7 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1.
Vocabulary Bahasa Inggris tentang Healthy habits dan At the school Kelas V SD a. Karakteristik Siswa Kelas V SD Siswa adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu (UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (4)). Piaget (Mulyani & Syaodih, 2011: 1.15) mengungkapkan bahwa perkembangan kognitif anak dibagi menjadi empat tahap yaitu, (1) tahap sensori motorik (umur 0-2 tahun) ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi langkah, (2) tahap praoperasional (umur 2-7 tahun) ciri perkembangannya pada penggunaan simbol atau bahasa tanda, (3) tahap operasional konkret (umur 7-11 tahun) ciri perkembangannya anak sudah mulai menggunakan aturan yang jelas dan logis yang ditandai adanya reversible dan kekekalan, (4) tahap operasional formal (umur 11-15 tahun) ciri perkembangannya anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis. Perkembangan anak pada periode sekolah dasar menurut Buhler (Sobur, 2013: 132) yaitu anak mencapai objektivitas tertinggi atau dapat disebut sebagai masa menyelidik, mencoba, dan bereksperimen yang distimulasi oleh dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar. Masa ini merupakan masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan eksplorasi. Pada masa ini anak mulai menemukan diri sendiri atau secara tidak sadar mulai berfikir tentang diri pribadi. Anak SD juga memiliki karakteristik yang khas. Sumantri dan Syaodih (2006: 6.3) menyatakan bahwa karakteristik anak sekolah dasar yaitu senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, serta senang melakukan dan memperagakan secara langsung.
7
8 Berdasarkan dari ketiga pendapat, dapat disimpulkan bahwa perkembangan intelektual siswa kelas V pada usia 7-11 tahun, berada pada tingkat perkembangan operasional konkret. Pada tahap ini, umumnya siswa sudah bisa berpikir secara logis. Siswa berpikir atas dasar pengalaman yang nyata, pernah dilihat atau dialaminya. Siswa hendaknya diberi kesempatan untuk terlibat aktif dan mendapatkan pengalaman langsung untuk menemukan sendiri pengetahuan mereka. Perkembangan siswa kelas V SDN II Logandu sesuai dengan perkembangan anak pada umumnya. Siswa kelas V SDN II Logandu berada pada tingkat perkembangan operasional konkret yaitu dengan kisaran umur 9-12 tahun. Dalam diri siswa sudah timbul keinginan untuk mencoba hal-hal yang baru, yang distimulasi oleh dorongan-dorongan rasa ingin tahu yang besar serta sudah dapat berpikir logis. Karakteristik tersebut sangat cocok dengan metode Total Physical Response yang mengajak siswa untuk mempunyai pengalaman yang nyata, yaitu dengan mencoba hal-hal yang baru dan memperagakan hal-hal yang dipelajari serta dilihatnya. Metode Total Physical Response mendorong siswa untuk menjadi lebih aktif, percaya diri, dan termotivasi
dalam
belajar. Dengan demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir sendiri, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu mempertanggung jawabkan pemikirannya secara rasional. b. Konsep Bahasa Inggris 1) Hakikat Bahasa Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (2013: 1) berpendapat, “Bahasa adalah sarana komunikasi antar anggota masyarakat dalam menyampaikan ide dan perasaan secara lisan atau tulis.” Bahasa yang baik dikembangkan oleh pemakainya berdasarkan kaidah-kaidahnya yang tertata dalam suatu sistem. Izzan
(2010: 1) berpendapat, “Bahasa adalah perkataan-
perkataan yang diucapkan atau ditulis”, digunakan untuk berkomunikasi bagi manusia. Nuswantoro (2013: 11) mengungkapkan bahwa bahasa
9 adalah salah satu alat komunikasi secara lisan dan tertulis. Departemen Pendidikan Nasional (2014: 116) menyatakan bahwa bahasa /ba·ha·sa/ merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri,
atau percakapan (perkataan) yang baik,
tingkah laku yang baik, dan sopan santun. Jadi, berdasarkan keempat pendapat tentang pengertian bahasa dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah alat komunikasi baik disampaikan secara lisan (berbicara) maupun tertulis. Bahasa pada dasarnya adalah bahasa lisan (berbicara), adapun menulis adalah bentuk bahasa kedua. Dengan kata lain bahasa itu adalah ucapan dan tulisan merupakan lambang bahasa. 2) Bahasa Inggris Riyanto (2015: 6) menyatakan bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa asing pertama yang diajarkan di Indonesia yang dianggap penting dengan tujuan menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, serta hubungan internasional. Jodih Rusmajadi (Nuswantoro, 2013: 11) menyatakan bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa yang telah mendunia atau digunakan secara internasional. Dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 37 (Ayat 1) menyatakan bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang sangat penting kegunaannya dalam pergaulan global. Agustina (2012: 1) menyatakan bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa asing yang diajarkan di sekolah-sekolah atau madrasah mulai dari tingkat sekolah dasar, ibtidaiyah, hingga tingkat perguruan tinggi. Jadi, berdasarkan keempat pendapat tentang pengertian bahasa Inggris dapat disimpulkan bahwa bahasa Inggris adalah bahasa kedua yang bertujuan menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, serta bahasa untuk berkomunikasi secara
10 internasional yang diajarkan di sekolah-sekolah dimulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. 3) Tujuan Mata Pelajaran Bahasa Inggris Departemen Pendidikan Nasional (2008: 62) menyatakan bahwa mata pelajaran bahasa Inggris pada Sekolah Dasar bertujuan agar siswa mempunyai
kemampuan
sebagai
berikut,
(a)
mengembangkan
kompetensi berkomunikasi dalam bentuk lisan secara terbatas untuk mengiringi tindakan (language accompanying action) dalam konteks sekolah, (b) memiliki kesadaran tentang hakikat dan pentingnya bahasa Inggris untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam masyarakat global. Dalam kurikulum KTSP 2006 mata pelajaran bahasa Inggris diarahkan untuk mengembangkan empat keterampilan berbahasa yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis.
Departemen
Pendidikan Nasional (2008: 5) menyatakan bahwa ada empat kemampuan
penggunaan
bahasa
(literacy),
yaitu
performatif,
fungsional, informasional, dan epistemik. a) Performatif yaitu pada tahap ini siswa mampu membaca, menulis,
dan berbicara dengan simbol-simbol yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks bahasa. Salah satu unsur bahasa yang mempunyai tujuan performatif adalah unsur bahasa vocabulary. b) Fungsional yaitu siswa diharapkan dapat menggunakan bahasa untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. c) Informasional yaitu siswa diharapkan dapat mengakses pengetahuan
dengan kemampuan bahasanya. d) Epistemik
yaitu
siswa
diharap
dapat
menstranformasikan
pengetahuan dalam bahasa tertentu. Kurikulum bahasa Inggris SD ditargetkan untuk mencapai tingkat kemampuan performatif yang artinya siswa mampu membaca dan menulis, dengan kata lain siswa harus mempunyai kemampuan vocabulary yang baik. Lulusan SD ditargetkan dapat berpartisipasi
11 dalam kegiatan kelas, sekolah, maupun lingkungan sekitar dengan cara menggunakan bahasa yang biasa digunakan untuk menyertai tindakan dalam proses belajar. Penekanan pendidikan bahasa Inggris di SD yaitu penguasaan bahasa lisan untuk berinteaksi. Dari uraian tentang tujuan bahasa Inggris dapat disimpulkan bahwa tujuan Mata Pelajaran Bahasa Inggris adalah, (a) siswa mampu membaca, menulis, dan berbicara dengan simbol-simbol yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks bahasa, (b) siswa dapat menggunakan bahasa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, (c) siswa dapat mengakses pengetahuan dengan kemampuan bahasanya, (d) siswa dapat mentranformasikan pengetahuan dalam bahasa tertentu, (e) dengan penguasaan bahasa Inggris maka siswa dapat menjadi generasi intelektual, berwawasan luas, serta memiliki karakter bangsa Indonesia yang kuat sehingga dapat berpartisipasi dalam memajukan bangsa Indonesia. 4) Ruang Lingkup Bahasa Inggris Kelas V Departemen Pendidikan Nasional
(2008: 63) menyatakan
bahwa ruang lingkup bahasa Inggris di SD/MI mencakup kemampuan berkomunikasi lisan secara terbatas dalam konteks sekolah, yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut, (a) mendengarkan, (b) berbicara, (c) membaca, dan (d) menulis. Keterampilan menulis dan membaca diarahkan
untuk
menunjang
pembelajaran
komunikasi
lisan.
Vocabulary mencakup empat keterampilan tersebut, yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan peraturan Mendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang
Standar
Kompetensi
Lulusan
(Departemen
Pendidikan
Nasional, 2008: 17) menyatakan bahwa cakupan bahasa Inggris ada empat aspek yaitu sebagai berikut.
12 a) Mendengarkan Memahami instruksi, informasi, dan cerita sangat sederhana yang disampaikan secara lisan dalam konteks kelas, sekolah, dan lingkungan sekitar. b) Berbicara Mengungkapkan makna secara lisan dalam wacana interpersonal dan transaksional sangat sederhana dalam bentuk instruksi dan informasi dalam konteks kelas, sekolah, dan lingkungan sekitar. c) Membaca Membaca nyaring dan memahami makna dalam instruksi informasi, teks fungsional pendek, dan teks deskriptif bergambar sangat sederhana yang disampaikan secara tertulis dalam konteks kelas, sekolah, dan lingkungan sekitar. d) Menulis Menuliskan
kata, ungkapan, dan teks fungsional pendek sangat
sederhana dengan ejaan dan tanda baca yang tepat. Jadi, pembelajaran bahasa Inggris di SD merupakan mata pelajaran muatan lokal yang berisikan empat keterampilan dasar bahasa Inggris (mendengarkan, berbicara, membaca, menulis) dan bertujuan mengembangkan kompetensi berkomunikasi dalam bentuk lisan yang menyertai tindakan siswa dan menyadari pentingnya bahasa Inggris sebagai bahasa global. 5) Standar Isi Bahasa Inggris Peraturan Mendiknas No 22 Tahun 2006 (Departemen Pendidikan Nasional, 2008: 11) menyatakan bahwa standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah di dalamnya terlampir Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar bahasa Inggris untuk kelas V dalam penelitian semester 2, yaitu sebagai berikut.
13 Tabel 2.1 Standar Isi Mata Pelajaran Bahasa Inggris Kelas V dalam Penelitian Semester 2 Standar Kompetensi Dasar Indikator vocabulary Kompetensi 6.2 Berbicara 6.2 Bercakap-cakap 6.2.1 Mengungkapkan Mengung/mengungkapkan kegiatan olahraga kapkan perasaan yang senam dalam bahasa instruksi dialami seseorang Inggris dan mengungkapkan 6.2.2 Menjelaskan kegiatan informasi masalah olahraga senam sangat kesehatan dan 6.2.3 Mengungkapkan sederhana memberi kegiatan merawat dalam ungkapan simpati tubuh dalam bahasa konteks Inggris sekolah 6.2.4 Menjelaskan kegiatan merawat tubuh 6.2.5 Menyebutkan kosakata perasaan yang dialami seseorang 6.2.6 Menjelaskan arti kosakata perasaan yang dialami seseorang 6.2.7 Menuliskan kalimat sederhana berdasarkan kosakata yang disediakan 6.3 Bercakap-cakap 6.3.1 Mengungkapkan cara untuk meminta meminta bantuan /memberi kepada seseorang. jasa/barang 6.3.2 Memberikan contoh secara berterima cara meminta bantuan yang melibatkan kepada seseorang tindak tutur: 6.3.3 Mengungkapkan cara meminta bantuan, menerima bantuan memberi bantuan, kepada seseorang meminta barang, 6.3.4 Menuliskan kalimat dan memberi berdasarkan kosakata barang yang disediakan 6) Materi Bahasa Inggris British Council (Perwitasari, 2014: 17) menyatakan bahwa materi bahasa Inggris untuk usia SD dari terdiri dari berbagai benda dan kegiatan yang dilakukan siswa usia SD, mulai dari nama hewan-hewan,
14 sayuran, tanda-tanda lalu lintas, hubungan keluarga, bulan, hari, dan lain-lain. Dalam penyajian materi, empat aspek bahasa Inggris yaitu listening, speaking, reading, dan writing diajarkan pada setiap pertemuan yang diajarkan secara terintegrasi. Materi yang dibahas yaitu Helathy habits dan At the school. Mukarto dkk (2007: 62); Kurniawan dkk (2010: 37) menyatakan bahwa materi Healthy habits dan At the School tersebut diuraikan sebagai berikut: a) Lesson 1 tentang Healthy habits
Gambar 2.1 Healthy habits kegiatan olahraga senam dan cara merawat tubuh (1) Let’s listen and do Indikator: 6.2.1 Mengungkapkan kegiatan olahraga senam dalam bahasa Inggris. - Close your eyes
('kləus your 'aiz)
- Wrinkle your face
('riŋkəl your 'feis)
- Lift your left foot
('lift your 'left 'fut)
- Bend your knees
('bend your 'ni:z)
- Touch your toes
('tətʃ your 'təuz)
Indikator: 6.2.2 Menjelaskan kegiatan olahraga senam - Fold your arm, artinya lipat lenganmu - Wiggle your hips, artinya goyangkan pinggulmu - Nod your head, artinya anggukkan kepalamu - Keep your bag straight, artinya luruskan punggungmu (2) Let’s listen and mime Indikator: 6.2.3 Mengungkapkan kegiatan merawat tubuh dalam bahasa Inggris
15 - Wash your face
('wɔʃ your 'feis)
- Comb your hair
('kəum your 'her)
- Brush your teeth
('brəʃ your 'ti:θ)
Indikator: 6.2.4 Menjelaskan kegiatan merawat tubuh - Read the book in the bright place, artinya membaca buku di tempat yang terang - Eat healthy foods, artinya makanlah makanan yang sehat - Cover your nose, artinya tutup hidungmu b) Lesson 2 tentang Healthy habits
Gambar 2.2 Healthy habits perasaan yang dialami seseorang (1) What’s the matter Indikator: 6.2.5 Menyebutkan kosakata perasaan yang dialami seseorang - My finger hurts
(my 'fiŋgə: 'hə:ts)
- I close my eyes
('ai 'kləus my 'aiz)
- I have got a toothache
('ai have got ə toothache)
- I have got a stomachache('ai have got ə stomachache) Indikator: 6.2.6 Menjelaskan arti kosakata perasaan
yang
dialami seseorang - He has got fever , artinya dia (laki-laki) menderita sakit demam - Budi has got influenza, artinya Budi menderita sakit flu (2) Let’s write and practice Indikator: 6.2.6 Menjelaskan arti kosakata perasaan dialami seseorang - My heads hurts, artinya kepalaku terasa sakiti
yang
16 - I have got finger hurts, artinya jariku terluka Indikator: 6.2.7 Menuliskan kalimat sederhana berdasarkan kosakata yang disediakan Make a sentences I, You, We, They, He, She + have/has/ got + (disease). Subject + may not + alasan Example: You have got a footsore. You may not walk around. Artinya, kamu mendapatkan luka di kaki. Kamu tidak boleh berjalan-jalan. c) Lesson 3 tentang At the School
Gambar 2.3 At the school cara meminta dan menerima bantuan seseorang (1) At the school 1 Indikator: 6.3.1 Mengungkapkan cara meminta bantuan kepada seseorang. - Bring these books
('briŋ [th][=e]z 'buk)
- Open the window
('əupən the 'windəu)
- Lend me your pen
('lend me [=u]r 'pen)
- Clean the blackboard
('kli:n the 'blæ,kbɔ:rd)
- Move this table
('mu:v th][i^]s 'teibəl)
Indikator: 6.3.2 Memberikan contoh cara meminta bantuan kepada seseorang Example: Please, take the box to me. Please, pass the eraser (2) At the school 2 (cara meminta bantuan kepada seseorang) Indikator: 6.3.3 Mengungkapkan cara menerima bantuan kepada seseorang
17 Example 1: Anggi: Open the door please! Lisa : Okay. Anggi: Thank you. Example 2: Lili Risa
: Risa trim your uniform : Okey Lili.
Indikator: 6.3.4 Menuliskan kalimat berdasarkan kosakata yang disediakan Example : Talk – line – turn around – write - Please, write your name on your book. - Please, make a line. - Talk with her about your name. c. Vocabulary 1) Pengertian Vocabulary Agustina
(2012:
5)
berpendapat,
“Kosakata
(Inggris:
vocabulary) adalah himpunan kata yang diketahui maknanya dan dapat digunakan oleh seseorang dalam suatu bahasa.” Kosakata seseorang didefinisikan sebagai himpunan semua kata-kata yang dimengerti oleh orang tersebut atau semua kata-kata yang kemungkinan akan digunakan oleh orang tersebut untuk menyusun kalimat baru. Caroline T. Linse (Nuswantoro, 2013: 13) menyatakan bahwa vocabulary is the collection words that an individual knows. Penjelasan tersebut bermakna bahwa vocabulary atau kosakata adalah kumpulan kata-kata yang memiliki arti tertentu. Departemen Pendidikan Nasional (2014: 736) menyatakan bahwa kosakata merupakan perbendaharaan kata. Adiwinata (Rahman, 2014: 686) berpendapat, “Kosakata adalah alat penyalur gagasan yang akan disampaikan kepada orang lain”. Menyadari bahwa kata merupakan alat penyalur gagasan, maka semakin banyak kata dikuasai, maka semakin banyak kata yang sanggup diungkapkan. Kasihani dan Suyanto (Nuswantoro, 2013: 13) menyatakan bahwa kosakata atau
18 vocabulary merupakan kumpulan kata yang dimiliki oleh suatu bahasa yang memberikan makna bila kita menggunakan bahasa tersebut. Penguasaan kosakata merupakan hal yang paling mendasar yang harus dikuasai seseorang dalam pembelajaran bahasa Inggris yang merupakan bahasa asing. Bagaimana seseorang dapat mengungkapkan suatu bahasa apabila ia tidak memahami kosakata dari bahasa tersebut. Apalagi kalau yang dipelajari itu adalah bahasa asing, sehingga penguasaan kosakata bahasa tersebut merupakan sesuatu yang mutlak dimiliki oleh pembelajar bahasa. Berdasarkan kelima pendapat tentang pengertian kosakata, penulis simpulkan bahwa vocabulary (kosakata) adalah himpunan kata dalam suatu bahasa yang diketahui maknanya dan dapat digunakan oleh seseorang. 2) Aspek Vocabulary Redman (Prabayanthi, 2013: 28) menyatakan bahwa aspek vocabulary sebagai berikut, (1) batasan antara arti konseptual, yang artinya tidak hanya mengetahui apa maksud dari suatu kata yang dimaksud, tetapi juga mampu mengetahui di mana batasan tersebut dibedakan dari suatu kata yang mempunyai makna yang mirip, (2) polisemi yaitu membedakan antara beragam makna dari satu kata yang memiliki makna serupa, (3) homonim yaitu membedakan antara banyak makna dari sebuah bentuk kata yang memiliki beberapa makna yang masih berhubungan, (4) homofon yaitu merupakan pemahaman suatu kata yang memiliki pelafalan sama tetapi pengucapan dan makna yang berbeda, (5) sinonim yaitu memberikan pengertian dari suatu kata yang berbeda dengan makna kata yang sama, (6) arti afektif, membedakan makna denotasi dan konotasi yang tergantung dari sikap pembicara atau situasi, (7) style, register, dialek, mampu membedakan tingkatan yang berbeda dari suatu bahasa resmi, akibat dari konteks dari topik yang berbeda sama halnya dengan perbedaan dalam variasi geografik, (8) terjemahan yaitu kesadaran antara perbedaan tertentu dan persamaan
19 antara bahasa asli dengan bahasa asing, (9) potongan bahasa, berbagai kata kerja, idiom, kata sanding yang kuat maupun yang lemah, frasa leksikal, (10) tata bahasa dari kosakata dengan mempelajari peraturan yang ada dengan memberikan siswa kesempatan untuk membuat bentuk lain dari suatu kata atau bahkan membuat kata yang berbeda dari satu kata, (11) pelafalan, memiliki kemampuan untuk menyadari dan mengatakan suatu kata dalam percakapan atau pidato. d. Peningkatan Vocabulary Bahasa Inggris tentang Healthy habits dan At the School Siswa Kelas V SD Departemen Pendidikan Nasional (2014: 1470) menyatakan bahwa peningkatan merupakan kata imbuhan yang berasal dari kata tingkat yang mendapat awalan pe dan akhiran an. Tingkat, memiliki arti susunan yang berlapis-lapis atau berlenggek-lenggek seperti lenggek rumah, tumpuan pada tangga (jenjang), sedangkan peningkatan merupakan suatu proses, cara, perbuatan meningkatkan. Vocabulary adalah himpunan kata dalam suatu bahasa yang diketahui maknanya dan dapat digunakan oleh seseorang.
Brewster
(Perwitasari, 2014: 26) menyatakan bahwa target penguasaan vocabulary untuk siswa usia SD adalah 500 kata per tahun tergantung dengan banyak faktor diantaranya, kondisi belajar, waktu yang disediakan, dan kemampuan memahami kata. Roslaini (2007: 5) menyatakan bahwa penguasaan vocabulary siswa SD yaitu dengan memberikan 30 kosakata pada setiap siklus dengan 3 kali pertemuan, siswa diharapkan menguasai 30 kosakata baik makna maupun lafalnya pada akhir setiap siklus. Penguasaan kosakata siswa meliputi banyak bagian. Brewster (Perwitasari, 2014: 27) menyatakan bahwa yang dipelajari dalam vocabulary adalah form (bentuk kata), pronounciation (pelafalan), word meaning (arti kata) dan usage (cara pemakaian kata). Dalam memahami vocabulary penguasaan empat keterampilan saling berhubungan erat dan tidak bisa berdiri sendiri yaitu, mendengarkan (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing).
20 Jadi, peningkatan vocabulary pada siswa kelas V SD adalah proses meningkatnya pemahaman vocabulary yang diperoleh dari pengalaman belajar, yang terjadi secara bertahap melalui proses interaksi antara guru, siswa, dan sumber belajar pada lingkungan belajar yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan dengan target 10 kosakata baru setiap pertemuan. Peningkatan yang terjadi dapat berupa meningkatnya hasil belajar siswa yaitu
70 dan proses
pembelajaran yang berupa kemampuan listening, speaking, reading, dan writing pada saat mengikuti kegiatan belajar mengajar.
2.
Metode Total Physical Response a. Pengertian Metode Total Physical Response James Asher (Madya, 2013: 41) menyatakan bahwa Total physical response (TPR) atau Respon Raga Total (RRT) anak-anak dalam belajar bahasa pertamanya, tampak banyak mendengarkan dengan diiringi oleh respon fisik menggapai, merampas, bergerak, melihat, dan sebagainya. Kegiatan motor sebagai fungsi otak kanan hendaknya mendahului pemrosesan bahasa otak kiri. Kebutuhan untuk menurunkan filter afektif dapat dipenuhi dengan mengatur tindakan fisik di kelas. Tagliante (Puspitasari, 2016: 22) menyatakan bahwa Total Physical Response is priorite a la comprehension orale d’ordres ou de commandements , a l’activite motrice, a la production orale lorsque les apprenants se sentient prets, a la comprehension ecrite des formes apprises oralement, enfin a la productions ecrit. Artinya, Metode Total Physical
Response
adalah
suatu
metode
yang
memprioritaskan
pemahaman secara lisan, dalam bentuk aktivitas motorik (gerakan), menahan kemampuan berbicara pembelajar sampai mereka merasa sudah siap, dan pembelajaran keterampilan membaca dalam bentuk lisan sampai akhirnya mengasah keterampilan menulis. Richards J (Widiputra, 2011: 8) berpendapat, “Total Physical Response is a language teaching method built around the coordination of
21 speech and action; it attempts to teach language through physical (motor) activity”. Artinya, metode Total Physical Response merupakan suatu metode pembelajaran bahasa yang disusun pada koordinasi perintah (command), ucapan (speech), dan gerak (action) jadi berusaha untuk mengajarkan bahasa melalui aktivitas fisik (motor). Larsen dan Diane (Widiputra, 2011: 8) menyatakan bahwa Total Physical Response atau disebut juga ”the comprehension approach” yaitu suatu metode pendekatan bahasa asing dengan instruksi atau perintah. Kelas Total Physical Response merupakan kelas yang di dalamnya siswanya banyak mendengarkan dan bertindak. Dalam kelas khas Total Physical Response, nuansa perintah dimanfaatkan, bukan hanya pada tingkat kemahiran dasar tetapi juga kemahiran lanjut. Perintah-perintah digunakan untuk menggerakkan siswa misalnya buka jendela, tutup pintu, berdiri, duduk, pejamkan mata dan sebagainya. Guru dapat mulai memerintahkan dan siswa merespon dengan melakukannya. Ketika siswa semuanya dapat merespon perintah dengan benar, salah satu dapat mulai memberi perintah kepada teman-teman sekelasnya. Mel Silberman (Rifa, 2012: 26) mengungkapkan bahwa berbagai macam strategi pembelajaran aktif diantaranya menggunakan game. Hal ini tentunya mendukung metode Total Physical Response dan tentunya akan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Jadi, berdasarkan keempat pendapat tentang pengertian Total Physical Respons, dapat disimpulkan bahwa Total Physical Response adalah suatu metode yang menjadikan siswa lebih aktif, dengan disusun pada koordinasi perintah, ucapan, dan gerak
serta berusaha untuk mengajarkan bahasa melalui
aktivitas fisik (motor). b. Aspek Metode Total Physical Response Madya (2013: 42) mengungkapkan bahwa pendekatan yang berpusat pada siswa dilandasi oleh pandangan humanistik tentang pembelajaran yang mengakui pentingnya untuk mempertimbangkan lima aspek berikut, (1) perasaan, termasuk emosi pribadi dan apresiasi estetis,
22 (2) hubungan sosial yang mendorong persahabatan dan kerjasama dan menentang apapun yang cenderung melemahkannya, (3) tanggung jawab, yang menerima kebutuhan bagi pencermatan kritikan dan koreksi publik serta menolak siapapun atau apapun yang menihilkan pentingnya, (4) intelek, yang di dalamnya termasuk pengetahuan penalaran dan pemahaman, (5) aktualisasi diri yaitu tuntutan atas perwujudan penuh kualitas hakiki terdalam. c. Prinsip-prinsip Metode Total Physical Response Asher (Masitoh, 2010: 4) menyatakan bahwa tedapat tiga prinsip utama sistem Total Physical Response dalam makalahnya yang berjudul “Children Learning Another Language: A Developmental Hypothesis” yaitu, (1) kegiatan berbicara dimulai setelah siswa benar‐benar memahami bahasa lisan yang diinstruksikan oleh guru, (2) pemahaman dicapai melalui instruksi lisan yang diucapkan oleh guru dalam bentuk imperatif atau kalimat perintah, (3) siswa diupayakan untuk menunjukkan kesiapan berbicara. Asher (Utami, 2011: 116) mengungkapkan bahwa ada tiga belas prinsip yang mencakup penerapan Total Physical Response yaitu, (1) disampaikan melalui peragaan dengan mengaktifkan
memori melalui
respon pembelajar, bahasa sasaran harus disajikan dalam bentuk potonganpotongan, bukan hanya kata demi kata, (2) pemahaman siswa tentang bahasa target harus dikembangkan sebelum kemampuan berbicara, (3) para siswa dapat belajar satu bagian dari bahasa dengan cepat dengan cara menggerakkan tubuh mereka, (4) imperatif (kata-kata perintah) adalah sebuah alat ilmu bahasa yang kuat yang dengan penggunaannya guru dapat mengarahkan perilaku siswa, (5) siswa dapat belajar melalui pengamatan peragaan dan melakukan tindakan sendiri, (6) siswa merasa berhasil, (7) siswa tidak boleh dibuat untuk menghafal rutinitas, (8) koreksi harus dilakukan
dalam
cara
yang
tidak
mencolok,
(9)
siswa
harus
mengembangkan sikap luwes dalam memahami bahasa target yang disajikan dalam bentuk potongan, (10) belajar bahasa lebih efektif bila
23 dilakukan dengan cara yang menyenangkan, (11) bahasa lisan perlu ditekankan di atas bahasa tertulis, (12) siswa akan mulai berbicara ketika mereka sudah siap, (13) siswa diperbolehkan untuk membuat kesalahan ketika mereka pertama kali mulai berbicara. Para guru harus toleran terhadap mereka. Belajar bagian-bagian rinci bahasa harus ditunda sampai siswa telah menjadi agak mahir. Jadi, kesimpulannya yang mendasari prinsip dari Total Physical Response
yaitu menggunakan semua panca indera yaitu penglihatan,
pendengaran, berbicara, merasakan, menyentuh, penciuman, dan semua aktivitas motor. Setiap individu menemukan cara belajar termudah menggunakan satu dari panca indera atau kombinasi dari panca indera, jadi metode Total Physical Response mampu merangsang anak untuk menemukan sesuatu. d. Langkah-langkah Penggunaan Metode Total Physical Response Iskandarwassid dan Sunendar (Puspitasari, 2016: 24) menyatakan bahwa fase proses pembelajaran dengan menggunakan metode TPR, yaitu sebagai berikut. 1) Pengajar meminta peserta didik untuk menunjukkan gambar yang sesuai dengan identitas diri yang diperdengarkan oleh guru. 2) Peserta didik mendemonstrasikan perintah tanpa pembelajaran. 3) Peserta didik belajar membaca dan menulis perintah. 4) Peserta didik belajar memberikan perintah. Selanjutnya, Ulmi (2013: 279) menyatakan bahwa langkah-langkah penggunaan metode Total Physical Response sebagai berikut. 1) Mengenalkan satu persatu benda kepada anak, dan menyebutkan. Kemudian tuliskan bagaimana penulisan bahasa Inggris benda yang telah disebutkan tadi. Setelah anak mengenal benda-benda tersebut dalam bahasa Inggris maupun artinya anak diberi perintah dalam bentuk kegiatan fisik. 2) Setelah anak mampu melakukan perintah-perintah tersebut, lanjutkan pada tujuan pembelajaran yang pertama yaitu menunjukkan.
24 3) Lanjutkan ke tujuan pembelajaran berikutnya yaitu menyebutkan. Peneliti memperlihatkan benda atau gambar kepada anak dan anak diminta menyebutkan benda atau gambar yang ditunjukkan peneliti tersebut dalam bahasa Inggris. 4) Berikutnya menuliskan dan mengartikan. Tujuan pembelajaran ini bisa dilakukan sekaligus. Peneliti menunjukkan benda atau gambar dan meminta anak menuliskan benda atau gambar tersebut dalam bahasa Inggris dan kemudian menuliskan artinya atau sebaliknya. Malone (Elisha, 2015: 5) menyatakan bahwa pelaksanaan pengajaran kosakata melalui Total Physical Response yaitu, (1) guru menampilkan daftar kosakata yang akan diajarkan, (2) guru menjelaskan dan mengucapkan kosakata satu per satu untuk siswa dan meminta mereka untuk mengucapkannya sebagai baik dengan mengulangi setelah guru, (3) guru menunjukkan aksi kata kerja dari kosa kata yang telah diajarkan kepada siswa, (4) siswa menonton demonstrasi aksi kata kerja (aktivitas visual siswa), (5) guru memanggil salah satu siswa atau lebih dari satu siswa ke datang ke depan kelas sebagai model untuk melakukan perintah dari guru, siswa melakukan tindakan secara bersamaan (perintah langsung dari tindakan praktis), (6) guru memberikan perintah kepada semua siswa di kelas untuk mengulang demonstrasi TPR (aktivitas perintah langsung semua siswa). Langkah menurut Malone di langkah ke 1 dan 2 digabungkan menjadi satu langkah karena langkah kesatu dan kedua mirip. Langkah ketiga dan keempat merupakan langkah yang mempunyai satu kesatuan sehingga digabungkan menjadi satu langkah. Langkah kelima dan keenam juga merupakan satu kesatuan yang harusnya tidak dipisahkan. Sesuai dengan langkah-langkah metode Total Physical Response dari ketiga pendapat, maka peneliti menyimpulkan langkah-langkah yang diambil peneliti untuk penelitian di SD adalah sebagai berikut, (1) guru menjelaskan materi kosakata yang akan dipelajari, setelah itu guru mengucapkan kosakata kemudian meminta siswa untuk menirukan, (2)
25 guru menunjukkan aksi kata kerja dari kosa kata yang telah diajarkan kepada siswa, (3) guru memberikan perintah kepada semua siswa di kelas untuk mengulang demonstrasi TPR, dengan memanggil salah satu siswa atau lebih sebagai model untuk melakukan perintah dari guru maupun siswa, kemudian siswa melakukan tindakan secara bersamaan (4) setelah mempraktikkannya siswa menuliskan dalam
bahasa Inggris dan
menuliskan artinya. e. Keunggulan dan Kelemahan Metode Total Physical Response 1) Keunggulan Metode Total Physical Response Widodo (2005: 239) menyatakan bahwa keunggulan metode Total Physical Response menurut sebagai berikut. a) Sangat menyenangkan. Siswa dapat menikmati proses pembelajaran dan tentunya meningkatkan kecepatan dan motivasi siswa. b) Dapat mengesankan, karena membantu siswa untuk mengenali frasa atau kata-kata. c) Hal ini baik untuk peserta didik karena dapat menjadi aktif dalam kelas. d) Dapat digunakan baik dalam kelas besar atau kecil . Dalam hal ini, tidak peduli untuk memiliki berapa banyak siswa asalkan siap untuk mengambil memimpin, peserta didik akan mengikuti. e) Dapat bekerja dengan baik dengan kelas yang siswanya heterogen. Tindakan fisik dapat dipahami secara efektif sehingga semua peserta didik mampu memahami dan menerapkan bahasa yang dipelajari. f) Hal ini tidak perlu memiliki banyak persiapan atau bahan menggunakan Total Physical Response. g) Sangat efektif jika digunakan pada kalangan remaja dan pelajar muda. h) Metode ini melibatkan otak kiri dan kanan. Izzan (Puspita, 2016: 25) menyatakan bahwa kelebihan metode TPR sebagi berikut.
26 a) Metode ini memungkinkan kebermaknaan dalam belajar bahasa asing. b) Penundaan berbicara sampai peserta didik mengenal dan mengerti bahasa sasaran atau siswa telah memiliki rasa percaya diri dalam mempelajari bahasa sasaran. c) Metode ini memberikan melatih keterampilan menyimak siswa yang selama ini kurang diperhatikan atau diabaikan. d) Metode ini dapat membantu untuk mempercepat tercapainya “kemampuan membaca” yang menjadi tujuan pengajaran bahasa sasaran di Indonesia. e) Penekanan pada pengertian atau pemahaman dalam proses pembelajaran dapat dengan mudah digabungkan dengan metodemetode yang berdasarkan pendekatan komunikatif yang sedang diperkenalkan dalam kurikulum di Indonesia. Berdasarkan kedua pendapat tentang keunggulan metode Total Physical Response dapat disimpulkan bahwa keunggulan metode Total Physical Response sebagai berikut, (a) sangat menyenangkan dan mengesankan, (b) menjadikan siswa aktif, (c) dapat digunakan baik dalam kelas besar atau kecil, (d) dapat bekerja dengan baik dengan kelas yang siswanya heterogen, (e) tidak perlu memiliki banyak persiapan atau bahan menggunakan Total Physical Response, (f) sangat efektif jika digunakan pada kalangan remaja dan pelajar muda (g) kebermakanaan mempercepat
dalam
belajar
tercapainya
bahasa
kemempuan
asing,
(h)
membaca,
membantu (i)
melatih
keterampilan menyimak siswa yang selama ini kurang diperhatikan atau diabaikan, (j) penundaan berbicara sampai peserta didik mengenal dan mengerti bahasa sasaran atau siswa telah memiliki rasa percaya diri dalam mempelajari bahasa sasaran, (k) penekanan pada pengertian atau pemahaman dalam proses pembelajaran dapat dengan mudah digabungkan dengan metode-metode yang berdasarkan pendekatan komunikatif.
27 2) Kelemahan Metode Total Physical Response Widodo (240 : 2005) menyatakan bahwa kelemahan metode Total Physical Response sebagai berikut. a) Sebagian siswa malu melakukan tindakan dan siswa merasa lebih bahagia hanya dengan menulis materi. b) Metode ini cocok diterapkan hanya untuk tingkat pemula. Walaupun, akan tetap berhasil jika diterapkan ditingkat lanjutan dan menengah. c) Total Physical Response tidak dapat diterapkan pada semua materi pelajaran. d) Ketika seorang guru menggunakan Total Physical Response dalam pelajaran mereka, mereka akan mengalami kesulitan mengajar kosakata abstrak atau ekspresi. Sehingga guru harus menunjukkan dengan kartu bergambar. e) Total Physical Response dapat menjadi tidak efektif jika guru menggunakannya dalam jangka waktu yang panjang tanpa beralih ke kegiatan lain yang membantu siswa belajar bahasa. Izzan (Puspitasari, 2016: 26) menyatakan bahwa terdapat kelemahan dalam dalam penerapan metode Total Physical Response yaitu sebagai berikut. a) Metode ini memerlukan waktu yang cukup banyak. b) Metode ini memerlukan atau menuntut guru-guru yang mampu berbicara dalam bahasa sasaran dengan baik dan benar secara bermakna. c) Uraian di atas sebenarnya dapat dipenuhi dengan penggunaan videocassete recorder tetapi ini belum dapat diharapkan. Belum semua sekolah memiliki video-cassete recorder. Kecuali program-program video-cassete recorder itu harus dibuat dan ini pekerjaan yang tidak mudah. Berdasarkan kedua pendapat tentang kelemahan metode Total Physical Response dapat disimpulkan sebagai berikut, (a) sebagian besar siswa malu untuk melakukan tindakan dan lebih bahagia hanya
28 dengan menulis materi, (b) metode ini lebih cocok digunakan untuk tingkat pemula, (c) metode Total Physical Response tidak dapat diterapkan pada semua materi, (d) kesulitan mengajar kosakata abstrak atau ekspresi, (e) metode menjadi tidak efektif jika menggunakan dalam jangka waktu yang lama, (f) memerlukan waktu yang cukup banyak, (g) menuntut guru-guru yang mampu berbicara dalam bahasa sasaran dengan baik dan benar secara bermakna. f. Penggunaan Metode Total Physical Response Total Physical Response adalah suatu metode yang menjadikan siswa lebih aktif, dengan disusun pada koordinasi perintah, ucapan, dan gerak serta berusaha untuk mengajarkan bahasa melalui aktivitas fisik (motor). Adapun langkah-langkah penggunaan Metode Total Physical Response pada pembelajaran bahasa Inggris tentang Healthy habits dan At the school di SD, (1) guru menjelaskan materi kosakata yang akan dipelajari, setelah itu guru mengucapkan kosakata kemudian meminta siswa untuk menirukan, (2) guru menunjukkan aksi kata kerja dari kosa kata yang telah diajarkan kepada siswa, (3) guru memberikan perintah kepada semua siswa di kelas untuk mengulang demonstrasi TPR, dengan memanggil salah satu siswa atau lebih sebagai model untuk melakukan perintah dari guru maupun siswa, kemudian siswa melakukan tindakan secara bersamaan (4) setelah mempraktikkannya siswa menuliskan dalam bahasa Inggris dan menuliskan artinya. 3.
Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan merupakan penelitian terdahulu yang digunakan sebagai acuan dan pembanding dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Terdapat 4 penelitian yang relevan pada penelitian ini sebagai berikut. a. Penelitian relevan yang pertama yaitu penelitian yang pernah dilakukan Dr Mohd Zuri Ghani (2014: 1-13) yang berjudul “The Effectiveness of Total Physical Response (TPR) Approach in Helping Slow Young Learners with
29 Low Achievement Acquire English As A Second Language”. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa penerapan metode Total Physical Response menunjukkan pengaruh yang signifikan antara pendekatan Total Physical Response
dan akuisisi bahasa. Selain itu, juga menunjukkan
bahwa Total Physical Response membantu untuk menutup kesenjangan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Persamaan penelitian antara peneliti dan penelitian relevan ini adalah sama-sama menggunakan metode Total Physical Response. Perbedaannya yaitu penelitian ini digunakan untuk mengetahui efektifitas penggunaan metode Total Physical Response, sedangkan penelitian yang dilakukan peneliti untuk meningkatkan vocabulary siswa. Perbedaan lainnya terletak pada subjek penelitian dan tempat penelitian yang digunakan. Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya subjek penelitiannya yaitu siswa lamban belajar, sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti subjeknya kelas V SD. Selanjutnya, tempat penelitian yang digunakan oleh peneliti sebelumnya yaitu di Primary School (Sekolah Kebangsaan) yang terletak di daerah pedesaan di Kabupaten Selatan-barat, Penang, sedangkan tempat pada penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu di SDN II Logandu. b. Penelitian relevan yang kedua yaitu penelitian yang dilakukan Ice Sariyati (2013: 50-64) yang berjudul “The Effectiveness of TPR (Total Physical Response) Method in English Vocabulary Mastery of Elementary School Children”. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa penerapan metode Total Physical Response dapat meningkatkan penguasaan kosakata bahasa Inggris. Persamaan penelitian antara peneliti dan penelitian relevan ini adalah sama-sama menggunakan metode Total Physical Response dan sama-sama untuk meningkatkan vocabulary siswa. Perbedaannya terletak pada subjek penelitian dan tempat penelitian yang digunakan. Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya subjek penelitiannya yaitu kelas I SD, sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti subjeknya kelas V SD. Selanjutnya, tempat penelitian yang
30 digunakan oleh peneliti sebelumnya yaitu di SD Islam di Bandung, sedangkan tempat pada penelitian yang akan dilakukan peneliti yaitu di SDN II Logandu. c. Penelitian relevan yang ketiga yaitu penelitian yang pernah dilakukan Irene Trisisca Rusdiyanti (2013: 613-623) dalam penelitiannya yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Kosakata dengan Menggunakan Total Physical Response pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar Santa Maria III Malang”. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan metode Total Physical Response dalam pengajaran kosakata dapat meningkatkan kemampuan berbahasa dengan benar baik secara lisan maupun tertulis bahasa Inggris siswa kelas II. Persamaan penelitian antara peneliti dan penelitian relevan ini adalah sama-sama menggunakan metode Total Physical Response dan sama-sama bertujuan untuk meningkatkan kosakata. Namun, ada yang berbeda yaitu pada subjek penelitian dan tempat penelitian yang digunakan. Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya subjek penelitiannya yaitu siswa kelas II SD sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti subjeknya kelas V SD. Selanjutnya, tempat penelitian yang digunakan oleh peneliti sebelumnya yaitu di Sekolah Dasar Santa Maria III Malang, sedangkan tempat pada penelitian yang akan dilakukan yaitu di SDN II Logandu. d. Penelitian relevan yang keempat yaitu penelitian yang pernah dilakukan Aulia Rahman (2014:685-697) yang berjudul “Efektifitas Metode Pembelajaran Total Physical Response (TPR) dalam Meningkatkan Penguasaan Kosakata Bahasa Inggris Bagi Siswa Tunanetra Kelas VII di SLB A Kota Payakumbuh”. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa penerapan metode Total Physical Response meningkatkan otoritas kosakata bahasa Inggris siswa. Persamaan penelitian antara peneliti dan penelitian relevan ini adalah sama-sama menggunakan
metode Total
Physical Response dan sama-sama untuk meningkatkan kosakata bahasa Inggris siswa. Namun, ada yang berbeda yaitu pada subjek penelitian dan tempat penelitian yang digunakan. Pada penelitian yang dilakukan oleh
31 peneliti sebelumnya subjek penelitiannya yaitu siswa tunanetra kelas VII, sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan oleh peneliti subjeknya kelas V. Selanjutnya, tempat penelitian yang digunakan oleh peneliti sebelumnya yaitu di SLB A Kota Payakumbuh, sedangkan tempat pada penelitian yang akan dilakukan yaitu di SDN II Logandu.
B. Kerangka Berpikir Kerangka berfikir yang disusun dalam penelitian ini akan menjadi landasan untuk menjelaskan penggunaan metode Total Physical Response untuk meningkatkan vocabulary bahasa Inggris khususnya materi Healthy habits dan At the school di kelas V SDN II Logandu. Terdapat beberapa masalah pada penelitian yaitu, siswa tidak suka dengan pelajaran bahasa inggris, tidak antusias, tidak aktif, dan kurang memaknai materi pelajaran. Selain itu, terdapat siswa yang mengantuk, bermain-main sendiri di kelas, dan berbicara dengan temannya ketika guru menjelaskan. Hal ini juga menyebabkan hasil belajar bahasa Inggris siswa kelas V masih rendah. Selama ini, ketika evaluasi pelajaran bahasa Inggris di kelas V SDN II Logandu siswa masih dibantu guru untuk mengartikan semua soalnya, sehingga kemampuan vocabulary bahasa Inggris siswa masih sangat rendah. Suatu metode pembelajaran yang menyenangkan sehingga dapat memotivasi dan mengaktifkan siswa untuk mengatasi kondisi pembelajaran yang belum maksimal. Salah satu metode yang membuat siswa termotivasi dan aktif adalah Total Physical Response yang merupakan metode pembelajaran yang dianggap tepat oleh peneliti untuk meningkatkan vocabulary siswa. Di dalam metode ini siswa akan belajar berdasarkan apa yang didengar, dilihat, dan dipraktikkannya. Dengan siswa mempraktikkan, siswa akan lebih cepat memahami arti bahasa yang dipelajarinya sehingga vocabulary-nya bertambah. Oleh sebab itu, siswa tidak saja harus menghafalkan arti bahasa yang dipelajarinya tetapi juga memperoleh pengalaman belajar melalui praktik langsung mengenai arti bahasa yang dipelajarinya. Total Physical Response akan membuat siswa lebih bersemangat, lebih termotivasi, dan mudah dalam belajar.
32 Metode ini tentunya akan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan vocabulary siswa sehingga hasil belajar siswa meningkat. Penggunaan metode Total Physical Response sebagai solusi untuk meningkatkan vocabulary bahasa Inggris tentang materi Healthy Habits dan At the school pada siswa kelas V SDN II Logandu. Pemilihan metode ini selain disesuaikan dengan materi pelajaran juga disesuaikan dengan karakteristik anak SD kelas V yaitu siswa berumur 9-11 tahun yang berada pada taraf operasional konkret. Pada tahap operasional konkret anak mencapai objektivitas tertinggi atau dapat dikatakan masa menyelidik, mencoba, dan bereksperimen yang distimulasi oleh dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar. Siswa berpikir atas dasar pengalaman yang nyata, pernah dilihat, atau dialaminya. Siswa hendaknya diberi kesempatan untuk terlibat aktif dan mendapatkan pengalaman langsung untuk menemukan sendiri pengetahuan mereka. Karakteristik tersebut sangat cocok dengan metode Total Physical Response yang mengajak siswa untuk mempunyai pengalaman yang nyata, mencoba hal-hal baru, mengalami sendiri apa yang dipelajari dan dilihatnya. Langkah-langkah penggunaan metode Total Physical Response pada pembelajaran bahasa Inggris tentang Healthy habits dan At the school di SD sebagai berikut, (1) guru menjelaskan materi kosakata yang akan dipelajari, setelah itu guru mengucapkan kosakata kemudian
meminta siswa untuk
menirukan, (2) guru menunjukkan aksi kata kerja dari kosakata yang telah diajarkan kepada siswa, (3) guru memberikan perintah kepada semua siswa di kelas untuk mengulang demonstrasi TPR, dengan memanggil salah satu siswa atau lebih sebagai model untuk melakukan perintah dari guru maupun siswa, kemudian
siswa
melakukan
tindakan
mempraktikkannya siswa menuliskan dalam
secara
bersamaan
(4)
setelah
bahasa Inggris dan menuliskan
artinya. Penelitian ini
akan dilaksanakan dalam tiga siklus.
Setiap siklusnya
terdiri dari 2 pertemuan. Adapun materi pada siklus I yaitu Healthy habits tentang olahraga senam dan cara merawat tubuh, siklus II yaitu materi Healthy habit tentang perasaan yang dialami oleh seseorang, dan siklus III yaitu At the school.
33 Melalui penggunaan metode Total Physical Response diharapkan dapat menciptakan pembelajaran yang berpusat pada siswa, dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa, menciptakan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, sehingga siswa tidak lagi pasif, tidak suka bahasa Inggris, tidak memaknai materi pelajaran. Siswa menjadi lebih aktif, antusias, termotivasi, percaya diri, semangat dalam mengikuti pembelajaran sehingga dapat meningkatkan vocabulary bahasa Inggris tentang Healthy habit dan At the school siswa kelas V SDN II Logandu. Berikut ini merupakan bagan kerangka berpikir penggunaan metode Total Physical Response: Kondisi Awal
Guru menggunakan metode yang kurang variatif dan kurang menyenangkan dalam pembelajaran.
Penguasaan vocabulary dan hasil belajar bahasa Inggris rendah.
Tindakan (Siklus)
Guru menggunakan metode Total Physical Response (TPR) untuk meningkatkan vocabulary bahasa Inggris siswa
Guru melaksanakan langkah penggunaan metode Total Physical Response (TPR)
Kondisi Akhir
Vocabulary tentang Healthy habits dan At the school dengan menggunakan metode Total Physical Response meningkat yaitu hasil dan proses belajar siswa diatas KKM 70
Gambar 2.4 Bagan Kerangka Berfikir
\
Pembelajaran menjadi menarik Menyenangkan Bermakna Siswa aktif dan antusias Siswa termotivasi dan semangat dalam mengikuti pembelajaran
34 C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir yang telah dijelaskan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “Jika penggunaan metode Total Physical Response dilaksanakan dengan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan vocabulary bahasa Inggris siswa kelas V SDN II Logandu tahun ajaran 2015/2016”.