BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Tentang Rangkuman Ilmiah Menurut Agustin (2008: 224) Merangkum berarti meringkas atau menyingkat yang artinya tidak banyak makan tempat. Begitu pun dengan Sulistaningsih (2010:105) Rangkuman adalah penyajian kembali dengan bentuk yang lebih singkat dan dengan tetap mempertahankan keutuhan isi buku. Pendapat sederhana lainnya juga diutarakan oleh Anisa (2012:3) Rangkuman atau precis adalah suatu cara efektif untuk menyajikan
karangan yang panjang dalam bentuk yang singkat. Kata precis
yang dipakai untuk pengertian ini berarti memotong atau memangkas, mengurangi. Rangkuman pada dasarnya merupakan hasil dari rangkuman yang berarti salinan dengan hasil dari menyingkat. Suatu rangkuman bertolak dari penyajian suatu karya asli secara singkat, oleh karena itu rangkuman merupakan suatu ketempilan untuk mengadakan reproduksi dari hasil karya yang sudah ada. Jadi rangkuman merupakan suatu penyajian singkat suatu buku atau wacana asli yang isinya lebih padat dari pada teks yang asli. Dengan kata lain, menulis rangkuman adalah suatu cara efektif untuk menyajikan suatu karangan dalam bentuk singkat. Menurut Agustin (2008: 260) bahwa, Ilmiah merupakan ilmu yang berdasarkan pada pengetahuan. Kata ilmiah sering berkaitan dengan karya atau lebih familiar dengan kata karya ilmiah. karya ilmiah adalah suatu karya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang berbentuk ilmiah. Seperti apa yang dikatakan oleh Pateda (2011:89) ilmiah merupakan disiplin ilmu yang di susun secaara sistematis, 5
benar, logis, utuh dan bertanggung jawab berdasarkan telaah yang berhubungan dengan disiplin ilmu tertentu dan membahas salah satu persoalan dalam disiplin ilmu tertentu. Suatu karya dapat dikatakan ilmiah apabila proses perwujudannya lewat metode ilmiah. Ketentuan ilmiah, antara lain dengan sifat fakta yang disajikan dan metode penulisannya. Jadi ilmiah merupakan pengetahuan yang memenuhi kaidah tertentu baik dari segi bahasa maupun tulisan sehingga dapat dipahami oleh masyrakat awam sekalipun. Dari uraian rangkuman dan ilmiah diatas, dapat disimpulkan bahwa rangkuman ilmiah pada hakekatnya merupakan penyatuan dari pokok-pokok pembicaraan/tulisan yang tidak berurutan yang disusun berdasarkan pada ilmu pengetahuan. Dalam penulisan rangkuman terdapat indikator penulisannya sebagai acuan. Ada pun indikator penulisan rangkuman adalah sebagai berikut : 1. Isi Rangkuman Isi rangkuman merupakan pokok-pokok permasalahan dalam sebuah tulisan yang termuat dalam sebuah rangkuman. Indikator
isi rangkuman
terdapat bebepara descriptor yang hsrus dicapai oleh siswa dalam penulisan rangkuman ilmiah diantaranya: a) Pada rangkuman terdapat kata kunci b) Penggunaan redaksi kalimat sendiri yang sesuai dengan tata bahasa.
6
c) Isi rangkuman padat, jelas dan mudah dipahami tujuannya. d) Memuat persamaan dari kata kunci e) Menggunakan symbol-simbol fisika yang ditulis sesuai dengan penulisan symbol fisika. f) Memuat contoh aplikasi dri kata-kata kunci dalam kehidupan seharihari. 2. Organisasi Menurut Agustin (2008:454) bahwa, organisasi merupakan mengatur dan menyusun bagian-bagian sehingga menjadi satu kesatuan yang teratur. Organisasi yang dimaksud disini adalah pada rangkuman ilmiah tersusun atau terstruktur sesuai dengan materi yang dimulai dari penempatan topic sampai dengan sub-topik, sebagimana yang terdaftar dalam deskriptor berikut : a) Topik b) Sub-topik c) Uraian materinya d) Logis uraiannya 3. Bahasa Menurut Pateda (2011:3) bahwa, bahasa merupakan ucapan pikiran, perasaan dan kemauan manusia yang bersistem, dihasilkan oleh alat bicara dan digunakan untuk komunikasi.
7
Simpulan di atas lebih mementingkan bahaasa lisan namun ada sangkut pautnya dengan penggunaan bahasa pada penulisan rangkuman ilmiah dimana terdaftar pada indikatro berikut : a) Menggunakan redaksi kalimat yang tepat b) Menggunakan kosa kata yang tepat. c) Ketepatan penggunaan tanda baca. d) Penempatan paragraph yang tepat. 4. Tampil Menurut Agustin (2008: 585) bahwa, tampil merupakan melangkah kedepan ; menampakkan diri di hadapan orang. Tampil pada pembuatan rangkuman ilmiah lebih di tekankan pada tampilan hasil siswa dalam membuat rangkuman illmiah, sebagaimana terdaftar dalam indikator di bawah ini : a) Rapi b) Terorganisir c) Identitas tertera jelas yang mencakup : Nama siswa, Nama Guru, Nama mata pelajaran, Tanggal dan Kelas. d) Menggunakan diagram. 2.2 Hubungan Metode pembelajaran Baca, Tulis, Tampil, Komentar dan Revisi (Batutakore) Dengan Membuat Rangkuman Ilmiah. Pada dasarnya metode pembelajaran “batutakore” merupakan metode yang menggabungkan 5 (lima) kemampuan yang digabungkan menjadi satu siklus dalam
8
proses pembelajaran pembelajaran. Dimana lima kemampuan itu meliputi baca, tulis, tampil, komentar dan revisi kemudian disingkat dengan nama “Batutakore”. 2.2.1
Hakekat Membaca Membaca adalah suatu proses yang kompleks dan rumit. Kompleks berarti
dalam proses membaca terlibat berbagai faktor internal dan faktor eksternal pembaca. Faktor internal berupa intelegensi, minat, sikap, bakat, motivasi, tujuan membaca, dan lain sebagainya. Faktor eksternal bisa dalam bentuk sarana membaca, latar belakang sosial dan ekonomi, dan tradisi membaca. Rumit artinya faktor eksternal dan internal saling berhubungan membentuk koordinasi yang rumit untuk menunjang pemahaman bacaan. Membaca berasal dari kata baca menurut Agustin (2008:65) “melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis”. Definisi sederhana lainnya juga diberikan oleh Hamid (2011: 165) “membaca merupakan pintu untuk menguak cakrawala yang lebih luas dan jendela dunia untuk melakukan pengembangan dan peerubahan kearah yang lebih baik”. Dalam kehidupan sehari–hari manusia tidak terlepas dari kegiatan membaca karena dengan membaca kita bisa mendapatkan informasi dari apa yang tertulis dan mambaca merupakan suatu proses dalam belajar, hal ini dikarenakan, dalam membaca dibutuhkan pemahaman yang teliti untuk melihat apa yang di tulis. Kegiatan membaca meliputi 3 keterampilan dasar yaitu recording, decoding, dan
meaning.
Recording
merujuk pada kata-kata dan kalimat, kemudian
mengasosiakannya dengan bunyi-bunyinya sesuai dengan sistem tulisan yang 9
digunakan. Proses decoding merujuk pada proses penerjemahan rangkaian grafis ke dalam kata-kata. Sedangkan meaning merupakan proses memahami makna yang berlangsung dari tingkat pemahaman, pemahaman interpretatif, kreatif, dan evaluatif. Pada fase ini siswa pertama-tama mengenali secara umum buku atau wacana yang akan di rangkum. Kemudian menyusun pemahaman umum sepintas tentang isi buku dan menceritakan kembali apa yang sudah di baca untuk mengecek tingkat pemahaman siswa terhadap isi bacaan. Dari uraian teori di atas dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan suatu kegiatan menyimak, mengucapkan tulisan- tulisan serta mengarahkan semua pikiran, untuk memahami makna yang terkandung dalam tulisan untuk mendapatkan informasi yang tertulis. 2.2.2
Hakekat menulis Tanpa kita sadari dalam kehidupan sehari hari kita sering membuat coretan-
coretan yang tidak mempunyai makna namun pada dasarnya itu merupakan sebuah kegiatan menulis. Menulis tidak memerlukan teori khusus dan keberhasilannya sangat ditentukan oleh banyak sedikitnya berlatih. Menulis berasal dari kata tulis dimana dalam Agustin (2008: 617) tulis merupakan mencoretkan huruf atau angka dengan pena dsb di atas kertas atau yang lain. Definisi secara sederhana lainnya diberikan oleh Jauhri (2007:17) menulis merupakan aktifitas menuangkan gagasan yang diwujudkan dengan lambanglambang fonem.
10
Kemampuan menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang sangat penting untuk dikuasai. Untuk itu kemampuan menulis perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh sejak tingkat pendidikan dasar. Keterampilan menulis sebagai salah satu aaspek dari empat keterampilan berbahasa mempunyaui peranan penting dalam kehidupan manusia. Menulis merupakan kegiatan berbahasa yang cukup kompleks Karena pada saat menulis terlibat beberapa unsur yang diterapkan sekaligus. Dengan menulis kita dapat mengekspresikan pikiran atau pendapat kepada orang lain yang menggunakan media tulis dengan harapan dapat di baca oleh pembaca. Dalam pembagian kemampuan berbahasa, menulis selalu duterapkan paling akhir setelah kemampuan menyimak, berbicara dan membaca. Meskipun dituliskan paling akhir bukan berarti menulis merupakan kemampuan yang tidak penting. Dalam menulis semua unsur keterampilan berbahasa harus di konsentrasikan secara penuh agar mendapatkan hasil yang benar-benar baik. Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan penulis untuk menulis dengan jelas dan tidak samar-samar dalam memanfaatkan struktur kalimat, tata bahasa dan contoh-contoh yanhg relevan sehingga mempunyai makna tersendiri bagi penulis. Kebiasaan menulis yang dilakukan manusia untuk mengemukakan isi pendapat yang tersirat dalam pikirannya sehingga penulis dapat mengabadikan tulisannya dalam bentuk buku, jurnal, diary atau lain sebagainya yang bertujuan agar tulisan dibaca oleh orang lain, atau paling sedikit kita sendiri pada saat ini.
11
Pada fase ini siswa mencatat gagasan utama setiap bab atau sub-bab kemudian merangkai gagasan-gagasan utama dari bacaan menjadi rangkuman dengan menggunakan kalimat penghubung atau konyugasi. Berdasarkan uraian di atas maka disimpulkan bahwa menulis merupakan kegiatan berbahasa secara non verbal yang menyampaikan pesan lewat coretan ataupun tulisan. Dalam kegiatan belajar mengajar menulis sangat penting karena tujuan utama dari menulis dalam proses ini adalah merangkum poin-poin materi yang telah disediakan oleh guru yang berupa Lembar Kerja Siswa (LKS). 2.2.3
Tampil Menurut Agustin (2008: 585) tampil merupakan melangkah kedepan ;
menampakkan diri di hadapan orang. Dalam kegiatan belajar mengajar hal ini dikatakan tampil dalam artian dipersilahkan diri untuk maju kedepan membawa hasil pekerjaan yang telah dibuat dan dipresentasikan di depan kelas. Di kegiatan ini mental siswa akan dilatih untuk bisa tampil di depan kelas yang bermodalkan keparcayaan diri, sehingganya siswa tidak merasa canggung lagi untuk tampil di khalayak ramai. 2.2.4
Komentar Menurut Agustin (2008:347) menerangkan bahwa komentar merupakan
pendapat berupa ulasan tentang suatu berita, pidato, peristiwa dll. Komentar merupakan ungkapan untuk menjelaskan sesuatu kepada penyaji atau pendengar, sehingga komentar bisa dibutuhkan untuk memberikan respon dari
12
pembaca mengenai tulisan. Komentar dilakukan dengan cara mengajukan sebuah pertanyaan, sanggahan atau masukan kepada orang/kelompok yang sedang melakukan presentase. Tujuan dari kegiatan ini, siswa akan di latih pada kecakapan dalam berbicara atau retorika sehingganya siswa akan terlatih untuk berbicara di kelas atau forum diskusi lainnya. 2.2.5
Revisi Menurut Agustin (2008:534) revisi merupakan peninjauan kembali guna
kepentingan perbaikan. Dengan adanya proses pembelajaran revisi berarti memperbaharui atau memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dituliskan atau membetulkan kesalahan pada pekerjaan/tugas menjadi lebih baik. Pada proses pembelajaran revisi berbeda dengan remedial karena menurut Agustin (2008: 539) remedial berkenan dengan perbaikan. Revisi merupakan peninjuan kembali guna kepentingan perbaikan hasil yang telah dituliskan sedangkan remedial merupakan perbikan hasil pekerjaan namun remedial sering digunakan pada perbaikan ujian akhir. Revisi sering memerlukan pemikiran ulang apa yang telah ditulis dan bertanya pada diri sendiri pertanyaan tentang efektivitas, melibatkan penemuan serta perubahan. Dalam beberapa kasus, ide-ide baru akan mendorong kita untuk memulai rancangan yang sama sekali baru dengan fokus yang berbeda atau pendekatan.
13
Berdasarkan uraian di atas maka revisi berarti membuat keputusan penting tentang cara terbaik untuk fokus, mengatur, mengembangkan, mengklarifikasi, dan menekankan ide-ide. Jadi
metode
pembelajaran
“Batutakore”
merupakan
metode
yang
menggabungkan 5 (lima) kemampuan yang digabungkan menjadi satu siklus dalam proses pembelajaran pembelajaran. Sehingganya fase-fase metode pembelajaran “Batutakore” dalam membuat rangkuman ilmiah dapat di lihat pada tabel 1 berikut. Tabel 1. Fase-fase metode pembelajaran “Batutakore” dalam membuat rangkuman ilmiah Fase 1. Membaca
2. Menulis 3. Tampil
4. Komentar
5. Revisi
2.3
Aktivitas siswa Pada fase ini setelah guru membagikan bahan ajar aktifitas siswa membaca bahan ajar dan membutuhkan keterampilan dasar membaca yakni recording, decoding dan meaning. Setelah membaca bahan ajar, siswa menulis/membuat rangkuman ilmiah Setelah selesai membuat rangkuman ilmiah, siswa menampilkan hasil rangkuman ilmiah yang telah dibuat untuk di presentasikan (dalam kelompok atau secara klasikal). Pada fase ini siswa mengomentari (saran maupun kritik) hasil rangkuman ilmiah yang telah dibuat oleh siswa yang menampilkan rangkuman ilmiah. Pada fase yang terakhir, siswa merevisi atau memperbaiki rangkuman ilmiah, jika ada beberapa hal yang terdapat dalam rangkuman tidak sesuai dengan indikator membuat rangkuman ilmiah.
Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Suprijono (2009:50) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran
yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-
14
kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain. Secara khusus, hubungan model pembelajaran kooperatif dengan metode pembelajaran “Batutakore” dalam membuat rangkuman ilmiah sangat erat dikarenakan dalam membuat rangkuman ilmiah ada beberapa hal yang tidak di mengerti oleh siswa dapat ditanyakan pada teman yang menjadi satu kelompok sehingga informasi ataupun konsep yang tidak mereka pahami akan menjadi menjadi paham dengan adanya bantuan teman sekelompok. Jadi
Pembelajaran
kooperatif
merupakan
model pembelajaran
yang
mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ciriciri model pembelajaran kooperatif antara lain: a. Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif . b. Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah .
15
c. Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula. d. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan. Langkah-langkah (Sintaks) model pembelajaran kooperatif menurut Suprijono (2009:50) yakni : Tabel 2. Sintaks model pembelajaran kooperatif FASE Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Fase 2 Menyampaikan informasi Fase 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar Fase 4 Membantu kerja kelompok dalam belajar Fase 5 Mengetes materi Fase 6 Memberikan penghargaan
KEGIATAN GURU Guru menyampaikan semua tujuan pembalajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa aktif Guru menyampaikan informasi kepada siswa baik dengan peragaan atau dengan teks Guru menjelaskan kapada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan perubahaan yang efisien Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengarjakan tugas Guru mengetes materi pelajaran ataukelompok menyajikan hasil-hasil kelompok mereka Guru memberikan cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
2.4 Kalor Kalor merupakan energi yang ditransfer dari satu benda ke yang lainnya karena adanya perbedaan temperature. Dalam satuan SI, satuan untuk kalor adalah joule.
16
Kalor jenis suatu zat (c) adalah banyaknya kalor (Q) yang diperlukan atau dilepaskan untuk menaikkan atau menurunkan suhu satu satuan massa (m) sebesar satu satuan suhu (∆T). secara matematis :
Q = mc DT dengan: Q = banyaknya kalor yang diperlukan (J) m = massa suatu zat (kg) c = kalor jenis zat (J/kgoC) ΔT = kenaikan/perubahan suhu zat (oC) Hasil kali masa (m) dan kalor jenis (c) disebut kapasitas kalor dan diberi lambang C besar. Jadi, C = mc m = massa suatu zat (kg) c = kalor jenis zat (J/kgoC) C = kapasitas kalor suatu zat (J/oC). Kapasitas kalor menyatakan banyaknya energi yang diberikan dalam bentuk kalor untuk menaikkan suhu benda sebesar satu derajat. Dalam SI satuan kapasitas kalor adalah J/K atau J/oC. Dengan demikian, besar kalor (Q) dapat dinyatakan juga dalam persamaan : Q = C ∆T Keterangan: Q : kalor yang diserap/dilepas (J) C : kapasitas kalor benda (J/°C) ∆T : perubahan suhu benda (° C) (Giancoli, 2001 : 490)
17
1. Perpindahan kalor kalor terdiri dari konveksi, konduksi dan radiasi. a. Konduksi Konduksi merupakan perpidahan kalor tanpa diikuti oleh mediumnya. Perpindahan kalor secara konduksi ini banyak terjadi pada zat padat, sehingga dapat didefinisikan bahwa konduksi adalah perpindahan kalor pad zat padat. Coba masukkan sendok yang dingin ke dalam air teh yang panas kemudian peganglah ujung sendok itu. Kita akan merasakan perubahan pada ujung sendok.mula-mula dingin kemudian suhunya naik menjadi panas. Kejadian ini merupakan contoh peristiwa konduksi. Besarnya kalor yang dipindahakan secara konduksi tiap satuan waktu sebanding dengan luas penampang mediumnya, perbedaan suhunya dan berbanding terbalik dengan panjang mediumnya serta tergantung pada jenis mediumnya. Dapat dirumuskan secara matematis yaitu : DQ T -T = kA 1 2 Dt l
Keterangan : Q = kalor yang pindah dalam tiap detik (watt) k = koefisien konduktifitas bahan (kal/msK) A = luas penampang (m2) l = panjang bahan (m) Δt = perubahan suhu (K) b. Konveksi Konveksi merupakan cara perpindahan kalor dengan diikuti oleh mediumnya. Pernahkan kalian merasakan ada angin yang panas. Angin dapat membawa kalor
18
menuju kalian sehingga terasa lebih panas. Contoh lain adalah memasak air. Bagian bawah air yang lebih dulu panas adalah bagian bawah, tetapi air yang lebih panas dapat bergerak ke atas sehingga terlihat ada gelembung-gelembung air yang bergerak. Dari contoh ini dapat menambah penilaian kita bahwa prosese konveksi banyak terjadi pada medium gas dan cair. Besarnya energy kalor (kalor) yang dipindahkan memenuhi persamaan berikut :
Q = h A DT t Keterangan : Q = kalor yang pindah dalam tiap detik (watt) h = koefisien konveksi (Wm-2K4 atau Wm-2(°C)4) A = luas penampang (m2) ΔT = perubahan suhu (K) b. Radiasi Contoh radiasi adalah panas matahari hingga ke bumi. Panas matahari hingga ke bumi tidak membutuhkan medium. Radiasi suatu benda dipengaruhi oleh suhu benda, sehingga setiap benda yang suhunya lebih tinggi dari sekelilingnya akan mengalami radiasi. Dalam eksperimennya, Stefan boltzman mengemukakan hubungan daya radiasi dengan suhunya, yaitu memenuhi persamaan : DQ = lsAT 4 Dt
Persamaan ini disebut persamaan Stevan-Boltzmann dan s merupakan konstanta universal yang disebut konstanta Stevan-Boltzmann. ( Nurachmandani, 2009:157)
19
2.5 Kajian Penelitian Yang Relevan Laode Hafitsin (2012) menyimpulkan bahwa
dengan menerapkan metode
pembelajaran “Batutakore” dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dede Anisa(2012) di kelas XI SMK Muhammadiyah Kadungora Garut, menyimpulkan bahwa pembelajaran menulis rangkuman dengan model pembelajaran langsung dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Kenyataan ini membuktikan bahwa metode pembelajaran “Batutakore” dan Membuat rangkuman menimbulkan perbedaan terhadap hasil belajar pada aspek kognitif. Perbedaan penelitian yang saya lakukan dengan penelitian di atas, dimana penelitian yang dilakukan oleh
Laode Hafitsin (2012) merupakan penelitian
eksperimen yang meneliti hasil belajar siswa dan penelitian yang dilakukan oleh Dede Anisa(2012) dimana dia mendeskripsikan menerapkan
tindakan
pembelajaran
dengan
model pembelajaran menulis rangkuman. Sedangkan penelitian yang
saya lakukan merupakan studi eksperimen yang melihat pengaruh metode pembelajaran “Batutakore” terhadap kemampuan siswa dalam membuat rangkuman ilmiah. 2.6 Hipotesis Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “ Terdapat
Perbedaan
Kemampuan
Merangkum
Siswa
Antara
Kelas
Yang
Menggunakan Metode Pembelajaran “Batutakore” Dengan Kelas Yang Tidak Menggunakan Metode Pembelajaran “Batutakore” pada maateri kalor.
20
21