BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pengertian Pembelajaran Sejarah Menurut Wenger (1998: 227; 2006: 1) dalam Huda (2013: 2) mengatakan bahwa pembelajaran adalah: Pembelajaran bukanlah aktivitas, sesuatu yang dilakukan oleh seseorang ketika ia tidak melakukan aktivitas yang lain. Pembelajaran juga bukanlah sesuatu yang berhenti dilakukan oleh seseorang. Lebih dari itu, pembelajaran bisa terjadi dimana saja dan pada level yang berbeda-beda, secara individual, kolektif, ataupun sosial. Agung S. dan Wahyuni berpendapat bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai proses kerja sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada, baik potensi yang bersumber dalam diri siswa itu sendiri seperti minat, bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki, termasuk gaya belajar, maupun potensi yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu (2013: 3). Belajar dan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antar guru dan peserta didik. Interaksi bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar pembelajaran yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya (Suryani, 2012: 1). Beberapa pendapat ahli tentang pengertian pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk membimbing siswa mendapatkan pengalaman atau pemahaman baru tentang sesuatu sehingga dapat mencapai tujuan belajar.
8
9
Ada beberapa ahli yang mendefinisikan sejarah dalam beberapa artian, seperti menurut Agung S. dan Wahyuni mengatakan bahwa sejarah adalah mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan, sikap dan nilainilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga kini (2013: 55). Sejarah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung makna, yaitu: (1) kesusastraan lama (silsilah, asal usul); (2) kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lalu; dan (3) ilmu, pengetahuan, cerita, pelajaran tentang kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau, atau juga disebut riwayat (Poerwadarminta, 2003). Sejarah dalam pandangan Ali (2005: 12) adalah “(1) jumlah perubahan-perubahan, kejadian-kejadian, dan peristiwa-peristiwa dalam kenyataan sekitar kita; (2) cerita tentang perubahan-perubahan itu dan sebagainya; dan (3) ilmu yang bertugas menyelidiki tentang perubahan dan sebagainya”. Berdasarkan beberapa pendapat ahli tentang pengertian sejarah di atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang perubahan yang terjadi pada suatu peristiwa ataupun kejadian yang sudah terjadi dan benar-benar terjadi yang nilai-nilainya dapat diambil untuk kehidupan sekarang ini. Jadi dari pengertian pembelajaran dan sejarah itu dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran sejarah adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk membuat siswa mendapat pengetahuan baru tentang ilmu yang mempelajari tentang perubahan suatu peristiwa dan kejadian yang sudah terjadi agar dapat diambil nilai-nilainya untuk kehidupan sehari-hari sebagai sarana untuk mencapai tujuan belajar. b. Karakteristik Pembelajaran Sejarah Menurut Agung S. dan Wahyuni (2012: 61) pembelajaran sejarah memiliki beberapa karakteristik. Adapun karakteristik dalam pembelajaran sejarah adalah sebagai berikut:
10
1) Sejarah terkait dengan masa lampau. Masa lampau berisi peristiwa dan setiap peristiwa sejarah hanya terjadi sekali. Jadi, pembelajaran sejarah adalah pembelajaran peristiwa sejarah dan perkembangan masyarakat yang telah terjadi. Sementara itu, materi pokok pembelajaran sejarah adalah produk masa kini berdasarkan sumber-sumber sejarah yang ada. Karena itu, pembelajaran sejarah harus lebih cermat, kritis, berdasarkan sumber-sumber, dan tidak memihak menurut kehendak sendiri dan kehendak pihak-pihak tertentu. 2) Sejarah bersifat kronologis. Oleh karena itu, pengorganisasian materi pokok pembelajaran sejarah haruslah didasarkan pada urutan kronologi peristiwa sejarah. 3) Dalam sejarah ada tiga unsur penting, yakni manusia, ruang, dan waktu. Dengan demikian, dalam mengembangkan pembelajaran sejarah harus selalu diingat siapa pelaku peristiwa sejarah, di mana, dan kapan. 4) Perspektif waktu merupakan dimensi yang sangat penting dalam sejarah. Sekalipun sejarah itu erat kaitannya dengan masa lampau, waktu lampau itu terus berkesinambungan sehingga perspektif waktu dalam sejarah antara lain masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Pemahaman ini penting bagi guru sehingga dalam mendesain materi pokok pembelajaran sejarah dapat dikaitkan dengan persoalan masa kini dan masa depan. 5) Sejarah adalah prinsip sebab akibat. Hal ini perlu dipahami oleh setiap guru sejarah bahwa menerangkai fakta yang satu dengan fakta yang lain, dapat menjelaskan peristiwa sejarah yang satu dengan peristiwa sejarah yang lain perlu mengingat prinsip sebab akibat, peristiwa yang satu diakibatkan oleh peristiwa sejarah yang lain dan peristiwa sejarah yang satu akan menjadi penyebab peristiwa sejarah berikutnya. 6) Sejarah pada hakekatnya adalah suatu peristiwa sejarah dan perkembangan
masyarakat
yang
menyangkut
berbagai
aspek
kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, keyakinan,
11
dan oleh karena itu, memahami sejarah haruslah dengan pendekatan multidimensional sehingga dalam pengembangan materi pokok dan uraian materi pokok untuk setiap topik/pokok bahasan haruslah dilihat dari berbagai aspek. 7) Pelajaran sejarah di SMA/MA adalah mata pelajaran yang mengkaji permasalahan dan perkembangan masyarakat dari masa lampau sampai masa kini, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia. 8) Dilihat dari tujuan dan penggunaannya, pembelajaran sejarah di sekolah, termasuk di SMA/MA, dapat dibedakan atas sejarah empiris dan
sejarah
normatif.
Sejarah
empiris
menyajikan
substansi
kesejarahan yang bersifat akademis (untuk tujuan yang bersifat ilmiah). Sejarah normatif menyajikan substansi kesejarahan yang dipilih menurut ukuran nilai dan makna yang sesuai dengan tujuan yang bersifat normatif, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Berkaitan dengan itu, pelajaran sejarah di sekolah paling tidak mengandung dua misi, yakni (1) untuk pendidikan intelektual dan (2) pendidikan nilai, pendidikan kemanusiaan, pendidikan pembinaan moral, jati diri, nasionalisme, dan identitas nasional. 9) Pembelajaran sejarah di SMA/MA lebih menekankan pada perspektif kritis logis dengan pendekatan historis-sosiologis. c. Pembelajaran Sejarah di SMA Berdasarkan buku pegangan guru mata pelajaran sejarah Indonesia sesuai dengan Kurikulum 2013, mata pelajaran sejarah Indonesia tingkat SMA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan untuk: 1) Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta akan tanah air, melahirkan empati dan perilaku toleran yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 2) Menumbuhkan pemahaman siswa terhadap diri sendiri, masyarakat, dan proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang
12
panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang. 3) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya konsep ruang dan waktu dalam rangka memahami perubahan dan keberlanjutan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia. 4) Mengembangkan kemampuan berpikir historis (historical thinking) yang menjadi dasar untuk kemampuan berpikir logis, kreatif, inspiratif, dan inovatif. 5) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan siswa terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau. 6) Mengembangkan perilaku yang didasarkan pada nilai dan moral yang tercermin pada karakter diri, masyarakat dan bangsa. 7) Menanamkan sikap berorientasi ke masa depan. Pembelajaran sejarah berfungsi untuk menyadarkan siswa akan adanya proses perubahan dan perkembangan masyarakat dalam dimensi waktu dan untuk membangun perspektif serta kesadaran sejarah dalam menemukan, memahami dan menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu, masa kini, dan masa depan di tengah-tengah perubahan dunia (Agung S. & Wahyuni, 2013: 56).
2. Model Pembelajaran Probing Prompting a. Model Pembelajaran Menurut Trianto (2012: 21) “secara kaffah model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan sesuatu hal”. Pengertian model menurut Anitah (2009: 45) adalah “suatu kerangka berfikir yang diapai sebagai panduan untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan tertentu”. Soekamto, dkk dalam Trianto (2012: 22) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
13
untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Joyce dan Weil mendiskripsikan model pengajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, mendesai materi-materi instruksional, dan memandu proses pengajaran di ruang kelas atau di setting yang berbeda. Models of Teaching are really models of learning. As we helps students acquire information, ideas, skills, values, ways of thinking, and means of expressing themselves, we are also teaching them how to learn. In fact the most important long term outcome of instrucyion may be the students increased capabilities to learn more easily and effectively in the future, both because of the knowledge and skills they have acquired and because they have mastered learning processes (Joyce & Weill, 2009: 7) Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur. Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah: 1) Rasional
teoritis
logis
yang
disusun
para
pencipta
atau
pengembangnya; 2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); 3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan 4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Kardi & Nur, 2000: 9) Sedangkan menurut Rusman (2012: 136) model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut, 1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis.
14
2) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berfikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berfikir induktif. 3) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas. 4) Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: urutan langkahlangkah pembelajaran (syntax), adanya prinsip-prinsip reaksi, sistem sosial, sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran. 5) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut meliputi: (1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur dan (2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang. 6) Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya. Menurut Rusman (2012: 133) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan guru dalam memilih model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, yaitu “(1) pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai; (2) pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran; (3) pertimbangan dari sudut peserta didik dan siswa; dan (4) pertimbangan lainnya yang bersifat non teknis”. b. Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif (Cooperativ learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2008: 35). Menurut Rusman pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen (2012: 202).
15
Menurut Roger dan David Johnson (Lie, 2008) dalam Rusman (2012: 212) ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif, yaitu sebagai berikut: 1) Prinsip ketergantungan positif (positive interdepence), yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan. 2) Tanggung jawab perorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut. 3) Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain. 4) Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitu melatih siswa untuk dapat berpastisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran. 5) Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Selain lima unsur penting yang terdapat dalam model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran ini juga mengandung prinsip-prinsip yang membedakan dengan model pembelajaran lainnya. Konsep utama dari belajar kooperatif menurut Slavin (1995) dalam Trianto (2012:61), adalah sebagai berikut: 1) Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan.
16
2) Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain. 3) Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah sama-sama tertantang untuk melakukan yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat ternilai. Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif menurut Rusman (2012: 212) “pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu (1) penjelasan materi, (2) belajar kelompok, (3) penilaian, dan (4) pengakuan tim”. c. Model Pembelajaran Probing Prompting Learning Pembelajaran model probing prompting merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Menurut arti katanya, probing adalah penyelidikan, pemeriksaan dan prompting adalah mendorong atau menuntun. Penyelidikan atau pemeriksaan bertujuan untuk memperoleh sejumlah informasi yang telah ada pada diri siswa agar dapat digunakan untuk memahami pengetahuan atau konsep baru. Pembelajaran probing prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan tiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari (Suherman, 2008). Selanjutnya siswa mengkonstruksi konsep dan aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan. Pembelajaran probing prompting sangat erat kaitannya dengan pertanyaan. Pertanyaan yang dilontarkan pada saat pembelajaran ini disebut probing question. Probing question adalah pertanyaan yang
17
bersifat menggali untuk mendapatkan jawaban lebih lanjut dari siswa yang bermaksud untuk mengembangkan kualitas jawaban, sehingga jawaban berikutnya lebih jelas, akurat serta beralasan (Suherman, 2001: 160). Probing question dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih memahami secara mendalam suatu masalah hingga mencapai suatu jawaban yang dituju. Proses pencarian dan penemuan jawaban atas masalah tersebut peserta didik berusaha menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimilikinya dengan pertanyaan yang akan dijawab. Model pembelajaran ini menggunakan tanya jawab yang dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus ikut berpartisipasi aktif, sehingga siswa tidak dapat menghindar dari proses pembelajaran, karena setiap saat siswa dapat dilibatkan dalam proses tanya jawab. Proses
pembelajaran
dengan
model
pembelajaran
probing
prompting, akan terjadi suasana tegang di dalam kelas namun, suasana tegang demikian bisa dikurangi dengan guru memberi serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, dan nada yang lembut. Pembelajaran harus disertai dengan canda, senyum dan tertawa sehingga menjadi nyaman, menyenangkan dan ceria. Perlu diingat bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah ciri siswa sedang belajar dan telah berpartisipasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Priatna dalam (Sudarti, 2008) menyimpulkan bahwa proses probing dapat mengaktifkan siswa dalam belajar yang penuh tantangan, membutuhkan konsentrasi dan keaktifan sehingga aktivitas komunikasi cukup tinggi. Selanjutnya, perhatian siswa terhadap pembelajaran yang sedang dipelajari cenderung lebih terjaga karena siswa selalu mempersiapkan jawaban sebab mereka harus siap jika tiba-tiba ditunjuk oleh guru. Terdapat dua aktivitas siswa yang saling berhubungan dalam pembelajaran probing prompting, yaitu aktivitas siswa yang meliputi aktivitas berfikir dan aktivitas fisik yang berusaha membangun
18
pengetahuannya, serta aktivitas guru yang berusaha membimbing siswa dengan menggunakan sejumlah pertanyaan yang memerlukan pemikiran tingkat rendah sampai pemikiran tingkat tinggi (Suherman, 2001: 55). Langkah-langkah
pembelajaran
probing
prompting
menurut
Sudarti (2008) dijabarkan melalui tujuh tahapan teknik probing yang dikembangkan dengan prompting adalah sebagai berikut: a. Siswa dihadapkan pada situasi baru, misalkan dengan memperhatikan gambar atau situasi lainnya yang mengandung permasalahan. b. Guru mengajukan persoalan kepada siswa yang sesuai dengan tujuan pembelajaran atau indikator kepada seluruh siswa. c. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam merumuskannya. d. Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan. e. Jika jawabannya tepat maka guru meminta tanggapan kepada siswa lain tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Namun jika siswa tersebut mengalami kemacetan jawab dalam hal ini jawaban yang diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaian jawab. Lalu dilanjutkan dengan pertanyaan yang menuntut siswa berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, sampai dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan kompetensi dasar atau indikator. Pertanyaan yang dilakukan pada langkah ini sebaiknya diajukan pada beberapa siswa yang berbeda agar seluruh siswa terlibat dalam seluruh kegiatan probing prompting. f. Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk lebih menekankan bahwa indikator tersebut benar-benar telah dipahami oleh seluruh siswa.
19
Tabel 2.1 Sintak/langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan model Probing Prompting Learning Tahap
Sintak Model Probing Prompting Learning
Pendahuluan
Inti
Fase 1 Siswa dihadapkan pada situasi baru
Fase 2 Guru mengajukan persoalan
Kegiatan Pembelajaran
1. Mengawali pembelajaran dengan berdoa dan memberi salam 2. Mempersiapkan kelas agar lebih kondusif untuk memulai proses KBM (kerapian, kebersihan kelas, menyediakan media dan alat serta buku yang diperlukan) 3. Memantau kehadiran dengan melakukan presensi siswa 4. Mengulas materi minggu lalu dan mengajukan pertanyaan tentang materi yang terkait dengan materi yang akan disampaikan 5. Memberikan motivasi yang masih berhubungan dengan materi pembelajaran 6. Menyampaikan topik pembelajaran pada hari ini 7. Menyampaikan indikator pencapaian kompetensi Mengamati: 1. Guru menampilkan dan menjelaskan sekilas materi tentang teori-teori dan saluran-saluran masuknya Islam ke Indonesia dengan media adobe flash. 2. Siswa memperhatikan penjelasan guru dan media yang digunakan guru. Menanya: 1. Guru membuka kesempatan secara luas kepada siswa untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, dibaca, dan disimak. 2. Siswa mengajukan pertanyaanpertanyaan yang terkait dengan penjelasan guru. Mengumpulkan Informasi: 1. Mempersiapkan diskusi dengan cara siswa dibagi dalam 8 kelompok, yang akan mendiskusikan permasalahan yang
20
Fase 3 Siswa merumuskan jawaban melalui diskusi
Fase 4 Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan Fase 5 Guru meminta tanggapan kepada siswa lain Penutup
Fase 6 Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda
sama yaitu: “Alasan Agama Islam mudah diterima masyarakat di Nusantara” 2. Siswa mencari sumber dari buku dan internet untuk melengkapi informasi yang diperlukan Mengasosiasi: 1. Siswa menganalisis data yang dikumpulkan 2. Siswa menghubungkan informasi yang terkait dalam rangka menemukan kebenaran dari beberapa informasi dengan melakukan 1 kali diskusi. Mengkomunikasikan: 1. Hasil diskusi masing-masing kelompok dituangkan dalam laporan tertulis. 2. Salah satu atau dua kelompok mempresentasikan hasil diskusi dalam diskusi kelas. 3. Siswa yang lain memberikan tanggapan atau pertanyaan terhadap hasil diskusi kelompok yang melakukan presentasi. 4. Menyimpulkan hasil diskusi. 5. Mengumpulkan hasil diskusi 1. Guru bersama siswa secara bersamasama membuat kesimpulan materi pembelajaran 2. Guru melakukan evaluasi untuk mengukur ketercapian pembelajaran 3. Guru bersama siswa melakukan refleksi tentang pelaksanaan pembelajaran. 4. Guru menyampaikan tugas individu yaitu siswa membuat peta jejak masuknya agama Islam ke Indonesia. 5. Guru menyampaikan materi yang akan dibahas pada pertemuan yang akan datang 6. Kegiatan diakhiri dengan salam
3. Media Pembelajaran Adobe Flash a. Pengertian Media Pembelajaran Gerlach and Ely dalam Arsyad (2005: 3), mengemukakan bahwa “media adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi
21
yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap”. Gerlach & Ely (1980) dalam Anitah (2009: 5) menjelaskan pula bahwa media adalah grafik, fotografi, elektronik, atau alat-alat mekanik untuk menyajikan, memproses, dan menjelaskan informasi lisan atau visual. Menurut Anitah (2009: 5) “media adalah setiap orang, bahan alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap”. Dengan pengertian itu, maka guru atau dosen, buku ajar, serta lingkungan adalah media. Setiap media merupakan sarana untuk menuju ke suatu tujuan. Scram dalam Rusman (2012: 159) mendefinisikan “media sebagai teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Media adalah alat bantu yang dapat memudahkan suatu pekerjaan”. Dalam pembelajaran media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Sejalan dengan pandangan Heinich dalam Rusman (2012: 159) menjelaskan bahwa “media merupakan alat saluran komunikasi”. Arsyad (2005: 4) mengemukakan media pembelajaran sebagai berikut: Batasan medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Jadi televisi, film, foto, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan dan sejenisnya adalah media komunikasi. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan intruksional atau mengandung maksud-maksud pembelajaran maka media itu disebut media pembelajaran. Jadi media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai perantara untuk menyampaikan pesan (materi pembelajaran) dari guru (komunikator) ke siswa (komunikan) sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar. Salah satu gambaran yang sering dijadikan acuan landasan teori penggunaan media dalam proses pembelajaran adalah kerucut pengalaman Dale dalam Sudjana dan Rivai (1989: 76). Dari kerucut pengalaman ini
22
dapat dibagi menjadi tiga tingkatan pengalaman dalam belajar. Hasil belajar seseorang dimulai dari tingkat kongkret (pengalaman langsung), melalui benda tiruan atau pengganti benda nyata, sampai pada lambang verbal atau abstrak. Perlu diingat bahwa pengembangan kerucut pengalaman
Dale
bukanlah
berdasarkan
tingkat
kesulitan
dari
pembelajaran, melainkan tingkat keabstrakan dan jenis indra yang ikut serta dalam penerimaan pesan pembelajaran. Berikut disajikan bagan kerucut pengalaman Edgar Dale:
Gambar 2.1 Bagan Kerucut Pengalaman Edgar Dale (1989: 76) Kerucut pengalaman ini menjelaskan posisi media berada di tengah–tengah, sehingga media cukup membantu proses pembelajaran. Media dapat menampilkan simulasi peristiwa atau kejadian baik dari obyek nyata maupun obyek yang bersifat abstrak. Meskipun fungsi media dalam proses pembelajaran cukup membantu, akan lebih baik bila seorang guru merencanakan pembelajaran untuk siswa dimulai berfikir dari bawah ke atas, yakni dimulai dari pengalaman langsung. b. Fungsi Media Pembelajaran Hamdani mengemukakan bahwa dalam proses pembelajaran, media memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari sumber (guru) menuju penerima (siswa) (2011: 244). Fungsi media dalam proses pembelajaran dapat ditunjukan pada gambar berkut:
23
Guru
Media
Pesan
Siswa
Gambar 2.2 Fungsi Media Pembelajaran (Hamdani, 2011:244) Media pembelajaran mempunyai fungsi yang sangat strategis dalam pembelajaran. Secara umum menurut Hamdani (2011: 246) media pembelajaran memiliki beberapa fungsi diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Menyaksikan benda yang ada atau peristiwa yang terjadi pada masa lampau. 2) Mengamati benda atau peristiwa yang sukar dikunjungi baik karena jaraknya jauh, berbahaya, atau terlarang. 3) Memperoleh gambaran yang jelas tentang benda atau hal-hal yang sukar diamati secara langsung karena ukurannya terlalu besar atau terlalu kecil. 4) Mendengar suara yang sukar ditangkap dengan telinga secara langsung. 5) Mengamati dengan teliti binatang-binatang yang sukar ditangkap. 6) Mengamati peristiwa-peristiwa yang jarang terjadi atau berbahaya untuk didekati. 7) Mengamati dengan jelas benda-benda yang mudah rusak atau sukar diawetkan. 8) Dengan mudah membandingkan sesuatu. 9) Dapat melihat secara cepat suatu proses yang berlangsung secara lambat. 10) Dapat melihat secara lambat gerakan-gerakan yang berlangsung secara cepat. 11) Mengamati gerakan-gerakan mesin atau alat yang diamati secara langsung. 12) Melihat bagian-bagian yang tersembunyi dari suatu alat.
24
13) Melihat ringkasan dari suatu rangkaian pengamatan yang panjang atau lama. 14) Dapat menjangkau audien yang besar jumlahnya dan mengamati suatu objek secara serempak. 15) Dapat belajar sesuai dengan kemampuan, minat dan temponya masingmasing. Ada beberapa fungsi media pembelajaran dalam pembelajaran menurut Rusman (2012: 162) diantaranya: 1) Sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran. 2) Sebagai komponen dalam sub sistem materi pembelajaran. 3) Sebagai pengarah dalam pembelajaran. 4) Sebagai permainan atau pembangkit perhatian dan motivasi siswa. 5) Menghasilkan hasil dan proses pembelajaran. 6) Mengurangi terjadinya verbalitas. 7) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indra. Manfaat media pembelajaran dalam proses pembelajaran menurut Rusman (2012: 164), yaitu: 1) Untuk mewujudkan situasi pembelajaran yang efektif 2) Penggunaan
media
merupakan
bagian
integral
dalam
sistem
mencapai
tujuan
pembelajaran. 3) Media
pembelajaran
penting
dalam
rangak
pembelajaran. 4) Penggunaan media dalam pembelajaran adalah untuk mempercepat proses pembelajaran dan membantu siswa dalam upaya memahami materi yang disajikan oleh guru dalam kelas. 5) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru tetapi juga kativitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain. c. Ciri-ciri Media Pembelajaran Tiga ciri-ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa saja yang dapat dilakukan oleh media yang mungkin
25
guru tidak mampu melakukannya (Gerlach dan Ely dalam Hamdani, 2011: 244) adalah sebagai berikut: 1) Kemampuan Fiksatif Artinya dapat menangkap, menyimpan dan menampilkan kembali suatu objek atau kejadian. 2) Kemampuan Manipulatif Artinya media dapat menampilkan kembali objek atau kejadian dengan berbagai perubahan atau manipulasi sesuai keperluan. 3) Kemapuan Distributif Artinya media mampu menjangkau audien yang besar jumlahnya dalam satu kali penyajian serempak. d. Prinsip Media Pembelajaran Dalam menentukan maupun memilih media pembelajaran, seorang guru harus mempertimbangkan beberapa prinsip sebagai acuan dalam mengoptimalkan pembelajaran. Prinsip penggunaan media pembelajaran menurut Hamdani (2011: 255) di antaranya: 1) Efektivitas Media pembelajaran harus tepat guna untuk membentuk kompetensi secara optimal. 2) Relevansi Kesesuaian media pembelajaran dengan tujuan, karakteristik materi pembelajaran, potensi dan perkembangan siswa dengan waktu yang tersedia. 3) Efisien Pemilihan media pembelajaran harus memperhatikan kehematan biaya, tenaga, dan waktu tetapi dapat menyampaikan inti pesan. 4) Dapat digunakan Media pembelajaran harus dapat diterapkan dalam pembelajaran, sehingga dapat menambah pemahaman siswa dan meningkatkan kualitas pembelajaran.
26
5) Kontekstual Pemilihan dan penggunaan media pembelajaran harus mengedepankan aspek lingkungan sosial budaya dan life skill siswa. Proses pembelajaran dapat berhasil dengan baik apabila siswa dapat diajak untuk memanfaatkan semua panca inderanya. Kurang lebih 80% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indera pandang, dan hanya 15 % diperoleh melalui indera dengar, sedangkan 5% lagi dari indera yang lainnya. e. Jenis-Jenis Media Pembelajaran Ada beberapa jenis media pembelajaran, berikut ini merupakan pembagian media pembelajaran menurut Hamdani (2011: 244): 1) Media audio, yaitu media yang hanya dapat didengar atau yang memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara. 2) Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat dan tidak mengandung unsur suara, seperti gambar, lukisan, foto dan sebagainya. 3) Media audio visual, yaitu media yang mengandung unsur suara dan juga memiliki unsur gambar yang dapat dilihat, seperti rekaman, video, film, dan sebagainya. 4) Orang (people), yaitu orang yang menyimpan informasi. Pada dasarnya setiap orang bisa berperan sebagai sumber belajar tetapi secara umum dapat dibagi menjadi kelompok, yaitu: a) orang yang didesain khusus sebagai sumber belajar utama yang dididik secara professional, seperti guru, instruktur, konselor, widyaswara dan lainlain dan b) orang yang memiliki profesi selain tenaga yang berada di lingkungan pendidikan, seperti dokter, atlet, pengacara, arsitek, dan sebagainya. 5) Bahan (materials), yaitu suatu format yang digunakan untuk menyimpan pesan pembelajaran seperti buku paket, alat peraga, transparansi, film, slide, dan sebagainya. 6) Alat (device), yaitu benda-benda yang berbentuk fisik sering disebut dengan perangkat keras yang berfungsi untuk menyajikan bahan
27
pembelajaran seperti computer, radio, televise, VCD/DVD, dan sebagainya. 7) Teknik (technic), yaitu cara atau prosedur yang digunakan orang dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran seperti ceramah, diskusi, seminar, simulasi, permainan dan sejenisnya. 8) Latar (setting), yaitu lingkungan yang berada di dalam sekolah maupun di luar sekolah, baik yang sengaja dirancang maupun yang tidak secara khusus disiapkan untuk pembelajaran. Media pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jenis media pembelajaran multimedia karena media adobe flash menggabungkan dari berbagai jenis media dari audio, visual, maupun audio visual sehingga membentuk suatu keterpaduan yang mempermudah dalam penyampaiannya. f. Media Pembelajaran Adobe Flash Media pembelajaran adobe flash merupakan salah satu jenis dari media pembelejaran multimedia interaktif. Menurut Anitah (2009:184) media interaktif yaitu suatu sistem penyajian pelajaran dengan visual, suara, dan materi video, disajikan dengan kontrol computer sehingga pebelajar tidak hanya dapat melihat dan mendengar gambar dan suara, tetapi juga memberi respon aktif. Awalnya nama dari adobe flash adalah macromedia flash, penggantian nama menjadi adobe flash dikarenakan aplikasi ini telah dibeli oleh perusahaan adobe kemudian nama untuk aplikasi ini pun diganti menjadi adobe flash. Menurut Panduan Macromedia flash (2004:1) mengartikan “macromedia flash sebagai sebuah program yang fleksibel untuk pembuatan animasi”. Aplikasi ini digunakan untuk membuat animasi interaktif atau non-interaktif yang dituangkan dalam animasi gerak maupun visual. Adobe flash membantu seseorang memberikan informasi kepada pihak lain secara interaktif. Seseorang dapat memberikan informasi secara efektif kepada audien karena audien dapat melihat spesifikasi benda atau fenomena yang dijelaskan. Hasil dari aplikasi ini
28
akan optimal jika didukung oleh kreativitas pembuatnya. Sedangkan menurut Hakim (2004:1) menjelaskan bahwa “flash merupakan program animasi professional yang mudah digunakan dan sangat berdaya guna untuk membuat animasi yang sederhana sampai animasi kompleks”. Flash mempunyai banyak fasilitas yang sangat berdaya guna, tetapi mudah digunakan seperti membuat interface atau form menggunakan drag and drop. Flash menggunakan grafik berbasis vector jadi aksesnya terlihat halus pada skala resolusi layar berapapun. Keunggulan adobe flash dibandingkan dengan program lain yang sejenis antara lain yaitu: 1) Dapat membuat tombol interaktif dengan sebuah movie atau objek lain. 2) Dapat membuat transparasi warna dalam movie. 3) Membuat perubahan animasi dari satu bentuk ke bentuk lain. 4) Dapat membuat gerakan animasi dengan mengikuti alur yang telah ditetapkan. 5) Dapat dikonversi dan dipublikasi ke dalam beberapa tipe di antaranya .swf, .html, .gif, .jpg, .png, .exe, .mov. Alasan pemilihan mengguanakan media pembelajaran adode flash dalam pembelajaran sejarah karena adobe flash merupakan media interaktif yang dapat menyajikan materi secara visual maupun audio, sedangkan pembelajaran sejarah mengkaji peristiwa yang telah terjadi yang tidak mungkin dapat dilihat langsung oleh siswa, sehingga penggunaan media adobe flash dapat menyajikan video peristiwa yang telah terjadi disertai materi sesuai indikator pembelajaran. Adobe flash merupakan media pembelajaran yang inovatif, interaktif, dan menarik sehingga akan mampu meningkatkan ketertarikan siswa dalam belajar sejarah. Selain itu media adobe flash merupakan salah satu media pembelajaran yang dapat disisipkan evaluasi pembelajaran disetiap materinya sehingga siswa dapat mengukur ketercapaian belajarnya di setiap materi.
29
4. Kemampuan Berfikir Kritis a. Pengertian Kemampuan Berfikir Kritis Johnson (201: 183) memaknai berpikir kritis sebagai proses terarah dan jelas dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis adalah kemampuan berpendapat dengan cara terorganisasi dan mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dari pendapat orang lain. Menurut Mayer (1986) berfikir kritis selalu dimulai dengan masalah dan berakhir dengan solusi/jawaban. Sedangkan Moore dan Parker (2000) berpendapat bahawa berfikir kritis adalah ketetapan yang hati-hati dan tidak tergesa-gesa untuk apakah kita sebaiknya menerima, menolak atau menagguhkan penilaian terhadap suatu pernyataan, dan tingkat kepercayaan untuk diterima atau ditolak. Sejalan dengan pendapat tersebut Robert H Ennis (2000) mengungkapkan bahwa berfikir kritis adalah berfikir secara reflektif dan masuk akal yang diarahkan pada suatu keputusan apa yang akan dipercaya atau dilakukan (Ahyani, 2013: 100). Kemapuan berfikir kritis juga diartikan sebagai (1) menentukan kredibilitas suatu sumber, (2) membedakan antara yang relevan dengan yang tidak relevan, (3) membedakan fakta dari penilaian, (4) mengidentifikasi mengevaluasi asumsi yang tidak terucapkan, (5) mengidentifikasi bias yang ada, (6) mengidentifikasi sudut pandang, dan (7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan (Beyer, 1985) dalam (Ahyani, 2013: 100-101). Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan berfikir kritis merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam hal memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk,
menganalisis asumsi,
melakukan penelitian ilmiah, dan berpedapat secara terorganisir, kemampuan tersebut dapat dinilai dengan indikator yang telah ditentukan sehingga kemampuan tersebut dapat terus diasah dan dikembangkan.
30
b. Delapan Langkah untuk Menjadi Pemikir Kritis Menurut pendapat Johnson (2011: 192-200) untuk menjadi pemikir kritis sebaiknya melalui tahapan-tahapan sistematis. Menurut beliau ada delapan langkah untuk menjadi pemikir kritis. Kedelapan langkah tersebut disajikan dalam bentuk sebuah pertanyaan karena dengan menjawab pertanyaan, para siswa dilibatkan dalam kegiatan mental yang mereka perlukan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam: 1) Apa sebenarnya isu, masalah, keputusan, atau kegiatan yang sedang dipertimbangkan? Ungkapkan dengan jelas! Sebuah masalah atau isu mustahil bisa diteliti sebelum masalah atau isu tersebut digambarkan dengan jelas. Oleh karena itu, subyek yang akan diteliti harus dijelaskan dengan setepat-tepatnya. 2) Apa sudut pandangnya? Sudut pandang, sudut pribadi yang kita gunakan dalam memandang sesuatu, dapat membutakan kita dari kebenaran. 3) Apa alasan yang diajukan? Sebenarnya kita semua percaya bahwa keyakinan dan tindakan kita didasarkan pada alasan yang masuk akal. 4) Asumsi-asumsi apa saja yang dibuat? Asumsi adalah ide-ide yang kita terima apa adanya. 5) Apakah bahasanya jelas? Pemikir kritis berusaha untuk memahami, dalam mencari makna, mereka sangat memperhatikan kata-kata atau bahasa. 6) Apakah alasan didasarkan pada bukti-bukti yang meyakinkan? Bukti adalah informasu yang akurat dan dapat dipercaya. 7) Kesimpulan apa yang ditawarkan? Setelah
mengumpulkan
memecahkan
masalah,
dan
mengevaluasi
mengembangkan
informasi
sebuah
proyek,
untuk atau
memutuskan sebuag perkara, pemikir kritis mulai merumuskan kesimpulan yang tepat.
31
8) Apakah implikasi dari kesimpulan-kesimpulan yang sudah diambil? Kesimpulan yang menyangkut persoalan pribadi maupun publik hampir selalu memilki efek samping yang tidak diharapkan. c. Ciri-ciri Kemampuan Berfikir Kritis Adapun ciri-ciri berfikir kritis dikemukakan oleh Ferrett, S. (1977) dalam Ahyani (2013: 101), diantaranya suka bertanya, menerima pernyataan dan argumentasi, memiliki rasa ingin tahu, tertarik untuk mendapatkan solusi baru, berkeinginan untuk menguji dan menganalisa fakta yang ada, mampu menyimak dengan hati-hati dan memberikan umpan balik, mencari bukti-bukti, mampu menolak informasi yang dianggap tidak relevan dan tidak benar. Menurut Perkin (1992) dalam Ahyani (2013: 100), berfikir kritis memiliki empat karakter, yaitu (1) bertujuan untuk mencapai penilaian yang kritis terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan kita lakukan dengan alasan logis, (2) memakai standar penilaian sebagai hasil dari berfikir kritis dan membuat keputusan, (3) menerapkan berbagai startegi yang tersusun dan memberikan alasan untuk menentukan dan menerapkan standar, (4) mencari dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang dapat mendukung suatu penilaian. d. Indikator Kemampuan Berfikir Kritis Ennis (1985: 55-56), mengidentifikasikan dua belas indikator berfikir kritis, yang dikelompokan dalam lima besar aktivitas sebagai berikut: 1) Memberikan
penjelasan
sederhana,
yang
berisi
memfokuskan
pertanyaan, menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pernyataan. 2) Membangun ketrampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.
32
3) Menyimpulkan,
yang
terdiri
atas
kegiatan
menginduksi
atau
mempertimbangkan hasil induksi dan membuat serta menentukan nilai pertimbangan. 4) Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi istilah-istilah
dan
definisi
pertimbangan
juga
dimensi,
serta
mengidentifikasi asumsi. 5) Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan berinteraksi dengan orang lain. Peneliti mengambil beberapa indikator berfikir kritis dari Ennis untuk mengukur kualitas penguasaan materi siswa yang akan diukur dengan tes dan kualitas keaktifan siswa di dalam kegiatan diskusi kelas yang akan diukur dengan lembar pengamatan. Indikator yang peneliti gunakan adalah (1) mengkaji materi, (2) menganalisis pertanyaan dan bertanya, (3) mengaitkan peristiwa sejarah dengan kondisi sekarang, dan (4) menyimpulkan.
B. Hasil Penelitian yang Relevan 1. Penelitian yang dilakukan Yulia Kristi Adi, dkk (2014) dengan judul “Studi Komparasi Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Dilengkapi Macromedia Flash dan Handout Terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Materi Koloid Kelas XI di SMA N 1 Karanganyar Tahun Ajaran 2012/2013 dalam jurnal Pendidikan Kimia (JPK)”. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dilengkapi dengan penggunaan macromedia flash memberikan prestasi belajar siswa yang lebih baik dari pada pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) yang dilengkapi dengan penggunaan handout dalam pembelajaran kimia materi koloid. Hal ini dibuktikan dengan hasil perhitungan menggunakan uji t-pihak kanan dengan taraf signifikan 5%. Dimana hasil uji t-pihak kanan untuk prestasi belajar kognitif diperoleh thitung = 2,67 > ttabel = 1,67 dan untuk
33
prestasi belajar afektif diperoleh thitung = 3,30 > ttabel = 1,67 sehingga Ho ditolak. Relevansi penelitian tersebut dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran kooperatif namun dengan tipe yang berbeda dan sama-sama menggunakan media pembelajaran dengan program flash. Perbedaannya penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen yang dilakukan pada pelajaran biologi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) terhadap prestasi belajar siswa, sedangkan penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian tindakan kelas pada pelajaran sejarah yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe probing prompting untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Indra Sakti, dkk (2012) yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) melalui Media Animasi Berbasis Macromedia Flash terhadap Minat Belajar dan Pemahaman Konsep Fisika Siswa di SMA Plus Negeri 7 Kota Bengkulu”. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada pengaruh model pembelajaran langsung (Direct Instruction) melalui media animasi berbasis Macromedia Flash terhadap pemahaman konsep fisika secara signifikan dengan thitung 4,087 > t tabel 1,988 pada taraf signifikan 95% dan ada pengaruh model pembelajaran langsung (Direct Instruction) melalui media animasi berbasis Macromedia Flash terhadap minat belajar siswa secara signifikan dengan t hitung 12,259 > t tabel 1,988 pada taraf signifikan 95%. Relevansi penelitian tersebut dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah sama-sama menggunakan media pembelajaran dengan program flash. Perbedaannya penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran langsung terhadap minat belajar dan pemahaman konsep Fisiska, sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti merupakan jenis penelitian tindakan kelas
yang
menggunakan model pembelajaran probing prompting untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis dalam pembelajaran sejarah.
34
3. Penelitian yang dilakukan oleh Putunda Al Arif Hidayatullah, dkk (2014) yang berjudul “Pengaruh Model Probing-Prompting Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Kelas V”. Hasil
penelitian
ini
menunjukan
bahwa
terdapat
perbedaan
kemampuan berpikir kritis IPA yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model Probing-Promting dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Rata-rata skor kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan dengan model Probing Promting adalah 58,70 tergolong kriterian tinggi. Rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan model konvensional adalah 44,58 yang berada pada kategori sedang, dan thitung = 5,11, ttabel = 2,021 pada taraf signifikan 5%. Hal ini berarti bahwa thitung>ttabel. Jadi model Probing Promting berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis IPA di kelas V gugus Singasari kecamatan Pekutatan. Relevansi penelitian tersebut dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah sama-sama menggunakan model probing prompting untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa. Perbedaannya penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang tidak menggunakan media flash dan dilakukan pada pelajaran IPA kelas V, sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan merupakan jenis penelitian tindakan kelas yang menggunakan media flash dan dilakukan pada pelajaran Sejarah kelas X. 4. Penelitian yang dilakukan oleh I Wyn. Eka Swarjana, dkk (2013) yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Probing Prompting terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V di SD Negeri 1 Sebatu”. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA siswa kelas V di SD Negeri 1 Sebatu tahun pelajaran 2012/2013 antara siswa yang belajar dengan model probing prompting dan siswa yang belajar dengan model konvensional. Perbedaan yang signifikan ini membuktikan bahwa penerapan model pembelajaran probing prompting lebih berpengaruh baik terhadap hasil belajar IPA siswa dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.
35
Relevansi penelitian tersebut dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah sama-sama menggunakan model probing prompting. Perbedaannya penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen tanpa menggunakan media flash dan untuk meningkatkan hasil belajar IPA kelas V, sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan merupakan jenis penelitian tindakan kelas yang menggunakan media flash untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa kelas X. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Lukas Nana Rosana (2014) yang berjudul “Pengaruh Metode Pembelajaran dan Kemampuan Berfikir Kritis Terhadap Hasil Belajar Sejarah Siswa”. Hasil penelitian ini menunjukan (1) hasil belajar sejarah antara siswa yang diberikan metode pembelajaran kooperatif model mencari pasangan lebih tinggi dari siswa yang diberikan metode pembelajaran konvensional; (2) terdapat pengaruh interaksi antara metode pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis terhadap hasil belajar sejarah siswa; (3) hasil belajar sejarah siswa yang diberikan metode pembelajaran kooperatif model mencari pasangan dengan kemampuan berpikir kritis tinggi lebih tinggi dari siswa yang diberikan metode pembelajaran konvensional dengan kemampuan berpikir kritis tinggi; (4) hasil belajar sejarah siswa yang diberikan metode pembelajaran kooperatif model mencari pasangan dengan kemampuan berpikir kritis rendah lebih rendah dari siswa yang diberikan metode pembelajaran konvensional dengan kemampuan berpikir kritis rendah. Relevansi penelitian tersebut dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran kooperatif terhadap kemampuan berfikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah di SMA. Perbedaan penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen dengan menggunakan model pembelejaran kooperatif tipe mencari pasangan tanpa menggunakan media flash, sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan merupakan penelitian tindakan kelas menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe probing prompting dan media flash.
36
C. Kerangka Berfikir Pembelajaran adalah suatau proses rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa yang difasilitasi dengan penggunaan model dan media pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa. Pembelajaran yang efektif harus direncanakan dengan baik sehingga dapat memberi timbal balik bagi pelaksana pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa perlu terlibat aktif sehingga kemampuan berfikir kritis siswa akan meningkat. Melalui peningkatan kemampuan berfikir kritis, siswa dapat mengetahui kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar. Guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran berusaha berinteraksi dengan siswa melalui penggunaan model dan media pembelajaran yang dapat mempengaruhi dan meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa. Model dan media pembelajaran yang berpusat pada guru sangat kurang berpengaruh dalam peningkatan kemampuan berfikir kritis siswa. Guru harus melibatkan siswa berperan aktif dan kreatif dalam penggunaan model dan media pembelajaran di dalam kelas, sehingga guru perlu menggunakan model dan media pembelajaran yang sesusai agar siswa dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa. Dalam kasus ini peneliti ingin menggunakan model probing prompting learning dan media adobe flash dalam upaya meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa. Dari alur penalaran di atas, maka dapat digambarkan kerangka berfikir sebagai berikut:
37
Kondisi awal
Model pembelajaran yang digunakan masih berpusat pada guru dan masih menggunakan media pembelajaran yang sederhana.
Kemampuan berfikir kritis siswa rendah
Tindakan
Upaya perbaikan dengan menggunakan model probing prompting learning dan media adobe flash
Partisipasi siswa dalam pembelajaran meningkat
Kondisi akhir
Pembelajaran bervariasi dengan menggunakan model probing prompting learning dan media adobe flash dapat mendorong siswa untuk berfikir kritis dalam pembelajaran
Kemampuan berfikir kritis siswa meningkat
Gambar 2.3 Skema Kerangka Berfikir D. Hipotesis Penelitian Pengimplementasian model probing prompting learning dan media adobe flash dalam pembelajaran sejarah dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa kelas X MIA 2 SMA Negeri 4 Surakarta tahun ajaran 2015/2016.