BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hasil Belajar Menurut Purwanto (2009:54) Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai dari proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidkian. Hasil belajar diukur untuk mengetahui pencapaian tujuan pendidikan sehingga hasil belajar harus sesuai dengan tujuan pendidikan. Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi setelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidika. Manusia mempunyai potensi perilaku kejiwaan yang dapat dididik dan diubah perilakunya yang meliputi domain kgnitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Kingsley (dalam Sudjana 2011:22) membagi tiga macam hasil belajar yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan peringatan, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan menurut Gegne (dalam Sudjana 2011:22) membagi lima kategori hasil belajar yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap dan (e) keterampilan motoris Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan intruksional menggunakan klasisikasi hail belajar dari Bloom (dalam Sudjana 2011:22) yang secara garis besarnya membaginya menjadi tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.
8
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban, atau reaksi, penilin, organisasi, dan internalisasi. Ranah
psikomotoris
berkenaan
dengan
hasil
belajar
dan
kemampuan bertindak, ada enam ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan preptual, (d) keharmonisan atau ketetepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakn ekspresif dan intrepretatif. Ketiga rana tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitif itu, ranah kognitif itulah yang paling banayak dinilai oleh para guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan peljaran. 1.
Ranah kognitif Rana kognitif terdiri dari enam aspek yakini: a. Tipe hasil belajar: pengetahuan Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge dalam taksonomi Bloom, yang dikutip oleh Sudjana (2011: 23) sekalipun demikian, makanya tidak sepenuhnya tepat
9
sebab
dalam
istilah
tersebut
termasuk
pengetahuan
faktual
disamping pengetahuan hapalan atau diingat seperti rumus, batasan, definisi, istilah pasal dalam undang-undang, nama-nama tokoh, nama-nama kota. Dilihat dari segi proses, istilah-istilah tersebut memang perlu dihapal dan diingat agar dapat dikuasainya sebagai dasar bagi pengetahuan atau konsep-konsep lainya. b. Tipe hasil belajar: pemahaman Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah pemahaman. Misalanya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca tau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. c. Tipe hasil belajar : aplikasi Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi konkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori atau petunjuk teknisi. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. d. Tipe hasil belajar: analisis Analisis adalah usaha memilih sesuatu integritas menjadi unsurunsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierakinya dan atau susunanaya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang
10
komperensif dan dapat memilahkan integritas menjadi bagianbagian yang terpadu, untuk beberapa hal memahami prosesnya, untuk hal lain memahami cara bekerjanya, untuk hal lain lagi bagi memahami sistematikanya. e. Tipe hasil belajar : Sintesis Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian kedalam bentuk menyeluruh disebut sintesis. Berpikir
berdasarkan
pengetahuan
hapalan,
berpikir
pemahaman, berpikir aplikasi, dan berpikir analais dapat dipandang sebagai berpikir konvergen yang satu tingkat lebih rendah dari pada berpikir devergen. Dalam berpikir konvergen, pemecahan atau jawabanya akan sudah diketahui berdasarkan yang sudah dikenalnya. Berpikr sinetesis adalah berpikir devergen. Dalam berpikir devergen pemecahan atau jawabannya belum dapat dipasitkan. Mensisntesiskan
unit-unit
tersebut
tidak
sama
dengan
mengumpulkanya ke dalam satu kelompok besar f. Tipe hasil belajar : Evaluasi Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujua, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materil, dll. Dilihat dari segi tersebut maka dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau standar tertentu.
11
Mengembangka kemampuan evaluasi penting bagi kehidupan bermasyrakatdan bernegara. Mampu memberikan evaluasi tentang kebijakan mengenai kesempatan belajar, kesempatan kerja, dapat mengembangkan partisipasi serta tanggunh jawabnya sebagai warga negara. 2.
Ranah afektif Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Penilaian hasil
belajar afektif kuarang mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih banyak menilai ranah kognitif semata-mata. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatianya terhadap pelaajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman kelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. 3.
Ranah psikomotoris Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill)
dan kemampuan individu. Ada enam tingkatan keterampulan yakni: a. Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar). b. Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar. c.
Kemampuan pereptual, termasuk didalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lan.
d. Kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketetapan. e. Gerakan-gerakan skill, melaui dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks.
12
f.
Kemampuan
yang
yang
berkenaaan
komunikasi
non-
decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif. Berdasarkan uraian diatas dapat diartikan bahwa hasil belajar merupakan
kemampuan-kemampuan
yang
dimiliki
siswa
setelah
menerima pengalam belajar. Hasil yakni kemampuan kemampuan aktual yang berupa penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dicapai siswa sebagai hasil apa yang dipelajarinya dan dapat diukur dengan tes. Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi dua faktor dari dalam diri siswa, meliputi kemampuan yang dimiliki siswa yang terdiri: motivasi belajar, minat belajar dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial, ekonomi, faktor fisik dan psikis serta faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan terutama kualitas pengajara. Untuk meningkatkan hasil belajar diperlukan suatu pendekatan mengajar yang menekan hubungan sistematik antara berbagai komponen dalam pengajaran suatu pengajaran sesuai dengan fungsi saling berhubungan satu sama lain dan membentuk satu kesatuan yaitu terdiri dari komponen tujuan pengajaran, bahan ajara, metode belajar mengajar, media dan evaluasi
pengajaran
yang
di
gunakan
pembelajaran.
13
untuk
mencapai
tujuan
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut Slameto (2010:54-72) faktor-faktor yang mempengaruhi banyak jenisnya tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar individu. 1.
Faktor-faktor intern Didalam faktor intern ini akan dibahas menjadi 3 faktor yaitu: faktor
jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan: 1. Faktor Jasmaniah a. Faktor kesehatan Sehat berati dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagian/ bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang bterganggu, selain itu juga ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing jika badanya lemah, kurang darah ataupun
gangguan-gangguan
kelainan-kelainan
fungsi
alat
indranya serta tubuhnya. Agar dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan
badanya
tetap
14
terjamin
dengan
cara
selalu
mengindeahkan ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olahraga, rekreasi dan ibadah. b. Cacat tubuh Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabakan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/badan. Cacat itu berupa buta, setengah buta, tuli, setengah tuli, patah kaki dan patah tangan, lumpuh dan lain-lain. Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat belajarnya juga terganggu. Jika hal itu terjadi hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahaakan alat bantu
agar
dapat
menghindari
atau
menguarangi
pengaruh
kecacatanya itu. 2. Faktor psikologis Sekuarang-kurangya ada tujuh faktor yang tergolong kedalam faktor psikologi yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor belajar itu adalah intelegensi, perhatian,minat,bakat, motif, kematangan dan kelelahan. a.
Perhatian Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu
kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaiakan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif mengetahui/menggunkan konsep-konsep yang
15
abstrak secara efektif mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil dari pada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah. Walaupun begitu siswa yang mempunyai tingkat
intelegensi
yang
tinggi
belum
pasti
berhasil
dalam
belajaranya, hal ini disebabkan karena belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya sedangkan intelegensi adalah salah satu faktor diantara faktor yang lain. b. Intelegensi Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarnya, jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbulah kebosanan sehingga ia tidak lagi suka belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik, usahakan bahan pelajaran selalu menarik perhatian dengan cara mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobi atau bakatnya. c.
Minat Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan
dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan ini diminati seseorang. Diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang jadi berbeda dengan perhatian, karena perhatian sifatnya sementara
16
(tidak dalam waktu yang lama) dan belum tentu diikuti dengan persaan tenang sedangkan minat selalu diikuti dengn perasaan senang dan dari situ diperoleh kepuasan. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang diperbaiki tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya d.
Bakat Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru
terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Orang yang berbakat mengetik, misalnya akan lebih cepat dapat mengetik dengan lancar dibanding dengan orang lain yang kurang/tidak berbakat dibidang itu. e.
Motif Motif erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan
dicapai. Di dalam menentukan tujuan dapat disadari atau tidak, tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat. Sedangkan yang menjadi penyebab
berbuat
adalah
motif
itu
sendiri
sebagai
saya
penggerak/pendorongnya. Motif yang kuat sangatlah perlu di dalam belajar, di dalam membentuk motif yang kuat itu dapat dilaksanakan dengan adanya latihan- latihan / kebiasaan-kebiasaan dan pengaruh lingkungan
17
yang memperkuat jadi latihan/kebiasaan itu sangat perlu dalam belajar. f.
Kematangan Kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan
seseorang,
dimana
alat-alat
tubuhnya
sudah
siap
untuk
melaksanakan kecakapan baru. Misalnya anak dengan kakinya sudah siap untuk berjalan, tangan dengan jari-jarinya sudah siap untuk menulis, dengan otaknya sudah siap berpikir dengan abstrak. Belajar akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang). g.
Kesiapan Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau
beraksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. 3. Faktor kelelahan Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat psikis). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk memberingkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena terjadi kekacauan substansi sisa pembakaran dalam tubuh sehingga darah tidak/kurang lancar pada bagian-bagian tertentu.
18
Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan rohani sangat terasa pada bagian kepala dengan pusing-pusing sehingga sulit untuk berkonsentrasi seolaholah otak kehabisan daya untuk bekerja. Dari uraian tersebut dapatlah dimengerti bahwa kelelahan itu mempegaruhi belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik haruslah menghindari jangan sampai terjadi keleahan dalam belajarnya. Sehingga perlu diusahakan kondisi yang bebas dari kelelahan. Kelelahan baik jasmani maupun rohani dapat dihilangkan dengan cara-cara sebagai berikut: a. Tidur, b. Istirahat, c. Mengusahakan variasi dalam belaja, juga dlam bekerja, d. Menggunakan obat-obat yang bersifatmelancarkan peredaran darah misalnya obat gosok, e. Rekreasi dan ibadah teratur, f. Membagi makan dan makanan yang memenuhi syarat-syarat kesehatan
misalnya
yang
memenuhi
empat
sehat
lima
sempurna, g. Jika kelelahan sangat serius cepat-cepat menghubungi seorang ahli misalnya dokter, psikiater, konselor, dan lain-lain.
19
2.
Faktor – faktor Ekstern Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar, dapatlah
dikelompokan menjadi tiga faktor, yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah, faktor masyrakat. Uraian berikut membahas ketiga faktor tersebut: 1. Faktor keluarga Siswa yang akan belajar menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana sumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. a. Cara orang tua mendidik Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadap belajar anaknya. b. Relasi antara anggota keluarga Relasi antara anggota keluarga yang terpenting adalah relasi orang tua dengan anaknya. Selain itu relasi anak dengan saudaranya atau dengan anggota keluarga lainya pun turut mempengaruhi belajar anak. Wujud relasi itu misalnya apakah hubungan itu penuh dengan kasih sayang dan pergertian, ataukah diliputi kebencian, sikap yang terlalu keras ataukah sikap yang acuh tak acuh dan sebagainya. Begitu juga realasi anak dengan saudaranya atau dengan anggota keluarga yang lain tidak baik akan dapat menimbulkan problem yang sejenis.
20
c. Suasana rumah Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi atau kejadiankejadian yang sering terjadi di dalam keluarga dimana anak berada dan belajar. Suasana rumah juga merupakan faktor yang penting yang tidak termasuk faktor yang disengaja. Suasana rumah yang gaduh/ramai semraut tidak akan memberi ketenangan kepada anak yang belajar. Suasana tersebut dapat terjadi pada keluarga yang besar yang terlalu banyak penghuninya, suasana rumah yang tegang, ribut sering terjadi cekcok pertengkaran antar anggota keluarga atau dengan keluarga lainya menyebabkan anak menjadi bosan dirumah, suka keluar rumah (ngluyur) akibatnya belajarnya kacau. d. Keadaan ekonomi keluarga Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain terpenuhinya kebutuhan pokoknya, misalnya makan, pakaian, perlindungan kesehatan dan lain-lain juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis menulis, buku-buku dan lain-lain. Fasilitas belajar itu hanya terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang. e. Pengertian orang tua Anak belajar perlu dorongan dan penegrtian orang tua. Bila anak sedang belajar jangan di ganggu dengan tugas-tugas di
21
rumah. Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat orang tua wajib memberi pengertian dan mendorongnya, membantu sedapat mungkin kesulitan yang dialami anak di sekolah. Bila perlu menghubungi guru anaknya, untuk mengetahu perkembangannya. f. Latar belakang kebudayaan Tingkat keluarga
pendidikan
mempengaruhi
pendidikan sikap
atau
anak
kebiasaan
dalam
didalam
belajar.
Perlu
ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik agar mendorong semangat anak untuk belajar. 2. Faktor sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu seolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah. a. Metode mengajar Metode mengajar adalah suatu cara/ jalan yang harus dilalui didalam mengajar. Metode mengajar itu mempengaruhi belajar, metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Metode mengajar yang kurang baik itu dapat terjadi misalnya karena guru kurang persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran sehingga guru tersebut menyajikanya tidak jelas atau sikap guru terhadap siswa dan
22
terhadap mata pelajaran itu sendiri tidak baik, sehingga siswa kuarang senang terhadap pelajaran atau gurunya. Akibatnya siswa malas untuk belajar. Guru mengajar dengan metode ceramah saja. Siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif, dan hanya mencatat saja. Guru yang progresif berani mencoba metode-metode yang baru. Yang dapat membantu meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik maka metode mengajar harus diusahakan yang setepat, efisien dan efektif mungkin. b. Kurikulum Kurukulim diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bagahn
pelajaranagar
siswa
menerima,
menguasai
dan
mengembangkan bahan pelajaran itu. Jelaslah bahan pelajaran itu mempengaruhi belajar siswa. Kurikulum kurang baik berpengaruh kurang baik terhadap belajar. Kurikulum yang tidak baik itu misalnya kurikulum yang terlalu padat, diatas kemampuan siswa tidak sesuai dengan bakat, minatdan perhatian siswa. Perlu diingat bahwa sistem intruksional sekarang
menghendaki
proses
belajar
mengajar
yang
mementingkan kebutuhan siswa. Guru perlu mendalami siswa dengan baik, harus mempunyai perencanaan yang mendetail, agar
23
dapat melayani siswa belajar secara individual. Kurikulum sekarang belum memberikan pedoman perencanaan yang demikian. c. Relasi guru dengan siswa Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa. Proses tersebut dapat dipengaruhi oleh relasi yang ada dalam proses itu sendiri. Jadi cara belajar siswa juga dipengaruhi oleh relasinya dengan gurunya. Di dalam relasi (guru dan siswa) yang baik, siswa akan menyukai gurunya, juga akan menyukai mata pelajaran yang akan diberikanya sehingga siswa berusaha berusaha sebaik-baikanya. Hal tersebut juga terjadi sebaliknya, jika siswa membenci gurunya. ia segan mempelajari mata pelajaran yang diberikanya, akibanya pelajarannta tidak maju. Guru yang kurang berinteraksi dengan siswa secara akrab, menyebabkan proses belajar-mengajar itu kurang lancar. Juga siswa merasa jauh dari guru, maka segan berpartisipasi secara aktif dalam belajar. d. Relasi siswa dengan siswa Guru yang kurang mendekati siswa dan kurang bijaksana tidak akan melihat bahwa didalam kelas ada grup yang saling bersaing secara tidak sehat. Jiwa kelas tidak terbina, bahkan hubungan masing-masing siswa tidak tampak.
24
Siswa yang mempunyai sifat-sifat atau tingkah laku yang kuarang menyenangkan teman lain, mempunyai rasa rendah diri atau sedang mengalami tekanan-tekanan batin, akan diasingkan dari kelompok. Akibatnya makin parah masalahnya dan akan menggangu belajarnya. Lebih-lebih lagi ia menjadi malas untuk masuk sekolah dengan alasan-alasan yang tidak-tidak karena di sekolah menglami perlakuan kurang menyenangkan dari temantemanya. Jika hal ini terjadi segeralah siswa diberi pelayanan bimbingan dan penyuluhan agar ia dapat diterima kembali ke dalam kelompoknya. Menciptakan relasi yang baik antar siswa adalah perlu agar dapat memberikan pengaruh positif terhadap belajar siswa. e. Disiplin sekolah Kedisiplinan sekolah erat hubunganya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar. Kedisiplinan sekolah mencakup
kedisiplinan
guru
dalam
mengajar
dengan
melaksanakan tata tertib, kedisiplinan pegawai/keteraturan kelas, gedung sekolah, halaman dan lain-lain, kedisiplinan kepala sekolah dalam mengelola seluruh staf beserta siswa-siswanya dan kedisiplinan tim BP dalam pelayanan kepada siswa. Seluruh sataf sekolah yang mengikuti tata tertib dan bekerja dengan disiplin membuat siswa menjadi disiplin pula, selain itu juga memberi pengaruh yang positif terhadap belajarnya. Banyak
25
sekolah
yang
dlam
pelaksanaan
disiplin
kurang,
sehingga
mempengaruhi sikap siswa dalam belajar, kurang bertanggung jawab, karena bila tidak melaksanakan tugas, tidak ada sanksi. Dalam proses belajar siswa perlu disiplin untuk mengembangkan motivasi yang kuat. Dengan demikian agar belajar lebih maju, siswa harus disiplin dalam belajar baik disekolah, dirumah dan diperpustakaan. Agar siswa disiplin haruslah guru beserta staf yang lain disiplin pula. f.
Alat pelajaran Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa,
karena alat pelajaran yang dipakai guru pada waktu mengajar dipakai pula oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarekan itu. Alat pelajaran yang lengkap dan tepat aakan memperlancar penrimaan bahan pelajaran yang berkaitan kepada siswa. Jika siswa mudah menerima pelajaran dan menguasainya. Maka belajarnya akan menjadi lebih giat dan lebih maju. Kenyataan saat ini dengan banyaknya tuntutan yang masuk sekolah, maka
memerlukan alat-alat yang membatu lancarnya
belajar siswa dalam jumlah yang besar pula, seperti buku-buku diperpustakaan, laboratorium atau media-media lain. Mengusahakan alat-alat pelajaran yang baik dan lengkap adalah perlu agar guru dapat mengajar dengan baik sehingga
26
siswa dapat menerima pelajaran dengan baik serta dapat belajar dengan baik pula. g. Waktu sekolah Waktu sekolah ialah waktu terjadinya proses belajar mengajar disekolah, waktu itu dapat pagi hari, siang, sore/malam hari. Waktu sekolah juga mempengaruhi belajar siswa. Jika terjadi siswa terpaksa masuk sekolah sore hari, sebenarnya kurang dapat dipertanggung jawabkan. Dimana siswa harus beristirahat, tetapi terpaksa masuk sekolah, hingga mereka mendengarkan pelajaran sambil menangtuk dan sebagainya. Sebaliknya siswa belajar di pagi hari, pikiran masih segar, jasmani dalam kondisi yang baik. Jika siswa bersekolah pada waktu kondisi badanya sudah lelah/lemah, misalnya pada siang hari, akan mengalami kesulitan didalam menerima pelajaran. Kesulitan itu disebabkan karena siswa sukar berkonsentrasi dan berpikir pada kondisi badan yang lemah tadi. Jadi memilih waktu sekolah yang tepat akan memberi pengaruh yang positif terhadap belajar. h. Standar pelajaran diatas ukuran Guru berpendirian untuk mempertahankan wibawanya, perlu memberi pelajaran di atas ukuran standar. Akibatnya siswa merasa kurang mampu dan takut kepada guru. Bila banyak siswa yang tidak berhasil dalam mempelajari mata pelajaranya, guru semacam itu merasa senang. Tetapi berdasarkan teori belajar, yang
27
mengingat perkembangan psikis dan kepribadian siswa yang berbeda-beda, hal tersebut tidak boleh terjadi. Guru dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. Yang penting tujuan yang dirumuskan dapat tercapai. i.
Keadaan gedung Dengan jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik
mereka masing-masing menuntut keadaan gedung dewasa ini harus memadai di dalam setiap kelas. Bagaimana mungkin belajar dengan enak. Jika kelas itu tidak memadai bagi setaip siswa. j.
Metode belajar Banyak siswa melaksanakan cara belajar yang salah. Dalam
hal ini perlu pembinaan dari guru. Dengan cara yang tepat akan efektif pula hasil belajar siswa itu. Juga dalam pembagian waktu untuk belajar. Kadang-kadang siswa belajar tidak teratur, atau terus menerus, karena besok akan tes. Dengan belajar demikian siswa akan kurang beristirahat, bahkan dapat jatuh sakit. Maka perlu belajar teratur setiap hari, dengan pembagian waktu yang baik, memilih cara belajar yang tepatdan cukup beristirahat akan meningkatkan hasil belajar. k. Tugas rumah Waktu belajar terutama adalah sekolah, disamping untuk belajar waktu di rumah biarlah digunakan untuk kegiatan-kegiatan
28
lain. Maka diharapkan guru janagan terlalu banyak memberi tugas yang harus dikerjakan di rumah, sehingga anak tidak mempunyai waktu lagi untuk kegiatan yang lain. 3. Faktor masyarakat Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaannya siswa dalam masyrakat yang terdiri dari: a. Kegiatan siswa dalam masyarakat Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagaian dalam kegiatan masyrakat yang terlalu banyak, misalnya berorganisasi, kegiatan-kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. Perlulah kiranya membatasi kegiatan siswa dalam masyrakat supaya jangan samapai menggangu belajarnya. Jika mungkin memilih kegiatan yang mendukung belajar. Kegiatan itu misalnya kursus bahasa inggris, PKK Remaja, kelompok diskusi dan sebagainya. b. Mass media Yang termasuk dalam mass media adalah bioskop, radio, TV, surat kabar, majalah, buku-buku, komik-komik dan lain-lain. Semuanya itu ada beredar dalam masyarakat.
29
Mass media yang baik memberi pengaruh yang baik terhadap siswa dan juga terhadap belajarnya. Sebaliknya mass media yang jelek juga berpengaruh jelek terhadap siswa. Sebagai contoh, siswa yang suka nonton film atau membaca cerita-cerita detektip, pergaulan bebas, percabulan, akan berkecenderungan untuk berbuat seperti tokoh yang dikagumi dalam cerita itu, karena pengaruh dari jalan ceritanya. Jika tidak ada kontrol pembinaan dari orang tua (bahkan pendidik), pastilah semangat belajarnya menurun bahkan mundur sama sekali. Maka perlulah kiranya siswa mendapatkan bimbingan dan kontrol yang cukup bijaksana dari pihak orang tua dan pendidik, baik didalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. c. Teman bergaul Pengaruh-pengaruh dari teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam jiwanya dari pada yang kita duga. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya, teman bergaul yang jelek pasti mempengaruhi yang bersifat buruk juga. Teman bergaul yang tidak baik misalnya yang suka begadang, keluyuran, pecandu rokok, film, minum-minum, lebih-lebih lagi teman bergaul lawan jenis yang amoral, pejinah, pemabuk, dan lain-lain, pastilah akan menyeret siswa ke ambang bahaya dan pastilah belajarnya berantakan.
30
Agar siswa dapat belajar dengan baik serta pengawasan dari orang tua dan pendidik harus cukup bijaksana (jangan terlalu ketat tetapi juga jangan terlalu legah). d. Bentuk kehidupan masyarakat Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang yang tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri dan mempunyai kebiasaan yang tidak baik akan berpengaruh jelek kepada anak (siswa) yang berada disitu. Anak/siswa tertarikikut berbuat seperti yang dilakukan orang-orang disekitarnya. Akibatnya belajarnya terganggu bahkan anak/siswa kehilangan semangat belajar karena perhatianya semula tersebut kepada pelajaran berpindah ke perbuatan-perbuatan
yang
selalu
dilakukan
orang-orang
disekitarnya yang tidak baik tadi. Sebaliknya jika lingkungan anak adalah orang-orang yang terpelajar yang baik-baik, mereka mendidik
dan
terpengaruh
menyekolahkan
juga
lingkungannya.
hal-hal
Pengaruh
anak-anakanya,
yang itu
dilakukan
dapat
oleh
mendorong
anak/siswa orang-orang semanagat
anak/siswa untuk belajar lebih gia tlagi adalah perlu untuk mengusahakan lingkungan yang baik agar dapat memeberi pengaruh yang positif terhadap anak/siswa sehingga dapat belajar dengan sebaik-baiknya.
31
2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Isjoni (2009:20) pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan mengajar dimana murid bekerja sama diantara satu sama lain dalam kelompok belajar yang kecil untuk menyelesaikan tugas individu atau kelompok yang diberikan oleh guru. Teknik pembelajaran kooperatif sangat sesuai di dalam kelas yang berisi siswasiswa yang mempunyai berbagai tingkat kecerdasan. Pembelajaran kooperatif memerlukan berbagai kemahiran sosial dalam penggunaan dan arahan yang penting untuk mengerjakan tugas secara kelompok. Menurut Johnson (dalam Isjoni 2009:21) pembelajaran kooperatif sebagai satu kaedah pengajaran. Kaedah ini merupakan satu proses pembelajaran yang melibatkan siswa belajar dalam kumpulan kecil. Setiap siswa
dalam
kelompok
kecil
dikehendaki
bekerja
sama
untuk
memperlengkapkan dan memperluas pembelajaran diri sendiri dan juga ahli yang lain. Lie (dalam Isjoni 2009:23) menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Lebih jauh dikatakan pembelajaran kooperatif hanya berjalan kalauu sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang didalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang ditentukan.
32
Menurut Nur (dalam Isjoni 2009:27) pembelajaran kooperatif adalah model
pembelajaran
menciptakan
yang
pendekatan
mengelompokan pembelajaran
siswa yang
untuk
tujuan
berhasil
yang
mengitegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademik. Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif sebagaimana dikemukakan Slavin (dalam Isjoni 2009:33-34) yaitu
penghargaan
kelompok,
pertanggung
jawaban
individu
dan
kesempatan yang sama untuk berhasil. 1. Penghargaan kelompok Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor diatas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok ditentukan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli. 2. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan Keberhasilan kelompok tergantung dari pelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggung jawaban tersebut menitik beratkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggung jawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya. 3. Pertanggung jawaban individu.
33
Pembelajaran
kooperatif
menggunakan
metode
skoring
yang
mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring setiap siswa baik yang berperestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil melakukan yang terbaik bagi kelompoknya. Dengan
melaksanakan
model
pembelajaran
kooperatif
siswa
memungkinkan dapat meraih keberhasilan dalam belajar, disamping itu juga bisa melatih siswa memiliki keterampilan, belajar baik keterampilan berpikir (thinking skill) maupun keterampilan sosial (social skill), seperti keterampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan dari orang lain, bekerja sama, rasa setia kawan, dan mengurangi timbulnya perilaku yang menyimpang dalam kehidupan kelas, Stahl (dalam Isjoni 2009:35). Berdasarkan pendapat para ahli di atas pembelajaran koperatif bertujuan agar peserta didik dapat belajar secara kelompok bersama teman-temanya dengan cara saling menhargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menegemukakan pendapat melalui penyampaiannya
secara berkelompok. Hal ini di tegaskan oleh Stahl
(dalam Isjoni 2009: 15) meyatakan pembelajaran kooperatif dapat Meningkatkan Belajar Siswa lebih baik dan meningkatkan sikap tolongmenolong dalam perilaku sosial.
34
2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Teknik
belajar
mengajar
Berpikir-Berpasangan-Berempat
dikembangkan oleh Frank Lyman (Think-Pair-Share) dan Spencer Kagan (Think-Pair-Square) sebagai struktur kegiatan pembelajaran kooperatif. Teknik ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hasilnya untuk seluruh kelas, teknik Berpikir-Berpasangan-Berempat memberi sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan memajukan partisipasi mereka kepada orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik, Lie (2010). Sedangkan menurut Nurhadi (dalam Thobroni dan mustofa, 2012: 297-298) model Think-Pair-Share (TPS) ini dimasudkan sebagi alternatif terhadap metode tradisional yang diterapkan di kelas, seperti metode ceramah, tanya jawab satu arah, yaitu guru terhadap siswa merupakan suatu cara efektif untuk menggati suasana pola diskusi di kelas. Pola diskusi yang baik membutuhkan pengendalian kelas dan prosedur yang tepat pula. Siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil yang beranggotakan 2-6 orang yang bersifat heterogen. Selain itu, siswa diberi kesempatan lebih banyak waktu berpikir, merespons, dan bekerja secara mandiri serta membantu teman lain secra positif untuk meneyelasikan tugas.
35
Menurut Arends (dalam Trianto 2007:61-62) menyatakan bahwa Think-pair-share merupakan susatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas, membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam Think-pair-share (TPS) dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami. Guru menggunakan Think-pair-Share (TPS) untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan. Guru menggunakan langkah-langkah (fase) sebagai berikut. a.
Langkah 1: Berpikir (Thinking) Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunkan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir. b. Langkah 2: Berpasangan (Pairing) Selanjutnya guru meminta untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus
36
yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih 4 atau 5 menit untuk berpasangan. c. Langkah 3 : berbagi (Sharing) Pada langkah akhir, guru meminta pasang-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapatkan untuk melaporkan. Langka-langkah Penggunaan Think Pair share Menurut Lie (2010) “berpikir-berpasangan-berempat” yaitu: 1. Guru
membegi
siswa
ke
dalam
berempat
kelompok
dan
memberikan tugas kepada semua kelompok. 2. Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri. 3. Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya. 4. Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya ke kelompok berempat.
37
Menurut Hanafiah dan Suhana (2012: 46-47) langkah-langkah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) adalah sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai. 2. Peserta
didik
diminta
untuk
berpikir
tentang
materi
atau
permasalahan yang disampaikan guru. 3. Peserta didik diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masingmasing. 4. Guru
memimpin
pleno
kecil
diskusi,
setiap
kelompok
mengemukakan hasil diskusinya. 5. Berawalnya
dari
kegiatan
tersebut
guru
mengarahkan
pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambahkan materi yang belum diungkapkan para siswa. 6. Guru memberi kesimpulan. 7. Penutup. Menurut Lie (dalam Thobroni dan Mustofa 2012:301) keunggulan pada model pembelajaran Think Pair Share (TPS) adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memukinkan hanya untuk seluruh kelas, Model Think Pair Share
(TPS) memberikan sedikitnya
delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukan partisipasinya di depan orang lain. Selain itu model Think
38
Pair Share (TPS) dapat digunakan untuk semua mata pelajaran dan semua tingkat anak didik. Sedangkan Kelemahan Think Pair Share (TPS) menurut Basri (dalam Thobroni dan Mustofa 2012:302) antara lain: 1. Membutuhkan
koordinasi
secara
bersamaan
dari
berbagai
aktivitas. 2. Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunnna ruang kelas 3. Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok dapat menyita waktu pengajaran yang berharga. Untuk itu guru harus membuat perencanaan yang seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang. Model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) yang digunakan dalam penelitian ini diharapkan siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lainya, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil. Hal ini sesuai dengan pengertian dari model pembelajarn Think Pair Share (TPS) yaitu pembelajaran yang memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan siswa lain. Dengan hal ini guru, sangat berperan penting untuk membimbing siswa melakukan diskusi, sehingga terciptanya suasana belajar yang lebih hidup, aktif, kratif, efektif dan menyenangkan. Dengan demikian melalui model pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS), siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara kelompok dan saling membantu
39
antara satu dengan lainya, membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap pembelajaran yang dilakukan. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) sebagai salah satu upaya meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian yang dikemukan oleh para ahli tersebut dapat dipahami bahwa model pembelajaran Think Pair Share (TPS) adalah salah satu model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan terstruktur. Model pembelajaran ini memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Pembelajaran diawali dengan pengajuan pertanyaan oleh guru dan meminta siswa untuk memikirkan jawabanya secara individu. Kemudian secara berpasangan, siswa mendidkusikan hasil pemikiranya untuk merumuskan jawaban paling benar. Setelah beberapa pasangan berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang mereka diskusikan.
2.2 Hipotesis Tindakan Menurut
Sugiyono
(2010:96)
Hipotesis
merupakan
jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan
40
sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik dengan data. Sehubungan dengan penelitian ini, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan
sebagai
berikut:
“
Jika
guru
menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe Think Phair Share (TPS)
model
Pada mata
Pelajaran Kewirausahaan di kelas X ADP³ SMK Negeri 1 Limboto, maka hasil belajar siswa akan meningkat”
41