BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Media Kertas Origami a. Pengertian Media Pembelajaran Media dapat dikatakan sebagai perantara atau penyalur. Raharjo dalam Kustandi dan Sutjipto (2016: 7) menyatakan bahwa media adalah wadah dari pesan yang oleh sumbernya ingin diteruskan kepada sasaran atau penerima pesan tersebut. AECT ( Association of Education and Communication Technology) dalam Kustandi dan Sutjipto (2016: 8) memberikan batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Anitah (2009: 5) menjelaskan bahwa media adalah setiap orang, bahan, alat atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar untuk menerima pengetahuan, keterampilan dan sikap. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa media bukan hanya suatu alat, namun seorang guru, buku bahan ajar, dan lingkungan juga merupakan media ketika difungsikan untuk sarana mencapai tujuan. Pendapat tersebut didukung oleh Sadiman, dkk (2007: 7) yang menjelaskan bahwa media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Daryanto (2012: 4) menjelaskan bahwa media pembelajaran merupakan sarana perantara dalam proses pembelajaran. Sarana yang dimaksud tidak hanya suatu alat, namun semua sarana yang dapat dijadikan perantara penyampaian pesan atau materi dalam pembelajaran. Selanjutnya Sukiman (2012: 29) menjelaskan bahwa media pembelajaran adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perhatian, dan minat
8
9 peserta didik sehingga proses pembelajaran terjadi untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan efektif. Bertolak dari berbagai pengertian media pembelajaran di atas, dapat dikatakan bahwa media pembelajaran merupakan segala sesuatu baik berupa orang, alat, bahan, maupun lingkungan yang dapat digunakan sebagai perantara dalam penyampaian pesan dalam pembelajaran sehingga pebelajar dapat menerima pengetahuan, sikap dan keterampilan sehingga mencapai tujuan pembelajaran dengan efektif. b. Fungsi Media Pembelajaran Media pembelajaran sangat penting untuk digunakan dalam proses pembelajaran.
Media
mempunyai
kegunaan
atau
fungsi
untuk
mempermudah penyampaian pesan. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan Saidah (2015) bahwa pembelajaran merupakan proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran atau media tertentu kepada penerima pesan. Sundayana (2013: 7) menjelaskan fungsi media pembelajaran, yaitu (1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis; (2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indera; (3) Menimbulkan gairah belajar, berinterasi secara langsung antara peserta didik dan sumber belajar; (4) Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori, dan kinestetiknya; (5) Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman, dan menimbulkan persepsi yang sama; (6) Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar; (7) Pembelajaran dapat lebih menarik; (8) Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar; (9) Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek; (10) Kualitas pembelajaran
dapat
meningkat;
(11)
Proses
pembelajaran
dapat
belangsung kapanpun dan di manapun diperlukan; (12) Sikap positif siswa terhadap
materi
ditingkatkan.
pembelajaran
serta
proses
pembelajaran
dapat
10 Pendapat yang serupa disampaikan oleh Kustandi dan Sutjipto (2013: 23) bahwa manfaat praktis dari penggunaan media pembelajaran di dalam proses belajar mengajar adalah (1) Media pembelajaran dapat memperjelas
penyajian
pesan
dan
informasi
sehingga
dapat
memperlancar serta meningkatkan proses dan hasil belajar; (2) Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dengan lingkungannya, dan kemungkinan siswa untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan minatnya. (3) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu; (4) Media pembelajran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungannya. c. Penggunaan Media dalam Matematika Matematika merupakan disiplin ilmu yang berbeda dengan ilmu lain. Matematika mempunyai suatu kekhususan yang tidak dimiliki oleh disiplin ilmu lain. Pembelajaran Matematika tidak hanya sekedar mempelajari tentang Matematika, tetapi perlu memperhatikan aspek kemampuan siswa dalam belajar. Belajar Matematika mengutamakan suatu tahapan. Tahapan tersebut dimulai dengan mempelajari suatu konsep yang merupakan dasar dari konsep yang lain, misalnya mempelajari konsep B yang berdasar pada konsep A seseorang harus mampu menguasai konsep A terlebih dahulu agar dapat memahami konsep B. Tahapan dalam proses belajar matematika juga didasarkan pada objek yang dipelajari. Objek belajar dimulai dari objek-objek yang konkret terlebih dahulu kemudian berlanjut ke objek yang abstrak. Pembelajaran matematika di sekolah dasar dimulai dengan objek yang paling sederhana. Objek yang paling sederhana ini akan membangun suatu konsep dasar yang akan digunakan anak dalam mempelajari objek-objek yang lebih
11 kompleks. Pembelajaran matematika juga memperhatikan tahapan berfikir siswa. Tahapan berfikir manusia dimulai dari suatu objek yang konkret ke abstrak. Teori perkembangan intelektual Piaget menyatakan bahwa proses berpikir manusia merupakan suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir intelektual kongkret ke abstrak berurutan melalui empat tahap perkembangan, yaitu : 1) periode sensori (0-2 tahun); 2) periode pra operasional (2-7 tahun); 3) periode operasi kongkret (7-12 tahun); 4) periode operasi formal (> 12 tahun) (Aisyah, dkk, 2007: 2.3 – 2.5). Maksud dari periode tersebut yaitu: 1) Periode sensori (0-2 tahun) Karakteristik periode ini merupakan gerakan-gerakan sebagai akibat reaksi langsung dari rangsangan. Rangsangan itu timbul karena anak melihat dan meraba-raba objek. 2) Periode pra operasional (2-7 tahun) Pada periode ini, anak di dalam berpikirnya tidak didasarkan kepada keputusan yang logis melainkan didasarkan pada keputusan yang dapat dilihat seketika. Periode ini sering disebut juga periode pemberian simbol, misalnya suatu benda diberi nama (simbol). 3) Periode operasi kongkret (7-12 tahun) Dalam periode ini anak berpikirnya sudah dikatakan menjadi operasional. Periode ini disebut operasi konkret sebab berpikir logikanya berdasarkan atas manipulasi fisik dari objek-objek. Pengerjaan-pengerjaan logika dapat dilakukan dengan berorientasikan objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang langsung dialami anak. 4) Periode operasi formal (> 12 tahun) Periode operasi formal ini disebut juga dengan periode operasi hipotetik-deduktif yang merupakan tahap tertinggi dari perkembangan intelektual. Anak-anak pada periode ini sudah memberikan alasan dengan menggunakan lebih banyak simbol atau gagasan dalm
12 berpikir. Anak sudah dapat mengoperasikan argumen-argumen tanpa dikaitkan dengan benda-benda empirik. Tahapan berfikir manusia di atas menunjukkan bahwa siswa sekolah dasar masih dalam tahap operasional konkret. Pada tahapan tersebut, siswa berfikir berdasarkan manipulasi dari objek-objek. Manipulasi objek-objek dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan penggunaan media pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran dalam matematika akan dapat memudahkan anak dalam berfikir karena objek matematika dalam bentuk konsep dan simbol yang tadinya bersifat abstrak menjadi konkret. d. Pengertian Origami Origami berasal dari bahasa jepang. ori berarti lipat dan gami yang berasal dari kata kami berarti kertas. Sehingga, origami adalah suatu keterampilan melipat kertas. Keterampilan origami berasal dari negara Jepang. Tenbrink dan Taylor (2015) menyatakan bahwa “Origami is the well-known Japanese art of creating 3-D objects by folding paper in a particular manner and order.” Terjemahan dari pernyataan tersebut adalah origami dikenal sebagai seni membuat benda 3 dimensi yang berasal dari Jepang dengan melipat kertas dengan bentuk dan tujuan tertentu. Pengertian origami juga disampaikan Palamakumbura (2014) bahwa “Origami is the art of creating scluptures through paper folding”. Terjemahan dari pernyataan tersebut adalah seni membuat bentuk dengan melipat kertas. Berdasarkan pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa origami merupakan seni membuat bentuk tertentu dengan melipat kertas yang berasal dari jepang. e. Nilai Pendidikan dalam Origami Keterampilan origami juga mempunyai nilai pendidikan yang tinggi. Sakade ( 2003: 4) menjelaskan bahwa : While a child enjoys origami as a pleasurable past time, parents and teacher can see that paper folding has definite educational value. The ability to follow directions, for example is an invaluable tool and anvantage throughout school life as well as afterwards in
13 the workplace and elsewhere. With origami, the chidren learns that he must follow the directions exactly in order to achieve the desired result. This means also develops patience. Moreover, origami calls for accuracy and concentrated attention, as the proper shapes can be obtained only through care ful, symmetrical foldings. Terjemahan dari pernyataan tersebut adalah “Ketika anak menikmati origami sebagai kegiatan menikmati waktunya, orang tua dan guru dapat melihat bahwa melipat kertas memiliki nilai pendidikan. Kemampuan untuk mengikuti petunjuk, misalnya adalah kemampuan yang sangat berharga yang memberi keuntungan sepanjang hidup di sekolah dan setelah itu di tempat kerja serta di tempat lain. Dengan origami, anak-anak belajar bahwa dia harus mengikuti petunjuk dengan tepat untuk mencapai hasil yang diinginkan. Ini berarti juga mengembangkan kesabaran. Selain itu, origami menuntut untuk akurasi dan perhatian terkonsentrasi, bentuk yang tepat dapat diperoleh hanya melalui pelipatan yang simetris.” Pendapat tersebut menyatakan bahwa ketika anak melakukan origami. Nilai pendidikan yang dapat terbentuk adalah kemampuan untuk mengikuti arahan. Anak harus mengikuti langkah-langkah yang ada agar dapat menghasilkan hasil yang diinginkan. Hal ini juga melatih kesabaran anak. Nilai pendidikan yang lain adalah ketepatan dan konsentrasi. Anak harus mampu konsentrasi dan tepat dalam melipat kertas agar mendapatkan hasil yang baik. f. Spesifikasi Kertas Origami Jenis kertas origami yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah origami paper atau dalam bahasa jepang disebut kami. Kertas ini persegi dengan panjang sisi 2,5 cm sampai 25 cm. Namun, di pasaran Indonesia kertas origami yang dijual mempunyai ukuran antara 10 sampai 20 cm. kertas ini dapat terbuat dari kertas HVS. Kertas ini mempunyai berbagai macam warna baik warna gradasi atau polos. Media kertas origami ini termasuk ke dalam jenis media visual dan dapat digolongkan ke dalam media benda manipulatif yang hanya dapat dilihat. Untuk lebih jelas, kertas origami dapat dilihat pada gambar berikut :
14
15 cm
15 cm
Gambar 2.1 Kertas Origami
2. Hakikat Kemampuan Menghitung Pecahan a. Pengertian Kemampuan Menghitung Setiap manusia yang dilahirkan pasti memiliki suatu kemampuan. Kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Kemampuan dapat membantu seseorang dalam memenuhi kebutuhannya. Berkenaan dengan kemampuan, Desmita (2006: 257) berpendapat “kemampuan adalah istilah umum yang berkaitan dengan potensi untuk menguasai suatu keterampilan”. Setiap orang mempunyai potensi untuk dapat menguasai suatu keterampilan. Hal ini menunjukkan bahwa jika seseorang belum memiliki kemampuan yang tinggi maka akan sulit untuk bisa terampil dalam melakukan suatu pekerjaan. Seseorang yang memiliki kemampuan yang tinggi akan lebih terampil dalam melakukan suatu pekerjaan. Sependapat dengan Desmita, Mulyasa (2008: 39) menyatakan “kemampuan adalah sesuatu yang dimiliki individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya.” Hal ini menunjukkan bahwa
15 orang yang memiliki kemampuan akan dapat melakukan tugas atau pekerjaan yang diberikan kepadanya. Kemampuan yang dimiliki akan membantunya dalam melakukan suatu pekerjaan, jika kemampuannya tinggi maka pekerjaan akan dapat dilakukan dengan lebih mudah. Pengertian lain disampaikan oleh Ivanchevic (2006: 85) bahwa kemampuan adalah suatu bakat seseorang untuk melakukan tugas fisik atau mental yang menentukan kerja dan perilaku individu. Selanjutnya, Woodworth dan Marquis dalam Suryabrata (2012: 161) menyatakan bahwa kemampuan mempunyai 3 arti, yaitu : (1) Achievement yang merupakan actual ability, yang dapat diukur langsung dengan alat atau tes tertentu. (2) Capacity yang merupakan potential ability, yang dapat diukur secara tidak langsung dengan melalui pengukuran terhadap kecakapan individu, dimana kecakapan ini berkembang dengan perpaduan antara dasar dengan training yang intensif dan pengalaman. (3) Aptitude, yaitu kualitas yang hanya dapat diukur/diungkap dengan tes khusus yang sengaja dibuat untuk itu. Bertolak dari pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu yang berupa potensi untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan tertentu dalam kehidupannya yang dapat diukur melalui suatu tes tertentu. Salah satu kemampuan yang sangat berpengaruh dalam belajar matematika adalah kemampuan menghitung. Menghitung berkaitan dengan pemahaman tentang suatu ide/konsep dalam bentuk angka. Kemampuan memahami
menghitung ide/konsep
berkaitan
dalam
dengan
bentuk
bagaimana
angka.
seseorang
Berkenaan
dengan
menghitung, Naga (1980) dalam Abdurrahman (2003: 253) menyatakan bahwa menghitung adalah cabang matematika yang berkaitan dengan hubungan-hubungan bilangan yang nyata dengan perhitungan mereka terutama
menyangkut
penjumlahan,
pengurangan,
perkalian
dan
pembagian. Secara singkat aritmetika atau berhitung adalah pengetahuan tentang bilangan.
16 Berkenaan dengan kemampuan menghitung, Aisyah (2007: 6-5) berpendapat “kemampuan menghitung merupakan salah satu kemampuan yang
penting
dalam
kehidupan
sehari-hari.”
Pendapat
tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan menghitung sangat penting dalam setiap aktivitas kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, Susanto (2012: 98) menyatakan bahwa kemampuan menghitung adalah kemampuan yang dimiliki oleh setiap anak untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan penjumlahan dan pengurangan. Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan menghitung adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan suatu bilangan
yang berupa
penjumlahan, pengurangan, perkalian dan
pembagian. b. Pengertian Pecahan Pecahan merupakan salah satu jenis bilangan rasional yang dipelajari dalam matematika. Kata pecahan berasal dari kata Latin fractio, suatu bentuk lain dari frangere, yang berarti membelah. Konsep pecahan sangat berhubungan dengan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Pecahan merupakan salah satu bilangan dalam matematika yang abstrak dan sulit dipahami oleh siswa. Berkenaan dengan pengertian pecahan, Heruman (2008: 43) menyatakan: Pecahan dapat diartikan sebagai bagian dari sesuatu yang utuh. Dalam ilustrasi gambar, bagian yang dimaksud adalah bagian yang diperhatikan, yang biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian inilah yang dinamakan pembilang. Adapun bagian yang utuh adalah bagian yang dianggap sebagai satuan dan dinamakan penyebut. Pendapat tersebut diperkuat oleh Kamsiyati (2012: 117) yang berpendapat “bilangan pecahan adalah bilangan yang menyatakan sebagai bilangan pecahan dari keseluruhan”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa bilangan pecahan merupakan bilangan yang menunjukkan pecahan dari sesuatu yang utuh.
17 Secara lebih detail, Karso (2011: 7.4) berpendapat “bilangan pecahan adalah bilangan yang dilambangkan dalam bentuk , dimana a dinamakan pembilang dan b dinamakan penyebut. Bilangan b ≠ 0. Bilangan
juga dapat diartikan sebagai a dibagi b.” Selanjutnya Purnomo
(2015: 10) menyatakan bahwa bentuk umum pecahan sederhana dengan menggunakan dua bilangan cacah yang ditulis dalam bentuk
dimana b ≠
0; a disebut pembilang dan b disebut penyebut. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pecahan merupakan bilangan yang menunjukkan bagian-bagian dari benda yang utuh yang dapat dinyatakan dalam bentuk
dimana a disebut dengan
pembilang sedangkan b disebut dengan penyebut dan b ≠ 0. 1) Jenis-Jenis Pecahan a) Pecahan Biasa Kamsiyati (2012: 118) membagi pecahan menjadi lima jenis, antara lain: 1) pecahan sederhana; 2) pecahan murni; 3) pecahan tidak murni; 4) pecahan mesir; 5) pecahan campuran. Jenis pecahan tersebut akan dijelaskan di bawah ini. Pecahan sederhana, yaitu pecahan yang pembilang dan penyebut merupakan bilangan-bilangan bulat yang koprim. Persekutuan terbesar dari pembilang dan penyebut adalah 1. Contoh: , , Pecahan murni, yaitu pecahan yang pembilangnya lebih kecil dari penyebut. Contoh: , Pecahan tidak murni, yaitu pecahan yang pembilangnya lebih besar dari penyebut. Contoh: , ,
18 Pecahan mesir, yaitu pecahan dengan pembilang 1. Contoh: , , Pecahan campuran, yaitu suatu pembilang yang terbentuk atas pembilang cacah dan pecahan biasa. Contoh:
,
,
b) Pecahan Desimal Kamsiyati (2012: 144) menyatakan bahwa pecahan desimal merupakan bentuk pecahan dimana bilangan persepuluh ( ), perseratus (
), perseribu (
) dan seterusnya ditunjukkan
dengan letak dari suatu cacah ke kanan dari suatu koma, yang disebut koma desimal. Contoh : 2,5 c) Persen Kamsiyati (2012: 147) menyatakan bahwa pecahan berarti seperseratus. Persen adalah nama lain dari suatu pecahan dengan penyebut 100. Notasi untuk persen adalah “%”. Contoh :
= 25 %
c. Kemampuan Menghitung Pecahan Kemampuan merupakan sesuatu yang dimiliki oleh individu yang berupa potensi untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan tertentu dalam kehidupannya yang dapat diukur melalui suatu tes tertentu. Kemampuan menghitung adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan suatu bilangan yang berupa penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Pecahan adalah bilangan yang menunjukkan bagian-bagian dari benda yang utuh yang dapat dinyatakan dalam
dimana a disebut dengan
pembilang sedangkan b disebut dengan penyebut dan b ≠ 0. Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa kemampuan menghitung pecahan adalah suatu potensi
19 yang dimiliki oleh individu untuk melakukan penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian pada suatu bilangan yang dinyatakan dalam dengan a sebagai pembilang dan b sebagai penyebut dan b ≠ 0. Pada penelitian ini, siswa dikatakan mampu menghitung pecahan jika memenuhi indikator sebagai berikut : a) Dapat menentukan pecahan yang senilai Pecahan senilai adalah pecahan-pecahan yang nilainya sama. Konsep pecahan senilai harus dikuasai siswa karena merupakan prasarat konsep penjumlahan dan pengurangan pecahan. Penguasaan konsep pecahan senilai akan memudahkan siswa saat menghitung pecahan. Indikator ini mengharuskan siswa agar mampu menentukan pecahan yang senilai. b) Dapat menjumlahkan pecahan berpenyebut sama Indikator ini mengharuskan siswa untuk mampu menghitung penjumlahan dari dua pecahan yang mempunyai penyebut sama seperti + = c) Dapat menjumlahkan pecahan berpenyebut tidak sama Indikator ini mengharuskan siswa untuk mampu menghitung penjumlahan dari dua pecahan yang mempunyai penyebut sama seperti + = d) Dapat mengurangkan pecahan berpenyebut sama Indikator ini mengharuskan siswa untuk mampu menghitung pengurangan dari dua pecahan yang mempunyai penyebut sama seperti - = e) Dapat mengurangkan pecahan berpenyebut sama Indikator ini mengharuskan siswa untuk mampu menghitung pengurangan dari dua pecahan yang mempunyai penyebut sama seperti - =
20 d. Konsep Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan di SD 1) Pembelajaran pecahan di SD Pecahan merupakan salah satu materi yang wajib dipelajari pada pembelajaran matematika di SD. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Republik Indonesia No 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, kompetensi atau kemampuan umum pembelajaran matematika di sekolah dasar, sebagai berikut : (1) Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-sifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari; (2) Memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsurunsur dan sifat-sifatnya, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari; (3) Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas, volume, sudut, waktu, kecepatan, debit, serta mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari; (4) Memahami konsep koordinat untuk menentukan letak benda dan menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari; (5) Memahami konsep pengumpulan data, penyajian data dengan tabel, gambar dan grafik (diagram), mengurutkan data, rentangan data, rerata hitung, modus, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari; (6) Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam kehidupan; (7) Memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif Konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifatsifatnya serta penggunaan dalam pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari menjadi kemampuan atau kompetensi wajib yang ada di SD. Hal ini sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat pada kelas V semester II. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang berkaitan dengan pecahan yang harus dikuasai pada kelas V dapat dilihat pada tabel 2.1.
21 Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
5. Menggunakan pecahan dalam 5.2. Menjumlahkan dan pemecahan masalah
mengurangkan berbagai bentuk pecahan
Tabel 2.1 menunjukkan bahwa pada kelas kelas V semester II, pada pembelajaran matematika terdapat Standar Kompetensi menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah dan Kompetensi Dasar menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan. SK dan KD tersebut menunjukkan bahwa kemampuan atau kompetensi yang ditekankan adalah kemampuan dalam menghitung pecahan, yaitu penjumlahan dan pengurangan pecahan. Penjumlahan pecahan meliputi penjumlahan pecahan berpenyebut sama dan tidak sama.
Pengurangan
pecahan
meliputi
pengurangan
pecahan
berpenyebut sama dan tidak sama. 2) Penjumlahan pecahan berpenyebut sama Heruman (2008: 55) menyatakan bahwa : kemampuan prasyarat yang harus dikuasai siswa dalam operasi penjumlahan pecahan adalah penguasaan konsep nilai pecahan, pecahan senilai dan penjumlahan bilangan bulat. Kemampuan penguasaan pecahan senilai lebih ditekankan terutama dalam penjumlahan pecahan berpenyebut tidak sama. Kegiatan pembelajaran : a) Sebagai pengantar, siswa diingatkan tentang nilai pecahan dan pecahan senilai b) Siswa menyediakan media pembelajaran (dalam hal ini dua helai kertas origami) lembar kertas pertama dilipat menjadi empat bagian yang sama dan salah satu bagian diarsir untuk menunjukkan pecahan . Kemudian, kertas kedua dilipat menjadi 4 bagian yang
22 sama, dan salah satu bagian juga diarsir untuk menunjukkan pecahan . c) Siswa memperhatikan dua kertas hasil lipatan yang telah diarsir.
d) Dalam peragaan berikut, kita akan menunjukkan hasil penjumlahan + Dipotong dan ditempelkan
+
=
=
Dalam peragaan berikut, kita akan menunjukkan hasil penjumlahan + Dipotong dan ditempelkan
+
=
=
Ada hal yang harus diperhatikan dalam penulisan proses penjumlahan ini, terutama dalam penulisan penyebut, karena
23 penyebut tidak dijumlahkan. Adapun penulisan dua penyebut menjadi satu penyebut harus dilakukan, agar terbentuk dalam pemikiran siswa bahwa bilangan penyebut harus sama dan tidak dijumlahkan. 3) Pengurangan pecahan berpenyebut sama Heruman (2008: 58) menyatakan bahwa : Kemampuan prasyarat yang harus dikuasai siswa dalam operasi pengurangan pecahan adalah konsep nilai pecahan, pecahan senilai dan pengurangan bilangan bulat. Kemampuan penguasaan pecahan senilai lebih ditekankan terutama dalam pengurangan pecahan berpenyebut tidak sama. Kegiatan pembelajaran : a) Sebagai pengantar, siswa diingatkan lagi tentang penjumlahan pecahan yang berpenyebut sama. b) Siswa melipat kertas menjadi empat bagian yang sama, dua bagian diarsir untuk menunjukkan pecahan
c)
.
Dengan peragaan kita akan menunjukkan pengurangan –
– satu bagian yang diarsir dihapus
=
=
24 d) Ulangi peragaan dengan pecahan lain, misalnya –
–
=
=
satu bagian yang diarsir dihapus
Penulisan dua penyebut menjadi satu penyebut harus dilakukan, agar terbentuk dalam pemikiran siswa bahwa bilangan penyebut harus sama dan tidak dikurangkan. 4) Penjumlahan pecahan berpenyebut tidak sama Kegiatan pembelajaran : a) Sebagai pengantar, siswa diingatkan tentang pecahan senilai dan penjumlahan pecahan berpenyebut sama. b) Siswa menyediakan media pembelajaran (dalam hal ini dua helai kertas lipat) lembar kertas pertama dilipat menjadi empat bagian yang sama dan salah satu bagian diarsir untuk menunjukkan pecahan
. Kemudian, kertas kedua dilipat
menjadi 2 bagian yang sama, dan salah satu bagian juga diarsir untuk menunjukkan pecahan . c) Siswa memperhatikan dua kertas hasil lipatan yang telah diarsir.
25
d) Dalam peragaan berikut, kita akan menunjukkan hasil penjumlahan + Dipotong dan ditempelkan
+ Peragaan menunjukkan
+
=
=
= . Apabila siswa tidak mampu
menganalisis permasalahan ini guru dapat menunjukkan kepada siswa bahwa
pecahan yang berbeda penyebut harus disamakan
terlebih dahulu penyebutnya, sehingga dapat ditulis : +
=
+
=
=
e) Ulangi kegiatan dengan menunjukkan penjumlahan pecahan yang lain, misalnya +
=…
Dalam peragaan berikut, kita akan menunjukkan hasil penjumlahan + Siswa memperhatikan dua kertas hasil lipatan yang telah diarsir.
26
Dipotong dan ditempelkan
+
=
+
=
+
=
=
Dalam penjumlahan pecahan yang berbeda penyebut perlu diberikan pemahaman kepada siswa bahwa dua penyebut yang berbeda harus disamakan terlebih dahulu. 5) Pengurangan Pecahan Berpenyebut Tidak Sama Kegiatan pembelajaran : a)
Sebagai pengantar, siswa diingatkan lagi tentang pecahan senilai,
pengurangan
pecahan
berpenyebut
sama
dan
penjumlahan berpenyebut tidak sama b) Siswa melipat kertas menjadi dua bagian yang sama, kemudian satu bagian diarsir untuk menunjukkan pecahan c)
.
Soal yang diberikan adalah –
d) Dengan peragaan kita akan menunjukkan pengurangan
Dalam peragaan kata kurang diganti dengan “diambil atau dihapus”
dilipat menjadi
–
27
–
Dari peragaan terlihat
= , Apabila siswa tidak mampu
menganalisis permasalahan ini guru dapat menunjukkan kepada siswa bahwa
pecahan yang berbeda penyebut harus disamakan
terlebih dahulu penyebutnya, sehingga dapat ditulis : –
= –
=
=
e) Ulangi peragaan dengan pecahan lain, misalnya –
dilipat menjadi
Sisa
diambil bagian –
= –
=
=
Dalam pengurangan pecahan yang berbeda penyebut perlu diberikan pemahaman kepada siswa bahwa dua penyebut yang berbeda harus disamakan terlebih dahulu.
28 e. Langkah Penggunaan Media Kertas Origami Penggunaan Kertas Origami dalam menghitung pecahan pada penelitian ini adalah menghitung penjumlahan dan pengurangan pecahan baik pecahan dengan penyebut sama maupun pecahan dengan penyebut berbeda. Prinsip penggunaan kertas origami sama dengan penggunaan kertas lipat. Penjelasan tentang langkah penggunaan kertas origami dalam menghitung pecahan adalah sebagai berikut : 1) Langkah pembelajaran dalam menghitung penjumlahan pecahan
Guru
melakukan
pembukaan
untuk
mengawali
kegiatan
pembelajaran.
Guru mempersiapkan situasi kelas yang kondusif.
Guru menyiapkan media pembelajaran berupa kertas origami diikuti oleh siswa.
Sebagai awalan, siswa diingatkan tentang nilai pecahan dan pecahan senilai.
Guru memberikan contoh soal penjumlahan pecahan. Misalnya
+
Guru mendemonstrasikan penggunaan media kertas origami dalam menghitung soal penjumlahan tersebut dan siswa mengamati.
Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk mencoba melakukan penghitungan dengan menggunakan kertas origami.
Siswa menyediakan media pembelajaran dan mencoba melakukan penghitungan dengan kertas origami
Dipotong dan ditempelkan
29
+
=
=
2) Langkah pembelajaran dalam menghitung pengurangan pecahan
Guru
melakukan
pembukaan
untuk
mengawali
kegiatan
pembelajaran.
Guru mempersiapkan situasi kelas yang kondusif.
Guru menyiapkan media pembelajaran berupa kertas origami diikuti oleh siswa.
Sebagai awalan, siswa diingatkan tentang nilai pecahan dan pecahan senilai.
Guru memberikan contoh soal pengurangan pecahan. Misalnya –
Guru mendemonstrasikan penggunaan media kertas origami dalam menghitung soal penjumlahan tersebut dan siswa mengamati.
Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk mencoba melakukan penghitungan dengan menggunakan kertas origami.
Siswa menyediakan media pembelajaran dan mencoba melakukan pengurangan pecahan menggunakan media kertas origami.
30
–
Dihapus
=
=
f. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika Pembelajaran merupakan proses belajar dan membelajarkan, dalam proses pembelajaran terdapat banyak komponen yang saling berinteraksi untuk mewujudkan tercapainya tujuan pembelajaran. Proses interaksi tersebut melibatkan semua komponen baik guru, siswa maupun komponen pendukung pembelajaran seperti lingkungan. Guru dalam proses pembelajaran mempunyai peran untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa. Siswa berperan sebagai subjek utama dalam pembelajaran sehingga siswa harus berperan aktif dan melakukan aktivitas. Rooijakkers (2005: 31) menyatakan bahwa aktivitas siswa diartikan sebagai seluruh kegiatan yang dilakukan pelajar pada waktu ia belajar. Aktivitas siswa tidak hanya siswa sekedar duduk, tetapi siswa aktif dalam mencari dan menemukan konsep dalam pembelajaran. Aktivitas siswa juga dapat berupa sikap atau kegiatan yang ditunjukkan oleh siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Pembelajaran yang sesuai dengan standar proses pendidikan menuntut agar pembelajaran didesain untuk membelajarkan siswa. Siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Pembelajaran yang dilakukan beorientasi aktivitas siswa. Sanjaya (2006: 145) menyatakan bahwa pembelajaran berorientasi aktivitas siswa merupakan pembelajaran yang menggunakan multimetode dan multimedia. Aktivitas siswa dalam pembelajaran
memungkinkan
pembelajaran
untuk
mencari
siswa
untuk
informasi
menggunakan
secara
mandiri.
media Dalam
pembelajaran matematika, penggunaan media menjadi sangat penting
31 untuk menyampaikan konsep-konsep yang abstrak agar menjadi lebih konkret sehingga mudah dipahami oleh siswa. Oleh karena itu, keberhasilan
pembelajaran
matematika
sangat
dipengaruhi
oleh
penggunaan media pembelajaran yang mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan aktivitas yang baik. Pada penelitian ini, aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika ditekankan pada sikap yang ditunjukkan siswa ketika pembelajaran matematika dengan menggunakan media kertas origami. Melalui penggunaan media kertas origami, siswa dapat menunjukkan aktivitas yang berupa sikap dalam pembelajaran matematika. Sikap tersebut antara lain sikap perhatian siswa saat menerima penjelasan materi dari guru maupun saat menggunakan media. Sikap kerjasama siswa saat pembelajaran dengan diskusi kelompk. Ketelitian siswa saat pembelajaran dan menghitung pecahan, serta tanggung jawab siswa saat berdiskusi dan mengerjakan tugas yang diberikan. Aktivitas tersebut dapat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran yaitu menghitung pecahan khususnya melakukan penjumlahan dan pengurangan. g. Penilaian Kemampuan dan Aktivitas Siswa 1) Penilaian Kemampuan Menghitung Pecahan Penilaian kemampuan siswa dalam menghitung pecahan pada penelitian ini menggunakan teknik tes. Basuki dan Haryanto (2014: 27) menyatakan bahwa tujuan dari tes adalah digunakan untuk memperoleh umpan balik
terhadap hasil pembelajaran. Hasil
pengukuran dari suatu tes dapat digunakan sebagai umpan balik baik bagi guru ataupun bagi siswa. Bagi guru, hasil tes dapat memberikan indikasi hasil pembelajaran yang telah dilakukan sehingga guru mampu memperbaiki atau meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan dapat mengetahui bagaimana kemampuan siswa dalam menguasai materi yang diajarkan. Pada penelitian ini, hasil tes digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menghitung pecahan dengan indikator yang
32 telah ditentukan. Indikator kemampuan menghitung pecahan yang telah ditentukan adalah (1) Dapat menentukan pecahan yang senilai; (2) Dapat melakukan penjumlahan pecahan berpenyebut sama; (3) Dapat melakukan pengurangan pecahan berpenyebut sama; (4) Dapat melakukan penjumlahan pecahan berpenyebut tidak sama; (5) Dapat melakukan pengurangan pecahan berpenyebut tidak sama. 2) Penilaian Aktivitas Siswa Penilaian aktivitas siswa dalam penelitian ini menggunakan skala penilaian (rating scale). Suwandi (2011: 85) menyatakan bahwa penggunaan skala penilaian (rating scale) memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu, karena pemberian nilai secara kontinum di mana pilihan kategori nilai lebih dari dua. Skala penilaian terentang dari tidak sempurna sampai sangat sempurna. Basuki dan Haryanto (2014: 87) menyatakan bahwa tujuan dari skala penilaian dapat digunakan untuk mendiagnosis informasi tentang kinerja, produk, sikap dan/atau perilaku siswa dengan acuan kriteria yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Pada penelitian ini, aktivitas siswa yang dinilai adalah pada aspek perhatian saat menerima materi dalam proses pembelajaran, aspek kerjasama dalam berdiskusi kelompok, aspek ketelitian dalam mengerjakan soal atau tugas, dan aspek tanggung jawab terhadap kelompok ataupun tugas yang dibebankan kepadanya. Penilaian menggunakan skala 1-4 dengan ketentuan 1 : kurang baik; 2 : cukup baik; 3 : baik; dan 4 : sangat baik. Contoh rubrik penilaian adalah sebagai berikut : No
Nama
Aspek
Total
Perhatian Kerjasama Ketelitian Tanggung Skor Jawab 1 2
33 3. Penelitian Yang Relevan a.
Penelitian Perwitasari (2014) yang berjudul “Penerapan Model Kooperatif Tipe The Power Of Two Untuk Meningkatkan Kemampuan menghitung Pecahan Campuran”.
Pada penelitian tersebut terdapat
permasalahan tentang kemampuan menghitung pecahan campuran yang diperbaiki dengan penerapan Model Kooperatif Tipe The Power Of Two. Hasil Penelitian menunjukkan ketuntasan siswa pada pra tindakan hanya 14,19 % kemudian pada siklus I meningkat menjadi 53,46% dan meningkat kembali pada siklus II menjadi 71,43% dan siklus III menjadi 85,71%. Sehingga penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Penerapan Model Kooperatif Tipe The Power Of Two dapat meningkatkan kemampuan
menghitung
pecahan
campuran.
Persamaan
dengan
penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama meningkatkan kemampuan menghitung pecahan. Perbedaannya terdapat pada variabel terikatnya, yaitu pada penelitian ini akan menggunakan media kertas origami. b.
Penelitian Hariyanti (2014) yang berjudul “Peningkatan Aktivitas Pembelajaran Matematika Dengan Origami”.
Menggunakan Media Kertas
Pada penelitian tersebut terdapat permasalahan tentang
aktivitas pembelajaran matematika yang diperbaiki dengan penggunaan media kertas origami. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas fisik pada pra tindakan sebesar 33,33%, kemudian meningkat pada siklus I menjadi 50%, siklus II menjadi 66,66 % dan siklus III menjadi 76,66%. Sehingga penelitian tersebut menyimpulkan bahwa penggunaan media kertas origami dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran matematika. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama menggunakan media kertas origami. Perbedaannya terdapat pada variabel terikatnya, yaitu pada penelitian ini akan meningkatkan kemampuan menghitung pecahan. c.
Penelitian Halimah (2013) yang berjudul “Penggunaan Media Blok Pecahan Untuk Meningkatkan Kemampuan Menjumlahkan Bilangan
34 Pecahan Sederhana Pada Siswa Kelas IV SDN 5 Jatisrono Tahun Ajaran 2012/2013”. Pada penelitian tersebut terdapat permasalahan tentang kemampuan menjumlahkan bilangan pecahan sederhana yang diperbaiki dengan penggunaan media blok pecahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Persentase ketuntasan pada pratindakan hanya 13,89%, kemudian naik pada siklus I menjadi 77,78%, siklus II 85,30%, dan siklus III 94,44%. Sehingga penelitian tersebut menyimpulkan bahwa penggunaan media blok pecahan dapat meningkatkan kemampuan menjumlaakan bilangan pecahan sederhana. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan
adalah
sama-sama
meningkatkan
kemampuan
dalam
menghitung pecahan dengan menggunakan media pembelajaran. Perbedaannya terletak pada media yang digunakan yaitu media kertas origami. B. Kerangka Berpikir Kondisi awal menunjukkan ada masalah pada siswa kelas V SDN Tirtoyoso No.111 tahun ajaran 2015/2016 dalam menghitung bilangan pecahan khususnya penjumlahan dan pengurangan pecahan. Kemampuan siswa dalam menghitung pecahan masih rendah yaitu 20 dari 26 siswa atau 76,93% siswa masih mempunyai nilai di bawah KKM pada pratindakan dengan KKM 65. Hasil nilai tes menghitung pecahan pratindakan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 165. Pembelajaran Matematika yang dilakukan guru belum bermakna, guru belum menggunakan media pembelajaran yang menarik perhatian dalam matematika khususnya untuk materi pecahan. Hal ini membuat siswa masih kesulitan dalam menghitung pecahan. Untuk memperbaiki kondisi tersebut, pembelajaran matematika diubah menjadi pembelajaran yang bermakna dengan menggunakan media pembelajaran yang sesuai dan menarik perhatian. Penggunaan media pembelajaran yang menarik akan membantu siswa dalam memahami konsep menghitung pecahan sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menghitung pecahan. Salah satu media yang menarik untuk pembelajaran menghitung pecahan
35 adalah media kertas origami. Penggunaan media kertas origami membuat siswa lebih aktif dan tertarik dalam mengikuti proses pembelajaran. kertas origami merupakan suatu kertas dengan berbagai macam warna dan dapat dilipat dengan mudah dan aman digunakan oleh guru maupun siswa. Kertas origami dapat dilipat menjadi banyak bagian dan menunjukkan pecahan yang dihitung. Penggunaan media kertas origami pada dasarnya membantu siswa dalam memahami cara menghitung pecahan yang benar sehingga kemampuan siswa dalam menghitung pecahan meningkat. Kertas origami telah digunakan dalam pembelajaran matematika selama pelaksanaan siklus I, siklus II dan siklus III dengan tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Setelah pelaksanaan 3 siklus, Indikator kinerja penelitian dapat tercapai yaitu 80% dari jumlah siswa memiliki nilai di atas 65. Kondisi akhir diperoleh bahwa penggunaan media kertas origami dapat meningkatkan kemampuan menghitung pecahan pada siswa kelas V SDN Tirtoyoso No.111 tahun ajaran 2015/2016. Untuk memperjelas hal-hal tersebut secara skematis, kerangka berpikir dapat ditunjukkan pada gambar 2.2.
36
Kondisi awal
Tindakan
Pembelajaran bersifat konvensional dan belum bermakna, guru belum menggunakan media yang menarik
Menggunakan Media kertas origami dalam pembelajaran matematika tentang pecahan.
kemampuan menghitung pecahan siswa kelas V SDN Tirtoyoso No.111 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016 kurang
Siklus I 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3.Observasi 4. Refleksi
Siklus II . Perencanaan 2. Pelaksanaan 3.Observasi 4. Refleksi
Kondisi akhir
Melalui penggunaan media kertas origami dapat meningkatkan kemampuan menghitung pecahan pada siswa kelas V SDN Tirtoyoso
Siklus III 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3.Observasi 4. Refleksi
No.111 Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016
Gambar 2.2 Kerangka berfikir C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas maka hipotesis tindakan dari penelitian ini adalah penggunaan media kertas origami dapat meningkatkan kemampuan menghitung pecahan pada siswa kelas V SDN Tirtoyoso No. 111 tahun ajaran 2015/2016.