikap
Ilmiah
kegaiatan-kegiatan
siswa
dalam
pembelajaran IPA pada saat melakukan diskusi, percobaan, simulasi, dan kegiatan proyek di lapangan.
34 Berdasarkan pernyataan di atas dapat diartikan bahwa IPA merupakan pembelajaran yang berlandaskan pada prinsip-prinsip dan proses yang dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap konsepkonsep yang terkait dengan gejala atau fenomena alam. Pembelajaran IPA yang dilaksanakan di sekolah dasar masih banyak yang bersifat konvensional, yakni pembelajaran yang hanya berorientasi pada penguasaan konsep yang berimplikasi pada nilai atau hasil
akhir
yang
bersifat
pengetahuan
semata.
Guru
belum
memaksimalkan PAIKEM yakni Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan serta harus berpusat pada siswa serta belum menerapkan berbagai pendekatan, model, metode yang bervariasi berdasarkan karakteristik dari setiap mata pelajaran. IPA sebagai pembelajaran dapat dijadikan wahana bagi siswa untuk
belajar
sambil mengenal alam sekitar.
Pembelajaran IPA
menekankan pada pemberian pengalaman secara nyata dan siswa dibimbing untuk melakukan pemerolehan pengetahuan secara mandiri guna mengembangkan kompetensi dengan menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Penelitian ini menerapkan konsep IPA berfokus pada penerapan konsep pesawat sederhana diartikan sebagai sebuah tindakan yang dilakukan
yang
dilakukan
peneliti
dengan
mempraktikan
materi
mengenai pesawat sederhana pada proses pembelajaran untuk mencapai standard kompetensi yang telah ditentukan. Semua jenis alat yang digunakan untuk memudahkan pekerjaan manusia
disebut
pesawat.
menyebabkan alat-alat
Kesederhanaan
tersebut
dalam
penggunaannya
dikenal dengan sebutan pesawat
sederhana. Jenis- Jenis pesawat sederhana terdiri dari : pengungkit (tuas), bidang miring, katrol, dan roda. Pesawat sederhana merupakan salah satu materi atau bahan ajar pada materi pembelajaran IPA di sekolah dasar yang harus dikuasai siswa ketika berada di kelas V semester II.
35 Menurut Djumhana dan Muslim (2007: 2.21-2.24) pesawat sederhana terbagi menjadi 4 jenis yaitu: 1) Pengungkit (tuas) Berdasarkan letak beban, kuasa, dan penumpunya, pengungkit dibedakan menjadi tiga golongan sebagai berikut: a) Pengungkit golongan I Pada pengungkit golongan I, titik tumpu berada di antara beban dan kuasa. Contohnya yaitu gunting, jungkat-jungkit, palu, tang, dan pemotong kuku. b) Pengungkit golongan II Pada pengungkit golongan II, letak beban diatara titik tumpu dan dan titik kuasa. Contohnya adalah kereta sorong, pembuka kaleng, dan pemotong kertas. c) Pengungkit golongan III Pada pengungkit golongan III, letak kuasa terletak
di
antara beban dan titik tumpu. Contohnya adalah stapler, pinset dan sapu. 2) Bidang Miring Bidang miring adalah permukaan yang salah satu ujungnya lebih tinggi dari pada ujung yang lain. Contohnya adalah tangga,
bangunan
bertingkat,
jalan
berkelak-kelok
di
pegunungan. 3) Katrol Katrol adalah pesawat sederhana yang terbuat dari roda yang tepinya beralur dan dapat diputar pada porosnya. Ada beberapa jenis katrol yaitu: a) Katrol tetap
: katrol yang tidak berubah posisinya
ketika digunakan untuk memindahkan benda b) Katrol bebas
:
katrol
yang
berubah posisinya
ketika digunakan untuk memindahkan benda
36 c) Katrol rangkap
: katrol yang terdiri dari lebih dari
satu katrol yang disusun berjajar. d) Katrol ganda(takal)
: katrol yang terdiri dari beberapa
katrol yang disatukan dengan tali. 4) Roda Berporos Roda berporos merupakan roda yang dihubungkan degan sebuah poros yang berputar bersama-sama. Roda berporos merupakan salah satu jenis pesawat sederhana yang banyak ditemukan pada alat—alat seperti setir mobil,setir kapal, roda sepeda, roda kendaraan bermotor, dan gerinda. 4. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti antara lain: Penelitian yang dilakukan oleh Sholeh Wahyu Hidayat (2014). Persamaan
dengan
menerapkan konsep
penelitian
ini terdapat
pada
variabel bebas
pesawat sederhana melalui Learning Cycle.
Perbedaannya terdapat pada variabel terikat
meningkatkan kreativitas
siswa sedangkan penelitian ini meningkatkan sikap ilmiah siswa. Berdasarkan uraian di atas penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan konsep pesawat sederhana melalui Learning Cycle dapat meningkatkan kreativitas siswa kelas V SD N Bulu 04 Kecamatan Bulu tahun ajaran 2013/2014. persentase
kreativitas
Hal ini dapat dilihat dari peningkatan
siswa
pada
awalnya hanya nilai rata-rata
kreativitas siswa sebesar 1,09% atau hanya 11,76% dari jumlah siswa yang mencapai KKM, lalu pada siklus I terjadi peningkatan yakni nilai rata-rata kreativitas siswa menjadi 1,71% atau 76,47% dari jumlah yang mencapai KKM. Pada siklus II terjadi peningkatan nilai rata-rata siswa menjadi 1,96% atau 82,35 % dari jumlah siswa yang mencapai KKM. Pemahaman konsep pesawat sederhana yang pada awalnya hanya 23,53% siswa dari jumlah siswa dalam kelas menjadi 29,41% pada
37 siklus ke I dan pada siklus ke II kembali naik menjadi 82,35 % dari jumlah siswa dalam kelas. Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Rahma
Widyastuti
(2014)
Persamaan dengan penelitian ini terdapat pada variabel terikat tentang meningkatan sikap ilmiah siswa. Perbedaannya terdapat pada variabel bebas
menerapkan
pendekatan
scientific
berbasis
eksperimen,
sedangkan penelitian ini menerapkan model Learning Cycle. Berdasarkan uraian di atas penelitian ini menyimpulkan bahwa implementasi
pendekatan
scientific
berbasis
eksperimen
yang
diterapkan dalam pendidikan dasar dapat mengembangkan sikap ilmiah siswa Sekolah Dasar. Hal ini dibuktikan bahwa terdapat peningkatan sikap ilmiah pada siklus I sebesar 20% untuk aspek kejujuran, 25 % untuk kategori saling membantu, 5% untuk tepat waktu, 15 % untuk kategori teliti atau cermat dan 40 % untuk kategori tanggung jawab. Pada Siklus II, terjadi peningkatan yakni sebanyak 40% atau meningkat 20% dari siklus I,
sedangkan untuk
kategori saling membantu
meningkat sebanyak 35% atau meningkat 10% dibandingkan siklus I, untuk kategori tepat waktu menjadi 25% atau meningkat 20% dari siklus I, dan untuk ketelitian meningkat 30% atau 15% dari siklus I, serta untuk kategori tanggung jawab menjadi 80 % atau meningkat sebanyak 40% dari siklus I. Pada Siklus III, terjadi peningkatan yang signifikan yakni untuk kategori kejujuran naik hingga 100% atau meningkat 60% dari siklus II, sedangkan untuk kategori saling membantu mencapai 100% atau meningkat 65% dari siklus II, lalu untuk kategori tepat waktu yakni 90% atau meningkat 65% dari siklus II, dan untuk kategori teliti atau cermat mencapai 90% atau meningkat 60% dari siklus II, serta untuk
kategori tanggung jawab mencapai
100% atau meningkat 20% dari siklus II. Keterampilan menerapkan konsep sifat-sifat cahaya pada siklus I mencapai 35% atau terjadi peningkatan 20% dibandingkan dengan pra tindakan, sedangkan pada siklus II kembali terjadi peningkatan sebesar 65% daripada siklus I
38 yakni mencapai 85% dan pada siklus III mencapai 100% atau terjadi peningkatan 15% daripada siklus II. Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Sutrisno
pada
tahun 2012
.Persamaan dengan penelitian ini terdapat pada variabel terikat tentang meningkatan sikap ilmiah siswa. Perbedaannya terdapat pada variabel bebas menerapkan Model Jigsaw dengan Peer Assessment, sedangkan penelitian ini menerapkan model Learning Cycle. Berdasarkan uraian di atas penelitian ini menyimpulkan (1) Pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif Jigsaw dapat meningkatkan
aktivitas
siswa
dalam
mempelajari
fisika.
(2)
Berdasarkan perhitungan efektifitas peer assessment dari skor penilaian efektifitas peer assessment pada setiap item mempunyai skor di atas 70%. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan peer assessment dalam menilai sikap ilmiah siswa adalah efektif, (3) Hasil penghitungan anava penguasaan konsep pada kelompok eksperimen A1 yang menggunakan model
pembelajaran
Jigsaw
dengan peer
assessment,
kelompok
eksperimen A2 dengan Jigsaw, kelompok eksperimen A3 dengan konvensional diikuti. Penelitian yang dilakukan oleh I.K Purnamawan, I.W Suadia, I.W Suastra pada tahun 2013. Persamaannya terdapat pada variabel terikat tentang meningkatan sikap ilmiah siswa. Perbedaannya terdapat pada variabel bebas menerapkan Model TSOI, sedangkan penelitian ini menerapkan model Learning Cycle. Berdasarkan uraian di atas penelitian ini menyimpulkan Pertama, terdapat perbedaan pemahaman konsep dan sikap ilmiah antara kelompok
siswa yang belajar dengan model TSOI dan model
pembelajaran konvensional (F=397,386; p<0,05). Kedua, terdapat perbedaan pemahaman konsep antara kelompok siswa yang belajar dengan
model
TSOI
dan
model
pembelajaran
konvensional
(F=276,014; p<0,05). Ketiga, terdapat perbedaan sikap ilmiah antara
39 kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran TSOI dan konvensional (F=302,239; p<0,05). Penelitian yang dilakukan oleh Fakhrudin pada tahun 2010. Persamaan dengan penelitian ini terdapat pada variabel terikat tentang meningkatan sikap ilmiah siswa. Perbedaannya terdapat pada variabel bebas menerapkan Penggunaan Media Komputer melalui Model Kooperatif Tipe STAD, sedangkan penelitian ini menerapkan model Learning Cycle. Berdasarkan uraian di atas penelitian ini menyimpulkan sikap ilmiah siswa meningkat tiap pertemuan, dengan skor pertemuan I sebesar 77,8% berada pada kategori tinggi, skor pertemuan II sebesar 83,3% berada pada kategori tinggi, dan skor pada pertemuan III sebesar 93,3% berada pada kategori tinggi. Dari hasil ini terjadi peningkatan pada setiap pertemuan. Dengan demikian, secara keseluruhan sikap ilmiah siswa dapat dilatihkan dengan penggunaan media komputer melalui penerapan model kooperatif tipe STAD di siswa kelas X3 SMAN I Bangkinang Barat pada materi kalor. B. Kerangka Berfikir Paradigma penelitian terbentuk dari adanya kerangka berfikir yakni menjelaskan
pertautan
antar
antar
variabel
tersebut
selanjutnya
dirumuskan ke dalam bentuk paradigma penelitian. Kerangka berfikir menggambarkan kondisi awal subjek penelitian hingga berakhirnya penelitian. Kerangka berfikir disebut sebagai paradigma dari sebuah penelitian dikarenakan acuan dasar dari sebuah penelitian dapat dilihat secara ringkas di dalam sebuah kerangka berfikir. Dari masalah yang muncul dan apa yang menjadi sebab dari permasalahan tersebut, lalu tindakan yang dilakukan dengan perinciaan secara detail dalam penggambaran
kerangka
berfikir
yang dijabarkan sesuai dengan
pelaksanaan tindakan dan diakhiri dengan simpulan dari penelitian atau ketercapian dari penelitian.
40 Kondisi awal sikap ilmiah siswa kelas V SD N Purwotomo No 97 masih rendah. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor yakni (1) Guru masih menerapakan cara pembelajaran yang konvensional, artinya walaupun guru beberapa kali sudah menggunakan model pembelajaran, tetapi belum memanfaatkan model pembelajaran secara maksimal sehingga pembelajaran yang dilaksanakan kurang bermakna. Guru lebih sering menerapkan model yang dimana metode ceramah menjadi pusat dari pembelajaran karena orientasi dari pembelajaran hanya pada ranah kognitif dan sedikit ranah psikomotorik belum pada ranah afektif
(2)
Siswa yang kurang semangat dalam pembelajaran, artinya mereka hanya menunggu guru untuk memberikan materi tanpa adanya usaha yang ilmiah untuk mencari sumber pengetahuan. Alternatif
penanggulangan
yang
tepat
untuk
mengatasi
permasalahan tersebut adalah menerapkan model pembelajaran yang variatif
dan
inovatif
serta
menyenangkan.
Maksudnya
adalah
pembelajaran yang dilakukan tidak membuat siswa tertekan, dan pembelajaran yang dilakuakan membuat siswa nyaman serta tidak merasa bosan dengan pelaksanaan pembelajaran. Penelitian ini memilih menggunakan penerapan pesawat sederhana melalui Learning Cycle sebagai alternatif dalam meningkatkan sikap ilmiah siswa. Pemilihan model pembelajaran Learning Cycle dikarenakan terdapat fakta empirik (penelitian sebelumnya) yang membuktikan bahwa Learning Cycle dapat meningkatkan semua ranah dalam pembelajaran IPA termasuk sikap dalam hal ini sikap Ilmiah. Model Learning Cycle juga merupakan salah satu model yang direkomendasikan diterapkan dalam pembelajaran IPA, karena di dalam langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran Learning Cycle terdapat langkah atau tahapan eksplorasi yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bereksperimen tentang suatu hal yang terkait dengan pembelajaran. Fakta teoritis ini mendukung penerapan model Learning Cycle dalam pembelajaran IPA karena di dalam
41 pembelajaran IPA
identik
dengan pelaksanaan eksperimen,
serta
melalui penerapan model Learning Cycle dalam pembelajaran IPA juga dapat memaksimalkan semua produk pembelajaran IPA salah satunya sikap ilmiah. Pesawat sederhana dipilih karena dalam materi ini terdapat pokok bahasan yang dapat memberikan stimulan yang dapat membantu meningkatkan sikap ilmiah selain itu juga pemahaman tentang materi ini dirasa perlu ditingkatkan. Penerapan konsep pesawat sederhana melalui model Learning Cycle ini akan membantu pemahaman konsep siswa serta melatih keterampilan, sikap, dan pengetahuan siswa agar terbiasa menjadi siswa yang
memiliki atau memperoleh pengetahuan
berdasarkan sikap ilmiah yang baik. Model ini diterapkan dengan menggunakan siklus I, II, dan diakhiri dengan siklus III yang akan melalui
tahapan
berikut
setiap
siklusnya
yakni
perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Penerapan konsep pesawat sederhana melalui Learning Cycle
ini
dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa kelas V SD N Purwotomo Surakarta. Kerangka berfikir ini dapat digambarkan seperti pada gambar 2.1 berikut :
42
Kondisi Awal
Guru menggunakan Model Konvensional
Nilai Sikap Ilmiah siswa Kelas V SD Purwotomo Rendah
Siklus I
Tindakan
Dalam proses pembelajaran guru menerapkan model Learning Cycle yang terdiri dari 5 langkah yakni: 1. 2. 3. 4. 5.
Engagement Exploration Explaination Elaboration Evaluation
(Pemahaman Konsep Pesawat Sederhana dan Pengenalan model Learning Cycle) 1. 2. 3. 4.
Siklus II (Penerapan Pesawat Sederhana melalui model Learning Cycle) 1. 2. 3. 4.
Kondisi Akhir
Sikap Ilmiah siswa kelas V SD N Purwotomo meningkat
Perencanaan Tindakan Observasi Refleksi
Perencanaan Tindakan Observasi Refleksi
Siklus Ke III (Penerapan Pesawat Sederhana melalui model Learning Cycle) 1. 2. 3. 4.
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Penelitian
Perencanaan Tindakan Observasi Refleksi
43 C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir yang sudah diuraikan, maka hipotesis dari penelitian ini adalah penerapan model Learning Cycle
dapat meningkatkan sikap ilmiah dalam menerapkan
konsep pesawat sederhana pada siswa kelas V SD N Purwotomo No 97 tahun ajaran 2015/2016.