BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Menurut Hamalik (2009: 155) hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan. Purwanto (2010: 38) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Menurut Sudjana (2011: 22) hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley (dalam Sudjana, 2011: 22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Gagne (dalam Sudjana, 2011: 22) mengemukakan bahwa lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil
8
belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris. Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi analisis, sintesis, dan evalusi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah Afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah Psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau ketetapan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Berdasarkan uraian pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah proses kedewasaan manusia itu berupa keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai setelah belajar di sekolah. Hasil belajar yang diperoleh dari belajar berupa nilai dalam bentuk skor dan perubahan tingkah laku, merupakan salah satu indikator yang
9
dijadikan pedoman untuk mengetahui kemajuan yang diperoleh di sekolah.
2.1.1.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Slameto (2010: 54) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar banyak jenisnya, tetapi dapat dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar individu. 1) Faktor intern. Faktor intern ini meliputi tiga bagian yaitu faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan. (1) Faktor jasmaniah. Proses belajar seorang siswa akan terganggu jika kesehatan siswa tersebut terganggu. Selain itu juga ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, dan ngantuk jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada kelainan fungsi alat inderanya serta tubuhnya. Dengan demikian apabila siswa cacat tubuh, hal itu akan mempengaruhi hasil belajar. Siswa yang cacat, belajarnya akan terganggu. Jika hal itu terjadi hendaknya siswa tersebut belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan dengan memberi alat bantu agar dia dapat menghindari atau mengurangi kecacatannya.
10
(2) Faktor psikologis. Sekurangnya-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong kedalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah: a. Intelegensi. Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil dari pada siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah. b. Perhatian. Untuk menjamin hasil belajar yang baik siswa harus mempunyai
perhatian
yang
penuh
terhadap
bahan
yang
dipelajarinya. Agar tumbuh perhatian sehingga siswa dapat belajar dengan baik, bahan pelajaran harus diusahakan selalu menarik perhatian. Dengan mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan bakatnya, berkualitas, aktual, dan mengkaitkan bahan tersebut dengan pelajaran yang lalu, mengemukakan manfaat bagi anak baik dengan pelajaran yang sedang dibicarakan maupun dengan bahan yang akan datang, dan manfaat kelak dimasyarakat. c. Minat. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar anak. Bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak dapat belajar dengan sebaik-baiknya. Jika ada siswa kurang atau tidak berminat terhadap belajar perlu diusahakan cara membangkitkan minat tersebut. Minat dapat ditumbuhkan dengan berbagai
cara,
pembelajaran,
antara
lain
dengan
mengembangkan
11
menvariasikan
metode
media
pembelajaran,
menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan siswa, dan mengkaitkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan cita-cita siswa. d. Bakat. Siswa yang memiliki bakat ibarat bagian golok yang runcing. Jika bahan pembelajaran yang dipelajari oleh siswa yang berbakat maka pelajaran itu akan cepat dikuasai, sehingga hasil belajarnya pun akan lebih baik. e. Motif. Dalam proses belajar mengajar guru harus memperhatikan motif belajar siswa atau faktor-faktor yang mendorong belajar siswa. Dengan mengetahui motif siswa belajar, maka guru dapat mengajak para siswa untuk berpikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan serta menunjang belajar. f. Kematangan. Kematangan merupakan tingkat atau fase dalam pertumbuhan seseorang. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh anggota-anggota tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. g. Kesiapan. Kesiapan erat hubungannya dengan kematangan. Siswa dikatakan sudah memiliki kesiapan apabila pada dirinya ada kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi. Kesiapan ini perlu diperhatikan oleh guru dalam proses belajar. Pembelajaran yang diikuti oleh para peserta didik yang memiliki kesiapan tinggi akan
12
terjadi proses pembelajaran yang optimal dan hasil belajarnya pun akan lebih baik. (3) Faktor kelelahan. Kelelahan baik jasmani ataupun rohani dapat mempengaruhi keberhasilan dalam belajar. Oleh karena itu, guru harus memberikan pengertian kepada siswa untuk berusaha menghindari terjadinya kelelahan dalam belajarnya. 2) Faktor ekstern. Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dapat dikelompokkan kedalam faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. (1) Faktor keluarga. Para siswa yang sedang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: (a) cara orang tua mendidik, (b) relasi/hubungan antara anggota keluarga, (c) suasana rumah, (d) keadaan ekonomi keluarga, (e) sikap dan perhatian orang tua, dan (f) latar belakang kebudayaan orang tua. (2) Faktor sekolah. Faktor sekolah mempengaruhi belajar meliputi halhal yang berkaitan dengan: (a) metode mengajar, (b) kurikulum, (c) hubungan guru dengan para siswa, (d) hubungan siswa dengan siswa, (e) disiplin sekolah, (f) peralatan/media pelajaran, (g) waktu sekolah, (h) sarana dan prasarana sekolah, (i) metode belajar siswa, dan (j) tugas sekolah. (3) Faktor masyarakat. Merupakan faktor ekstern yang berpengaruh terhadap perkembangan pribadi siswa; yaitu keberhasilan siswa dalam belajar. Pengaruh tersebut terjadi karena keberadaan siswa
13
dalam masyarakat. Faktor masyarakat ini banyak berkaitan dengan: (a) kegiatan siswa dalam masyarakat, (b) masa media yang beredar/ada dalam masyarakat, (c) pengaruh teman bergaul, dan (d) pola hidup masyarakat.
2.1.2 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin (dalam Isjoni, 2009: 25) kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana dalam sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Pembelajaran kooperatif merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga
memungkinkan
terjadinya
interaksi
secara
terbuka
dan
hubungan yang bersifat interdepedensi efektif di antara anggota kelompok (Sugandi, 2002: 14, dalam Purworedjo, 2009: 2). Menurut pendapat Lie (2008: 29) bahwa model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif
yang membedakannya
dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan
14
prosedur model pembelajaran kooperatif
dengan benar-benar akan
memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif. Pada dasarnya pembelajaran kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Pembelajaran kooperatif juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok (Solihatin, dan Rahardjo, 2007: 4).
2.1.2.1. Tipologi Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin (2008: 26-28) ada enam tipologi pembelajaran kooperatif, yaitu: 1. Tujuan Kelompok, bahwa kebanyakan metode pembelajaran kooperatif menggunakan beberapa bentuk tujuan kelompok. Dalam metode pembelajaran tim siswa, ini bisa berupa sertifikat atau rekognisi lainnya yang diberikan kepada tim yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. 2. Tanggung jawab individual, yang dilaksanakan dengan dua cara. Pertama dengan menjumlah skor kelompok atau nilai rata-rata individu atau penilaian lainnya, seperti dalam model pembelajaran 15
siswa. Kedua, merupakan spesialisasi tugas, cara kedua ini siswa diberi tanggung jawab khusus untuk sebagian kelompok. 3. Kesempatan sukses yang sama, yang merupakan karakteristik unik metode pembelajaran tim siswa, yakni penggunaan skor yang memastikan semua siswa mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam timnya. 4. Kompetisi tim, sebagai sarana untuk motivasi siswa untuk bekerja sama dengan anggota timnya. 5. Spesialisasi tugas, tugas untuk melaksanakan sub tugas terhadap masing-masing anggota kelompok. 6. Adaptasi
terhadap
kebutuhan
kelompok,
metode
ini
akan
mempercepat langkah kelompok.
2.1.2.2 Tujuan dan Prosedur Pembelajaran kooperatif Tujuan
pembelajaran
kooperatif
berbeda
dengan
kelompok
tradisonal yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 2008: 50). Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas tujuan pertama pembelajaran kooperatif, yaitu meningkatkan hasil 16
akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan tujuan yang kedua, pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial. Tujuan penting ketiga
dari pembelajaran
kooperatif
ialah
untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi
tugas,
aktif
bertanya,
menghargai
pendapat
orang
lain,
memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya (http://ipotes.wordpress,com). Menurut Ditnaga Dikti (dalam Taniredja 2011 : 60-62), pada dasarnya, kegiatan tpembelajaran dipilahkan menjadi empat langkah, yaitu orientasi, bekerja kelompok, kuis, dan pemberian penghargaan. Setiap langkah dapat dikembangkan lebih lanjut oleh para guru dengan berpegang pada hakekat setiap langkah sebagai berikut: 1. Orientasi Sebagaimana halnya dalam setiap pembelajaran, kegiatan diawali dengan orientasi untuk memahami dan menyepakati bersama tentang apa yang akan dipelajari serta bagaimana strategi pembelajarannya. Guru mengkomunikasikan tujuan, materi, waktu, langkah-langkah serta sistem
17
penilaiannya.
Pada
langkah
ini
siswa
diberi
kesempatan
untuk
mengungkapkan pendapatnya tentang apa saja, termasuk cara kerja dan hasil akhir yang diharapkan atau sistem penilaiannya. Negosiasi dapat terjadi antara guru dan siswa, namun pada akhir orientasi diharapkan sudah terjadi kesepakatan bersama. 2. Kerja kelompok Pada tahap ini siswa melakukan kerja kelompok sebagai inti kegiatan pembelajaran. Kerja kelompok dapat dalam bentuk kegiatan memecahkan masalah, atau memahami dan menerapkan suatu konsep yang dipelajari. Kerja kelompok dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti berdiskusi, melakukan eksplorasi, observasi, percobaan, browsing lewat
internet,
dan
sebagainya.
Waktu
untuk
bekerja
kelompok
disesuaikan dengan luas dan dalamnya materi yang harus dikerjakan. Kegiatan yang memerlukan waktu lama dapat dilakukan di luar jam pelajaran, sedangkan kegiatan yang memerlukan sedikit waktu dapat dilakukan pada jam pelajaran. Agar kegiatan kelompok terarah, perlu diberikan panduan singkat sebagai pedoman kegiatan. Sebaiknya panduan ini disiapkan oleh guru. Panduan harus memuat tujuan, materi, waktu, cara kerja kelompok dan tanggung jawab masing-masing anggota kelompok, serta hasil akhir yang diharapkan dapat dicapai.
18
3. Tes/kuis Pada akhir kegiatan kelompok diharapkan semua siswa telah mampu memahami topik / masalah yang sudah dikaji bersama. Kemudian masingmasing - masing siswa menjawab tes atau kuis untuk mengetahui pemahaman mereka terhadap konsep / topik / masalah yang dikaji. Penilaian individu ini mencakup penguasaan ranah kognitif, afektif, dan keterampilan. 4. Penghargaan kelompok Langkah ini dimaksudkan untuk memberTikan penghargaan kepada kelompok yang berhasil memperoleh kenaikan skor dalam tes individu. Kenaikan skor dihitung dari selisih antara skor dasar dengan skor tes individual. Menghitung skor yang didapat masing-masing kelompo dengan cara menjumlahkan skor yang didapat siswa didalam kelompok tersebut kemudian dihitung rata-ratanya. Selanjutnya berdasarkan skor rata-rata tersebut ditentukan penghargaan masing-masing kelompok. Misalnya, bagi kelompok yang mendapat rata-rata kenaikan skor sampai dengan 15 mendapat perhargaan sebagai “Good Team”. Kenaikan skor lebih dari 15 hingga 20 mendapat penghargaan “ Greet Team”. Sedangkan kenaikan skor lebih dari 20 sampai 30 mendapat penghargaan sebagai “Super Team”. Anggota kelompok pada periode tertentu dapat diputar, sehingga dalam satu satuan waktu pembelajaran anggota kelompok dapat diputar 2-3 kali putaran. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan dinamika kelompok diantara anggota kelompok dalam
19
kelompok tersebut. Diakhir tatap muka guru memberikan kesimpulan terhadap materi yang telah dibahas pada semua siswa. (www.ditnagadikti.org/ditnaga/files/PIP/kooperatif.pdf).
2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Menurut Lie (2010 : 61-62) Teknik belajar mengajar Dua Tinggal Dua Tamu ( Two Stay Two Stray ) dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992) dan siswa bisa digunakan bersama dengan Teknik Kepala Bernomor. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua mata pelajaran dan untuk semua tinggkatan usia anak didik. Struktur Dua Tinggal Dua Tamu memebri kesempatan kepada kelompokuntuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Banyak kegiatan belajar mengajara diawarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pwkerjaan yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan bekerja manusia saling bergantung satu dengan yang lainya. Critophorus Colombus tidak akan menemukan benua Amerika jika tidak bergerak oleh penemuan Galileo Galilei yang menyatakan bahwa bumi itu bulat. Einstein pun mendasarkan teori-teorinya pada teori Newton. Langkah-langkah Dua Tinggal Dua Tamu ( Two Stay Two Stray ) 1. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.
20
2. Setelah sesuai, dua orang dari masin-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing akan bertamu ke dua kelompok lainya. 3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka. 4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melamporkan temaun mereka dari kelompok lain. 5. Kelompok mencocokan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. Dua Tinggal Dua Tamu ( Two Stay Two Stray ) memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompk lainya. Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam model pembelajaran ini sebagai berikut : a. Peserta didik bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa. b. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok bertemu ke kelompok yang lain. c. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka. d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka masingmasing dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. e. Kelompok mencocokan dan membahas hasil kerja mereka. (Suhana, 2012 : 56)
21
2.2 Hipotesis Tindakan Berdasarkan landasan teori di atas maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: jika digunakan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray pada mata pelajaran Kewirausahaan, maka hasil belajar siswa di kelas X ADP² meningkat.
22
SMK Negeri 1 Limboto