BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1. Pengertian Disiplin Menurut Hurlock. (1999: 82) Konsep populer dari “disiplin” adalah sama dengan “hukuman” menurut konsep ini, disiplin digunakan hanya bila anak melanggar peraturan dan perintah yang diberikan orang dewasa yang berwewenang mengatur kehidupan bermasyarakat, tempat anak itu tinggal. Disiplin berasal dari kata yang sama dengan “disciple” yakni seorang yang belajar dari atau secara suka rela mengikuti seorang pemimpin. Orang tua dan guru merupakan pemimpin dan anak merupakan murid yang belajar dari mereka cara hidup yang menuju kehidup yang berguna dan bahagia. Jadi disiplin merupakan cara masyarakat mengajar anak perilaku moral yang disetujui kelompok . Menurut Anonimous ( dalam Maria, 2005: 140) menjelaskan disiplin mendorong, membimbing serta membantu anak agar memperoleh perasaan puas karena kesetiaan, kepatuhannya dan mengarjakan kepada anak bagaimana berpikir secara teratur. Menurut Mulyasa (2009: 191). Disiplin adalah suatu keadaan tertib, ketika orang-orang yang tergabung dalam suatu sistem tunduk pada peraturan-peraturan yang ada dengan senang hati. Dalam Dictionary of Education (1973: 186) dikemukakan bahwa discipline (school) adalah the maintenance of conditions conducive to the efficient achievement of the school’s functions. Berdasarkan definisi tersebut, disiplin sekolah dapat diartikan sebagai keadaan tertib, ketika
guru, kepala sekolah dan staf, serta peserta didik yang tergabung dalam sekolah tunduk kepada peraturan yang telah ditetapkan dengan senang hati. Menurut Taufik (2005:7) mengemukakan bahwa makna dari istilah disiplin sangat beragam, tergantung pada kontex yang dihubungkan dengan istilah tersebut., Webster, misalnya yang mengemukakan definisi tentang disiplin, antara lain: 1) latihan yang mengembangkan pengendalian diri, karakter atau keadaan serba teratur dan efisien; 2) pengendalian diri dan perilaku yang tertib; 3) penerimaan atau ketundukan kepada kekuasaan dan kontrol; 4) perlakuan yang menghukum dan atau memperbaiki; dan 5) suatu cabang ilmu pengetahuan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin itu merupakan upaya pembentukan perilaku atas dasar pembiasaan dengan penggunaan waktu yang teratur, pemberian motivasi yang positif, serta menghindari penguasaan diri yang negatif. Menurut Hurlock (1999: 82) Tujuan seluruh disiplin adalah membentuk perilaku sedemikian rupa hingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan kelompok budaya, tempat individu itu diidentifikasikan. Karena tidak ada pola budaya tunggal, tidak ada pula satu falsafah pendidikan anak yang menyeluruh untuk mempengaruhi cara menanamkan disiplin. Jadi metode spesifik yang digunakan didalam kelompok budaya sangat beragam, walaupun semuanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengajar anak bagamana berperilaku dengan cara yang sesuai dengan standar kelompok sosial, tempat mereka diidentifikasikan. Disiplin merupakan istilah yang sudah memasyarakat di berbagai instansi pemerintah maupun swasta. Kita mengenal adanya disiplin kerja, disiplin lalu lintas, disiplin belajar dan macam istilah disiplin yang lain. Masalah disiplin yang dibahas dalam penelitian ini hanya difokuskaan mengenai disiplin siswa. Disiplin yang dimaksud dalam hal ini adalah disiplin yang dilakukan oleh para siswa dalam kegiatan belajarnya baik di rumah maupun di sekolah.
Disiplin siswa adalah sikap yang ditunjukkan oleh siswa dalam berperilaku mengenai hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Sedangkan disiplin sekolah hanya merupakan upaya dokumen atau produk yang dibuat oleh sekolah guna mengontrol kedisiplinan siswa. Lain lagi dengan kedisiplinan sekolah, dimana yang di maksud adalah usaha atas perilaku agar disiplin yang terjadi disekolah dapat berjalan dengan baik, agar tidak menyimpang, dan pemberian motivasi agar siswa berperilaku baik. 2.1.2. Unsur-unsur Disiplin Menurut Tulus Tu’u (2004:33) menyebutkan unsur–unsur disiplin adalah sebagai berikut : a. Mengikuti dan menaati peraturan, nilai dan hukum yang berlaku. b. Pengikutan dan ketaatan tersebut terutama muncul karena adanya kesadaran diri bahwa hal itu berguna bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya. Dapat juga muncul karena rasa takut, tekanan, paksaan dan dorongan dari luar dirinya. c. Sebagai alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah, membina, dan membentuk perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau diajarkan. d. Hukuman yang diberikan bagi yang melanggar ketentuan yang berlaku, dalam rangka mendidik, melatih, mengendalikan dan memperbaiki tingkah laku. 2.1.3 ciri-ciri kedisiplinan Menurut Suwanto (2010: 48) ciri-ciri anak disiplin yaitu: (1) selalu tepat waktu, (2) selalu menjalankan tugas, (3) selalu menaati peraturan dengan baik.
2.1.4. Pentingnya Disiplin Sekolah Menurut Mulyasa (2009: 192) akhir-akhir ini banyak perilaku negetif peserta didik yang melampaui batas kewajaran karena telah menjurus pada tindak melawan hukum, melaggar tata tertib, melanggar norma agama, kriminal dan telah membawa akibat yang sangat merugikan masyarakat. Kenakalan remaja dapat dinyatakan dalam batas wajar, apabila perilaku itu dilakukan dalam rangka mencari identitas diri dan tanpa membawa akibat yag membahayakan kehidupan orang lain atau masyarakat. Banyaknya perilaku negatif dan penyimpangan di sekolah menunjukan pentingnya disiplin sekolah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap siswa. Disiplin yang tumbuh secara sadar akan membentuk sikap, perilaku, dan tata kehidupan yang teratur yang akan menjadikan siswa sukses di sekolah.
2.1.5 Fungsi Disiplin
Fungsi disiplin sangat penting untuk ditanamkan pada siswa, sehingga siswa menjadi sadar bahwa dengan disiplin akan tercapai hasil belajar yang optimal. Fungsi disiplin menurut Tu’u (2004:38-44) adalah sebagai berikut:
a. Menata kehidupan bersama
Manusia merupakan mahluk sosial. Manusia tidak akan bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi pertikaian antara sesama orang yang disebabkan karena benturan kepentingan, karena
manusia selain sebagai mahluk sosial ia juga sebagai mahluk individu yang tidak lepas dari sifat egonya, sehingga kadang-kadang di masyarakat terjadi benturan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan bersama. Di sinilah pentingnya disiplin untuk mengatur tata kehidupan manusia dalam kelompok tertentu atau dalam masyarakat. Sehingga kehidupan bermasyarakat akan tentram dan teratur.
b. Membangun kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan sifat, tingkah laku yang khas yang dimiliki oleh seseorang. Antara orang yang satu dengan orang yang lain mempunyai kepribadian yang berbeda. Lingkungan yang berdisiplin baik sangat berpengaruh terhadap kepribadian seseorang. Apalagi seorang siswa yang sedang tumbuh kepribadiannya, tentu lingkungan sekolah yang tertib, teratur, tenang, dan tentram sangat berperan dalam membangun kepribadian yang baik.
c. Melatih kepribadian yang baik
Kepribadian yang baik selain perlu dibangun sejak dini, juga perlu dilatih karena kepribadian yang baik tidak muncul dengan sendirinya. Kepribadian yang baik perlu dilatih dan dibiasakan, sikap perilaku dan pola kehidupan dan disiplin tidak terbentuk dalam waktu yang singkat, namun melalui suatu proses yang membutuhkan waktu lama.
d. Pemaksaan
Disiplin akan tercipta dengan kesadaran seseorang untuk mematuhi semua ketentuan, peraturan, dan noma yang berlaku dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. Disiplin dengan motif kesadaran diri lebih baik dan kuat. Dengan melakukan kepatuhan dan ketaatan atas kesadaran diri bermanfaat bagi kebaikan dan kemajuan diri. Sebaliknya disiplin dapat pula terjadi karena adanya pemaksaan dan tekanan dari luar. Misalnya, ketika seorang siswa yang kurang disiplin masuk ke satu sekolah yang berdisiplin baik, maka ia terpaksa harus menaati dan mematuhi tata tertib yang ada di sekolah tersebut.
e. Hukuman
Dalam suatu sekolah tentunya ada aturan atau tata tertib. Tata tertib ini berisi hal-hal yang positif dan harus dilakukan oleh siswa. Sisi lainnya berisi sanksi atau hukuman bagi yang melanggar tata tertib tersebut. Hukuman berperan sangat penting karena dapat memberi motifasi dan kekuatan bagi siswa untuk mematuhi tata tertib dan peraturan-peraturan yang ada, karena tanpa adanya hukuman sangat diragukan siswa akan mematuhi paraturan yang sudah ditentukan.
f. Menciptakan lingkungan yang kondusif
Disiplin di sekolah berfungsi mendukung terlaksananya proses kegiatan pendidikan berjalan lancar. Hal itu dicapai dengan merancang peraturan sekolah, yakni peraturan bagi guru-guru dan bagi para siswa, serta peraturan lain yang
dianggap perlu. Kemudian diimplementasikan secara konsisten dan konsekuen, dengan demikian diharapkan sekolah akan menjadi lingkungan pendidikan yang aman, tenang, tentram, dan teratur.
2.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi kedisiplinan Disiplin dalam penerapannya tidak terlepas dari factor-faktor yang mempengaruhinya. Asman 1996:36 (http://one.indoskripsi.com/:faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin. html) diakses 2 Maret 2013 pukul 10.00 wita. mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi kedisiplinan, antara lain institusi keluarga, rekan sebaya, lingkungan sekolah dan media massa. a. Keluarga Orang tua adalah yang terpenting dalam sebuah keluarga. Mereka memainkan peranan utama dalam mencorak nama depan keluarga. Anak-anak ibarat kain putih dan orang tua yang menjadi pengarahnya. b. Rekan Sebaya Rekan dan kawan adalah orang tua kedua bagi seorang siswa. Pengaruh rekan sebaya mampu mencorakkan sikap dan tingkah laku siswa, lebih-lebih lagi mereka yang tergabung dari pergaulan siswa lainnya dan yang mengalami masalah keluarga. Siswa mengganggap peraturan dan tata tertib sekolah sebagai sesuatu yang remeh dan tidak perlu dipatuhi. Mereka akan membentuk kumpulan sendiri yang akan mengadakan peraturan sendiri. Dari sini, awal timbulnya masalah disiplin seperti perkelaian antar siswa dan lain sebagainnya
c. Lingkungan Sekolah Sekolah
adalah
rumah kedua para siswa, begitu juga dengan para
pendidik yang menjadi orang tua siswa disekolah. Tugas guru semakin berat pada era globalisasi. Disamping sebagai pendidik, guru juga menjadi role model kepada siswa. Kegagalan guru mendidik akan menjurus kea rah masalah siswa. d. Media Massa Media masa dapat dikategorikan kedalam dua jenis yaitu media cetak dan media elektronik. Kedua media ini banyak mempengaruhi siswa. Golongan remaja khususnya siswa mudah meniru dan mengikuti berbagai adegan perlakuan negative yang di tayangkan dalam berbagai media. Mereka ingin tahu dan mencoba sendiri apa yang dilihat dan dibaca. Berdasarkan uraian tersebut jelaslah bahwa terdapat berbagal hal yang mempengaruhi kedisiplinan, termasuk di dalamnya mempengaruhi disiplin siswa di sekolah. 2.1.7. Pengertian Orang Tua Menurut Hurlock (1999: 34) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas orangtua melengkapi dan mempersiapkan anak menuju ke kedewasaan dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang dapat membantu anak dalam menjalani kehidupan. Dalam memberikan bimbingan dan pengarahan pada anak akan berbeda pada masing-masing orangtua kerena setiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan sifatnya antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain. Jadi, pola asuh orang tua merupakan gaya pendidikan dan metode disiplin yang diterapkan orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Djamarah (2004: 24) Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai stategis dalam pembentukan kepribadian anak. Sejak kecil anak sudah mendapat pendidikan dari kedua orangtuanya melalui keteladanan yang diberikan dan bagaimana kebiasaan hidup orangtua sehari-hari dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Keteladanan dan kebiasaan orangtua tampilkan dalam bersikap dan berperilaku tidak lepas dari perhatian dan pengamatan anak. 2.1.8 Pengertian Pola Asuh Menurut Ormrod (2008: 94). Pola Asuh adalah pola perilaku umum yang digunakan orangtua dalam mengasuh anak-anaknya. Menurut Dariyo (2007: 206). Pola asuh terbagi 3 macam yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan permisf. 1. Pola asuh otoriter Dalam pola ini orangtua merupakan sentral artinya segala ucapan, perkataan, maupun kehendak orangtua dijadikan patokan (aturan) yang harus ditaati oleh anak-anak. Supaya taat, orangtua tak segan-segan menerapkan hukuman yang keras kepada anak. Orangtua beranggapan agar aturan itu stabil dan tak berubah, maka seringkali orangtua tak menyukai tindakan anak yang memprotes, mengkritik dan membantahnya. Kondisi tersebut mempengaruhi perkembangan diri pada anak. Banyak anak yang dididik dengan pola asuh otoriter ini, cenderung tumbuh berkembang menjadi pribadi yang suka membantah, memberontak dan berani melawan arus terhadap lingkungan sosial. Kadang-kadang anak tidak mempunyai sikap peduli,
antipati, pesimis dan anti sosial. Hal ini, akibat dari tidak adanya kesempatan bagi anak untuk mengemukakan gagasan, ide, pemikiran maupun inisiatifnya. Apapun yang dilakukan oleh anak tidak pernah mendapat perhatian, penghargaan dan penerimaan yang tulus oleh lingkungan keluarga atau orangtua. 2. Pola Asuh Demokratis Pola asuh demokratis ialah gabungan antara pola asuh permisif dan otoriter dengan tujuan untuk menyeimbangkan pemikiran, sikap dan tindakan antara anak dan orangtua. Baik orangtua maupun anak mempunyai kesempatan yang sama untuk menyampaikan suatu gagasan, ide atau pendapat untuk mencapai suatu keputusan. Dengan demikian orangtua dan anakk dapat berdiskusi, berkomunikasi atau berdebat secara konstruktif, logis, rasional demi mencapai kesepakatan bersama. Karena hubungan komunikasi antara orangtua dengan anak dapat berjalan menyenangkan, maka terjadi pengembangan kepribadian yang mantap pada diri anak. Anak makin mandiri, matang dan dapat menghargai diri sendiri dengan baik. Pola asuh demokratis ini akan dapat berjalan secara efektif bila ada 3 syarat (1) orangtua dapat menjalankan fungs sebagai orangtua yang member kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pendapatnya, (2) anak memiliki sikap yang dewasa yakni dapat memahami dan menghargai orangtua sebagai toko utama yang tetap memimpin keluarganya, (3) orangtua belajar member kepercayaan dan tanggung jawab terhadap anaknya.
3. Pola Asuh Permisif Sebaliknya dengan tipe pola asuh ini, orangtua justru merasa tidak peduli dan cenderung memberi kesempatan serta kebebasan secara luas kepada anaknya. Orangtua seringkali menyetujui terhadap semua dengan tuntutan dan kehendak anaknya. Semua kehidupan keluarga seolah-olah sangat ditentukan oleh kemauan dan keinginan anak. Jadi anak merupakan sentral dari segala aturan dalam keluarga. Dengan demikian orangtua tidak mempunyai kewibawaan. Akibatnya segala pemikiran, pendapat maupun pertimbangan orangtua cenderung tidak pernah diperhatikan oleh anak. Bila anak mampu mengatur seluruh pemikiran, sikap dan tindakannya dengan baik, kemungkinan kebebasan yang diberikan oleh orangtua dapat dipergunakan untuk mengembangkan kreativitas dan bakatnya, sehingga ia menjadi seorang individu yang dewasa, inisiatif dan kreatif. Tetapi hal itu tak dapat ditemui dalam kenyataan, karena ternyata sebagian besar anak tidak mampu menggunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya. Mereka justru menyalagunakan suatu kesempatan, sehingga cenderung melakukan tindakantindakan yang melanggar nilai-nilai, norma-norma dan aturan-aturan sosial. Dengan demikian perkembangan diri anak cenderung menjadi negatif. Menurut Hurlock ( dalam Walgito 2004: 218) berpendapat bahwa ada tiga macam sikap sebagai cara kontrol orangtua terhadap anak, yaitu sikap otoriter, demokratis dan permisif atau serba boleh. Masing-masing sikap tersebut mempunyai ciri-ciri tertentu.
1. Sikap otoriter mempunyai ciri-ciri tersebut: a. Orang tua menentukan apa yang perlu diperbuat oleh anak, tanpa memberikan penjelasan tentang alasannya. b. Apabila anak melanggar ketentuan yang telah digariskan, anak tidak diberi kesempatan untuk memberikan alasan atau penjelasan sebelum hukuman diterima oleh anak. c. Pada umunya, hukuman berupa hukuman badan. d. Orang tua tidak atau jarang memberikan hadiah, baik yang berupa kata-kata maupun bentuk yang lain apabila anak berbuat sesuai dengan harapan orang tua. 2. Sikap demokratis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Apabila anak harus melakukan suatu aktivitas, orang tua memberikan penjelasan alasan perlunya hal tersebut dikerjakan. b. Anak diberi kesempatan untuk memberikan alasan mengapa ketentuan itu dilanggar sebelum menerima hukuman. c. Hukuman diberikan berkaitan dengan perbuatannya dan berat ringannya hukuman tergantung kepada pelanggarannya. d. Hadiah dan pujian diberikan oleh orang tua untuk perilaku yang diharapkan. 3. sikap permisif atau serba boleh mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. tidak ada aturan yang diberikan oleh orang tua, anak diperkenankan berbuat sesuai dengan apa yang dipikirkan anak
b.
tidak ada hukuman karena tidak ada ketentuan atau peraturan yang dilanggar.
c. ada anggapan bahwa anak akan belajar dari akibat tindakannya yang salah d. tidak ada hadiah karena social approval akan merupakan hadiah yang memuaskan. Tabel Perbandingan ragam pola asuh yang umum No 1
2
Saat orangtua menggunakan pola asuh ini Demokratis a. Menyediahkan lingkungan rumah yang penuh kasih dan suportif b. Menerapkan ekspektasi dan stadar yang tinggi dalam berperilaku c. Menjelaskan mengapa beberapa perilaku dapat diterima sedangkan perilaku lainnya tidak d. Menegakkan aturan-aturan keluarga secara konsisten e. Melibatkan dalam proses pengambilan keputusan dalam keluarga f. Secara bertahap melonggar batasanbatasan saat anak semakin bertanggung jawab dan mandiri Otoriter a. Lebih jarang menampilkan kehangatan emosional dibandingkan keluarga demokratis b. Menerapkan ekspektasi dan standar yag tinggi dalam berperilaku c. Menegakkan aturan-aturan berperilaku tanpa mempertimbangkan kebutuhan anak d. Mengharapkan anak mematuhi peraturan tanpa pertanyaan e. Hanya sedikit ruang bagi dialog timbal
a. b. c. d. e. f. g. h.
a. b. c. d. e. f. g.
Anak cenderung Demokratis Gembira Percaya diri Memiliki rasa ingin tahu yang sehat Tidak manja dan berwatak mandiri Kontrol diri yang baik Mudah disukai memiliki keterampilan sosial yang efektif Menghargai kebutuhan-kebutuhan orang lain Termotivasi dan berprestasi di sekolah
Otoriter Tidak bahagia Cemas Memiliki kepercayaaan diri yang rendah Kurang inisiatif Bergantung pada orang lain Kurag memiliki keterampilan social dan perilaku proposial Memiliki gaya komunikasi yang koersif dalam berhubungan dengan orang lain
3 a. b. c. d.
e.
balik antara orangtua dan anak (sedikit ruang bagi anak untuk memberika umpan balik kepada orangtua) Permisif Menyediakan lingkungan rumah yang penuh kasih dan suportif Menerapkan sedikit ekstektasi atau standar berperilaku bagi anak Jarang member hukuman terhadap perilaku yang tidak tepat Membiarkan anak mengambil keputusan secara mandiri (misalnya mengenai makanan yang hendak dimakan dan mengenai waktu tidur Orangtua tampaknya lebih sibuk mengurus masalah-masalahnya sendiri.
h. Pembangkang
Permisif a. Egois b. Tidak termotivasi c. Bergantung pada orang lain d. Menuntut perhatian orang lain e. Tidak patuh f. Impulsive g. Kontrol diri yang rendah
Dari berbagai jenis pola asuh peneliti tertarik mengambil pola asuh permisif, dikarenakan fenomena sekarang ini terlalu banyak orangtua yang terlalu memberikan kebebasan sehingga berdampak kepada kedisiplinan anak. Pola asuh permisif adalah orang tua berusaha berperilaku menerima dan bersikap positif terhadap impuls (dorongan emosi), keinginan-keinginan dan perilaku anaknya, hanya sedikit menggunakan hukuman, berkonsultasi kepada anak, hanya sedikit memberi tanggung jawab rumah tangga, membiarkan anak untuk mengatur aktivitasnya sendiri dan tidak mengontrol, berusaha mencapai sasaran tertentu dengan memberikan alasan, tetapi tanpa menunjukan kekuasaan, (Widyarini Nilam, :2003:11). Menurut Wangi (2005: 36). Pola asuh permisif adalah pola asuh dimana orang tua serba membolehkan anak berbuat apa saja. Orang tua memiliki kehangatan dan menerima apa adanya. Kehangatan, cenderung memanjakan, dan
dituruti keinginannya. Sedangkan menerima apa adanya cenderung memberikan kebebasan kepada anak untuk berbuat apa saja. Pola asuh ini dapat mengakibatkan anak agresif, tidak patuh pada orang tua, sok kuasa, kurang mampu mengontrol diri dan kurang intens mengikuti pelajaran sekolah. Dari pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa pola asuh permisif adalah pola asuh yang lemah, orang tua memberikan kebebasan kepada anaknya untuk melakukan sesuatu yang anak sukai, orang tua hanya memberikan fasilitas sedangkan orang tua tidak tau fasilitas itu digunakan untuk hal kebaikan atau tidak, jika anak melakukan kesalahan orang tua tidak banyak
memberikan
hukuman. 2.1.9. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Mendidik Anak Menurut Djamarah (2004: 29) tanggung jawab orang tua dalam pendidikan, maka orang tua adalah pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Bagi anak, orang tua adalah model yang harus ditiru dan diteladani. Sebagai model, orang tua seharusnya memberikan contoh yang terbaik bagi anak dalam keluarga. Sikap dan perilaku orang tua harus mencerminkan akhlak yang mulia. Oleh karena itu, islam mengajarkan kepada orang tua agar selalu mengajarkan sesuatu yang baik-baik saja kepada anak mereka. Pembentukan budi pekerti yang baik dan disipilin adalah tujuan utama dalam pendidikan islam. Karena dengan budi pekerti dan disiplin itulah tercermin pribadi yang mulia. Sedangkan pribadi yang mulia itu adalah pribadi yang utama yang ingin dicapai dalam mendidik anak dan dalam keluarga. Namun sayangnya, tidak semua orang tua dapat melakukannya. Banyak faktor yang menjadi
penyebabnya, misalnya orang tua yang sibuk dan bekerja siang dan malam dalam hidupnya untuk memenuhi kebutuhan materi anak-anaknya, waktunya dihabiskan diluar rumah, jauh dari keluarga, tidak sempat mengawasi perkembangan anaknya, dan bahkan tidak punya waktu untuk memberikan bimbingan, sehingga pendidikan akhlak bagi anak-anaknya terabaikan. Djamarah (2004: 29-30) Akhirnya, apapun alasannya, mendidik anak adalah tanggung jawab orang tua dalam keluarga. Oleh karena itu, sesibuk apapun pekerjaan yang harus diselesaikan, luangkan waktu demi pendidikan anak adalah lebih baik. Bukankah orang tua yang bijaksana adalah orang tua yang lebih mendahulukan pendidikan anak daripada mengurusi pekerjaan siang dan malam. 2.1.10 Hubungan pola asuh orang tua permisif dengan disiplin siswa di Sekolah Menurut Djamarah (2004: 26). Disiplin anak tidak lepas dari pola asuh orang tua yang baik kepada anak, oleh karenanya kemampuan orang tua dalam mengawasi maupun membimbing anak sangatlah penting. Terlebih pada anak yang memasuki masa remaja dan masih perlu di berikan arahan dan bimbingan. Orang tua harus mampu melihat perkembangan anak, utamanya tentang kedisiplinan anak di rumah, sekolah dan di masyarakat. Menurut pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa disiplin anak pada hakikatnya berawal dari keluarga dan orang tualah yang berperan dalam menerapkan pola asuh yang baik untuk menjadikan anak lebih disiplin di rumah
maupun disekolah. Berhasil tidaknya orang tua mendidik anak dapat di lihat dari tingkat kedisiplinannya di sekolah. Begitu juga apabila orangtua memberikan pola asuh permisif maka anak tidak akan patuh dan tidak akan disiplin, jadi semakin tinggi pola asuh permisif yang diberikan orangtua maka disiplin anak akan semakin rendah. Dengan demikian dapat di duga terdapat hubungan pola asuh orang tua permisif dengan disiplin siswa di sekolah. Sehingga secara teoritis semakin baik pola asuh yang diterapkan orang tua tentang disiplin maka anak akan menjadi disiplin. 2.2. Hipotesis Hipotesis yang di ajukan dalam penelitian adalah “ terdapat hubungan antara pola asuh orang tua permisif dengan disiplin siswa di kelas VIII SMP Negeri I Kabila, Kabupaten Bone Bolango.