1
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pajak Reklame 2.1.1.1 Pengertian Pajak Reklame Reklame adalah benda, alat atau media yang berbentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan atau badan yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan atau dinikmati oleh umum (Mardiasmo, 2008: 12) Pajak Reklame adalah salah satu pajak daerah dan salah satu sumber pendapatan asli daerah yang menunujukan posisi strategis dalam hal pendanaan pembiayaan daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut pasal 79 UU No. 22 tahun 2011 tentang pemerintah daerah adalah: 1. Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari: a) Hasil pajak daerah b) Retribusi daerah c) Bagian laba BUMD d) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah 2. Dana perimbangan keuangan pusat – daerah 3. Pinjaman Daerah 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah Pajak
reklame
adalah
pajak
atas
penyelenggaraan
reklame.
Penyelenggaraan reklame adalah orang atau badan yang menyelenggarakan 12
2
reklame, baik untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya. Pajak sebagai alat kebijakan fiskal yang digunakan terus menerus oleh negara. Pajak Reklame adalah pajak daerah yang penerimaanya diserahkan dan digunakan untuk kepentingan pemerintah daerah. Pajak reklame tersebut dikenakan terhadap objek pajak yaitu berupa reklame dan
nilai sewa reklame dan didasarkan pada besarnya biaya pemasangan
reklame, besarnya biaya pemeliharaan reklame, lama pemasangan reklame, nilai strategis pemasangan reklame dan jenis reklame. Pajak reklame adalah pajak daerah, sebagaimana dimaksud UU No 34 tahun 2000. Pembaharuan undangundang didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak lain yang terkait, dan juga untuk memberikan peluang kepada daerah Kabupaten/Kota untuk memungut pajak jenis pajak daerah lain yang dipandang memenuhi syarat dan potensial di daerah. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan
keleluasaan
kepada
daerah
Kabupaten/Kota
dalam
mengantisipasi kondisi serta perkembangan perekonomian daerah pada masa mendatang yang mengakibatkan perkembangan potensi pajak dengan tetap memperhatikan kesederhanaan jenis pajak dan aspirasi masyarakat serta memenuhi kriteria yang ditetapkan (Siahaan dalam Nurmayasari, 2010: 39). Pengenaan pajak reklame tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau daerah kota seluruh Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak Kabupaten/Kota. Untuk dapat dipungut pada suatu daerah Kabupaten/Kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan
3
peraturan daerah tentang pajak reklame yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak reklame di daerah Kabupaten atau Kota yang bersangkutan. 2.1.1.2 Jenis-jenis Reklame dan Ruang Lingkup Pajak Reklame Penyelenggaraan
reklame
yang
ditetapkan
menjadi
objek
pajak
reklame (perda kota gorontalo nomor 2 tahun 2011 tentang pajak reklame) adalah sebagaimana tersebut di bawah ini: 1. Reklame Megatron. Yaitu reklame yang bersifat tetap (tidak dapat dipindahkan) menggunakan layar monitor maupun tidak, berupa gambar dan/atau tulisan yang dapat berubah-ubah, terprogram dan menggunakan tenaga listrik. Termasuk di dalamnya Videotron dan Electronic Display. 2. Reklame Papan atau Billboard. Yaitu reklame yang bersifat tetap (tidak dapat dipindahkan) terbuat dari papan, kayu, seng, tinplate, collobrite, vynil, aluminium, fiber glass, kaca, batu, tembok atau beton, logam atau bahan lain yang sejenis, dipasang pada tempat yang disediakan (berdiri sendiri) atau digantung atau ditempel atau dibuat pada bangunan tembok, dinding, pagar, tiang dan sebagainya baik yang bersinar, disinari maupun yang tidak besinar. 3. Reklame Berjalan. Yaitu reklame yang ditempatkan pada kederaan atau benda yang dapat bergerak, yang diselenggarakan dengan menggunakan kenderaan atau dengan cara dibawa/didorong/ditarik oleh orang. Termasuk didalamnya reklame gerobak/rombong, kenderaan baik yang bermotor maupun tidak.
4
4. Reklame Baliho. Yaitu reklame yang terbuat dari papan kayu atau bahan lain dan dipasang pada konstruksi yang tidak permanen dan tujuan materinya mempromosikan suatu even atau kegiatan yang bersifat insidentil. 5. Reklame Kain. Yaitu reklame yang tujuan materinya jangka pendek atau mempromosikan suatu even atau kegiatan yang bersifat insidentil dengan menggunkan bahan kain, termasuk plastik atau bahan lain yang sejenis. Termasuk didalamnya adalah spanduk, umbul-umbul, bendera, flag chain (rangkaian bendahara), tenda, benner dan standing benner. 6. Reklame Selebaran. Yaitu reklame yang berbentuk lemparan lepas, diselenggarakan denfgan cara disebarkan, diberikan atau dapat diminta dengan ketentuan tidak untuk ditempelkan, dilekatkan, dipasang, digantung pada suatu benda lain, termasuk didalamnya adalah brosur, leaflet, dan reklame dalam undangan. 7. Reklame Melekat atau Stiker. Yaitu reklame yang berbentuk lembaran lepas diselenggarakan dengan cara ditempelkan, dilekatkan, dipasang atau digantung pada suatu benda. 8. Reklame Sign Net. Yaitu reklame jenis papan yang diselenggarakan secara berjajar di lokasi bukan persil dengan jumlah lebih dari satu memiliki elevasi rendah. Semua reklame yang termasuk dalam kategori di atas adalah objek pajak reklame. Prinsip Pajak Reklame mencerminkan keadilan ditunjukan oleh pengecualian terhadap objek yang tidak dikenakan pajak karena secara teoritis
5
harus mempertimbangkan Overhead ekonomi (Jhingan, dalam Nurmayasari, 2010). Ditinjau dari obyek pajak, subyek pajak, wajib pajak dan dasar pengenaan pajak reklame menurut Peraturan Daerah No. 22 tahun 2011 adalah:
No. 1. 2.
Keterangan Obyek Pajak Subyek Pajak
Pajak reklame Semua penyelenggaraan reklame. Orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau memesan reklame. 3. Wajib Pajak Orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame. 4. Dasar Pengenaan Pajak Nilai Sewa Reklame (NSR). Sumber: Siahaan dalam Nurmayasari (2010) Menurut Peraturan Daerah No. 22 tahun 2002 tentang pajak reklame juga disebutkan, pajak reklame adalah pungutan daerah atas penyelenggaraan reklame. Adapun yang dimaksud reklame adalah benda, alat atau perbuatan yang menurut bentuk, susunan dan atau corak ragamnya digunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memuji kepada sesuatu barang, jasa atau seseorang ataupun untuk menarik perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau seseorang yang diselenggarakan/ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum. Pengenaan Pajak Reklame tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau daerah kota seluruh Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah Kabupaten atau Kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak Kabupaten atau Kota. Untuk dapat dipungut pada suatu daerah Kabupaten atau Kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang Pajak Reklame yang
6
akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak reklame di daerah Kabupaten atau Kota yang bersangkutan.
2.1.1.3 Dasar Pengenaan dan Cara Menghitung Pajak Terhutang Tarif Pajak Reklame dikenakan atas objek reklame adalah paling tinggi sebesar dua puluh lima persen dari nilai sewa reklame dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah Kabupaten/Kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah Kabupaten/Kota. Dengan demikian setiap daerah Kabupaten/Kota diberikan kewenangan untuk menetapakan tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainya, asalkan tidak lebih dari dua puluh lima persen (Nurmayasari, 2010). Besarnya tarif pajak reklame untuk daerah dapat bervariasi asalkan tidak lebih dari dua puluh lima persen. Sebelum menentukan dasar pengenaan dan menghitung besarnya pajak reklame perlu dipahami dahulu pengertaian Nilai Sewa Reklame (NSR) adalah nilai yang ditetapkan sebagai dasar perhitungan penetapan besarnya pajak reklame. NSR ditentukan melalui nilai jual objek reklame dan nilai strategis pemasangan reklame. Cara perhitungan NSR ditetapkan dengan peraturan daerah. Umumnya peraturan daerah akan menetapkan bahwa NSR ditetapkan oleh bupati/walikota dengan persetujuan
7
DPRD Kabupaten/Kota yang bersangkutan dengan berpedoman pada Keputusan Menteri Dalam Negeri. Hasil perhitungan NSR ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.
Pada
dasarnya
Nilai
Sewa
Reklame
dihitung
dengan
mempertimbangkan (Siahaan, dalam Nurmayasari (2010) : a. Besarnya biaya pemasangan reklame b. Besarnya biaya pemeliharaan reklame c. Jenis dan jangka waktu pemasangan reklame d. Nilai starategis lokasi e. Ukuran media reklame. Yang dimaksud dengan: 1) Nilai Jual Objek Pajak Reklame (NJOPR). NJOPR adalah keseluruhan pembayaran/pengeluaran
yang
dikeluarkan
oleh
pemilik
dan
atau
penyelenggaraan reklame, konstruksi, instalasi listrik, pembayaran/ongkos perakitan pemancaran, peragaan, penayangan, pengecatan, pemasangan dan transportasi yang bersangkutan dan lain sebagainya sampai dengan bangunan reklame selesai dipancarkan, diperagakan, ditayangkan, dan atau terpasang ditempat yang telah diizinkan. Perhitungan
NJOPR
didasarkan
pada
besarnya
komponen
biaya
penyelenggaraan reklame, yang meliputi indikator: (a) biaya pembuatan /kontruksi; (b) biaya pemeliharaan; (c) lama pemasangan; (d) jenis reklame; (e) luas bidang reklame; (f) ketinggian reklame. 2) Nilai Strategis Pemasangan Reklame (NSPR) adalah ukuran nilai yang ditetapkan pada titik lokasi pemasangan reklame tersebut, berdasarkan kriteria
8
kepadatan pemanfaatan tata ruang kota untuk berbagai aspek kegiatan di bidang usaha. Perhitungan nilai strategis didasarkan pada besarnya ukuran reklame, dengan indikator: nilai fungsi ruang (NFR) lokasi pemasangan; nilai fungsi jalan (NFJ); dan nilai sudut pandang (NSP). Berdasarkan penjelasan di atas, maka dasar dan tarif pajak serta cara menghitung pajak dalam Perda Kota Gorontalo Nomor 2 Tahun 2011 adalah sebagai berikut: 1) Dasar dan Tarif Pajak Dasar pengenaan wajib pajak reklame adalah nilai sewa reklame. Dalam hal reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, nilai sewa reklame sebagaimana dimaksud ditetapkan berdasarkan nilai kontrak reklame. Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri, nilai sewa reklame dihitung dengan memperhatikan faktor jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, waktu, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah dan ukuran media reklame dan dalam hal nilai sewa reklame cara perhitungan nilai sewa reklame ditetapkan sebagai berikut: NSR
=
NS = NJOPR
NS
=
....+....
NJOPR
=
....+....
NSR
=
Nilai Sewa Reklame
NS
=
Nilai Strategis
NJOPR
=
Nilai Jual Objek Pajak Reklame
Keterengan:
Hasil perhitungan nilai sewa reklame dinyatakan dalam bentuk tabel dan ditetapkan dengan peraturan walikota. Sedangkan tarif pajak reklame ditetapkan 25% (dua puluh lima persen) dari nilai sema reklame.
9
2) Tata cara pemungutan Besaran pokok pajak reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak yakni 25% dengan dasar pengenaan pajak berdasarkan nilai sewa reklame. 2.1.1.4 Aturan Teknis Pelaksanaan Pajak Reklame Pelaksanaan pajak reklame dimulai dari proses pendaftaran usahanya kepada Bupati/Walikota, dalam praktiknya umumnya kepada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (DPPKAD), dalam jangka waktu tertentu selambat-lambatnya tiga puluh hari sebelum dimulainya kegiatan usaha untuk dikukuhkan dan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD). Apabila pengusaha penyelengaraan reklame tidak mendaftarkan usahanya dalam jangka waktu yang ditentukan, maka kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah akan menetapkan pengusaha tersebut sebagai wajib pajak secara jabatan, penetapan tersebut dimakasudkan untuk pemberian nomor pengukuhan dan NPWPD dan bukan merupakan penetapan besarnya wajib pajak terutang. Tata cara pelaporan dan pengukuhan wajib pajak ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan surat keputusan. Sebelum proses pendaftaran terlebih dahulu mendeskripsikan pengertian Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). Pengertian SPTPD adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak, dan/atau bukan objek pajak dan atau harta serta kewajiban, menurut peraturan perundangundangan perpajakan daerah. Wajib pajak yang telah memiliki NPWPD setiap awal masa pajak wajib mengisi SPTPD. Berdasarkan SPTPD, Bupati/Walikota
10
atau pejabat yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota menetapkan Pajak Reklame yang terutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD). SKPD disini adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak. SKPD harus dilunasi oleh wajib pajak paling lama tiga puluh hari sejak diterimanya SKPD oleh wajib pajak atau jangka waktu lain yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Apabila setelah lewat waktu yang ditentukan wajib pajak tidak atau kurang membayar pajak terutang dalam SKPD, wajib pajak dikenakan sanksi adminnistrasi berupa bunga sebesar dua persen sebulan dan ditagih dengan menerbitkan Surat Tagih Pajak Daerah. 2.1.1.5 Peraturan Daerah Tentang Pajak Reklame Dengan menigkatnya pelaksanaan pembangunan dan pertumbuhan perekonomian di Kota Gorontalo yang ditunjang dengan sarana dan prasarana yang semakin memadai, diperlukan upaya menggali dan meningkatkan sember pendapatan asli daerah diantaranya pajak daerah yang merupakan sumber pendapatan yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah yang nyata, luas, dinamis dan bertanggung jawab sebagaimana diamanatkan dalam undangundang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Berdasarkan undangundang nomor 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah telah ditetapkan jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang menjadi kewenangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota, untuk itu pemerintah daerah melakukan pemungutan Pajak sebagai sumber pendapatan keuangan daerah, termasuk di dalamnya pajak reklame.
11
2.1.2 Pengertian Industri Istilah industri sering diidentikkan dengan semua kegiatan ekonomi manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian industri sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Disebabkan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut (Siahaan, 2004: 43). Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau jenis teknologi yang digunakan. Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam jenis industrinya. Industri merupakan suatu kegiatan ekonomi yang mengolah barang mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi untuk dijadikan barang yang lebih tinggi kegunaannya. Secara umum definisi mengenai industri bermacam-macam namun pada dasarnya pengertiannya tidak berbeda satu sama lainnya, adapun definisi menurut Sukirno adalah perusahaan yang menjalankan
12
kegiatan ekonomi yang tergolong dalam sektor sekunder. Kegiatan itu antara lain adalah pabrik tekstil, pabrik perakitan dan pabrik pembuatan rokok. Dari beberapa pengertian industri maka secara garis besar dapat disimpulkan bahwa industri adalah kumpulan dari beberapa perusahaan yang memproduksi barang-barang tertentu dan menempati areal tertentu dengan output produksi berupa barang atau jasa (Setiawan, 2009). Industri adalah suatu usaha atau kegiataan pengelolaan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan, usaha perakitan atau assembilang dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa. Adapun klasifikasi industri berdasarkan kriteria masing-masing (Siahaan, 2004: 45), adalah sebagai berikut: 1. Jenis/macam-macam industri berdasarkan tempat bahan baku: a. Industri ekstraktif Industri ekstraktif adalah industri yang bahan baku diambil langsung dari alam sekitar. Contoh: pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, dan lain-lain. b. Industri nonekstraktif Industri nonekstraktif adalah industri yang bahan baku didapat dari tempat lain selain alam sekitar. c. Industri fasilitatif
13
Industri fasilitatif adalah industri yang produk utamanya adalah berbentuk jasa yang dijual kepada para konsumenya. Contoh : asuransi, perbankan, transportasi, ekspedisi, dan lain sebagainya 2. Golongan/macam industri berdasarkan besar kecil modal: a. Industri padat modal Adalah industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk kegiatan opersional maupun pembangunannya. b. Industri padat karya Adalah industri yang lebih diteliti berdasarkan pada jumlah besar tenaga kerja atau pekerjaan dalam pembangunan serta pengoperasianya. 3. Jenis–jenis/macam industri berdasarkan klasifikasi atau penjenisnya. Berdasarkan SK mentri perindustriaan No. 19/M/1/1986: a. Industri kimia dasar, contohnya seperti industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk dan sebagainya b. Industri mesin dan logam dasar, contoh seperti industri pesawat terbang, kendraan mermotor, tekstil dan lain-lain c. Industri kecil, contoh seperti industri roti, kompor minyak, makanan ringan, es, minyak goring curah, dan lain-lain d. Aneka industri, misalnya seperti industri pakaian, industri makanan dan minuman, dan lain–lain. 4. Jenis-jenis/macam industri berdasarkan jumlah tenaga kerja: a. Industri rumah tangga, adalah industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah antara 1-4 orang
14
b. Industri
kecil,
adalah
industri
adalah
idnsutri
yang
jumlah
karyawan/tenaga kerja yang berjumlah antara 5–19 orang c. Industri sedang atau industri menengah, adalah industri yang jumlah karyawan/tenaga kerja berjumlah antara 20–29 orang d. Industri besar, adalah industri yang karyawan/tenaga kerja berjumlah antara 100 orang atau lebih. 5. Pembagian atau penggolongan industry berdasarkan pemilihan lokasi: a. Industri yang berorientasi atau meniti beratkan pada (market oriented industri), adalah industri yang didirikan sesuai dengan lokasi potensi target konsumen. Industri jenis ini akan mendekati kantong-kantong dimana konsumen potensi berada. Semakin dekat ke pasar akan semakin menjadi lebih baik b. Industri yang berorietnasi atau meniti beratkan pada tenaga kerja atau labor (man power oriented industri), yakni inidustri yang berada pada lokasi di pusat pemukiman penduduk karena biasanya jenis industri tersebut membutuhkan banyak pekerja/karyawan untuk lebih efektif dan efisien c. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada baha baku (supply oriented industri), yakni jenis industri yang mendekati lokasi dimana bahan baku berada untuk memangkas atau memotong biaya transportasi yang besar.
15
2.2 Hubungan Antara Industri dengan Pajak Reklame Jumlah industri adalah jumlah usaha industri baik industri kecil, menengah maupun besar. Jumlah industri merupakan salah satu faktor positif pemicu pertumbuhan ekonomi. Menurut Sutrisno dalam Nurmayasari (2010) jumlah industri berpengaruh terhadap penerimaan pajak reklame. Penilaian tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Devis dkk dalam Nurmayasari (2010), bahwa sebagian pemerntah daerah tingkat II (sekarang Kabupaten/Kota) menarik pajak atas benda papan reklame di daerah. Pajak ini cocok untuk sumber penerimaan daerah, karena tempat objek pajak dapat mudah diketahui. Jumlah industri yang menggunakan jasa pemasangan reklame juga berpengaruh terhadap penerimaan pajak reklame. Hal ini disebabkan apabila suatu industri yang ingin memasarkan produknya dapat menggunakan atau memasang reklame agar dapat diketahui oleh masyarakat. Hal tersebut dapat menambah jumlah industri yang memasang reklame mengakibatkan obyek pajak bertambah luas, sehingga penerimaan daerah pun meningkat (Syuhada dalam Nurmayasari 2010). 2.3 Penelitian Terdahulu Penelitian ini dimaksudkan untuk menggali informasi tentang Penerimaan Pajak Reklame yang sudah diteliti oleh peneliti lain. Dengan penelusuran penelitian terdahulu maka akan dapat dipastikan ruang yang didapat oleh penelitian ini. Beberapa penelitian mengenai Pajak Reklame yang telah banyak dilakukan, dapat dilihat pada tabel berikut:
16
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. 1.
Nama Peneliti dan Tahun Falilla Amalia (2001)
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Pengaruh Jumlah Industri, Jumlah Penduduk Dan PDRB Terhadap Penerimaan Pajak Reklame Di Kota Yogyakarta
Hasil uji secara simultan menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel independen (Jumlah Industri, Jumlah Penduduk, PDRB Perkapita) secara bersamasama dapat menunjukkan pengaruhnya terhadap penerimaan Pajak Reklame. Nilai Adj R-squared sebesar 0,898 yang berarti sebesar 89,8 persen variasi penerimaan Pajak Reklame dapat dijelaskan dari varisi ketiga variabel independen. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 10,2 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari ketiga variabel semuanya mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan. Pajak reklame merupakan salah satu komponen dari pajak daerah. Pendapatan daerah dari penerimaan pajak reklame tergantung dari besarnya pembayaran yang dilakukan wajib pajak atas pemasangan reklame. Pemahaman tersebut menunjukkan, bahwa penerimaan pajak reklame ditentukan oleh jumlah reklame insidentil, jumlah reklame non insidentil, lokasi pemasangan, jenis reklame dan PDRB sektor industri dan jasa. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari variabel jumlah ijin reklame insidentil, jumlah ijin reklame non insidentil, lokasi pemasangan, jenis reklame dan PDRB sektor industri dan jasa secara simultan dan parsial terhadap penerimaan pajak reklame di Kabupaten Jembrana periode tahun 2000-2009. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda. Dari hasil analisis tersebut, jumlah ijin reklame insidentil, jumlah ijin reklame non insidentil, lokasi pemasangan, jenis reklame dan PDRB sektor industri dan jasa secara simultan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak reklame di Kabupaten Jembrana dan jumlah ijin reklame insidentil dan lokasi pemasangan tidak berpengaruh, sedangkan jumlah ijin reklame non insidentil, jenis reklame dan PDRB sektor industri dan jasa berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak reklame di Kabupaten Jembrana. Hasil uji secara simultan menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel independen (Jumlah Penduduk, Jumlah Industri, dan PDRB Perkapita) secara bersama-sama dapat menunjukkan pengaruhnya terhadap penerimaan Pajak Reklame, dan uji hipotesis persial menunjukkan bahwa jumlah penduduk, jumlah industry dan PDRB perkapita secara terpisah berpengaruh
2.
Arini Chandra Saktiani (2011)
Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Reklame di Kabupaten Jembrana
3.
Nurmayasari (2010)
Analisis Penerimaan Pajak Reklame kota Semarang
17
terhadap pajak reklame di Kota Semarang.
2.4 Kerangka Berpikir Pajak pada dasarnya merupakan ekspresi tanggung jawab warga negara dalam pembangunan dan juga merupakan imbalan dari warga negara terhadap manfaat yang merupakan perolehan dari warga negara terhadap manfaat yang mereka peroleh dari produk yang dihasilkan oleh negara. Salah satu sumber penerimaan daerah adalah Pajak Reklame. Pajak yang mempunyai peranan yang penting bahkan diharapkan dapat menempati kedudukannya sumber penerimaan yang potensial. Pajak reklame merupakan pajak daerah yang pengelolaan dan penerimaannya diserahkan kepada pemerintah daerah Kabupaten atau Kota sehingga pemerintah daerah yang bersangkutan dapat memanfaatkan hasil penerimaan pajak tersebut untuk membiayai pembangunan daerahnya masingmasing. Oleh karena itu pemerintah daerah senantiasa berusaha menggali sumbersumber yang dapat meningkatkan penerimaan pajak reklame di daerahnya. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Falilla Amalia (2001) yang menyatakan bahwa jumlah industri berpengaruh terhadap penerimaan pajak pajak reklame yang menunjang peningkatkan pendapatan daerah, baik industri kecil, industri menengah maupun industri besar. Dalam penelitian ini sumber yang akan diteliti yaitu jumlah industri yang diduga mempunyai pengaruh terhadap penerimaan Pajak Reklame. Sehingga dalam penelitian ini diperlukan suatu uji statistik untuk menguji dan menganalisis apakah benar-benar variabel tersebut mempunyai peningkatan atau penurunan terhadap Pajak Reklame.
18
Berdasarkan landasan teori pada tinjauan pustaka di atas, maka secara skema kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut: Permasalahan Penelitian Berdasarkan fenomena dan Kesediaan teoritis serta studi empiris tentang jumlah industri dan pajak reklame yang ada di Kota Gorontalo, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan memformulasikan judul penelitian “Pengaruh Jumlah Industri terhadap Penerimaan Pajak Reklame di Kota Gorontalo”
Dasar Teori Sutrisno dalam Nurmayasari (2010) menekankan bahwa jumlah industri berpengaruh terhadap penerimaan pajak reklame. Jumlah industri adalah jumlah usaha industri baik industri kecil, menengah, maupun besar. Jumlah industri yang menggunakan jasa pemasangan reklame juga berpengaruh terhadap penerimaan pajak reklame. Pajak Reklame adalah pungutan daerah atas penyelenggaraan reklame. Adapun yang dimaksud reklame adalah benda, alat atau perbuatan yang menurut bentuk, susunan dan atau corak ragamnya digunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memuji kepada sesuatu barang, jasa atau seseorang ataupun untuk menarik perhatian umum (kepada suatu barang, jasa atau seseorang yang diselenggarakan/ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum (Peraturan Daerah No.22 Tahun 2002)
Penelitian Terdahulu 1.
2.
3.
Falilla Amalia (2001) dengan judul penelitian “Pengaruh Jumlah Industri, Jumlah Penduduk dan PDRB Terhadap Penerimaan Pajak Reklame Di Kota Yogyakarta” Arini Chandra Saktiani (2011) dengan judul penelitian “Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Reklame di Kabupaten Jembrana” Nurmayasari (2010) dengan judul penelitian “Analisis Penerimaan Pajak Reklame kota Semarang”
Diduga jumlah industri berpengaruh terhadap penerimaan pajak reklame
Variabel X: Jumlah industri
Variabel Y: Penerimaan pajak reklame
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
19
2.5 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: terdapat pengaruh jumlah industri terhadap penerimaan pajak reklame di Kota Gorontalo.