BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Teoritis dan Hipotesis 2.1.1 Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif (Suprijono, 2009: 7). Dalam pembelajaran perubahan perilaku yang harus dicapai oleh pembelajar setelah melaksanakan aktivitas belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, hasil belajar merupakan hal yang penting karena dapat menjadi petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar yang sudah dilakukan. Hasil belajar dapat diketahui melalui evaluasi untuk mengukur dan menilai, apakah siswa sudah menguasai ilmu yang dipelajari atas bimbingan guru sesuai dengan tujuan yang dirumuskan. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klaisifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan dan ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,
8
9
sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.Ranah psikomotor
berkenaan
dengan
hasil
belajar
keterampilan
dan
kemampuanbertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan intrepretatif. Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal cenderung menunjukan hasil yang berciri sebagai berikut: a) Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrisik pada diri siswa. Motivasi intrisik adalah semangat juang untuk belajar yang tumbuh dari dalam diri siswa itu sendiri. Siswa tidak akan mengeluh dengan prestasi yang rendah, dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya. Sebaliknya, hasil belajar yang baik akan mendorong pula untuk meningkatkan, setidak-tidaknya mempertahankan, apa yang telah dicapainya. b) Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya. Artinya, ia tahu kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia punya potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana harusnya. Ia juga yakin tidak ada sesuatu yang tak dicapai apabila ia berusaha sesuai dengan kesanggupannya. c) Hasil belajar yang dicapainya bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama diingatnya, membentuk perilakunya, bermanfaat untuk mempelajari aspek
10
lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan pengetahuan lainnya, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri, dan mengembangkan kreativitasnya. d) Hasil belajar diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan; ranah afektif atau sikap dan apresiasi; serta ranah psikomotoris, keterampilan atau perilaku. Ranah kognitif terutama adalah hasil yang diperolehnya sedangkan ranah afektif dan psikomotoris diperoleh sebagai efek dari proses belajarnya, baik efek instruksional maupun efek nurturant atau efek samping yang tidak direncanakan dalam pengajaran. e) Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan dirinya terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya. Ia tahu dan sadar bahwa tinggi rendahnya hasil belajar yang dicapainya bergantung pada usaha dan motivasi belajar dirinya sendiri. Depdikbud (2003: 895) menjelaskan prestasi adalah penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang dikembangkan di mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angkat yang diberikan oleh guru. Hamalik (dalam Mulyasa 2004: 170) mengemukakan bahwa evaluasi itu adalah keseluruhan
kegiatan
pengukuran
(pengumpulan
data
dan
informasi).
Pengalaman, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai peserta didik. Setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hasil
11
belajar merupakan hasil belajar peserta didik secara keseluruhan yang menjadi indikator kompetensi/derajat perubahan perilaku yang bersangkutan. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kegiatan belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapainya, oleh karena itu semakin baik kualitas pelaksanaan kegiatan belajar mengajar maka akan semakin baik pula hasil belajar siswa. Oleh sebab itu, penilaian terhadap proses belajar mengajar tidak hanya bermanfaat bagi guru, tetapi juga bagi para siswa yang pada saatnya akan berpengauh terhadap hasil belajar yang dicapainya. Untuk mencapai hasil belajar yang optimal khususnya dalam belajar matematika pertama tama yang dituntut adalah perhatian, ketekunan, dan motivasi yang tinggi dalam menyerap materi-materi yang disajikan oleh guru. Dengan demikian diharapkan dapat menghasilkan kecakapan, pemahaman, sikap, keterampilan, kebiasaan, koordinasi, mengadakan asosiasi serta bertambahnya pengetahuan dan berkembangnya daya pikir. Berdasarkan pengertian diatas maka hasil belajar dapat diartikan sebagai perubahan kemampuan siswa dalam belajar sehingga meningkatkan prestasi belajar dan memiliki pengalaman dalam bentuk penguasaan terhadap ilmu pengetahuan serta memiliki perubahan sikap keterampilan sebagai hasil dan usaha yang dilakukan.
12
2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif 2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pada hakekatnya pembelajaran kooperatif atau lebih dikenal pembelajaran gotong royong merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok (Sugandi, 2011: 14). Hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok. Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong, yaitu: (1) saling ketergantungan positif; (2) tanggung jawab perseorangan; (4) tatap muka; (5) komunikasi antar anggota; dan (6) evaluasi proses kelompok. Menurut Tarigan (1998: 28) pembelajaran kooperatif adalah “merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang lebih mengutamakan aktivitas siswa yaitu siswa belajar bersama dalam bentuk kelompok kecil untuk mempelajari materi dan mengerjakan tugas, dan setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas kesuksesan kelompoknya”. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
13
mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keberagaman, dan pengembangan sosial. Berdasarkan hasil penelitian Slavin (dalam Muslimin, 2003: 16) menunjukkan bahwa teknik-teknik pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individual atau kompetitif. Dari hasil penelitian Lundgren (dalam Muslimin, 2003: 17) menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang amat positif untuk siswa yang rendah hasil belajarnya. Trianto (2007: 48-49) mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif di kelas, terdapat enam langkah utama atau tahapan yaitu: 1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. 2. Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. 3. Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. 4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru
membimbing
kelompok-kelompok
mengerjakan tugas mereka.
belajar
pada
saat
mereka
14
5. Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing- masing kelompok mempersentasikan hasil kerjanya. 6. Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian bukanlah satu cooperative environment meskipun beberapa siswa duduk bersama namun bekerja secara individu dalam menyelesaikan tugas, atau seorang anggota kelompok menyelesaikan sendiri tugas kelompoknya. Cooperative learning lebih merupakan upaya pemberdayaan teman sejawat, meningkatkan interaksi antar siswa, serta hubungan yang saling menguntungkan antar mereka. Siswa dalam kelompok akan belajar mendengar ide atau gagasan orang lain, berdiskusi setuju atau tidak setuju, menawarkan, atau menerima kritikan yang membangun, dan siswa merasa tidak terbebani ketika ternyata pekerjaannya salah.
15
Pada model pembelajaran kooperatif, siswa didorong untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial. Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif peranan kelompok sangat menentukan keberhasilan kegiatan pembelajaran, karena suatu kelompok dikatakan efektif apabila dalam kelompok tersebut ada ketergantungan positif dalam kelompoknya, memiliki tanggung jawab terhadap kelompoknya, terjadi tatap muka antar anggota kelompok, terjadi komunikasi dalam kelompoknya. Karena menurut Roger dan David (dalam Lie, 2007: 31) dikemukakan bahwa tidak semua kelompok bisa dianggap kooperatif learning”. 2.1.2.2 Ciri-ciri dan Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif Dalam melaksanakan model pembelajaran kooperatif dikelas, ada beberapa ciri utama yang sifat mendasar yang perlu diperhatikan untuk dijadikan acuan oleh guru apakah model pembelajaran yang dilaksanakan adalah benarbenar model pembelajaran kooperatif. Ciri-ciri dimaksud dikemukakan Slavin dalam Lie (2002: 59) yaitu: 1) untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif, 2) kelompok dibentuk dari siswasiswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, 3) jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku,
16
budaya, jenis kelamin yang berbeda pula, dan 4) penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan. Selanjutnya menurut Tarigan (1998: 31) bahwa pembelajaran yang menggunakan model cooperatif learning pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Siswa belajar dalam kelompok kecil (4-5 orang) yang bekerja sama serta duduk saling berhadapan. 2. Siswa bersifat heterogen (jenis kelamin dan kemampuan serta saling membantu satu sama lain). 3. Siswa dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya atau dapat meningkatkan hubungan kerja. 4. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru. 5. Siswa belum boleh mengakhiri belajar sebelum yakin bahwa seluruh anggota kelompok menyelesaikan tugasnya. Senada dengan ciri-ciri diatas, maka Sthal (dalam Marpung, 2002: 14) mengemukakan bahwa pembelajaran dengan model kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Belajar dari teman. 2. Tatap muka dengan teman. 3. Mendengarkan dari anggota. 4. Belajar dari teman sendiri dari kelompok.
17
5. Belajar dalam kelompok kecil. 6. Produk berbicara atau mengemukakan pendapat. 7. Siswa membuat keputusan. Dalam pelaksanaan belajar mengajar dikelas model pembelajaran kooperatif dapat memberikan manfaat seperti yang dikemukakan oleh Lie (2007: 67-68), antara lain: a. Meningkatkan hasil belajar siswa. b. Meningkatkan hubungan antar kelompok, belajar kooperatif memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk berinteraksi dan beradaptasi dengan teman atau tim untuk mencerna materi pelajaran. c. Meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi belajar, belajar kooperatif dapat membina sifat kebersamaan, peduli satu sama lain dan tenggang rasa, serta mempunyai rasa andil terhadap keberhasilan tim. d. Menumbuhkan realisasi kebutuhan siswa untuk belajar berpikir, belaja kooperatif dapat diterapkan untuk berbagai meteri ajar, seperti pemahaman yang rumit, pelaksanaan kajian proyek serta latihan memecahkan masalah e. Memaduhkan dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan. f. Meningkatkan perilaku dan kehadiran dikelas. g. Relatif
murah
karena
tidak
memerlukan
biaya
khusus
untuk
menerapkannya. Selanjutnya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru ketika siswa bekerja dalam kelompok adalah sebagai berikut:
18
a. Setiap anggota dalam kelompok harus merasa bagian dari tim dalam pencapaian tujuan bersama. b. Semua anggota dalam kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka pecahkan adalah masalah kelompok, berhasil atau gagal akan dirasakan oleh semua anggota kelompok. c. Untuk pencapaian tujuan kelompok, semua siswa harus bicara atau diskusi satu sama lain. d. Harus jelas bahwa setiap kerja individu dalam kelompok mempunyai efek langsung terhadap keberhasilan kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling memberi kesempatan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain. Menurut Trianto (2007: 48-49) mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif di kelas, terdapat enam langkah utama atau tahapan yaitu: 1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. 2. Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
19
3. Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. 4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru
membimbing
kelompok-kelompok
belajar
pada
saat
mereka
mengerjakan tugas mereka. 5. Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing- masing kelompok mempersentasikan hasil kerjanya. 6. Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
2.1.3
Pembelajaran tipe Number Head Togethar (NHT) Pembelajaran tipe NHT (Number Head Togethar) ini dikembangkan oleh
Spencer Kagan (dalam Nurhadi, 2004: 67) dengan melibatkan para siswa dalam mereviem bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut. Menurut Ibrahim (2000: 28) Numbered Heads Together (NHT) merupakan suatu tipe model pembelajaran kooperatif yang merupakan struktur sederhana dan terdiri atas empat tahap yang digunakan untuk mereview fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur interaksi siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe ini juga dapat digunakan untuk pemecahan masalah yang tingkat kesulitannya terbatas. Numbered Heads Together (NHT) memberikan kesempatan kepada
20
siswa untuk membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, Numbered Heads Together (NHT) juga mendorong siswa untuk meningkatkan kerja sama antar siswa. Numbered Heads Together (NHT) adalah suatu pendekatan yang dikembangkan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut sebagai gantinya mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas (Ibrahim, 2000: 28)
Menurut Ibrahim (2000: 30) model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together (NHT) mempunyai langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pendahuluan Fase 1 : Persiapan a) Guru menjelaskan tentang pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). b) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran c) Guru melakukan apersepsi d) Guru memberikan motivasi pada siswa 2. Kegiatan Inti Fase 2 : Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT). Tahap pertama 1) Penomoran
21
Guru membagi siswa dalam kelompok beranggotakan 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5 2) Guru menjelaskan secara singkat tentang materi pembelajaran. 3) Siswa bergabung dengan tim atau anggotanya yang telah ditentukan. Tahap kedua Mengajukan pertanyaan : Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya. Tahap ketiga Berpikir bersama : Siswa berfikir bersama menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu. Tahap keempat 1) Menjawab : Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Dalam memanggil suatu nomor guru secara acak menyebut nomor dari 1 sampai x (x adalah banyaknya kelompok dalam kelas siswa). Anak yang terpilih dari tahap 4 dalam kelompok x adalah anak yang diharapkan menjawab. 2) Guru mengamati hasil yang diperoleh oleh masing-masing kelompok yang berhasil baik, dan memberikan semangat bagi kelompok yang belum berhasil dengan baik (jika ada).
22
3. Penutup : Evaluasi Fase 3 1) Dengan bimbingan guru siswa mebuat rangkuman 2) Siswa diberi PR dari buku paket atau buku panduan lain. 3) Guru memberikan evaluasi atau latihan soal mandiri. Variasi dalam model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT), sebagai berikut: a. Setelah seorang siswa menjawab, guru dapat meminta kelompok lain apakah setuju atau tidak setuju dengan jempol ke atas atau ke bawah. b. Untuk masalah dengan jawaban lebih dari satu, guru dapat meminta siswa dari setiap kelompok-kelompok yang berbeda untuk masingmasing memberi sebagian jawaban. c. Seluruh siswa dapat memberi jawaban secara serentak. d. Seluruh siswa yang menanggapi dapat menulis jawabannya di papan tulis atau di kertas pada saat yang sama. e. Guru dapat meminta siswa lain menambahkan jawaban bila jawaban yang diberikan belum lengkap. Selanjutnya, dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) adalah sebagai berikut. a. Tugas-tugas perencanaan 1) Memilih pendekatan. 2) Pemilihan materi yang sesuai. 3) Pembentukan kelompok siswa.
23
4) Pengembangan materi dan tujuan. 5) Mengenalkan siswa pada tugas dan peran. 6) Merencanakan waktu dan tempat. b. Tugas-tugas interaktif 1) Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa. 2) Menyampaikan informasi. 3) Mengorganisasikan dan membantu kelompok belajar. (Ibrahim, 2000:19) 2.2 Kajian Materi A. Prisma 1. Pengertian Prisma Prisma merupakan bangun ruang yang mempunyai sepasang sisi kongruen dan sejajar serta rusuk-rusuk tegaknya saling sejajar (Sukino dan Simangunsong, 2006: 325). Gambar di bawah ini adalah gambar beberapa jenis prisma didasarkan pada nama alasnya, sebagai berikut:
Sisi atap Tinggi Sisi alas
Prisma Segitiga
Prisma Segi Lima
Prisma Persegi (kubus)
Prisma Segi Enam
Prisma Persegi Panjang (balok)
Prisma Lingkaran (tabung)
(Sukino dan Simangunsong, 2006: 325)
Prisma Huruf H
24
Berdasarkan jenis-jenis prisma di atas, maka jenis prisma yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis prisma persegi panjang (balok) dan prisma segitiga.
(a)
(b) Gambar 2.1
Dua sisi yang berbentuk segitiga itu masing-masing dinamakan sisi alas dan sisi atas. Sedang sisi lain yang berbentuk persegipanjang atau jajargenjang disebut sisi tegak. Penamaan suatu prisma didasarkan pada bentuk sisi alas (sisi atas) juga sisi tegaknya. Prisma segitiga artinya prisma yang memiliki alas berbentuk segitiga. Prisma yang sisi alas dan sisi atasnya berbentuk segitiga dan sisi-sisi tegaknya berbentuk persegi atau persegipanjang dinamakan prisma segitiga tegak. (seperti pada Gambar 2.1 (a). Sedang bila sisi tegaknya berbentuk jajargenjang, seperti Gambar 2.1 (b) dinamakan prisma segitiga miring. Sehingga Prisma adalah bangun ruang tertutup yang dibatasi oleh dua sisi berbentuk segi banyak
yang
persegipanjang.
sejajar
dan
kongruen,
serta
sisi-sisi
lainnya
berbentuk
25
2. Volume Prisma t t
t
l
p l
p
l
p (a)
(b)
Gambar 2.2 Volume balok = Volume prisma segitiga tegak (a) + Volume prisma segitiga tegak (b) Volume balok = 2 x Volume prisma segitiga tegak (a) 1 Volume prisma segitiga tegak (a) = x volume balok 2 1 Volume prisma segitiga tegak (a) = V = (p x l x t) 2 1 Volume prisma segitiga tegak (a) = V = (p x l) x t 2 1 Periksalah p x l adalah luas alas prisma yang berbentuk segitiga. Bila luas sisi 2 alas dinamakan A, maka A = p x l, sehingga volume prisma segitiga tegak (a) adalah V = A x t Dengan cara yang sama akan diperoleh bahwa volume prisma dapat dirumuskan sebagai berikut: V = A x t, A merupakan luas alas prisma dan t merupakan tinggi prisma. Contoh soal:
11 cm
8 cm
6 cm
26
Jawab: Dik:
Luas sisi alas prisma segitiga = luas sisi atas prisma segitiga Luas sisi alas prisma = A = ½ x 6 x 8 = ½ x 48 = 24 Tinggi prisma sama dengan 11 cm, sehingga V=Axt V = 24 x 11 = 264 Jadi volume prisma segitiga adalah 264 cm3.
B. Limas 1. Pengertian Limas Limas merupakan bangun ruang sisi datar yang selimutnya terdiri atas bangun datar segitiga dengan satu titik persekutuan. Titik persekutuan itu disebut titik puncak limas (Agus, 2008: 208). Berdasarkan pengertian diatas maka dapat didentifikasi bahwa sifat-sifat dari limas adalah sebagai berikut: 1. Selimutnya berbentuk bangun datar segitiga 2. Sisi-sis selimut memiliki tepat satu titik potong (titik persekutuan) 3. Tidak memiliki diagonal ruang 4. Diagonal bidangnya hanya ada pada limas Adapun jenis-jenis Limas adalah sebagai berikut: 1. Limas yang alasannya berbentuk segitiga baik segitiga sama kaki dan segitiga sama sisi 2. Limas yang alasannya berbentuk segi n beraturan
27
3. Limas yang alasanya berbentuk Lingkaran (kerucut)
V
Titik Puncak
Tinggi Limas
D
C
A
B Gambar 2.3 Gambar 2.3 menunjukan model limas dengan alas persegi panjang. Sisi
muka limas berbentuk segitiga dan bertemu pada titik puncak V. Jarak titik puncak ke sisi alas disebut tinggi limas (Agus, 2008: 209). 2. Volume Limas
H
G F
E O
F
C D
A
B Gambar 2.4
Gambar 2.4 menunjukkan sebuah kubus ABCD.EFGH. Kubus tersebut memiliki 4 buah diagonal ruang yang saling berpotongan di titik O. Jika diamati secara cermat, keempat diagonal ruang tersebut membentuk 6 buah limas segiempat, yaitu limas segiempat O.ABCD, O.EFGH, O.ABFE,
28
O.BCGF, O.CDHG, dan O.DAEH. Dengan demikian, volume kubus ABCD. EFGH merupakan gabungan volume keenam limas tersebut (Agus, 2008: 214). 6 × volume limas O.ABCD = volume kubus ABCD.EFGH volume limas O.ABCD
= = = = = =
1 xABxBCxCG 6 1 xsxsxs 6 1 2 xs xs 6 1 2 2s xs x 6 2 2 2 s xs x 6 2 1 2 s xs x 3 2
Oleh karena s2 merupakan luas alas kubus ABCD.EFGH dan
s 2
merupakan tinggi limas O.ABCD maka volume limas O.ABCD: =
1 2 s xs x 3 2
1 x luas alas limas × tinggi limas 3 Jadi, rumus volume limas dapat dinyatakan sebagai berikut. =
1
Volume Limas = 3 x luas alas x tinggi (Agus, 2008: 214) Contoh soal: 1. Diketahui sebuah limas dengan alas berbentuk persegi. Panjang sisi adalah 4 cm dan tinggi 6 cm. Hitunglah volume limas itu. Jawab Diketahui: Sisi (s) = 4 cm t = 6 cm
29
Ditanya: Volume Limas (V) …………? Penyelesaian: 1
V = 3 At Karena alas limas berbentuk persegi panjang maka luas alasnya adalah : A = 𝑆2 = 42 = 16 𝑐𝑚2 1
V = 3 At 1
= 3 x 16 𝑐𝑚2 x 6 𝑐𝑚2 1
= 3 x 96 𝑐𝑚3 = 32 𝑐𝑚3 Jadi, volume limas adalah 32 𝑐𝑚3 2. Sebuah limas mempunyai volume 100 𝑐𝑚3 . Alasnya berbentuk segitiga yang panjang sisinya 5 cm dan 12 cm, berapakah tinggi limas tersebut ? Jawab Dik : V = 100 𝑐𝑚3 A =
5
𝑐𝑚
𝑥
12 𝑐𝑚
2
Dit : t …. ? Penye V = 100
𝑐𝑚3 =
1 3
At
1 3
x 30 𝑐𝑚2 x t
=
60 2
= 30 𝑐𝑚2
30
100 𝑐𝑚3 = 100 𝑐𝑚3 t
30 3
𝑐𝑚2 x t
= 10 𝑐𝑚2 x t =
100 𝑐𝑚 3 10 𝑐𝑚 2
t = 10 cm Jadi, tinggi dari limas tersebut adalah 10 cm
2.3 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah “jika materi Bangun ruang khususnya luas permukaan dan volume limas dan prisma dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) maka hasil belajar siswa akan meningkat”.